Anda di halaman 1dari 7

Penatalaksanaan Ameloblastoma metastasis karsinoma...

E-mail
Halaman 1 dari 3

Penatalaksanaan Ameloblastoma pada mandibula dengan teknik reseksi enblok


(Management of mandible ameloblastoma with enblock resection Technique)

Jojo Suharjo *
Denny Sidiq Hudaya **
Abdul Latif ***
* Peserta program pendidikan doker gigi spesialis bedah mulut FKGUI
** Bagian bedah mulut rumah sakit pusat angkatan darat Gatoto Subroto
*** Departemen bedah mulut FKGUI/SMF gigi mulut RSCM Jakarta, Indonesia

Abstract

There are some operation techniques that is suggested for managing of ameloblastoma. Because of its
microscopic charecteristic that is locally invasive, recurency can be happened, removing tumor mass that
involving healthy bone will give optimal result. Encbloc resection based on indication is purposed to
decrease recurrency rate and to minimize morbidity of face. It had been reported one case a man, 56
years old, with amelblastoma on the mandible since 3 years ago. The management of case are enblok
resection and application bridging plate titanium were performed.

key word : Ameloblastoma, Enbloc resection, bridging plate

Abstrak

Banyak teknik operasi yang disarankan untuk penatalaksanaan amelbloblastoma. Karena sifat-sifat
mikroskopisnya yang bersifat lokal invasif, rekurensi tetap bisa terjadi, pada dasarnya pengangkatan total
masa tumor dengan mengikutsertakan jaringan tulang yang sehat akan memberikan hasilyang optimal.
Penatalaksanaan reseksi enblok sesuai indikasi ditujukan untuk menurunkan tingkat rekurensi dan
memperkecil kemungkinan cacat muka. Dilaporkan kasus penderita laki-laki 56 tahun dengan
amelblastoma pada mandibula sejak 3 tahun yang lalu, telah dilakukan reseksi enblok dan pemasangan
bridging plate titanium.

Kata kunci : Ameloblastoma, reseksi enblok, Bridging Plate

Pendahuluan

Ameloblastoma merupakan suatu tumor epitelial odontogenik yang berasal dari jaringan pembentuk gigi,
bersifat jinak, tumbuh lambat, penyebarannya lokal invasif dan destruktif serta mengadakan proliferasi
kedalam stroma jaringan ikat. (1)

Tumor ini mempunyai kecenderungan untuk kambuh apabila tindakan operasi tidak memadai. Sifat yang
mudah kambuh dan penyebarannya yang ekspansif dan infiltratif ini memberikan kesan malignancy dan
oleh karena sifat penyebarannya maupun kekambuhannya lokal maka tumor ini sering disebut sebagai
locally malignancy. (2)

Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli mengatakan
bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal
dalam rongga mulut. (2,3) Patogenesis dari tumor ini, melihat adanya hubungan dengan jaringan
pembentuk gigi atau sel-sel yang berkemampuan untuk membentuk gigi tetapi suatu rangsangan yang
memulai terjadinya proliferasi sel-sel tumor atau pembentuk ameloblastoma belum diketahui. (4,5) Shafer
dkk (1983) mengemukakan kemungkinan ameloblastoma berasal dari sumber-sumber ; sisa sel organ
enamel (hertwig's sheat, epitel rest of mallassez), gangguan pertumbuhan organ enamel, epitel dinding
kista odontogenik terutama kista dentigerous dan sel epitel basal permukaan rongga mulut. (2)

Ameloblastoma dapat terjadi pada segala usia, namun paling banyak dijumpai pada usia dekade 4 dan 5.
Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi predileksi pada golongan penderita kulit berwarna. (2,6)
Ameloblastoma dapat mengenai mandibula maupun maksila, paling sering pada mandibula sekitar 81% -
98%, predileksi di daerah mandibula; 60% terjasi diregio molar dan ramus, 15% regio premolar dan 10%
regio simpisis. (2,3,5,7)

