Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang.
Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur
sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu. Istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks,
tanpa tekanan emosional, dan bebas dari perasaan gelisah. Beristirahat bukan berarti tidak melakukan
aktivitas sama sekali. Berjalan-jalan di taman terkadang juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat.
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan
menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi,
perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap stimulus eksternal. Hampir sepertiga
dari waktu individu digunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat
memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas, mengurangi stres dan kecemasan,
serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsenterasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari.

Tahapan Tidur
Penelitian yang dilakukan dengan bantuan alat elektro ensefalogram (EEG), elektro okulogram (EOG),
dan elektrokiogram (EMG), diketahui ada dua tahapan tidur, yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan
rapid eye movement (REM).
1. Tidur NREM
Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang pendek karena gelombang otak yang
ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek dari pada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan
orang yang sadar. Tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Semua proses
metabolisme termasuk tanda-tanda vital, metabolisme, dan kerja otot melambat.
Tidur NREM sendiri terbagi atas 4 tahap (I-IV). Tahap I-II disebut sebagai tidur ringan (light
sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep) atau (delta sleep).5
1) Tahap 1 NREM
a) Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur
b) Tahap berakhir beberapa menit
c) Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara bertahap tanda-tanda vital
dan metabolisme
d) Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti suara
e) Seseorang ketika terbangun merasa seperti telah melamun

2) Tahap 2 NREM
a) Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara
b) Kemajuan relaksasi
c) Terbangun masih relatif mudah
d) Tahap berakhir 10 hingga 20 menit
e) Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban
3) Tahap 3 NREM
a) Tahap 3 meliputi tahap awal dari tidur yang dalam
b) Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak
c) Otot-otot dalam keadaan santai penuh
d) Tanda-tanda vital menurun tapi tetap teratur
e) Tahap berakhir 15 hingga 30 menit
4) Tahap 4 NREM
a) Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam
b) Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur
c) Orang yang kurang tidur akan menghabiskan porsi malam yang seimbang pada tahap ini
d) Tanda-tanda vital menurun secara bermakna disbanding selama jam terjaga
e) Tahap berakhir kurang lebih 15 hingga 30 menit
f) Tidur sambil berjalan dan anuresis dapat terjadi

2. Tidur REM
Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Tidur REM
tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Otak cenderung aktif
selama tidur REM dan metabolismnya meningkat hingga 20%. Tahap ini individu menjadi sulit
untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba, tonus otot terdepresi, sekresi lambung
meningkat, dan frekuensi jantung dan pernapasan sering kali tidak teratur.Karakteristik tidur REM:
1) Mimpi yang penuh warna dan tampak hidup dapat terjadi pada REM. Mimpi yang kurang
hidup dapat terjadi pada tahap yang lain.
2) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur
3) Dicirikan dengan respon otonom dari pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung dan
kecepatan respirasi dan peningkatan atau fluktuasi tekanan darah
4) Terjadi tonus otot skelet penurunan
5) Peningkatan sekresi lambung
6) Sangat sulit sekali membangunkan orang yang tidur
7) Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20 menit.

Berikut merupaka Gangguan Tidur yang Umum Terjadi, antara lain :


a.Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa karena
gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah.
b. Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang tidur.
Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antaralain sering terjaga
(misalnya: tidur berjalan, night terror), gangguan transisi bangun-tidur (misalnya: mengigau),
parasomnia yang terkait dengan tidur REM (misalnya: mimpi buruk), dan lainnya (misalnya:
bruksisme).
c.Hipersomnial
Hipersomnia adalahkebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama siang hari.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan sistem saraf, gangguan pada
hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme (misalnya: hipertiroidisme). Hipersomnia pada
kondisi tertentu dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada
siang hari.
d. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada siang
hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau sleep attack. Penyebab pastinya belum
diketahui. Diduga karena kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya
periode tidur REM. Alternatif pencegahannya adalah dengan obat-obatan, seperti amfetamin atau
metilpenidase, hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti imipramin hidroklorida.
e.Apnea saat tidur
Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi terhentinya nafas secara periodik pada saat tidur.
Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras, sering terjaga di malam hari,
insomnia, mengatup berlebihan pada siang hari, sakit kepala disiang hari, iritabilitas, atau mengalami
perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.
Obstruksi Sleep Apnea (OSA) merupakan penyakit gangguan tidur yang ditandai oleh tersumbatnya
sebagian atau seluruh saluran napas yang menyebabkan apnea dan hipopnea pada saat tidur.Apnea
dan hiponea akan diikuti desaturasi oksigen dan biasanya diakhiri dengan arousal (sering terbangun)
singkat. Kejadian apnea atau hipopnea berlangsung sedikitnya 10 detik, berulang dan dapat mencapai
20–60 kaliper jam, sebagian besar apnea atau hipopnea lamanya 10-30detik tetapi kadang-kadang bisa
berlanjut sampai satu menit atau lebih.
Apnea adalah henti napas selama 10 detik atau lebih, bisa berupa apnea sentral atau apnea
obstruktif. Hiponea adalah sumbatan parsial saluran napas atas yang disertai pengurangan aliran udara
30-50% dan desaturasi oksigen minimal3%diikutiarousalselamaminimal10detik.Kejadianapnea atau
hipopnea biasanyadurasinyalebihlama dandesaturasioksigenlebihberatpada tidur stadium REM dan
posisitelentang.
Menurut American Academy of Sleep Medicine (2014) secara klinis OSA (Obstruksi sleep
Apneu) didefinisikansebagaiberulangnyamengantukberlebihandisiang hari, mendengkur,saksi
matayangmelihat adanyagangguan nafas, terbangun karenaterengah–engahatautersedak yang
terjadipaling sedikit5kejadianosbtruksinafas(apnea,hiponeaatauusahanafassaat bangun) per
jamselamatidur. Adanya > 15kalikejadianobstruksinafasper jamselama tidur tanpa disertai gejala
klinis terkait sudah cukup untuk mendiagnosa OSA, terkait
adanyahubungantingkatobstruksi.PadaOSAyang terjadiadalahpenghentianairanudara
namunusahanapastetapada,sedangkanhentinapassentral (Central Sleep Apneu)adalahpenghentian
aliran udaradan usahanapas secarabersamaan.
Faring adalah organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, panjangnya ±
12cm. Saat tidur, otot faring relatif tertekan (relaksasi) sehingga lumen faring menyempit pada saat
menarik nafas(inspirasi). Hal ini terjadi pada sebagian orang, yang memiliki beberapa faktor penyebab
lumen faring menjadilebih sempit pada saat tidur. Faktor tersebut antara lain : obesitas, pembesaran
tonsil, dan posisi relatif rahang atasdan bawah. Suara dengkuran disebabkan oleh getaran udara pada
saluran nafas atas akibat penyumbatan. Sumbatandiakibatkan oleh kegagalan otot-otot faring pada
saluran nafas atas ketika menstabilkan jalur nafas pada waktutidur di saat otot-otot faring berelaksasi,
lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi penghalangan(obstruksi).

