Anda di halaman 1dari 16

Tugas Mandiri

Infertilitas

Oleh :
Muhammad Ihsan
20014101050

Masa KKM : 9 November 2020 – 13 Desember 2020

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020
A. Pengertian
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dan melahirkan anak setelah
sekurang-kurangnya satu tahun melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa
perlindungan (Bobak et al , 2004). Menurut Olds et al  (1988), (1988), definisi infertilitas
adalah definisi infertilitas adalah ketidakmampuan ketidakmampuan pasangan suami
pasangan suami istri untuk menghasilkan seorang anak yang hidup sebagai kegagalan
dari mengandung atau kegagalan untuk mengandung bayi yang dapat hidup.

B. Klasifikasi
Jenis infertilitas ada dua, yaitu
1) Infertilitas primer
Infertilitas primer yaitu jika istri belum pernah hamil walaupun bersenggama
bersenggama dan dihadapkan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.
2) Infertilitas sekunder
Infertilitas sekunder yaitu jika istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi
kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan selama 12 bulan

C. Penyebab Infertilitas
Secara garis besar penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi:
1) Faktor istri (40%)
a. Kondisi vagina, mulut rahim dan Rahim
b. Kondisi ovarium dan rongga peritoneum
c. Kondisi saluran telur atau tuba Fallopii
2) Faktor suami (40%)
a. Kelainan organ genitalia pria
b. Faal dan morfologi sel spermatozoa
3) Faktor gabungan istri dan suami (10%)
a. Frekuensi senggama
b. Antibodi anti sperma
4) Faktor idiopatik idiopatik (10%)

D. Faktor-Faktor yang mempengarufi Infertilitas


2
1) Umur
Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini
dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase Reproduksi wanita adalah
masa system reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan
untuk hami. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase disaat waita mulai dapat berproduksi, yang ditandai
dengan haid pertama kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin
sukender, yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya rambut disekitar alat kelaim dan
timbunan lemak di pinggu. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13 tahun.
Adapun fase menopause adalah fase disaat haid berhenti. Fase menopause
taerjadi pada umur 45-55 tahun. Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur.
Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami
menstruasi secara periodic yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat
mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel
telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormone sehingga
kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastic. Kelualitas sel telur yang
dihasilkan pun menurun sehingga tinkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya
kira-kira umur 45 tahun sel telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias
tidak dapat hamil lagi. Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan
pemeriksaan darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3
2) Lama Infertilitas
Berdasarkan laporan klinik fertilitas di Surabaya, lebih dari 50% pasangan dengan
masalah infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua,
penyakit pada organ reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya enis
pengobatan yang sesuai dengan  pasangan tersebut.
3) Emosi
Stres memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi pengaturan hormon
reproduksi.
4) Lingkungan
Paparan terhadap ra&un seperti lem, bahan pelarut organik yang mudah menguap,
silikon, pestisida serta obat-obatan (misalnya, obat pelangsing).
5) Hubungan seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi frekuensi, posisi
dan melakukannya pada masa subur.
3
6) Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan
setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang
dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi
sperma dalam jumlah cukup dan matang.

E. Pemeriksaan Pasangan Infertil (Langkah diagnostic)


Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Itu berarti, kalau
istri saja yang diperiksa sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan itu
tidak diperiksa. Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai
berikut:
1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah  berusaha  berusaha
untuk mendapat mendapat anak selama 12 bulan. Pemeriksaan Pemeriksaan dapat
dilakukan lebih dini apabila:
a. Pernah mengalami keguguran berulang
b. Diketahui mengidap kelainan endokrin
c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d. Pernah mengalami bedah ginekologik
2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama
pasangan itu datang ke dokter.
3. Istri pasangan infertil yang berumur antara 36- 40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan
infertilitas kalau belum mempunyai anak dari  perkawinan tersebut
4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu
anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri
atau anaknya

Tatalaksana pemeriksaan infertilitas yang terkait dengan faktor istri:


