Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Yana Apriyani

NPM : 181560111036

KELAS : 3A KEPERAWATAN

Sistem Persarafan dan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

Cedera kepala atau trauma kepala adalah kerusakan otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat
dari trauma atau benturan sehingga darah yang mengalir berhenti walaupun hanya beberapa
menit saja, sedangkan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi (Smelter&Bare,
2013).

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera
kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial
dalam substansi otak tanpa diikuti tanpa diikuti konstinuitas otak.

Didalam otak banyak terdiri dari system saraf, yaitu;

System saraf adalah system yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh
kita seperti berjalan, menggerakan tangan, mengunya makanan dan lain-lain. System saraf
tersusun dari jutaan serabut sel saraf atau yang disebut juga dengan neuron yang berkumpul
membentuk suatu berkas (faskulum). Neuron adalah komponen utama dalam system saraf.

System saraf sendiri mempunyai system koordinasi 3 fungsi utama, yaitu;

1. Pengatur/pengendali kerja organ tubuh


2. Pusat pengendali tanggapan
3. Alat komunikasi dengan dunia luar
Struktur sel saraf

Cedera kepala mempunyai beberapa jenisnya tersendiri, yaitu;

1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera
local. Kerusakan local meliputi contusion serebral, hematom serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma benda tumpul dan menyebabkan menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar
secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk;
1. Cedera akson
2. Kerusakan otak hipoksia
3. Pembengkakan otak menyebar
4. Hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera otak menyebar pada
hemisfer cerebral, batang otak atau keduanya.

Etiologi

1. Kecelakaan lalu lintas


2. Jatuh
3. Kekerasan
4. Kecelakaan industry
5. Perkelahian

Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera
sekunder;

1. Cedera primer
Merupakan cedera pada kepala sebagi akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses
akselerasi-deselerasi gerakan kepala.
2. Cedera sekunder
Terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang
menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak.

Klasifikasi

1. Berdasarkan mekanisme
2. Berdasarkan tingkat keparahan
Biasanya cedera kepala berdasarkan tingkat keparahannya didasari atas GCS. Dimana
GCS ini terdiri dari 3 komponen yaitu; E4M6V5
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi;
 Cedera kepala Ringan : nilai GCS 13-15
 Cedera kepala Sedang : nilai GCS 9-12
 Cedera kepala Berat : nilai GCS 3-8
3. Morfologi cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas Fraktur kranium dan Lesi intraktanial
 Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat dibentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
 Lesi intracranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difus, walau kedua
bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma
epidural, hematoma subdural (SDH Akut, SDH Kronis) kontusi dan hematoma
intraserebral.
 Cedera difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan
deselerasi dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala

Manifestasi Klinis

1. Trauma kepala ringan


 Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun untuk beberapa saat kemudian
sembuh
 Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
 Mual dan muntah
 Gangguan tidur dan nafsu makan menurun
 Perubahan kepribadian diri
 Letargik
2. Trauma kepala berat
 Gejala atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan otak menurun
dan meningkat
 Perubahan ukuran pupil (anisokoria)
 Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan
 Apabila meningkatkan tekanan intracranial terdapat pergerakan atau posisi
abnormal ekstermitas.

Komplikasi

1. Koma
2. Seizure
3. Infeksi
4. Kerusakan saraf
5. Hilangnya kemampuan kognitif

Pemeriksaan penunjang

1. X-ray
2. CT-scan
3. MRI
4. Cerebral angiography
5. Serial EEG
6. BAER
7. PET
8. CSF, lumbal punksi
9. Analisis gas darah
10. Kadar elektrolit

Penatalaksanaan cedera kepala

A. Non pembedah
1. Glukokortikoid(dexamethazone)untukmengurangi edema
2. Diuretic osmotic (manitol) diberikan melaluijarumdengan filter untuk
mengeluarkankristal-kristal mikroskopis
3. Diuretic loop (misalnya furosemide) untukmengatasi peningkatantekanan intracranial
4. Obat paralitik (pancuronium) digunakan jikaklien dengan ventilasi mekanik
untukmegontrol kegelisahan atau agitasi yang dapatmeningkatkan resiko peningkatan
tekananintracranial
B. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
1. Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2. Mengatasi peningkatan tekanan cranial yangtidak terkontrol
3. Mengobati hidrosefalus
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

Proses pengkajian dalam dua bagian; pengkajian primer dan pengkajian sekunder

Pengkajian primer

Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :

1. Airway(jalan nafas) dengan kontrol servikal


2. Breathingdan ventilasi
3. Circulationdengan kontrol perdarahan
4. Disability
5. Exposure Control, dengan membuka pakaianpasien tetapi cegah hipotermi
 Airway (jalan nafas)
1. Bersihkan jalan nafas
2. Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
3. Distress pernafasan
4. Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan,edema laring
 Breathing and ventilasi
1. Frekuensi napas, usaha napas dan pergerakan dinding dada
2. Suara pernapasan melalui hidung dan mulut
3. Udara yang dikeluarkan dari jalan napas
 Circulation
1. Denyut nadi karotis
2. Tekanan darah
3. Warna kulit, kelembaban kulit
4. Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
 Disability
1. Tingkat kesadaran
2. Gerakan ekstremitas
3. Glasgow Coma Scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A), Respon Verbal (V),
Respon Nyeri/Pain (P), tidak berespons/Unresponsive(U)
4. Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya
 Exposure
Tanda-tanda trauma yang ada

Pengkajian sekunder

Dilakukan setelah masalah airway, breathing, dancirculation yang ditemukan pada pengkajian
primerdiatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajianobjektif dan subjektif dari riwayat
keperawatan(riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakitterdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) danpengkajian dari kepala sampai kaki.
Fahrenheit (suhu tubuh)

Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontinuHead to assesment (pengkajian dari kepala
sampaikaki)

1. Riwayat Penyakit
2. Pengkajian kepala, leher dan wajah
3. Pengkajian dada
4. Abdomen dan pelvis
5. Ekstremitas
6. Tulang belakang

Pengkajian

1. Identitas(pasien dan keluarga/penanggung jawab)


2. Keluhan Utama,Riw. Terdahulu(penyakit, obat-obatan yang diminum, operasi, tranfusi)
3. Riwayat Cedera
4. Mekanisme Cedera
5. Alergi(makanan, obat-obatan, cuaca, dll)
6. Pemeriksaan Fisik(Kepala, mata, mulut, THT,leher, Toraks, Jantung, paru, abdomen,
genitalia &anus, ekstremitas, kulit)
7. Status Neurologi(tingkat kesadaran)
8. Keadaan Umum
9. Pengobatan
10. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital(TD, N, S, P,BB, TB)
11. Riw. Psikososial & Spiritual
12. Status Biologi
13. Skrining Nyeri
14. Skrining Risiko Jatuh
15. Status Fungsional
16. Skrining Gizi

Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang lazim terjadi pada Gawat Darurat adalah :

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


2. Pola Napas Tidak Efektif
3. Gangguan Pertukaran Gas
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif
5. Penurunan Curah Jantung
6. Nyeri Akut7.Hipovolemia

Anda mungkin juga menyukai