Saluran nafas Henti nafas


Tidur dan Mendengkur,
Tertutup 10-30 detik
nafas normal nafas terblokir
seluruhnya

Gambar 1 Siklus Sleep Apnea

Apnea adalah jeda (henti) nafas ketika saluran nafas tertutup, yang menyebabkan tidak ada udara
yangmencapai paru-paru. Hal ini disebabkan oleh otot tenggorokan yang terlalu kendor (relax),
saluran nafas yangtertutup oleh lidah atau jaringan lemak, dan saluran pernafasan yang sempit. Sleep
Apnea berarti jeda nafas yang terjadi ketika tidur. Gejala awal dari Sleep Apnea adalah mendengkur.

B. ETIOLOGI

EtiologiOSAmelibatkanbaikfaktorstrukturaldannonstruktural,termasukfaktorgenetik :
Faktor Struktural Faktor Non Struktural Faktor Genetik
1. Faktor yang berhubungan dengan 1.Faktor non strukturalpadaOSA: 1. Keluarga dengan
anatomi tulang  Kegemukan(obesitas) OSA
kraniofasial yang mempengaruhipasien  Distribusi lemak sentral memilikiresiko2–
dengan OSAterhadap kolapsnya faring  Jenis kelamin laki-laki 4x dibanding subjek
saat tidur:  Usia normal.
 Variasianatomibawaan  Kondisipascamenopause
(elongasi wajah, kompresi wajah 2. Studi Larkin et al.
 Penggunaanalcohol (2010)
posterior)
 Penggunaanobatpenenang mengungkapkan
 Retrognatia dan mikrognatia
 Merokok gen glial cell line-
 Hipoplasia mandibula
 Kebiasaan mendengkur derived
 Bentukkepala Brachysefalik-Terkait
dengan EDS (excessive neurotrophic faktor
peningkatanAHIpada kulitputih
daytime sleepness) (GDNF) AlelA,
tetapi tidak padaAfrikaAmerika.
 Posisi tidur terlentang AlelGdan CRP(C-
 Displacement inferior hyoid
 Tidurrapid-eyemovement reactive protein)
 Hipertrofiadenotonsillar, terutama
(REM) beresiko
pada anak-anak dan dewasa muda
2. Kondisi lain terkaitOSA: meningkatkan
 SindromPierre Robin
 Hipotiroidismedikaitkan resiko OSA pada
 Down syndrome orang Amerika-
dengan macroglossia dan
 SindromMarfan Eropa
peningkatan massa
 SindromPrader-Willi jaringan lunak sedangkanpada
 Palatumdengan lengkungan tinggi didaerahfaring. Afrika- Amerika
(terutama pada wanita)  Sindromneurologis selain gen GDNF
2. Faktor struktural yang sindrompostpolio, distrofi alel A,adanyamutasi
berhubungan denganobstruksi otot, dan pada reseptor
hidungmeliputi polip,deviasi septum, sindromkegagalan serotonin2ajuga
tumor, trauma,dan stenosis. otonomsepertisindromShy- berdampak
3. Faktor struktural yang
berhubungandenganobstruksiretropalata Drager peningkatan OSA
l meliputi (1)palatum  Stroke
danuvulaletak memanjang, dan  Akromegali
posterior dan (2) hipertrofi tonsil dan  Paparan lingkungan,
adenoid meliputi asap, iritasi
4. Faktor struktural yang lingkungan atau alergen,
berhubungan denganobstruksi danalkoholdan obat-
retroglossal obatsedatif hipnotik.
meliputimakroglossia dan tumor.

SedangkanPillardanLavie(2011)membagiberdasarkanfaktorresikospesifikdannonspesifik berkaitan
denganOSA.

Faktor Resiko Spesifik Faktor Resiko Non Spesifik


1. Anatomisaluran napassempit 1. Beberapa patologi endokrinologi:
(misal:pembesaran lidah dan /atau langit- hipotiroidisme,akromegali, dandiabetes.
langit lunak,peningkatan jaringanlemak OSA dapat menyebabkan diabetes
dinding lateral,perpindahan inferiordari denganmeningkatkanresistensiinsulin, disisi
tulanghyoid, tulang rahang yang lebih lain,diabetesdapat menyebabkan
pendek, elongasi wajah, perubahandalam sistem kontrolventilasi
perpindahaninferiordarimandibula, dll) sentralyang dapatmenyebabkan pernapasan
periodikselainitu.
2. Obesitas
Mekanisme yang terakhir inimenekankan 2. Penggunaan zat dan obat-obatan yang
pentingnya obesitas sentral dibandingkan melemahkanaktivasiototdilator saluran
denganobesitas perifer,karenaperutlahyang nafasatas,meliputialkohol, depresan sistem
lebihmempengaruhiukuran jalannapas atas sarafpusatsepertibenzodiazepin dan
daripadapaha barbiturat.