Gambaran klinik, dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena itu tumor ini jarang
terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah 4 sampai dengan 6 tahun. (3,7,8) Pembengkakan
dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat menyebabkan deformitas wajah, warna sama
dengan jaringan sekitarnya, konsistensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak,
berbatas tegas, terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual, tumor ini meluas ke segala arah
mendesak dan merusak tulang sekitarnya, terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball
phenomena bila massa tumor telahmendesak korteks tulang dan tulangnya menipis, tidak ada rasa nyeri
dan tidak ditemukan parastesi, mukosa sekitas tumor tidak mengalami ulserasi. Hanya pada beberapa
penderita benjolan disertai ras nyeri, berkurangnya sensibilitas daerah distribusi n.mentalis dan kadang-
kadang terdapat ulserasi oleh karena penekanan gigi apabila tumor sudah mencapai ukuran besar. (1,3)
Dapat dilakukan fungsi aspirasi biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan. (9) Gigi geligi pada
daerah tumor berubah letak dan goyang. Bila terjadi infeksi sekunder maka ulserasi, fistula bahkan
jaringan granulasi pun dapat dijumpai, demikian juga rasa nyeri, parestesi dan tanda-tanda imflamasi.
(1,3)

Gambaran radiologis berupa lesi unilokuler atau multilokuler dengan gambaran seperti sarang tawon
(honey comb appearance)pada lesi yang kecil dan gambaran busa sabun (soap bubble appearance)
pada lesi yang besar. Hal ini merupakan proses osteolitik, karena ameloblastoma tumbuh secara lambat,
secara radiologis tepinya berbatas jelas halus, corticated dan curved, terdapat resorpsi akar dan
bergesernya gigi jauh dari tempat asal. (10) Menurut gambaran radiologis ameloblastoma dibagi menjadi
3, yaitu: konvensional solid/multikistik (86%). unikistik (13%) dan ekstra osseous (1%). (5)
Computed tomografi (CT-scan) memberikan gambaran anatomi dari potongan jaringan secara 2 dimensi
dan 3 dimensi dengan akurat. Keuntungan dari teknih ini adalah tidak terjadi gambaran yang tumpang
tindih dan memberikan gambaran jaringan secara detail dari perusahaan daerah yang terlibat. (11)

Shafer dkk (1983) (1) membedakan gambaran histopatologis dari ameloblastoma menjadi: folikuler,
pleksiforn,acantomatous, granuler dan basal cell. (2) Secara hisptopatologis, terdapat pulau-pulauepitel
atau lembaran yang bagian luar dilapisi sel-sel kolumnar, pada bagian tengah ditemukan sel stelate yang
menyerupai stelate retikulum dari enamel organ dan stroma terdiri dari jaringan ikatfibrosa. (2) Gambaran
histopatologis pada ameloblastoma, dapat hanya satu jenis saja atau dapat terdiri dari berbagai jenis
pola. Yang paling seringditemukan adalah tipe folikuler dan pleksiform. (1-3)

Ameloblastoma mandibula dapat memperlihatkan gambaran klinis dan radiografis yang mirip dengan
kelainan lain pada mandibula. Sebagai diagnosis banding adalah:osteosarkoma, calcifying ephitelial
odontogenik tumor, ossifying fibroma dan kista dentigerus. (4,5,12)

Penatalaksanaan yang tepat masih diperdebatkan. Tingkat rekurensi berkisar antara 55-90% setelah
perawatan secara konservaf. (1,3) Mengingat besarnya tingkat rekurensi

Kata kunci : Ameloblastoma, reseksi enblok, Bridging plate

Pendahuluan

Ameloblastoma merupakan suatu tumor epitelial odontogenik yang berasal dari jaringan pembentuk gigi,
bersifat jinak, tumbuh lambat, penyeberangannya lokal invasif dan destruktif serta mengadakan proliferasi
ke dalam stroma jaringan ikat.(1)

Tumor ini mempunyai kecenderungan untuk kambuh apabila tindakan operasi tidak memadai. Sifat yang
mudah kambuh dan penyebarannya yang ekspansif dan infiltratif ini memberikan kesan malignancy dan
oleh karena sifat penyebarannya maupun kekambuhannya lokal maka tumor ini sering disebagai locally
malignancy. (2)

Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli mengatakan
bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal
dalam rongga mulut. (2,3) Patogenesis dari tumor ini, melihat adanya hubungan dengan jaringan
pembentuk gigi atau sel-sel yang berkemampuan untuk membentuk gigi tetapi suatu rangsangan yang
memulai terjadinya proliferasi sel-sel tumor atau pembentuk ameloblastoma belum diketahui. (4,5) Shafer
dkk (1983) mengemukakan kemungkinan ameloblastoma berasal dari sumber-sumber; sisa sel organ
enamel (hertwig's sheat, epitel rest of mallassez), gangguan pertumbuhan organ enamel, epitel dinding
kista odontogenik terutama kista dentigerous dan sel epitel basal permukaan rongga mulut. (2)

Ameloblastoma dapat terjadi pada segala usia, namun paling banyak dijumpai pada usia dekade 4 da 5.
Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi predileksi pada golongan penderita kulit berwarna. (2,6)
Ameloblastoma dapat mengenai mandibula maupun maksila, paling sering pada mandibula sekitar 81%-
98%, predileksi di daerah mandibula; 60% terjasi di regio molar dan ramus, 15% regio premolar dan 10%
regio simpisis. (2,3,5,7)

Gambaran klinik, da;am tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena itu tumor ini jarang
terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah 4 sampai dengan 6 tahun. (3,7,8) Pembengkakkan
dengan berbagai ukuran yang bervariasi sahingga dapat menyebabkan deformitas wajah, warna sama
dengan jaringan sekitarnya, konsistensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak,
berbatas tegas, terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual, tumor ini meluas kesegala arah
mendesak dan merusak tulang sekitarnya, terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball
phonemena bila massa tumor telah mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis, tidak ada rasa nyeri
dan tidak ditemukan parastesi, mukosa sekitar tumor tidak mengalami ulserasi. Hanya pada beberapa
penderita benjolan disertai rasa nyeri, berkurangnya sensibilitas daerah distribusi n. mentalis kadang-
kadang terdapat ulserasi oleh karena penekanan gigi apabila tumor sudah mencapai ukuran besar. (1,3)
Dapat dilakukan fungsi aspirasi biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan. (9) Gigi geligi pada
daerah tumor berubah letak dan goyang. Bila terjadi infeksi sekunder maka ulserasi, fistula bahkan
jaringan granulasi pun dapat dijumpai, demikian juga rasa nyeri, parestesi dan tanda-tanda imflamasi.
(1,3)

Gambaran radiologis berupa lesi unilokuler atau multilokuler dengan gambaran seperti sarang tawon
(honey comb appearance) pada lesi yang kecil dan gambaran busa sabun (soap bubble appearance)
pada lesi besar. Hal ini merupakan proses osteolitik, karena ameloblastoma tumbuh secara lambat,
secara radiologis tepinya berbatas jelas, halus, corticated dan curved, terdapat resorpi akar dan
bergesernya gigi jauh dari tempat asal. (10)Menurut gambaran radiologis ameloblastoma dibagi menjadi
3 yaitu : konvensional solid/multikistik (86%), unikistik (13%) dan ekstra osseous (1%). (5) Computed
tomografi (CT-scan) memberikan gambaran anatomi dari potongan jaringan secara 2 dimensi dan 3
dimensi dengan akurat. Keuntungan dari teknik ini adalah tidak terjadi gambaran yang tumpang tindih
dan memberikan gambaran jaringan secara detail dari pelunasan daerah yang terlibat. (11)

Shafer dkk (1983) (2) membedakan gambaran histopatologis dari ameloblastoma menjadi : folikuler,
pleksiform, acantomatous, granuler dan basal cell. (2) Secara histopatologis, terdapat pulau-pulau epitel
atau lembaran yang bagian luar dilapisi sel-sel kolumnar, pada bagian tengah ditemukan sel stelate yang
menyerupai stelase retikulum dari enamel organ dan stroma terdiri dari jaringan ikat fibrosa. (2)
Gambaran histopatologis pada ameloblastoma, dapat hanya satu jenis saja atau dapat terdiri dari
bebagai jenis pola. Yang paling sering ditemukan adalah tipe folikuler dan pleksiform. (1-3)

Ameloblastoma mandibula dapat memperlihatkan gambaran klinis dan radiografis yang mirip dengan
kelainan pada mandibula. Sebagai diagnosis banding adalah:osteosarkoma, calcifying ephitelial
odontogenik tumor, ossifying fibroma dan kista dentigerus. 94,5,12)

