Anda di halaman 1dari 12

NPM : 01012011224

Nama : Fikri Saleh


Mata Kulia : Hukum Pidana
Kelas : II D

A. Pengertian Pidana
a. Sudarto : penderitaan yg sengaja dibebankan kepada orang yg
melakukan perbuatan yg memenuhi syarat-syarat tertentu.
b. Roeslan Saleh : reaksi atas delik, & ini berujud suatu nestapa yg
dgn sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.

Moeljatno (2008) : Hukum Pidana adalah Bagian dari keseluruhan


hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan
aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang


dilarang, disertai ancaman sanksi pidana tertentu kepada barang siapa
yang melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka melanggar
larangan itu.

Mr. W.P.J. Pompe (1959) : Hukum Pidana adalah keseluruhan


aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan yang dapat dihukum dan
aturan pidananya.

Mr. D. Hazewingkel Suringa, 1968 : Hukum pidana dalam arti:


a. Objektif (jus penale), meliputi:

• perintah dan larangan yg pelanggarannya diancam dgn


sanksi pdn oleh badan yg berhak.

• Ketentuan yg mengatur ttg upaya yg dapat dipergunakan,


apabila norma itu dilanggar, yg dinamakan hukum
penitentiaire;

• Aturan-2 yg menentukan kapan dan di mana berlaku-nya


norma-2 tsb di atas.

b. Subjektif (jus puniendi)

yaitu hak negara menurut hukum, untuk menuntut pelanggaran


delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana .

Mr. L.J. van Apeldoorn, 1952 Hk. Pidana dibedakan & diberikan arti:

a. Hukum Pidana Materil, yg menunjuk pd perbuatan pidana

(strafbarefeiten) & yg oleh sebab perbuatan itu dapat di pidana,

di mana perbuatan pidana itu mempunyai dua bagian, yaitu :

 Bagian objektif : merupakan suatu perbuatan atau nalaten yg


bertentangan dgn hk positif, melawan hukum, yg
menyebabkan tuntutan hukum dengan ancaman pidana atas
pelanggarannya.
 Bagian subjektif : mengenai kesalahan, yg menunjuk kepada
si pembuat (dader) utk dipertanggungjawabkan menurut hkm.
b. Hukum Pidana Formil, yg mengatur cara hukum pidana materil dapat
dilaksanakan.

Mr. H.B. Vos. 1950 Hukum pidana diberikan arti bekerjanya


sebagai:
 Hukum objektif (jus poenale), yg dibagi menjadi:

1. hukum pidana materiel, yaitu peraturan ttg syarat-2


bilamanakah, siapakah dan bagaimanakah sesuatu
itu dapat dipidana;

2. hukum pidana formil yaitu hukum acara pidananya.

 Hukum subjektif (jus puniendi), yaitu meliputi hukum dalam


memberikan ancaman pidana, menetapkan dan melaksanakan
pidana, yg hanya dibebankan kepada negara dan pejabat untuk itu.
 Hukum pidana umum (elgemeene strafrecht) yaitu hukum pidana
yg berlaku bagi semua orang.
 Hukum pidana khusus (bijzondere strafrecht) yg dalam bentuknya
sbg jus speciale seperti hukum pidana militer, dan jus singulare
seperti hukum pidana fiskal.
B. Letak Hukum Pidana
1. Hukum Private :
 Hukum Perdata
 Hukum Dagang
2. Hukum Publik :
 Hkm Pidana
 Hkm Acara Pidana
 Hkm TUN
 Hkm Adm Neg

3. Jenis-jenis Hukum Pidana


a. Hukum Pidana Umum
b. Hukum Pidana Khusus :
 Hukum Pidana Militer
 Hukum Pidana Fiskal
 Hukum Pidana Anak, dll.
c. Hukum Pidana Adat

D. Perbedaan antara :

1. Ilmu Hukum Pidana :

 Hukumnya kejahatan

 Obj : Aturan2 kejhtn

 7-an : menyelidiki pengertian objektif dari hk pidana positif

 Penyelidikan :

 Interpretasi

 Konstruksi

 Sistematik

2. Kriminologi :
 Kejahatannya
 Obj : Pelaku kejhtn
 7-an : mencari tahu sebab-sebab org melakukan kejhtan
 Pencarian menggunakan
1. metode2 penelitian
2. tertentu.
Dasar penjatuhan pidana

1. Dasar yang pokok dalam menjatuhkan pidana pada orang yang telah
melakukan delik adalah norma yang tidak tertulis yakni : tidak dipidana
jika tidak ada kesalahan.