3. JenisKelamin 3. Penyakitneuromuskuler
Rasio laki-laki untuk perempuan di antara seperti miopati, distrofi otot, cedera
pasienOSAsebesar8:1 padapopulasiklinis tulang belakang, dan gangguan
tidur,dansekitar2-3:1dalam sampelberbasis neuromuskuler lain mengubah
masyarakat. Alasan untuk efek gender pada keseimbanganantaratekanankolapsdan
OSA tetap kurang dipahamitapibisa stabilisasidarisaluran nafas
jadiakibat hasil dari kombinasi berbagai
faktor patofisiologi,sepertiperbedaandalam 4. Beberapa penyakit tertentu yang,
distribusi lemak tubuh (atau perbedaan berdampingandengan sleepapnea,
memperburuk beratnya OSA yaitu PPOK,
anatomi jalan nafasatas
asma, dan gagalginjal
berkaitandengangender lainnya),
kontrolventilasi, fisiologiaktivasiototdilator
faringsalurannapas, dan perbedaan hormonal.

4. Usia
StudiMalhotraetal. (2006)mengungkapkan
bahwa orangtua memiliki responotot dilator
faring yang lebihburuk terhadap rangsangan
tekanannegatifdaripada subyekyanglebih
muda.
C. Anatomi Saluran Pernafasan Bagian Atas

Salurannafasatasterbagimenjaditigaregionyaitu,nasofaring,yang merupakan batasposterior


dariturbinatnasalhinggapalatumdurum; orofaring,terbagike dalam regionretropalatal(batasposterior
daripalatum durumhingga bataskaudaldaripalatum molle)
danregionretroglossal(bataskaudaldaripalatummollehinggadasarepiglottis);); danhipofaring,yang
merupakandasarlidahdanepiglotishinggalaring.
Kebanyakanpasien denganOSAbermanifestasipada penyempitan danpenutupan
salurannafasatasselamatidurpada regioretropalatal,regioretroglossal,atau kedua
D. PerbedaanAnatomi Jalan Nafas Atas Statis padaPasienSleep Apnea
Kebanyakanpenelitiantelahmenunjukkanbahwaluaspenampang salurannapas
faring lebihkecilpadapasiendenganOSAdibandingkandengan subjeknormal,
penyempitanjalannafastelahditunjukkanterutama diregioretropalatal.Pengurangan
ukurandarisalurannapasfaring pada pasiendenganOSAdibandingkanorang normal secara
sekunder menyebabkanpembesaranjaringanlunak sekitarnya ataupengurangan atau
perubahanstrukturkraniofasial.Studisefalometrikmenunjukkanpengurangan
panjangmandibula(yaitu,retrognatia),tulanghyoidyang diposisikaninferior,dan
retroposisimaxillapada pasien denganOSAdibandingkandengansubyeknormal.
Pengurangan panjang mandibula, khususnya, telah terbukti menjadi faktor
resiko penting untukobstructivesleepapneu.Selainperbedaankraniofasial,pembesaran
strukturjaringanlunaksalurannapasatas(lidah,dinding faring lateral, palatummolle,
bantalanlemakparafaringeal)juga telahditunjukkanpada pasiendenganOSA dibandingkan
orangnormal.

B
Gambar2.10.
A. MRImidsagitaldarisubjeknormal(kiri)danpasiendengansleep apnea (kanan).Saluran
nafasbagian atas lebihkecildanpalatummolle lebihpanjang padapasien
dengansleepapnea. Jumlahlemak subkutan(areaputihdibagianbelakang
leher)lebihbesarpadaapneadibandingkansubjekyangnormal.
B. MRI aksialdiarea
retropalataldarisubjeknormal(kiri)danpasiendengansleepapnea(kanan). Saluran
napasbagianataslebihkecil(terutamamenyempitdalam dimensilateral)padapasien dan
terdapat lemaksubkutan lebih pada pasien dengansleep apnea

E. PATOFISIOLOGI
Faring adalah struktur yang sangat lentur. Pada saat inspirasi, otot-otot dilator
faring berkontraksi 50 mili-detik sebelum kontraksi otot pernafasan sehingga lumen
faring tidak kolaps akibat tekanan intrafaring yang negative oleh karena kontraksi otot
dinding dada dan diafragma. Pada waktu tidur aktivitas otot dilator faring relatif tertekan
(relaksasi) sehingga ada kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi. Hal
ini terjadi hanya pada sebagian orang, terutama berhubungan dengan ukuran faring dan
faktor-faktor yang mengurangidimensi statik lumen sehingga menjadi lebih sempit atau
menutup pada waktu tidur.
Ada tiga faktor yang berperan pada patogenesis OSA (Obstruksi Sleep Apnea) :
Faktor pertama adalah obstruksi saluran napas daerah faring akibat pendorongan lidah

dan palatum ke belakang yang dapatmenyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring, yang  