1. Tahap pertama (Fase I)
a. Pemeriksaan riwayat infertilitas (anamnesis)
Anamnesis masih merupakan cara terbaik untuk mencari penyebab penyebab
infertilitas infertilitas pada wanita. wanita. Faktor-faktor Faktor-faktor penting
penting yang berkaitan berkaitan dengan infertilitas infertilitas yang harus
ditanyakan ditanyakan pada pasien adalah mengenai usia, riwayat kehamilan,
panjang siklus haid, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat operasi, frekuensi
4
koitus, dan waktu koitus. Perlu juga diketahui pola hidup dari pasien mengenai
konsumsi alkohol, merokok, dan stress.
b. Pemeriksaan fisik
Disini perlu diperiksa Indeks Massa Tubuh (IMT), pemeriksaan kelenjar kelenjar
tiroid, tiroid, hirsutisme, hirsutisme, akne, sebagai sebagai pertanda pertanda
hiperandrogenisme. Adanya galaktorea merupakan pertanda dari
hiperprolaktinemia. Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan pelvik untuk
mengetahui apakah ada kelainan di vagina, serviks, dan uterus.
c. Penilaian Ovulasi
Cara sederhana untuk mengetahui ovulasi adalah dengan mengukur suhu badan
basal (SBB). SBB juga dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan hari
ovulasi. Cara lain yang dapat digunakan untuk penilaian ovulasi adalah dengan
pemeriksaan USG transvaginal dan pemeriksaan hormon progesteron darah. Pada
pemeriksaan USG transvaginal dapat dilihat pertumbuhan folikel. Bila diameter
mencapai 18-25 mm, berarti menunjukkan folikel matur dan akan terjadi ovulasi.
d. Uji pasca senggama (UPS)
Merupakan cara pemeriksaan yang sederhana tapi dapat memberi informasi
tentang interaksi antara sperma dengan getah serviks. UPS dilakukan 2-3 hari
sebelum perkiraan ovulasi dimana “  spin barkeit  barkeit ” dari getah serviks
mencapai 5 cm atau lebih. Pengambilan getah serviksdari kanalis endo-serviks
dilakukan setelah 2-12 jam senggama. Pemeriksaan dilakukan di bawah
mikroskop. UPS dikatakan (+) bila ditemukan paling sedikit 5 sperma per lapang
pandang besar (LPB). UPS dapat memberikan gambaran tentang kualitas sperma,
fungsi getah serviks,dan keramahan getah serviks terhadap sperma.
2. Tahap kedua (Fase II)
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan HSG untuk mencari  patensi  patensi tuba. Uji
ini dilakukan dilakukan pada paruh pertama pertama siklus haid, dimana sebelum
tindakan dilakukan, pasien dianjurkan tidak senggama paling sedikit dua hari
sebelumnya. HSG dilakukan oleh ahli radiologi dengan menyuntikkan larutan
radioopaque melalui kanalis servikalis ke uterus dan tuba fallopi.
3. Tahap ketiga (Fase III)
Akhir-akhir ini laparoskopi dianggap cara terbaik untuk menilai fungsi tuba fallopi.
Kedua tuba dapat dilihat secara langsung dan potensinya dapat diuji dengan
menyuntikkan larutan metilen blue atau indigokarmir dan dengan melihat
5
pelimpahannya ke dalam rongga peritoneum. Dengan laparoskopi dapat sekaligus
melihat kelainan yang mungkin terdapat dalam rongga peritoneal, seperti
endometritis, perlengketan pelviks, dan patologi ovarium.

Tatalaksana pemeriksaan infertilitas yang terkait dengan faktor suami adalah:


1. Anamnesis
Hal yang perlu diperhatikan pada pria adalah:
a. Merokok Kondisi merokok seringkali terkait dengan penurunan kemampuan
renang sel spermatozoa
b. Riwayat infeksi kelenjar parotis Kondisi ini sering terkait dengan kejadian orchitis
yang dapat menyebabkan infertilitas
c. Kesulitan ereksi Kondisi ini terkait dengan stres psikis atau kelainan metabolik
kronik seperti diabetes melitus atau hipertensi
2. Pemeriksaan fisik
a. Payudara
Payudara pria harus normal, jika terlihat membesar atau ginekomastia, mungkin
ada peningkatan kadar hormon estrogen pada  pria.
b. Penis
Perlu diperhatikan letak uretra yang dapat terkait dengan abnormalitas seperti
hipospadia.
c. Skrotum
Skrotum harus diraba untuk menilai kemungkinan skrotum terisi  banyak  banyak
cairan, cairan, terdapat terdapat hernia skrotalis skrotalis atau terdapat terdapat
varikokel. varikokel. Jumlah testis, volume testis dan turunnya testis ke dalam
skrotum  juga perlu diperhatikan
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dasar yang wajib dikerjakan pada pasangan suami istri dengan masalah
infertilitas adalah pemeriksaan analisis sperma. Sebelum dilakukan analisis sperma,
dilakukan tahap pra analisis yang dapat mempengaruhi hasil analisis sperma, yaitu
sebagai berikut:
a. Sediaan diambil setelah abstinensia sedikitnya 48 jam dan tidak lebih dari 7 hari
b. Oleh karena variasi yang besar dalam produksi semen dapat terjadi pada
seseorang, seseorang, sebaiknya sebaiknya dilakukan dilakukan pemeriksaan
pemeriksaan dua sediaan. sediaan. Waktu antara kedua pemeriksaan ters Waktu
6
antara kedua pemeriksaan tersebut tidak boleh ebut tidak boleh kurang dari 7
kurang dari 7 hari atau kurang dari 3 bulan
c. Sebaiknya sediaan dikeluarkan dalam kamar yang tenang dekat laboratorium. Jika
tidak, maka sediaan harus diantar ke laboratorium dalam waktu satu jam setelah
dikeluarkan dan jika motilitas sperma sangat rendah (< 25% bergerak maju terus),
sediaan kedua harus diperiksa secepatnya.
d. Sediaan sebaiknya diperoleh dengan cara masturbasi dan ditampung dalam botol
kaca atau plastik bermulut lebar.
e. Gunakan kondom dengan bahan plastik khusus (Mylex) atau
penyimpan penyimpan cairan khusus (HDC corporation, corporation, Mountian
Mountian view, calif). Kondom biasa seb calif). Kondom biasa sebaiknya tidak
digunakan untu aiknya tidak digunakan untuk menampung menampung semen
karena mengandung spermatisid.
f. Coitus interuptus tidak dapat dipakai untuk mendapatkan siapan karena ada
kemungkinan bagian pertama ejakulat yang mengandung sperma paling banyak
akan hilang. Selain itu juga akan terjadi kontaminasi seluler dan bakteri pada
siapan serta dapat terjadi pula pengaruh kurang baik terhadap motilitas sperma
sebagai akibat PH cairan vagina yang asam.
g. Siapan yang tidak lengkap sebaiknya tidak diperiksa, terutama jika  bagian
pertama ejakulat hilang.
h. Siapan harus dilindungi terhadap suhu yang ekstrim selama pengangkutan ke
laboratorium (suhu pengangkutan ke laboratorium (suhu antara 20-40 antara 20-
400 C)
i. Botol harus diberi label dengan nama penderita, tanggal  pengumpulan, dan
lamany  pengumpulan, dan lamanya abstinensia a abstinensia