2. Poin 1 mengenai pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah


dilakukannya. (criminal responsibility)

A. Pengertian
Azas : Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege. (A. von Feuerbach)
Arti : Tidak ada delik, tidak ada pidana
tanpa peraturan lebih dahulu.
Acuan azas legalitas (principle of legality): tidak ada perbuatan yang
dilarang dan diancam pidana, jika tidak ditentukan lebih dahulu dalam per
UU-an
B. Sejarah
Tijdschrift v. Strafrecht (45 hlm 337, Moeljatno, 2008) :
criminal extra ordinaria (kejahatan-kejahatan yang tidak disebut
dalam undang-undang).
Diantaranya : crimina stellionatus (perbuatan jahat, durjana)
muncul kesewenang-wenangan raja.
Ancien Regime : zaman perlawanan terhadap absolutisme
raja-raja memunculkan pemikiran bahwa : harus ditentukan dalam
wet lebih dahulu tentang perbuatan-perbuatan yang dipidana, agar
rakyat lebih dahulu tahu dan tidak boleh melakukan perbuatan
tersebut.

Awal pemikiran tentang azas legalitas :

a. L’esprit des Lois (Montesquieu,1748)

b. Die Contract Social (Rousseau, 1762)

Azas ini pertama kali memiliki bentuk sebagai undang-undang


pasal 8 Declaration des droits de L’homme et du citoyen (1789) UU
dasar pertama setelah meletus Revolusi Perancis.

Bunyi : Tidak ada sesuatu yang boleh dipidana selain karena


suatu wet yang ditetapkan dalam undang-undang dan diundangkan
secara sah.

Azas ini kemudian dimasukkan ke dalam Pasal 4 Code Penal


Perancis oleh pemerintahan Napoleon (1801)

Saat Napoleon menjajah Netherlands (Belanda) azas ini


diterapkan, sehingga dimasukkan dalam Pasal 1 Wetboek v.
Strafrecht Netherlands (1881).

Berdasarkan azas konkordansi antara Netherland dan


Netherlands Indie, Netherland kemudian memasukkan ke dalam
Pasal 1 W.v.S Netherlands Indie pada tahun 1918
C. Makna

Pasal 1 ayat (1) KUHP :

Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas


kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terlebih
dahulu dari pada perbuatan itu.

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam


dengan pidana kalau hal itu belum dinyatakan dalam suatu
aturan perundang-undangan.
2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana
tidak boleh digunakan analogi.
3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku
surut.

Kesimpulan : Lex temporis delicti Perbuatan seseorang harus


diadili menurut aturan yang berlaku pada saat/waktu perbuatan
tersebut dilakukan.
D. Penyimpangan/Pengecualian
Pasal 1 ayat (2) KUHP :
Jikalau peraturan perundang-undangan diubah setelah
perbuatan dilakukan, maka kepada tersangka/terdakwa dikenakan
ketentuan yang menguntungkan.
Inti : sebelum diadili terjadi perubahan peraturan maka yang
diterapkan yang paling meringankan.
SAPII

Lingkungan Kuasa Berlakunya Hukum Pidana

• Pasal 1 Ayat 1 KUHP : berlakunya aturan perundang-


undangan hukum pidana menurut waktu atau saat terjadinya
tindak pidana.

• Pasal 2 sampai 9 KUHP : berlakunya aturan perundang-


undangan hukum pidana menurut tempat terjadinya tindak
pidana.

A. Lingkungan kuasa berlakunya KUHPidana:

• Psl. 2, 3, 4, 5, 7, 8 & 9 KUHP

• Lex loci delicti = uu yang berlaku terhadap pelaku adalah uu


di mana tempat tindak pidana itu telah dilakukan. (uu yang
berlaku, baik kepada warga Negara (Indonesia) maupun
warga negara asing (bukan warga Indonesia)

B. Berlakunya KUHPidana menurut tempat:

Asas de beginselen van de werking der strafweet naar de plaats

tentang berlakunya undang-undang pidana menurut tempat.

Asas-asas tersebut, antara lain:


a. Asas territorial atau territoriliteits-beginsel atau disebut lands-
beginsel.
b. Asas kebangsaan atau nationaliteits-beginsel atau juga disebut
personaliteits-beginsel atau actieve persoonlijkheidsstelsel atau
actieve nationaliteits beginsel atau subjektions prinzip.
c. Asas perlindungan atau beschemings beginsel atau passief
nationaliteits beginsel atau realprinzip atau schutzprinzip atau
Prinzip der beteiligten Rechtsordnung (Simons)
d. Asas persamaan atau universaliteits beginsel atau wetstrafpf-
lege atau rechtspflege (van Hamel)
1. Asas Teritorialitas

Asas territorial :berlakunya undang-undang pidana suatu negara,


semata-mata digantungkan pada tempat di mana suatu tindak pidana itu
telah dilakukan dan tempat tersebut haruslah terletak di dalam wilayah
negara yang bersangkutan.