menyebabkan terhentinya aliran udara, meskipun pernapasan masih berlangsung pada
saat tidur. Hal ini menyebabkan apnea, asfiksia sampai periode arousal.
Faktor kedua adalah ukuran lumen faring yang dibentuk oleh otot dilatorfaring
(muscle pterigoid medial, muscle tensor veli palatini, muscle genioglosus, muscle
geniohiod, dan muscle sternohioid) yang berfungsi menjaga keseimbangan tekanan
faring pada saat terjadinya tekanan negatif intratorakal akibat kontraksi
diafragma. Kelainan fungsi kontrol neuromuskular pada otot dilator faring berperan
terhadap kolapsnya saluran napas. Defek kontrol ventilasi di otak menyebabkan
kegagalan atau terlambatnya refleks otot dilator faring, saat pasien mengalami
periode apneahipopnea.
Faktor ketiga adalah kelainan kraniofasial mulai dari hidung sampai hipofaring
yang dapat menyebabkan penyempitan pada saluran napas atas. Kelainan daerah ini
dapat menghasilkan tahanan yang tinggi. Tahanan ini juga merupakan predisposisi
kolapsnya saluran napas atas. Kolaps nasofaring ditemukan pada 81% dari 64 pasien
OSA dan 75% di antaranya memiliki lebih dari satu penyempitan saluran napas atas.
Periode apnea adalah terjadinya henti napas selama 10 detik atau
lebih. Periodehipopnea  adalah terjadinya keadaan reduksi aliran udara sebanyak lebih-
kurang 30%selama 10 detik yang berhubungan dengan penurunan saturasioksigen darah
sebesar 4%. Apnea terjadi karena kolapsnya saluran napas atas secara total, sedangkan
hipopnea kolapsnya sebagian, namun jika terjadi secaraterus menerus dapat
menyebabkan apnea.
Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas
akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum.
Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan
nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke
belakang sehingga terjadi obstruksi.
Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu
mendengkur mengakibatkan kerusakan pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf
perifer. Akibatnya kemampuan otot untuk menstabilkan saluran nafas terganggu
dan meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk mengalami obstruksi.
Obstruksi yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu
mendengkur dapat berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea  pada
individu tertentu.
Obstruksi Sleep Apnea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari saluran
nafasatas baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara pernafasan
berkurang (hipopnea) atau terhenti (apnea) sehingga terjadi desaturasi oksigen
(hipoksemia) dan penderita sering terbangun (arousal).Kadang-kadang penderita benar-
benar terbangun pada saat apnea di mana mereka merasa tercekik. Lebih sering penderita
tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial arousal yang berulang, berakibat pada
berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat.Keadaan ini menyebabkan
penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian,konsentrasi dan ingatan
terganggu.
Kombinasi hipoksemia dan partial arousal yang disertai dengan peningkatan
aktivitas adrenergik menyebabkan takikardi dan hipertensi sistemik. Banyak penderita
( Obstruksi Sleep Apnea) OSA tidak merasa mempunyai masalahdengan tidurnya dan
datang ke dokter hanya karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras
(fase preobstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea
obstruktif).

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala pada malam hari:
1. Mendengkur dengan bunyi keras dan mengganggu
2. Napas berhenti di sela - sela mendengkur dan diakhiri dengan mendengus
3. Rasa sesak dan tercekik yang membuat penderita terbangun
4. Tidur tidak nyenyak karena sering terbangun dan berubah posisi

Gejala pada pagi hari:


1. Bangun dengan perasaan tidak segar
2. Sakit kepala pagi hari
3. Sakit atau nyeri tenggorokan pada saat bangun tidur
4. EDS(Excessive Daytime Sleepiness) :Mengantuk yang berlebihan di siang hari
5. Kelelahan berkepanjangan
6. Perubahan kepribadian
7. Gangguan kosentrasi dan memori

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan saluran napas mulai dari level hidung sampai daerah laring dengan
nasofaringoskopi serat optik. Lokasi obstruksi ini penting diketahui berkaitan dengan
kesesuaian derajat berat atau ringannya OSA yang penetapannya dilakukan melalui
pemeriksaan polisomnografi. Hasil polisomnografi akan menentukan jenis terapi yang
tepat untuk pasien, apakah dilakukan dengan teknik bedah atau non bedah.
Dalam mengobati OSA, setiap pasien akan mendapatkan terapi pengobatan yang
berbeda, beda, sesuai dengan penyebab OSA. Dan untuk menemukan lokasi sumbatan /
obstruksi penyebab OSA secara pasti, segeralah konsultasi ke dokter dan diperlukan
pemeriksaan diagnostik, seperti:
1. Indeks Masa Tubuh:
< 30, 65 % OSA
> 30, 25 % - 30 % OSA
2. Pemeriksaan Fisik : Hidung, THT, lidah dll
 Skala Tidur Epworth (ESS), < 10 cenderung OSA
 Nasolaringkospi
 Sleep Endoscopy, dengan cara pembiusan dengan pemberian obat tidur
 Sefalometri : pemeriksaan tulang
 Sleep test ;
 Polisomnografi :
- Evaluasi gangguan tidur: EEG, EMG, EOG, ECG
- Beratnya snoring, jumlah henti nafas, lokasi penyempitan, saturasi oksigen,
dll.