Analisis sperma meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis


a. Pemeriksaan mikroskopis
1) Warna Warna normal adalah putih/agak keruh. Kadang-kadang ditemukan
juga warna kekuningan atau merah. Warna kekuningan mungkin disebabkan
karena radang saluran kencing atau abstinensia terlalu lama. Warna merah
biasanya oleh karena tercemar sel eritrosit (hemospermi)
2) Volume Cairan semen yang ditampung diukur dan diukur dengan gelas ukur,
dan dikatakan normospermi bila volumeya normal, yaitu 2-6 ml, dengan harga
7
rata-rata 2-3,5 ml. Aspermi bila tidak keluar sperma pada waktu ejakulasi.
Hiperspermi bila volume lebih dari 6 ml. Hipospermi bila volume kurang dari
1 ml, hal ini dapat disebabkan oleh:
a) Tercecer pada waktu memasukkan semen ke dalam botol
b) Keadaan patologis, antara lain penyumbatan kedua duktus ejakulatorius
dan kelainan kongenital misalnya agenesis vesikula seminalis.
Hiperspermi biasanya diikuti oleh konsentrasi sperma yang rendah dan
hiperseprmi dapat disebabkan oleh abstinensia yang lama dan produksi
kelenjar asesoris yang berlebihan.
3) Bau
Spermatozoa mempunyai bau khas yang mungkin disebabkan oleh
proses oksidasi dari spermia yang diproduksi oleh prostat. Semen dapat berbau
busuk atau amis bila terjadi infeksi.
4) PH
Cara untuk mengetahui keasaman semen digunakan kertas PH atau
lakmus, biasanya sifatnya sedikit alkalis. Semen yang terlalu lama akan
berubah PHnya. Pada infeksi akut kelenjar  prostat,  prostat, Phnya berubah
berubah menjadi menjadi di atas 8 atau menjadi menjadi 7,2 misalnya pada
infeksi kronis organ-organ tadi. WHO memakai kriteria yang normal yang
lazim, yaitu7,2-7,8.
5) Viskositas
Viskositas semen diukur setelah mengalami likuefaksi betul (15-20
menit setelah ejakulasi). Pengukuran dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a) Dengan pipet pastur: Semen diisap ke dalam pipet tersebut, pada waktu
pipet diangkat diangkat maka akan tertinggal tertinggal semen berbentuk
benang pada ujung pipet. Panjang berbentuk benang pada ujung pipet.
Panjang benang diukur, diukur, normal panjangnya panjangnya 3-5 cm.
b) Menggunakan pipet yang sudah mengalami standarisasi (Elliaon). Pipet
dalam posisi tegak, lalu diukur waktu yang diperlukan setetes semen untuk
lepas dari ujung pipet tadi. Angka normal adalah 1-2 detik.
6) Likuefaksi
Semen normal pada suhu ruangan akan mengalami likuefaksi dalam
waktu 60 menit, walau pada umumnya sudah terjadi dalam 15 menit. Pada
beberapa kasus, likuefaksi lengkap tidak terjadi dalam 60 menit. Hal ini bisa
8
terjadi bila mengandung granula seperti jelly (badan gelatin yang tidak
mencair), tetapi mencair), tetapi tidak memiliki tidak memiliki makna secara
klinis. secara klinis. Bila h al ini ditemukan akan sangat mengganggu dalam
analisis semen, sehingga perlu dibantu dengan pencampuran enzimatis.

b. Pemeriksaan makroskpis
Pemeriksaan mikroskopis meliputi:
1) Jumlah spermatozoa per ml
Konsentrasi sperma ialah jumlah spermatozoa per ml sperma. Jumlah
spermatozoa total ialah jumlah seluruh spermatozoa dalam ejakulat. Berikut
ini adalah klasifikasinya:
a) Normal: jumlah spermatozoa di atas 60 juta/ml
b) Subfertil: 20-60 juta /ml
c) Steril: 20 juta atau kurang/ml Namun, WHO Namun, WHO menganggap
jumlah menganggap jumlah sperma 20 sperma 20 juta/ml juta/ml atau
lebih masih dianggap normal.
2) Jumlah spermatozoa motil per ml/persentase spermatozoa motil
Motilitas sperma dipengaruhi oleh adanya perubahan PH, infeksi,
morfologi, pematangan, dan gangguan hormonal.  Namun, Namun, secara
garis besar WHO dan beberapa beberapa ahli berpendapat berpendapat
motilitas motilitas dianggap dianggap normal bila 50% atau lebih bergerak
maju atau 25% atau bergerak maju atau 25% atau lebih bergerak maju de bih
bergerak maju dengan cepat ngan cepat dalam waktu 60 menit setelah
ditampung.
Motilitas sperma juga dapat dilihat dari gerakan maju spermatozoa
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Grade 0 (none) bila tidak ada spermatozoa yang bergerak
b) Grade 1 (poor) bila terlihat gerakan maju spermatozoa yang lemah
c) Grade 2 (good) bila terlihat gerak maju yang cukup baik dari
spermatozoa, termasuk yang bergerak zig zag dan  berputar-putar
d) Grade 3 (excellent) bila ada gerakan maju dari spermatozoa yang seperti
roket.
Sebagai patokan nilai normal hasil pengamatan sperma di atas, WHO
telah mendapatkan nilai normal hasil  pemeriksaan.
9
Di bawah ini terdaftar kriteria semen normal yang umum dipakai
menurut WHO
3) Kecepatan
Semen yang tidak diencerkan diteteskan ke dalam titik hitung, tentukan
waktu yang dibutuhkan satu spermatozoa untuk menempuh jarak 1/20 mm,
pada keadaan normal dibutuhkan 1-1,4 detik, ini disebut normokinetik.
4) Morfologi
Morfologi spermatozoa yang normal ditentukan oleh  bentuk  bentuk
kepala, kepala, leher, tanpa adanya sitoplasmik sitoplasmik “droplets”
“droplets” dan  bentuk  bentuk ekor. Semen yang normal mengandung
mengandung setidaknya setidaknya 48%-50% spermatozoa normal.
5) Komponen seluler lain dari semen (leukosit dan eritrosit)
Leukosit sangat sering dijumpai dalam spesimen semen, sebagian
besar adalah neutrofil. Jumlah leukosit yang tinggi ( lebih dari 106 /ml) pria,
menandakan leukospermia. Leukospermia bisa disebabkan oleh infeksi pada
sistem duktus ekskretorius pria, terutama di kelenjar asesorius, yang harus
diselidiki dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan analisis  bakteriologis
semen  bakteriologis semen dan cairan dan cairan prostat setel prostat setelah
tindakan ah tindakan masase  prostat  prostat dan USG. Pada cairan prostat
prostat yang didapat didapat dengan masase prostat, jumlah leukosit tak
sampai melebihi 15 per LP dengan pembesaran tinggi (LBP). Jumlah sel 15-
40/LBP disebut zona perbatasan dan bila jumlahnya lebih dari 40 maka
kemungkinan besar terdapat inflamasi prostat.