Penatalaksanaan yang tepat masih diperdepatkan. Tingkat rekurensi berkisar antara 55-90% setelah
perawatan secara konsevatif. (1,3) Mengingat besarnya tingkat rekurensi tersebut, pendekatan secara
radikal (reseksi) dapat dipertimbangkan sesuai indikasi, meskipun berakibat hilangnya sebagaian tulang
rahang, bridging plate titanium dapat digunakan untuk mengganti sebagian tulang yang hilang dan
berfungsi sebagai alat rekonstruksi. Dapat juga rekonstruksi dengan memasang tandur ahli tulang kalau
mungkin bisa dikerjakan.

Indikasi perawatan ditentukan berdasarkan luas dan besarnya jaringan yang terlibat, struktur histologis
dari tumor dan keuntungan yang didapat. (7,13) Menurut Ohishi(14) indikasi perawatan konservatif
adalah pada penderita usia muda dan ameloblastoma unikistik. Sedangkan indikasi perawatan radikal
adalah ameloblastoma tipe solid dengan tepi yang tidak jelas, lesi dengan gambaran soap bubble, lesi
yang tidak efektif dengan penatalaksanaan secara konservatif dan ameloblastoma ukuran besar. (14)
Penatalaksanaan secara radikal berupa reseksi segmental, hemimandibulektomi dan reseksi marginal
(reseksi enblok)

Defek mitokonndria dalam menginduksi perkembangan dan.... E-mail


Halaman 2 dari 3

Onkogen

Banyak teori yang menjelaskan bahwa mutasi gen merupakan sumber dari munculnya suatu keganasan.
S eperti oncogen (proto-oncogen mutated), oncogen ini akan menyandi suatu protein yang bersifat
overaktif:

a. Gen erb-B atau gen erb-B2.


Gen erb-B atau gen erb B2 mengkode suatu protein yang mempunyai peranan spesifik dalam
menstimulasi faktor pertumbuhan, atau reseptor dari faktor pertumbuhan pada permukaan sel. Bila terjadi
pelepasan dari faktor pertumbuhan dari suatu sel, maka reseptor pertumbuhan akan mengikat faktor
pertumbuhan. Adanya interaksi antara faktor pertumbuhan dengan reseptornya pada permukaan sel,
naka timbullah signal intra seluler yang selanjutnya akan mempengaruhi faktor transkripsi (growth
promoting gene/cmyc gen) pada inti sel yang akhirnya mengakibatkan terjadinya proses replikasi atau
pertumbuhan sel yang belebih. (2)

b. Gen ras
Gen ras adalh suatu gen yang menyandi protein ras, tanpa adanya suatu rangsang protein ras tetap
dalam keadaan "OFF" (secara fungsional tidak matang), ia akan berubah menjadi matang bila mengalami
suatu reaksi biokimia, yaitu adanya proses fernesilasi penambahan 15 atom karbon pada prekursor
protein ras oleh suatu enzim farnesil tranferase, sehingga menjadi aktif (matang). Setelah aktif protein ras
ini akan berinteraksi dengan protein pada permukaan sel, selanjutnya dengan adanya ikatan tersebut
akan memberikan informasi untuk merangsang pembelahan sel. namun protein ras yang abnormal
sebagai akibat adanya suatu mutasi dar gen ras, ia berperilaku sebagai posisi "ON" sehingga protein ini
terus menerus memberikan informasi kepada sel untuk melakukan pembelahan, walaupun pembelahan
tersebut tidak diperlukan. (10) Disamping ini juga ditemukan kelompok gen BCI-2 dan MDM-2. Gen BCI-
2 menyandi protein yang berperan sebagai anti apoptosis, sedangkan MDM-2 Menyandi protein yang
kerjanya antagonis dengan protein 53 (p53). Protein p53 ini merupakan salah satu protein yang disandi
oleh tumor suppressor gene. (2)