H. PENATALAKSANAAN

Penanganan OSA ringan dapat satu atau beberapa modalitas seperti oral appli-
ances, positive airway pressure devices, pembedahan. Sedangkan penanganan pasien
dengan OSA sedang dan berat yaitu penggunaan positive airway pressure devices. Pasien
yang tidak toleran dengan pemberian tekanan jalan napas positif atau tidak adekuat
dengan pemberian tekanan udara positif saja, dapat dianjurkan untuk tindakan
bedah.
a. Penatalaksanaan yang Berkaitan dengan Gaya Hidup
 Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup sangat berperan dalam mengurangi beratnya gejala, seperti ;
Penurunan berat badan, mengurangi konsumsi alkohol, khususnya sebelum
tidur,tidur dengan posisi miring (dibandingkan supine), good sleep hygiene
 Konsumsi alhohol
Kadar alkohol saat tidur (0,5-0,75 mL/kg) dapat meningkatkan resistensi inspirasi
selama stage 2 non-rapid eye movement (nREM) tidur pada laki-laki muda normal.
Efek terhadap pusat respirasi bervariasi tergantung dari metoda pengukuran yang
digunakan. Tekanan oklusi inspirasi yang diukur dengan menilai otot-otot inspirasi,
cenderung meningkat selama tidur setelah mengkonsumsi alkohol. Namun
demikian, respons ventilasi terhadap hiperkapnia menurun pada banyak subjek dan
respons terhadap hipoksia isokapnik bervariasi, meningkat pada sebagian
subjek. Mendengkur kemungkinan terjadi karena resistensi inspirasi yang tinggi
selama tidur.
 Obesitas
Penelitian epidemiologik menunjukkan ada hubungan kuat antara obesitas dan
OSA. Namun demikian, secara kausal hubungan antara berat badan berlebih dan
sleep- disordered breathing masih sulit ditemukan. Insidens OSA diantara pasien
obese adalah 12 sampai 30 kali lebih tinggi dibandingkan populasi lain dan pasien
ini dapat bariatric surgery, meskipun rekurensi jangka panjang kemungkinan dapat
terjadi. Pendekatan baik bedah maupun bukan bedah untuk menurunkan berat
badan telah dilakukan, meskipun kebanyakan penelitian mempunyai banyak
keterbatasan.Lingkar leher, merupakan prodiktor kuat untuk sleep-disordered
breathing diantarabeberapa penelitian antropomorfik, sehingga obesitas tubuh
bagian atas, dibandingkan dengan distribusi lemak tubuh secara keseluruhan, lebih
berpengaruh terhadap terjadinya OSA. Penurunan berat badan harus dianjuran pada
pasien OSA,
 PosisiTubuh
Posisisupinemerupakan posisiyangefektifuntuk menurunkanAHIpadabanyak
pasien.Adabeberapaalatbantu gunamempertahankanposisitubuhlateral.Nilai
Apnea- HyponeaIndex(AHI)padapasiendengan posisitidurapneikdianalisis
dengantahapan tidur(sleepstage)untukmenentukanapakahperbedaanposisi
mempengaruhi nREM.
Perbedaanberatnyaapneadikaitkandenganposisitidurdidapatkan
menetappadaREM sehinggapenanganan