4. Klasifikasi analisis semen Di Indonesia, penggolongan tingkat fertilitas pria menganut


kriteria Farris (1949), berdasarkan jumlah spermatozoa motil per ejakulat adalah
sebagai berikut:
a. Golongan sangat fertil: lebih dari 185x106   spermatozoa per ejakulat
b. Golongan relatif fertil: 80x106 -185x106 spermatozoa motil per ejakulat
c. Golongan subfertil: 1-80x106   spermatozoa motil per ejakulat (Kuswondo, 2002).

F. Penanganan Pasangan Infertil


1. Terapi pada wanita
Induksi ovulasi adalah pemberian berbagai jenis obat untuk mempengaruhi
10
keadaan hormonal sehingga dapat menyebabkan keadaan hiperstimulasi ovarium
yang terkontrol untuk memacu kesinambungan perkembangan folikel dari
sekumpulan folikel  primordial sehingga bisa mencapai ovulasi.
Macam Obak induksi ovulasi adalah:
a. Obat yang dapat meningkatkan FSH endogen.
Macamnya yaitu CC (Clomiphen citrate) dan Aromatase inhibitor. CC
merupakan turunan dari triphenylethylene golongan nonsteroid dengan efek
agonis dan antagonis estrogen.CC diberikan secara oral dimulai pada hari ke-3
siklus haid selama 5 hari. Dosis dimulai dengan pemberian awal 50 mg per hari
selama 5 hari dan dapat ditingkatkan 50 mg setiap siklus sampai tercapai ovulasi.
Dosis maksimal 150 – 200 mg, Monitoring setelah pemberian adalah suhu basal
badan dan kadar LH urin. Kadar lonjakan LH biasanya terjadi setelah 5 – 12 hari
setelah pemberian terapi terakhir. Dengan pemeriksaan USG transvaginal secara
serial dapat diukur jumlah dan besar folikel, sehingga dapat diperkirakan apakah
terjadi ovulasi.
Aromatase adalah anggota keluarga besar kompleks enzym yang mengandung
hemoprotein cytochrom P450. Ia mempercepat proses akhir pembentukan
estrogen (E), yaitu  proses  proses hidroksilasi hidroksilasi androstenedion
androstenedion (A) menjadi menjadi estron dan testosteron (T) menjadi
estradiol. Salah satu obat dari aromatase inhibitor yang sering digunakan adalah
letrozole. Dosis pemberian adalah 2,5 mg perhari mulai hari ke-3 siklus haid
selama 5 hari.
b. Hormon GnRH yang menyebabkan perangsangan sentral untuk sekresi FSH dan
LH dari pituitari.
c. Hormon FSH dan LH eksogen yang merangsang ovarium secara langsung
Indikasi lain pemberian obat induksi ovulasi adalah infertilitas yang tak terjelaskan
(unexplained infertility). Hal ini merupakan terapi empirik, dan bila tidak berhasil
dilanjutkan dengan inseminasi atau invitro fertilisation (IVF)
2. Terapi pada pria
Terapi infertilitas pada pria dapat didasarkan atas 2 tata cara, yaitu hanya berdasarkan
analisis semen rutin dan berdasarkan etiologi kausatif
a. Terapi berdasarkan hasil analisis semes rutin
1) Kelainan volume semen
a) Hipospermia
11
Volume semen disebut hiposperma jika kurang dari 1,5 ml, yang
disebabkan antara lain karena Stres,  Retrograde ejaculation, dan
frekuensi senggama.Untuk stres maka  pengobatan  pengobatan diarahkan
diarahkan untuk menghilangkan menghilangkan stres ; retrograde
ejaculation dapat diberi terapi obat atau terapi khusus berupa  pencucian
pencucian sperma dari urine. Untuk endokrinopati endokrinopati dapat
diberikan testosteron, sedangkan bila koitus terlalu sering, dapat dikurangi
frekuensinya. Jika tidak jelas penyebabnya dapat dilakukan AIH.
b) Hiperspermia
Hiperspermia adalah jika volume semen lebih dari 6 ml. Penyebabnya
Penyebabnya dapat berupa abstinensia abstinensia seksualis yang
seksualis yang terlalu terlalu lama dan hipersekresi vesika seminalis.