Tumor suppressor gene

Pada sel ditemukan suatu protein yang berperan sebagai faktor pengendalian pertumbuhan sel, yang
disebut sebagai tumor suppresor protein yang termasuk kelompok dari protein tersebut antara lain protein
retinoblastoma (pRb) yang disandi oleh pRb (PRb) dan protein 53 (p53) yang disandi oleh gen p53 (P53).
Kedua jenis protein ini bekerja pada inti sel, yaitu pRd berperan pada pengendalian faktor transkripsi
pada siklus pembelahan sel. (2,11) Sedangkan p53 berperan pada pengendalian siklus pembelahan sel
dan apoptosis, (12) yaitu pemeliharaan replikasi DNA dan merusak sel yang memiliki urutan nukleotida
yang abnormal. (2,13) Selainitu pada sel ada suatu sistem yang mengatur susunan nukleotida pada
rantai DNA yang dikenal dengan DNA repair. Kerja dari sistem ini adalah unutk memperbaiki urutab DNA
yang mengalami mutasi. Artinya apabila terjadi kerusakan karsinogen dan atau ultraviolet, maka timbullah
suatu respons yang disebut sebagai NER (nucleotide excision repair).

Secara konseptual target kerja dari NER ini dibagi dalam lima fase yaitu (a) damage recognation; (b)
incision; (c) excision; (d) synthesis repair dan (e) ligation. Oleh karena itu secara normal sel yang hanya
dapat melakukan proliferasi dan deferensasi adalah sel yang DNAnya memiliki susunan nukleotida yang
tidak menyimpang. (14) Apabila perbaikan DNA kurang sempurna, maka dilakukan penghentian
pertumbuhan sel melalui penghambatan siklus pembelahan sel, yang selanjutnya dilakukan apoptosis.
(15) Selain p21 yang ekspresinya dikendalikan oleh p53 yang kerjanya menghambatsemua CDK (cyclin
dependent protein kinase), juga ditemukan beberapa protein yang berperan pada siklus pembelahan sel,
seperti p15 dan p16. Namun pengaturan ekspresi dari protein ini sampai saat ini belum jelas, tetapi target
kerja dari kedua protein tersbut telah diketahui dengan jelas yaitu menghambat CDK4 dan CDK6. (16)
Sedangkan kinase yang kerjanya memicu aktivitas p53 pada proses apoptosis antara lain CPK-2
(cystein protein kinase-2) dan PKC (Protein Kinase-C). (17)

Mitrokondria

Pengamatan sub selular, pada sitoplasma seleukariota ditemukan suatu granula yang mempunyai ukuran
dan bentuk yang sama dengan bakteri. Granula tersebut pada mulanya disebut sebagai bioblast.
Selanjutnya bioblast ini mempunyai peranan yang sangat penting pada kehidupan sel, yaitu merupakan
pusat pembentukan energi, yang kemudian disebut sebagai mitokondria. (18) Pada awal abad ke-20,
Otto Warburg mengetengahkan suatu hipotesis bahwa terjasinya kanker diawali dengan adanya
kecacatan pada metabolisme energi. (19) Perkembangan terakhir melaporkan bahwa mitokrondia
merupakan kunci penting dalam pengaturan program kematian sel, di sisi lain dijelaskan bahwa
gangguan fungsi mitikondria merupakan salah satu faktor yang sangat besar terhadap perkembangan
kanker. (20)

Mitokondria DNA (mtDNA) tidak memiliki intron dan tidak memiliki protein histon sehingga tidak
terlindungi dari ancaman ROS (reaksi oksigen spesies). Oleh karena itu mtDNA lebih mudah mengalami
mutasi dari pada mitokondria inti. Kecacatan mitikondria karena adanya suatu mutasi, akan
mengekspresikan BNIP3 dan radikal bebas berlebihan. BNIP3 menginduksi membukanya mitokondria
permeability transition pore (MPTP/PT pore), yaitu dengan mengikat protein penyusun PT pore seperti
porin dan adenin nucleotide transporter (ANT) sehingga radikal bebas akan tertumpah ke dalam sitosol
yang selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sel. (21) Di sisi lain terbentuknya radikal hidroksil akan
menginduksi DNA inti menjadi mutasi. Gangguan fungsi mitokondria karena adanya suatu mutasi dapat
menimbulkan berbagai penyakit antara lain adalah kanker. Pada kanker terjadi peningkatan metabolisme
baik proses glikolisis, transport glukosa, glukoneogenesis, maupun peningkatan asam laktat. Di samping
itu pada kanker juga terjadi peningkatan potensial membran pada mitokondria. Secara fisiologis
permeabilitas membran mitokondria diatur oleh mitochondria permeability transition pore yang tersusun
oleh suatu protein yang menghubungkan antara membran dalam dan membran luar dari mitokondria.
Pada kanker terjadi over ekspresi oncogen seperti contoh : BCL-2 dan BCL-XL yang fungsinya
menghambat pembukaan porus pada membran mitokondria, dan terjadi penekanan ekspresi gen BAX
dan Bad. Protein BAx fungsinya memicu pembukaan porus pada membran mitokondria. (18) Dijelaskan
pula bahwa p53 aktif akan menekan ekspresi bCI-2 dan meningkatan ekspresi BAX. (22)