posisitidurperludipertimbangkan.10Hasilpenelitianmenunjukkan meskipun
pasiendenganOSAberatmemilikijumlahapneikyangbanyakpadaposisi
supinedanlateral,kejadianapneiklebihberatpadaposisitidursupinedaripadatidur
lateral
b. Penatalaksanaan OSA Ringan, Sedang, Berat
 CPAP
Penelitian retrospektif, bukan acak, menunjukan bahwa angka kematian lebih
tinggi pada pasien OSA yang tidak menggunakan PAP dibandingkan yang
menggunakan PAP. Pemberian tekanan positif merupakan tatalaksana yang
efektif dalam menangani. OSA diikuti dengan trakeostomi. CPAP sampai saat
ini merupakan teknik yang paling banyak digunakan untuk memberikan
tekanan positif. Teknik ini noninvasif/ nonfarmakologik, dengan memberikan
tekanan positif ke jalan napas atas untuk mengatasi obstruksi atau kolaps yang
terjadi. Tekanan CPAP umumnya diatur secara manual dan dititrasi selama
polisomnogram, hingga didapatkan tekanan yang tepat untuk mengatasi
episode apneik dan hipopneik pada semua tahap tidur dan posisi tubuh,
mengurangi fragmentasi tidur, snoring dan desaturasi oksigen, yang pada
akhirnya memperbaiki kehidupan sehari-hari. AutoPAP (AutoPAP, Self-
Titrating CPAP, Auto- Adjust CPAP) dapat dapat pula digunakan untuk
mendapatkan tekanan CPAP yangefektif.Keberhasilan setiap pemberian
tekanan positif terutama tergantung dari penerimaan pasien, yang dapat
ditingkatkan dengan edukasi, pemilihan masker yang tepat, pemeriksaan teratur
oleh dokter dan penyedia alat dan terakhir pertemuan A.W.A.K.E. Pemberian
pelembab hangat (heated humidifier) sangat dianjurkan pada pasien yang
mengalami; Pasien dengan riwayat pemberian drying medications, Riwayat
pembedahan THT, Kongesti hidung kronik. CPAP fleksibel merupakan
pilihan lain yang dapat digunakan untuk menemperbaikikepatuhan pasien
yang memiliki kesulitan dengan CPAP.
 Bi-level PAP
Bi-level PAP merupakan suatu alat Bantu resprasi noninvasif yang
mengalirkan tekanan inspirasi (IPAP) dan ekspirasi (EPAP) yang berbeda
kepada pasien yang bernapas spontan untuk menjaga jalan napas atas tetap
terbuka. Dengan mengalirkan tekanan rendah selama fase ekspirasi, tekanan
total yang ada di jalan napas kemudian dapat diturunkan sehingga mendekati
pernapasan normal. Bi-level memiliki aliran tambahan untuk mendapatkan
ventilasi yang diingingkan pada pasien dengan berbagai masalah respirasi dan
telah digunakan pada terapi OSA. Keuntungan metode ini adalah menurunkan
kerja pernapasan (work of breathing), menurunkan rerata tekanan. Karenanya
bilevel dapat digunakan pada pasien OSA yang tidak toleran terhadap CPAP
atau AutoPAP. Metode ini baik untuk pasien PPOK eksaserbasi berulang atau
PPOK berat.Atau sindroma hipoventilasi, terutama yang menglamai
hiperkapnia. Biarpun demikian pengunaan bi-level sebagai terapi awal OSA
tidak dianjurkan, karena metoda ini tidak lebih baik dibandingkan CPAP.
Kalaupun digunakan, tekanan IPAP dan EPAP harus diatur secara manual
selama pemeriksaaan polisomnogram dan kebanyakan pasien dapat CPAP
ini jika titrasi bertulang ternyata memperbaiki sleep-disordered breathing
dengan mengatur tekanan.
 Oral Appliances
Oral appliances dianjurkan pada pasien OSA ringan yang tidak respons dengan
melakukan perbaikan gaya hidup atau yang yang tidak tidak toleran dengan
pemberian tekanan positif jalan napas. Mandibular repositioning devices dapat
memberikan keberhasilan pada pasien OSA ringan dengan obstruksi di
orofarings dan dasar lidah. Tongue retaining devices dapat menolong pasien
dengan keterbatasan atau hilangnya natural dentition, kelainan
temporomandibular dan keterbatasan membuka mulut. Mandibular
repositioning devices ini bekerja dengan meningkatkan ukuran jalan napas
faringeal atau dengan dengan kata lain menurunkan kolaps. Penelitian
menyimpulkan bahwa penggunaan alat ini memberikan keberhasilan
menurunkan nilai AHI (45%) tetapi kurang efektif dibandingkan CPAP hidung
(menurunkan nilai AHI 70%). Pasien lebih menyukai terapi dengan mandibular
repositioning device daripada. CPAP hidung. Keberhasilan metoda ini sekitar
50% sampai 80%. Perbaikan metode pengobatan ini selama beberapa tahun
terakhir berkaitan dengan desain, bahan dan dapat diatur, selain tu metoda ini
memberikan keuntungan karena tidak invasif, mudahdibuat dan dapat diterima
pasien.
 Tindakan bedah
Berbagai macam tindakan bedah dapat dilakukan untuk mengurangi gejala
obstruksi jalan napas atas yang menyebabkan OSAS ringan. Pertimbangkan
untuk memperbaiki sumbatan sebelum menggunakan oral appliance atau
positive airway pressure (PAP) device.
a) Septoplasty : pembedahan intranasal yang bertujuan memperbaiki
septum hidung deviasi yang menyebabkan obstruksi hidung. Tindakan ini
memberikan keberhasilan yang tinggi.
b) Nasal polypectomy : pembedahan intranasal untuk mengangkat polip
hidung.
c) Tonsillectomy : pembedahan berupa reseksi transoral tonsil faringeal.
Tindakan ini memperbaiki obstruksi hipertrofi tonsil orofarings.
d) Turbinoplasty : pembedahan intranasal yang bertujuan mengurangi besarnya
sumbatan hidung. Tindakan ini berupa reseksi sebagian area inferior atau
menghilangkan areainferior dengan beberapa metode seperti elektrokauter,
ablasi laser dan reduksi radiofrekuensi. Hasil dari seluruh metode tersebut
hampir sama.
e) Tracheostomy : membuat jalan napas melalui bagian anterior leher ke dalam
bagian atas trakea. Jalan napas mem-bypass sebagian besar jalan napas atas
sehingga hampir 100% sleep apnea dapat diatasi. Bagaimanapun juga
metoda ini memberikan stigma sosial karena ada pipa trakeostomi dan
perawatan daerah trakeostomi. Tindakan ini merupakanpilihan terakhir bagi
pasien sleep apnea.Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) – reseksi bagian
obstruksi di otot palatum molle dan seluruh uvula. Tindakan ini dapat dalam
jangka panjang menurunkan sekitar 52,3% RDI atau AHI pada lebih dari
50% pasien dengan sleep apnea ringan atau sedang. Tindakan ini memberi
keberhasilan labih dari 4 tahun mulai dari 31% hingga 74%. UPPP
merupakan tindakan bedah lini pertama untuk mengatasi sleep apnea yang
disebabkan oleh obstruksi di uvula, palatum dan farings. Untuk mengetahui
letak obstruksi dilakukan sefalometri danmanuver Mueller.
f) Pillar procedures : tindakan bedah dengan memasukan cincin plastik ke
dalam daerah palatum di mulut untuk mencegah palatum molle kolaps.
Tindakan ini dapat menolong pada sejumlah pasien dengan OSA ringan.
g) Ablasi radiofrekuensi palatum molle dan dasar lidah : pemberian
radiofrekuensi gelombang mikro dengan needle-implanted probe untuk
memperbaiki jaringan palatum molle dan/atau dasar lidah. Modalitas ini
banyak digunakan untuk mengatasi dengkur dengan memperbaiki palatum
molle. Sementara efektifitas tindakan pada dasar lidah untuk mengatasi
OSA sampai saat ini belum dilaporkan. Komplikasi tindakan ini
dapatberupa kerusakan dan perforasi jaringan.
h) Hyoid suspension : tindakan bedah yang berkaitan dengan tulang hyoid
telah dihentikan. Tindakan ini menekan tulang hyoid ke anterior dan
superior. Tujuan tindakan ini adalah menarik dasar lidah ke depan sehingga
jalan napas hipofaringeal menjadi lebih besar. Komplikasi pascabedah yang
mungkin terjadi adalah disfagia.
i) Mandibular advancement, genioglossus advancement dan / atau maxillary
advancement : Pembedahan ortognatik adalah tindakan untuk reposisi
permanen mandibula untuk pertumbuhan yang tidak normal dan disfungsi
mastikatori. Komplikasi tindakan ini kecil dan memberikan hasil yang
baik. Maxillo-mandibular advancement (MMA) banyak memberikan
keberhasilan pada pasien dengan obstruksi dasar lidah, OSA berat, obesitas
dan kegagalan tindakan lain. Perubahan tulang maksila dan mandibula
memberikan efek yang luas terhadap jalan napas atas tanpa meninggalkan
jaringan parut dan menununjukkan hasil yang baik. Hasil yang didapat pada
pembehanan sama denganCPAP hidung.
Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan OSA ringan, sedang dan berat. Dikutip dari (1)