Hiperspermia dengan spermiogram normal tidak memerlukan pengobatan
spesifik, cukup dengan menganjurkan peningkatan frekuensi senggama,
tetapi jika disertai dengan spermiogram abnormal dapat dilakukan terapi
dengan split ejaculate ejaculate atau withdrawal coitus atau dengan
treated sperm invitro
2) Kelainan jumlah spermatozoa
a) Polizoospermia Pada polizoospermia, jumlah spermatozoa lebih dari 250
juta/ml.  juta/ml. Terapi dapat dengan anjuran anjuran meningkatkan
meningkatkan frekuensi frekuensi koitus atau AIH dengan treated
spermatozoa dengan jalan  pengenceran, swim up, sperm washing atau
filtrasi.
b) Oligozoospermia Sampai saat ini masih disepakati bahwa jumlah
spermatozoa kurang dari 20 juta/ml disebut oligozoospermia dan jika
kurang dari 5 juta/ml disebut olgozoospermia berat. Terapi
medikamentosa yaitu:
- Klomifen sitrat dengan dosis 1 x 50 mg selama 90 hari atau 1 x 50 mg
3 x 25 hari dengan interval antara terapi 5 hari.
- Tamoxifen, dapat diberikan dengan dosis 2 x 1 tablet selama 60 hari.
- Kombinasi HMG dan hCG; HMG (Pergonal®) diberikan dengan
dosis 150 IU 3 x/minggu dan hCG (Profasi®) dengan dosis 2000 IU 2
x/minggu selama dengan dosis 2000 IU 2 x/minggu selama 12-16
minggu 12-16 minggu.
12
- Kombinasi FSH (Metrodin®) dan hCG; dosisFSH 75IU 3 x/minggu
dan dosis hCG 2000 IU 2 x/minggu selama x/minggu dan dosis hCG
2000 IU 2 x/minggu selama 12-16 minggu. Selain medikamentosa,
terapi dapat dilakukan dengan AIH(IBS) dengan atau tanpa treated
sperm.
3) Abnormalitas kualitas spermatozoa
Kualitas spermatozoa abnormal jika motilitas baik dan cukup, tetapi
morfologi normal kurang dari 50%. Terapi gangguan kualitas ini dapat berupa
medikamentosa, yaitu:
a) ATP
b) Androgen dosis rendah
c) Phosph6lipid esensial
d) Antibiotika
e) Vitamin E + Vit B
f) Pentoksifilin
Atau dilakukan AIH (IBS) dengan atau tanpa sperm treated yang dapat
berupa  sperm washing washing dan sperm swim up. Jika masih belum
memberikan hasil yang diharapkan dapat dilanjutkan dengan terapi hormonal
berupa kombinasi FSH dengan dosis 75 IU 3 x/minggu ditambah hCG 2000
IU 2 x/ minggu selama 12-16 minggu. Pengobatan ini dapat diteruskan
sampai 4 tahun.
b. Terapi berdasarkan etiologi kausatif
1) Etiologi infertilitas pria yang tak dapat diobati :
a) Klinefelter syndrome
b) Cryptorchidism bilateral
c) Atrofi testis
d) Sertoli cell only syndrome
e) Agenesis vas deferens
2) Etiologi infertilitas pria yang masih dapat diobati :
a) Varikokel
b) Infeksi kelenjar asesoris
c) Immunologi
d) Gangguan hubungan seksual
e) Endokrinopati
13
G. Teknologi Khusus dalam Penanganan Infertilitas
1. Insemsia buatan
Dilihat dari asal sperma yang digunakan, inseminasi buatan dapat dibagi dua, yaitu:
a. Inseminasi buatan dengan sperma sendiri (sperma suami) atau AIH (artificial
insemination husband)
b. Inseminasi buatan dengan donor sperma (bukan sperma suami) atau AID
(artificial insemination donor)
Dilihat dari tempat peletakkan sperma, inseminasi buatan yang  paling sering
digunakan adalah:
a. ICI (intracervical Insemination)
b. IUI (Inrauterine Insemination)
2. ART (Assisted Reproductive Technologies)
ART merupakan teknologi reproduksi yang digunakan untuk mendapatkan
kehamilan di luar cara alamiah yang digunakan dalam infertilitas. Macam-macam
ART adalah sebagai berikut:
a. FIVET (Fertilisasi in vitro embrio transfer ) / IVF (In Vitro Fertilization)
b. GIFT (Gamet Intra Fallopion Transfer)
c. ZIFT (Zygote intra fallopian transfer)