Van Hattum :

Setiap negara berkewajiban menjamin keamanan dan ketertiban di


dalam wilayah negaranya masing-masing. Oleh karenanya hakim dari setiap
negara dapat mengadili setiap orang yang di dalam wilayah negaranya
masing-masing telah melakukan suatu tindak pidana, dengan
memberlakukan uu pidana yang berlaku di negaranya.

Prof. Simons: ttg azas territorial

Berlakunya asas ini didasarkan pada kedaulatan suatu negara yang


meliputi seluruh wilayah negara yang bersangkutan, sehingga setiap org baik
yg secara tetap maupun yang sementara berada dalam wilayah negara
tersebut, harus menaati dan menundukkan diri pada segala perundang-
undangan yang berlaku di negara itu.

Moeljatno (2008:46):
Menurut HI, wilayah suatu negara, selain tanah juga perairan teritorial
(teritoriale wateren) yaitu laut yang mengelilingi tanah Indonesia sejauh 15
mil laut Inggris, diukur dari garis pantai yang paling jauh ke dalam pada
waktu air surut. Diteluk-teluk diukur dari garis lempeng antara kedua ujung
teluk.

Udara di atas tanah dan perairan teritorial itu termasuk wilayah negara.
Berhubung dengan inilah maka suatu negara dapat melarang kapal udara
asing melalui wilayahnya.

Wilayah kekuasaan suatu negara meliputi seluruh wilayah daratan yg


terdapat dlm negara tsb, yg batas-2nya di darat di mana pun di dunia ini
ditentukan dalam perjanjian-2 diadakan oleh negara tsb dgn negara atau
negara-2 tetangganya, selanjutnya meliputi juga laut sekitar negara-2 tsb
atau sekitar pulau-2 yg terdapat di dlm negara tsb atau sekitar pulau-2 yg
terdapat di dlm negara itu, hingga jarak 3 mil laut (1 mil = 1.851,5 m) dr
pantai , dihitung dr bts air laut dgn darat pd waktu air surut, yt
sebagaimana yg diajarkan oleh van Bijnkershoek, yg pd zamannya jarak tsb
ternyata ssi dgn apa yg disebut ”terrae potestas finitur, ubi finitur armorum
vis”, se-tidak-2nya dgn jarak yg mampu dicapai oleh peluru yg ditembakkan
dr senjata-2 yg paling modern ketika itu.

Asas territorial = Pasal 2 KUHPidana:

Ketentuan-2 pidana menurut uu Indonesia, dapat diberlakukan


terhadap setiap orang yang yg bersalah telah melakukan sesuatu tindak
pidana di dalam negara Indonesia.

Diperluas:

Pasal 3 KUHPidana:

Ketentuan pidana dlm perundang-undangan Indonesia berlaku bagi


setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di
dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
Berlakunya uu pidana suatu negara tidak tergantung pada tempat seorang
pelaku telah melakukan tindak pidananya, melainkan pd kepentingan
hukum yg telah menjadi sasaran tindak pidana tsb & negara yg kepentingan
hukumnya menjadi sasaran tindak pidana tsb.

Alasannya:

Bahwa pd setiap negara telah diberi kepercayaan oleh rakyatnya


untuk melindungi kepentingan-2 hkm mereka.

Inti : setiap orang, baik WNI atau WNA yang melakukan kejahatan Pasal 4
sub 1,2,3, KUHP, meski di luar wilayah Indonesia, dapat dikenakan
peraturan hukum Pidana Indonesia.

Pasal 4

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan


bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:

1. salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan


131.

2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang


dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang
dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.

3. pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan


Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia,
termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang
mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai
pengganti surat tersebut, KUHPidana-2 atau menggunakan surat-surat
tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak
dipalsu;

3. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas


WNI yang berbuat salah satu dari kejahatan sebagaimana tercantum pada
Pasal 5 Ayat 1 sub 1KUHP, meski di luar Indonesia, dapat dikenakan
peraturan Hukum Pidana Indonesia. Bila mereka melakukan kejahatan
lainnya yang oleh peraturan hukum Indonesia dipandang sebagai kejahatan
(bukan pelanggaran), hanya dapat dikenakan Hukum Pidana Indonesia, jika
perbuatan itu oleh peraturan di negara mana perbuatan itu dilakukan,
diancam juga dengan hukuman. Hal ini hanya berlaku bagi WNI dan tidak
kepada WNA, kecuali jika setelah kejahatan itu dilakukan ia masuk menjadi
WNI.

Mencakupi : Pasal 5 dan 7 KUHP.

3. Azas Universalitas/Persamaan
Pernyataan bersama untuk bekerja dalam hal
mempertahankan kepentingan internasional, sehingga kepentingan-
kepentingan negara dapat dilindungi oleh negara-negara lainnya.
Terdapat pada Pasal 4 sub 4.

Anda mungkin juga menyukai