Penanganan OSA saat ini dapat berupa memasang oral devices dan berbagai perangkat tekanan jalan
napas positif (positive airway pressure devices). CPAP dengan pelembab hangat sangat dianjurkan
untuk pasien dengan riwayat bedah THT, sedang menjalani drying medications atau kongesti hidung
kronik. Tindakan bedah juga dapat dilakukan untuk menolong pasien OSA. Pasien yang tidak berhasil
dalam mengubah gaya hidup, penanganan tambahan dapat diberikan berdasarkan beratnya OSA.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan OSA yaitu :
1. Komplikasi kardiovaskular  Hipoksia nokturnal berulang, hiperkapnia, dan asidosis
respiratorikdapat mengakibatkan terjadinya hipertensi pulmoner yang merupakan penyebab
kematian pasien OSAS.
Hipertensi pulmoner kemudian berkembang menjadi korpulmonal. Prevalens hipertensi pulmoner
pada anak dengan OSAS tidak diketahui. Brouilette dkk. Melaporkan bahwa korpulmonal terjadi
pada 55% dari 22 anak dengan OSAS, sedangkan Guilleminault dkk. Melaporkan adanya
cardiorespiratory failure pada 20% dari 50 pasien.
2. Enuresis
Enuresis dapat merupakan komplikasi OSAS. Kemungkinan etiologinya karena kelainan dalam
regulasi hormon yang mempengaruhi cairan tubuh. Enuresis, khususnya yang sekunder, dapat
membaik setelah obstruksi jalan napas-atas diatasi.
3. Penyakit respiratorik
Penyakit OSAS lebih mungkin mengaspirasi sekret dari saluran respiratorikatas yang dapat
menyebabkan kelainan saluran respiratorik-bawah yang akjirnya memungkinkan terjadinya infeksi
respiratorik. Keadaan akan membaik setelah dilakukan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi.
Beberapa anak dengan tonsil yang besar akan mengalami disfagia atau merasa sering tercekik dan
berisiko mengalami aspirasi pneumonia.
4. Gagal napas dan kematian
Sebuah laporan kasus melaporkan adanya gagal napas pada pasien OSAS berat atau karena
komplikasi perioperatif.
5. Komplikasi neurobeharioral
Komplikasi neurobehavioral terjadi akibat hipoksia kronis nokturnal, asidosis, dan sleep
fragmentation. Rasa mengantuk pada siang hari yang berlebihan dilaporkan terjadi pada 31-84%
anak dengan OSAS. Keluhan lain yang dapat menyertai OSAS adalah keterlambatan
perkembangan, penampilan di sekolah yang kurang baik, hiperaktif, agresif, dan menarik diri dari
kehidupan sosial. Manifestasi gangguan kognitif yang lebih ringan dapat sering terjadi. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa perbaikan OSAS yang berat dapat menyebabkan perbaikan yang
nyata pada fungsi kognitif.
6. Gagal tumbuh
Gagal tumbuh merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak dengan OSAS, yaitu
kira-kira 27-56%. Penyebab gagal tumbuh pada anak dengan OSAS adalah anoreksia, disfaga,
sekunder akibat hipertrofi adenoid dan tonsil, peningkatan upaya untuk bernapas, dan hipoksia.
Pertumbuhan yang cepat terjadi setelah adenotonsilektomi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APNEA SLEEP

A. Pengkajian Fokus
1. Anamnesis
a. Tidur mendengkur (hampir) setiap tidur (habitualsnoring)
b. AnakdenganOSASmendengkurkeras(seringdapatdidengardariluarkamartidur)
c. Retraksidanadanyaepisodepeningkatanusahapernapasanyangberkaitandengan
kurangnyaaliranudara. Episodeinidiikutidenganhembusannapas, chokingnoises movement
(“gelagapan”),atau seperti akan terbangun (arousal).
d. Kegelisahan saat tidur.
e. Sianosis atau pucat.
f. Tidurdalamposisitidakwajar, dalamusahauntukmempertahankanpatensijalan napas misalnya
tengkurap,duduk,atau dengan hiperekstensi leher.
g. Mungkindidapatkangejalapadasianghariyangberkaitandenganhipertrofiadenoiddan tonsil seperti
pernapasan mulut
h. Rasa mengantuk berlebihan di siang hari (excessive daytime sleepiness)
i. Sering terjadi infeksi saluran napas atas dan otitis media.
j. Anakdengantonsilyangsangatbesardapatmengalamidisfagiaataukesulitan artikulasi.
k. Seringkali ada riwayat keluarga dengan OSAS atau mendengkur.

2. Pemeriksaan fisis
a. Pemeriksaanfisisdalamkeadaanbangunsecarakeseluruhanbiasanyanormal.Halinimenyebabkan
keterlambatan diagnosis.
b. Penilaianpertumbuhananak:beratbadan,tinggibadan,danIMT(IndeksMassaTubuh).Nilai adanya
obesitas atau gagal tumbuh.
c. Stigmata alergi:allergic shiners atau lipatan horizontal hidung.
d. Pernapasanmulut,adenoidalfacies,midfacialhypoplasia,retro/mikrognasiataukelainan
kraniofasial lainnya.
e. Patensipasasehidungharusdinilai.Perhatikanadanyaseptumdeviasiataupolip hidung.
f. Pemeriksaandaerahmulutdantenggorok.Perhatikanukuranlidah,integritaspalatum, daerah
orofarings,redudant mukosa palatum,ukuran tonsil,dan ukuran uvula.
g. Mungkin ditemukan pectus excavatum.
h. Paru-paru biasanya normal pada pemeriksaan auskultasi.
i. Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda-tanda hipertensi pulmonal misalnya
peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung II dan pulsasi ventrikel kanan.Kadang-
kadangdidapatkan gagal jantung kongestif.
j. Pemeriksaanneurologisharusdilakukanuntukmengevaluasitonusototdanstatus perkembangan.
Distrofiototberhubungandenganhipoventilasiobstruktifkronik akibat kelemahan otot orofaring.
k. Padaobservasitidurdapatterdengardengkuran,kesulitanbernapas,takipnea,napas
cupinghidung,retraksi(terutamasuprasternal),danpergerakandadaparadoksal selamainspirasi.
Selamaperiodeobstruksikomplitakanterlihatupayabernapas tetapitidakterdengardengkuran,
tidakterdeteksiadanyaaliranudara, dansuara napastidakdapatdiauskultasi.
Episodeapneamungkindiakhiridengangerakan badan atau terbangun.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Kaji penampilan wajah klien, adakah lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu, konjungtiva
merah, kelopak mata bengkak, wajah terlihat kusut dan lelah
b. Kaji perilaku klien : cepat marah, gelisah, perhatian menurun, bicara lambat, postur tubuh
tidak stabil
c. Kaji kelelahan fisik, fatique, letargi
4. Riwayat Tidur
a. Kaji kebiasaan pola tidur klien, bed time ritual (aktivitas untuk meningkatkan tidur seperti
membaca, minum susu dll), kuantitas dan kualitas tidur, apakah menggunakan obat tidur, kaji
lingkungan / ruang tidur
b. Kaji dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari : apakah merasa segar setelah tidur, apa
yang terjadi jika kurang tidur
c. Gangguan tidur / faktor-faktor kontribusi : jenis gangguan tidur, kapan masalah tidur mulai
terjadi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. EEG (elektroensefalografi), EOG (elektrookulogram), EMG (elektromyoraphy)
b. Saturasi O2 dan ECG (elektrocardiogram) untuk mengatahui adanya sleep apnoe