H. Prognosis Infertilitas
Prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya
dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama dan lamanya
perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai  pada umur 24 tahun, kemudian
kemudian menurun menurun perlahan-lahan perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan
setelah itu menurun dengan cepat.
Fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir pada setiap golongan
umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari enam bulan meningkat
dengan meningkatnya frekuensi senggama.
Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk terjadinya kehamilan tanpa
pemakaian kontrasepsi telah dilakukan di Taiwan dan di Amerika Serikat dengan
kesimpulan bahwa 25% akan hamil dalam 1  bulan pertama,  bulan pertama, 63% dala
63% dalam 6 bulan pertama, bulan pertama, 75% dalam 9 dalam 9 bulan pertama bulan
pertama, 80% dalam 12 bulan pertama, dan 90% dalam 18 bulan pertama. Dengan
14
demikian, makin lama pasangan kawin tanpa hasil, makin turun prognosis kehamilannya
Pengelolaan mutakhir terhadap pasangan infertil dapat membawa kehamilan kepada
lebih dari 50% pasangan, walaupun masih selalu ada 10-20% pasangan yang belum
diketahui etiologinya. Separuhnya lagi terpaksa harus hidup tanpa anak, atau
memperoleh anak dengan jalan lain, misalnya dengan inseminasi buatan donor atau
mengangkat anak (adopsi).
Jones and Pourmand berkesimpulan bahwa pasangan yang telah dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 3 tahun kurang dapat mengharapkan angka kehamilan
sebesar 50% , yang lebih dari 5 tahun, menurun menjadi 30%.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono, dkk. 2009.  Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

2. Sumapraja S. Infertilitas. Dalam : Prawiroharjo S. Ilmu kandungan. Cetakan kelima.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prwirohardjo, 2010: 426-463.

3. Sugono,. 2008.  Perbedaan  Perbedaan Pengaruh Pengaruh Pemberian Pemberian


Clomiphene Clomiphene Citrate Citrate dan  Letrozole  Letrozole terhadap terhadap
Perkembangan Perkembangan Folikel Folikel serta Profil Hormonal Hormonal pada
Wanita dengan Unexplained Infertility. Thesis. Semarang: Bagian/SMF Obstetri
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi

4. Ingerslev M. Clinical findings in infertile women with circulating antibodies against


spermatozoa. Fertil Steril 2008; 33: 514-520

5. Siswadi, Y. 20075. Seri Asuhan Kepewatan Klien Gangguan Sistem Reproduksi dan
Seksualitas. Jakarta: EGC

16

Anda mungkin juga menyukai