Anda di halaman 1dari 3

Nama: Riyan Kurniawan

NIM: 200602032

Matkul: Al – Islam 2

ISLAM DALAM MASALAH HARTA DAN JABATAN

Pendahuluan

Harta dan jabatan merupakan dua hal yang yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari, juga saling
berhubungan satu sama lain. Harta dapat membuat orang punya jabatan, sebaliknya jabatan kadang-
kadang dikejar orang untuk memperoleh harta.

Sebagai “diin Allah” yang nenjadi rahmat bagi semesta alam sudah barang tentu Islam memiliki
perhatian yang sangat serius dan mempunyai tata aturan yang jelas mengenai harta dan jabatan.

Harta dan jabatan dapat mengantarkan seseorang kepada kemuliaan, tetapi dapat pula membuat
seseorang menjadi hina. Tergantung bagaimana manusia itu memandang dan menyikapinya

Harta & Jabatan Sebagai Amanah & Karunia Allah.

Harta atau al maal menurut Wahbah Zuhaili, didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
mendatangkan ketenangan dan dapat dimiliki manusia dengan sebuah upaya, baik itu berupa
zat maupun manfaat. Menurut Hanafiyah, al maal adalah sesuatu yang mungkin dimiliki, disimpan dan
dimanfaatkan. Pendapat Mayoritas Ulama, al maal adalah segala yang memilki nilai, bagi orang yang
merusaknya berkewajiban untuk menanggung atau menggantinya.

Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa harta adalah perluasan hidup. Pada Al-Qur’an surat AL Kahfi: 46 dan
surat An-Nisa: 14 ,dijelaskan bahwa kebutuhan manusia
terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan manu
sia terhadap harta adalah kebutuhan yang mendasar.

Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang diemban. Semua orang
yang punya tugas tertentu, kedukan tertentu atau terhormat dalam setiap lembaga atau institusi lazim
disebut orang yang punya jabatan. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan,
baik yang menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan
keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya.

Dalam surat Al-Haqqah Allah SWT menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman itu di akhirat kelak
akan mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki).
Kewajiban Mencari Harta

Islam adalah satu-satunya agama yang tidak memisahkan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi,
sehingga ungkapan hikmah yang berbunyi, “ad-dunya mazra ‘atu al-akhirak” (dunia adalah tempat
bercocok tanam untuk kepentingan akhirat) sangat populer di tengah-tengah muslim. Salah satu prinsip
Islam dalam kehidupan duniawi ialah tentang kewajiban manusia terhadap harta benda.

Harta atau kebendaan yang dimaksud di sini adalah semua jenis benda dan barang untuk bekal hidup
manusia, seperti pangan, sandang, papan, perhiasan dan sebagainya. Kewajiban manusia untuk
menuntut dan mencari harta itu secara patut, berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan
selalu mengharapkan ridha Allah SWT.

Dalam mencari harta, seseorang tidak boleh menjadikan dirinya sebagai pengemis atau peminta-minta,
mengumpulkan harta dengan penuh tipu daya, menyalahgunakan wewenang dan jabatan, dengan cara
yang tidak halal, dan sebagainya.

Sikap Terhadap Harta & Jabatan

Harta dan jabatan merupakan Amanah dari allah SWT, maka kita harus bersikap hati-hati terhadapnya.
Bila terhadap harta kita wajib berupaya dan berusaha mencarinya karena harta merupakan kebutuhan
kita sebagai bahagian dari modal hidup, namun bukan demikian halnya tentang jabatan.

Jabatan itu merupakan amanah, oleh karena itu kita tidak boleh memintanya bahkan sampai ambisus
untuk memperolehnya. Oleh sebab itu, harta hendaklah kita gunakan sebaik-baiknya untuk
mendekatkan diri kita kepada Allah SWT., dengan cara membelanjakannya untuk kepentingan pribadi
dan keluarga secara sederhana, kemudian menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, seperti;
kewajiban zakat, berinfaq, bersedakah, dan lain sebagainya.

Pendayagunaan Harta & Jabatan di Jalan Allah

Berdasarkan hal-hal di atas, maka harta dan jabatan hendaklah digunakan bahkan didayagunakan di
jalan Allah, yakni dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab dan sesuai dengan tuntunan Allah SWT
dan Rasul-Nya. Harta misalnya hendaklah digunakan selain untuk kemaslahatan kehidupan duniawi, juga
harus digunakan sebagai infak atau belanja untuk akhirat.

Apabila harta telah dibelanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/ pahalanya akan mengalir terus sehingga
dapat dikatakan sebagai aset yang permanen, terutama bila yang dibelanjakan itu bertahan lama zatnya
atau yang disebut sebagai wakaf, ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang berbunyi:

“Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu:
Ilmu yang dimanfaatkan, sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh yang mendoakan untuk
kebaikannya”. (HR Ad-Darimi dan Tirmidzi).

Anda mungkin juga menyukai