Defek mitokonndria dalam menginduksi perkembangan dan.... E-mail


Halaman 3 dari 3

Sistem imun pada kanker

Sel yang mengalami keganasan pada permukaan selnya akan terekspresikan suatu protein asing, protein
tersebut dapat memicu respons imun baik respons imun humoral nampaknya kurang mampu terhadap
pembinasaan sel kanker, karena sel kanker mempunyai kemampuan untuk menyembunyikan epitopnya
dari permukaan sel. Sedangkan respons imun selular nampaknya lebih protektif dalam penanggulangan
kanker karena sel kanker akan mengekspresikan fast pada permukaannya, sedangkan sel NK (Natural
Killer Cell) dan CTL (Cytotoxic T Lymphocyte) mengekspresikan ligand pada permukaannya.
Terekspresinya Ligand pada permukaan sel NK ataupun CTL, Serta adanya ekspresi fas pada
permukaan sel kanker, maka terjadilah penempelan antara sel kanker dengan sel NK dan atau CTL,
melaui ikatan fas dengan ligand. Dengan adanya ikatan antara fast-ligand pada permukaan sel kanker
tersebut maka pada sitosol dari sel kamker akan terjadi aktifitas FADD (Fass Associated protein Death
Donain). Adanya aktivitas FADD inilah akan memicu kaskade dari caspase sehingga sel kanker
mengalami apoptosis. (23)

Pembahasan

Apabila terjadi kecacatan gen pada sel mamali, maka gen tersebut akan diperbaiki melaui sistem NER,
apabia sistem ini tidak berhasil maka sel tersebut harus dieksekusi melalui apoptosis, yaitu diawali
dengan aktivitas p53, yang dipicu oleh PKC dan CPK-2. Protein p53 yang aktif ini bertindak sebagai
faktor transkrip terhadap p21. Protein p21 yang diekspresikan akan menghambat semua CDK, baik
CDK4 dan CDK6 pada fase G-1, CDK2 pada fase S, maupun CDK1 pada fase M, sehingga cyclin pada
tiap-tiap fase akan dapat melakukan kompleks dengan CDK, akhirnya siklus sel tidak bisa berlangsung
(cell cycle rest). Selanjutnya p53 yang aktif akan mengaktifkan protein BAX. Protein BAX yang aktif, akan
mempengaruhi mitochondria permeability transition pore (MPTP), sehingga terjadillah pembukaan porus
pada membran mitokondria, adanya pembukaan porus trsebut mengakibatkan sitokrom-c akan keluar
dari dalam mitokondria ke sitosol. Pada sitosol sitokrom-c akan diikat oleh apaf-1 (apoptosis protease
activating factor), kemudian ikatan kompleks tersebut memicu cascade kaspase dan terjadilah apoptosis.
Bila terjadi gangguan fungsi mitokondria sebagai akibat adanya mutasi pada mtDNA, maka mitokondria
tersebut akan mengekspresikan BCI-2 yang berlebihan, sehingga BCI-2 tersebut akan mempengaruhi
mitochondria permeability transition pore (MPTP), mengakibatkan porus pada membran mitokondria,
akan tertutup rapat, sehingga sitokrom-c tidak akan keluar dari dalam mitokondria. Oleh karena itu sel
yang memiliki gen cacat tersebut tidak mampu mengalami apoptosis. Namun setelah itu sel yang memiliki
gen cacat tersebut akan berhadapan dengan sistem imun tubuh. Apabila sistem imunitas dari individu
tersebut mengalami kemunduran fungsi maka, imunitas seluler yang sangat berperan pada
penanggulangan sel kanker tidak mampu mengeksekusi sel kanker, sehingga proliferasi dari sel tersebut
tidak terkendali. Oleh karena itu maka kecacatan mitokondria memberikan kontribusi yang sangat besar
terhadap proses terjadinya keganasan.

Kesimpulan

Dengan demikian dari semua yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa mitokondria
memegang peran sentral dalam proses perkembangan dan progresivitas kanker.

Daftar pustaka

1. Alberts C, Bray D, Lewis J, Raff M, Roberts K Watson JD. Molecular biology of the cell, 2nd edition.
New York: Garland Publishing Inc; 1989.p.1192.

2. Weinberg RA. How cancer arises. Scientific American; 1996; Sept:32-36

3. Carew JS, Huang P.Review mitochondria defect in cancer. Molecular Cancer 2002; 1:1-30

4. Nasmyth. Viewpoint putting the cell cycle in order. Science 2002; 274;1643-5

5. Edger BA, Lehner CF. Developmental control of cell cycle regulators: A flays perspective. Science
1996; 274:1643-5

6. Taylor RS, Ramirez RD, Ogoshi M, Chaffins M, Piattyszek MA, Shay JW. Detection of telomerase
activity in malignant and non malignant skin conditions. J Invest Dermatol 1996; 106:4759-65

7. Murakami J, Nagai N, Ohama K, Tahara, Ide T. telomerase activity in ovarian tumor. J cancer 1997;
(6);1085-92

8. Ligner J, Hughes TR, Shevchenco A, Mann M, Lundbland V, Cech TR, Reverse transcriptase motifs in
the catalitic subunit of telomerase. J Science 197; 276:561-6

9. Sidrandky D. Advances in Cancer detection. J Scientific American 1996; 70-1

10. Ollif A, Gibbs JB, Cormick KM. Newmolecular targets for cancer therapy. J Scientific American
1996;110

11. Sherr CJ. Cencer cell cycle. Science 1996; Des: 1672-6

12. Canman CE, Wolff AC, Chen CY, Fornace AJ, Kastan MB. The p53 dependent G1 cell cycle
checkpoint pathway and ataxia telaniectasia J Cancer Research 1994; Oktober: 5054-8

13. Hansen R, Oren M.p53 from inductive signal to cellular effect current opinion . Genetics &
Development 1997; :46-51

14. Bhatia PK, Wang Z, Friedberg EC. DNA repair and transcription J Curren Opinion in Genetics and
Development. 1996;6:146-50

15. Cavenee WK, White RL. The genetic basic of cancer. Scientific American 1995; march: 72-5

16. Jen J, Harper JW, Bigner DD, papdopoulos N, Markowitz S, Wilson JKV dkk. Deletion of p15 gene in
brain tumors. J Cancer Research 1994; 15:6353-8

17. Khosravi R, Maya R, Gottieb T, Oren M, Shiloh Y, Shkedy D. Rapid ATM-dependent phosphorilation of
MDM-2 precedes p53 accumulation in respons to damage. J Cell Biology 1999;96:14973-7

18. Josephin S, Napolitano M, Sigh KK. Mitochondria as targets for detection and treatmaent of cancer.
Cambridge university Press; 2002.p.1-11

19. stine KE. Online review: Energy metabolism and cancer. Ashland: Department of Biology/Toxicology,
Ashaland university; 1998. OH44805.

20. DelsiteR, kachhap S, Anbazhagan R, Gabrielson E, Sigh KK. Nuclear Gene involved in mitochondria-
to-nucleus communication in breast cancer cella. J Molecular Cancer 2002;1:6

21. Velde CV. BNIP3 and genetic control of necrosis-like cell death through the mitochondrial
permeabelity transition pore. J Moleculer and Celullar Biology 2000; 20(15):5454-68

22. Qiang FX, Guo YJ. Apoptosis in oncology International Joint Cancer Institute, 2nd Military Medical
University, Shanghai 200433, China. Cell Research 2001; 11(1):1-2

23. Kuby. Immunology, 4th edition. New York: W.H Freeman and Company; 2000.p.358-60.

Anda mungkin juga menyukai