B. Diagnosa yang sering muncul


1. Ganguan pola tidur b/d Sering terjaga di malam hari, sekunder akibat (gangguan transport oksigen,
gangguan eliminasi, gangguan metabolisme).
2. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk. tidur, henti nafas saat tidur(sleep apnea) dan
keetidak mampuan mengawasi prilaku.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan henti nafas saat tidur.
4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.
5. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangn tidur hipersomia.

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Gangguan pola tidur b/d sering terjaga di malam hari, sekunder akibat (gangguan
transport oksigen, gangguan eliminasi, gangguan metabolisme)
Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam di harapkan Klien
mampu mempertahankan pola bangun – tidur yang adekuat dengan
Kriteria hasil :
a. Kebutuhan tidur pasien terpenuhi
b. Klien menyatakan lebih segar setelah saat bangun tidur
c. Klien dapat tertidur 30 menit dari waktu pergi tidur
d. Klien dapat tidur selama 6 jam tanpa terbangun

Intervensi Rasional
1. Kaji factor – factor yang 1. Untuk mengetahui factor – factor
mempengaruhi masalah tidur yang sering mempengaruhi pola
2. Berikan posisi yang nyaman pada tidur pada klien
klien 2. Posisi yang nyaman dapat
3. Ciptakan ruangan yang tenang dan memberikan efek yang nyaman
senyap. pada relaksasi pernapasan pada
4. Berikan selimut sehingga tidak saat tidur
kedinginan. 3. Agar tidakmembangunkan klien
5. Anjurkan pasien tidur pada waktu saat tidur.
sama dan hindari tidur pada waktu 4. Dapat memberikan kehagatan
siang dan sore hari. pada pasien.
6. Anjurkan pasien melakukan 5. Agar pasien dapat tidur dengan
pengosongan kandungan kemih pulas pada malam hari.
sebelum tidur. 6. Agar pasien tetap merasa nyaman
7. Kolaborasi pemberian obat pemicu dan tidak terbagun untuk miksi
tidur pada klien pada saat tidur.
7. Membatu klien agar dapat
memenuhi kebetuhan tidur nya.

2. Diagnosa :Ansietas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk. tidur, henti nafas saat
tidur,a(sleep apnea) dan keetidak mampuan mengawasi prilaku.
Tujuan :Setelah di berikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan
kecemasan klien berkurang dengan
Kriteria hasil :
a. Klien menyatakan kecemasanya berkurang
b. Klien menyatakan tidur dengan nyeyak karena tidak mengalami henti napas saat tidur.
c. Pemeriksaan TTV normal

Intervensi Rasional
1. Kaji factor pemicu terjadinya 1. Untuk mengetahui factor yang
kecemasan pada klien sering memicu terjadinya
2. Ukur TTV klien. kecemasan.
3. Berikan linngkungan yang suportif 2. Kecemasan dapat meningkatkan
4. Jelaskan dan berikan dukungan pada tekanan nadi dan frekuensi
pasien agar tidak takut akan cemas. pernapasan klien.
3. Linkungan yang suportif dan
meberikan keyamanan pada pasien
dapat menurunkan kecemasan pada
pasien itu pula.
4. Agar pasien dapat memahami
dampak dari kecemasan yang di
alaminya dan dapat berpartisipasi
mengurangi kecemasanya.

3. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan henti nafas saat tidur.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
tidak mengalami pertukaran gas saat tidur dengan
Kriteria hasil :
a. Klien menyatakan pernapasanya lancar sehingga ia tidak terbangun saan tidur.
b. Pemeriksaan TTV normal

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui adanya tanda
2. Berikan posisi semi fowler terjadinya gangguan pernapasan.
3. Berikan terapi oksigenasi 2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
4. Berikan HE pada pasien tentang sumbatan proses respirasi dapat berjalan
penyakitnya dengan lancar
3. oksigen secara adequat dapat mensuplai
dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia
4. Informasi yang adekuat dapat membawa
pasien lebih kooperatif dalam
memberikan terapi

BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN
OSA (Obstructive Sleep Apneu) merupakanpenyakitgangguantiduryangditandaioleh
tersumbatnya sebagian atauseluruh saluran napasyang
menyebabkanapneadanhipopneapadasaattidur.Apnea dan hiponeaakan diikutidesaturasioksigen
danbiasanyadiakhiri denganarousalsingkat. Kejadian apnea atau hipopnea berlangsung sedikitnya 10
detik, berulang dan dapat mencapai20–60kaliper jam,sebagian besarapneaatau hipopnea
lamanya10-30detik tetapikadang-kadang bisaberlanjutsampaisatumenitataulebih.

B. SARAN
Diharapkan askep tentang OSA ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai