Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA

DI PUSKESMAS PURWODININGRATAN JEBRES SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan oleh :

BENTARISUKMA DAMAISWARI RAHMAIKA

J 500 100 074

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014
ABSTRAK

Bentarisukma Damaiswari Rahmaika, J500100074, 2014. Hubungan antara


Stres dengan Kejadian Dispepsia di Puskesmas Purwodiningratan Jebres
Surakarta

Latar Belakang : Stres merupakan usaha penyesuaian diri. Bila ia sanggup


mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh maka dikatakan
yang bersangkutan tidak mengalami stres. Sebaliknya bila ia mengalami gangguan
pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik maka ia disebut mengalami distres.
Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan
keluhan pada orang sehat salah satunya dispepsia. Hal ini disebabkan karena asam
lambung yang berlebihan dan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang
mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara


stres dengan kejadian dispepsia di Puskesmas Purwodiningratan Jebres Surakarta.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik


dengan pendekatan cross sectional. Dilakukan pada 26 sampel di Puskesmas
Purwodiningratan Jebres Surakarta dengan mengisi kuesioner L-MMPI serta
kuesioner DASS, kemudian dilakukan analisa data menggunakan uji Koefisien
Kontingensi, Lambda dan diolah menggunakan SPSS 17.0.

Hasil Penelitian : Terdapat hubungan antara stres dengan kejadian dispepsia


dengan nilai koesfisien korelasi 0,692 (r=0,692) dan nilai p=0,009 (p<0,05).

Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa korelasi


positif yang kuat.

Saran : Diperlukan edukasi lebih lanjut kepada pasien untuk meminimalkan stres,
karena stres dapat berpengaruh terhadap sekresi asam lambung.

Kata Kunci : Stres, Kejadian Dispepsia, Puskesmas Purwodiningratan


ABSTRACT

Bentarisukma Damaiswari Rahmaika, J500100074, 2014. A correlation


Between Stress and Dyspepsia Dissorders in Puskesmas Purwodiningratan
Jebres Surakarta.

Background : Stress is an adjustment effort. When people can handle the stress,
defines that there is no malfunction of body organs, it means that people don’t get
stress dissorders. On the other hand, when people are suffering from a stress
dissorders, one or more body organs don’t work properly so that people are unable
to do job well, it called stress dissorders. An acute stress can cause gastrointestinal
dissorders and trigger many symptomps, one of them is dyspepsia. Dyspepsia is
caused by an excessive gastric acid and a decrease in gastric contractility which
preceding nausea after central stress stimulus.

Objective : To determine the correlation between stress and dyspepsia dissorders


in Puskesmas Purwodiningratan Jebres Surakarta.

Methods : An observational analitic study with cross sectional design. The study
applied on 26 samples at Puskesmas Purwodiningratan Jebres Surakarta by filling
out a standart questionnaire L-MMPI and DASS. The data are analyzed using the
Koefisien Kontingensi, Lambda and processed using SPSS 17.0.

Result : A proved correlation between stress and dyspepsia dissorders with 0.692
correlation coefficient (r = 0.692) and a significant value of p = 0.009 (p <0.05).

Conclusion : Based on the results of this study concluded that a positive


correlation with imply significance.

Recommendation : A further education to the patients is needed to minimize


stress dissorders, since stress can increase the secretion of gastric acid.

Keyword : Stress, Dyspepsia Dissorders, Puskesmas Purwodiningratan


PENDAHULUAN
Setiap orang pernah mengalami stres dari masa ke masa. (1) Akan tetapi stres
tidak harus selalu tidak menyenangkan. Hans Seyle menyebut stres yang tidak
menyenangkan sebagai “penderitaan”. Untuk menerima kedua jenis stres
(menyenangkan atau tidak menyenangkan) membutuhkan adaptasi atau
penyesuaian diri. (2)
Stres merupakan usaha penyesuaian diri.(3) Bila ia sanggup mengatasinya
artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh maka dikatakan yang
bersangkutan tidak mengalami stres. Sedangkan sebaliknya bila ia mengalami
gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak
dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik maka ia disebut mengalami
distres.(4)
Adanya stres dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan
keluhan pada orang sehat salah satunya dispepsia. (5) Hal ini disebabkan karena
asam lambung yang berlebihan(4) dan adanya penurunan kontraktilitas lambung
yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. (5)
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak atau sakit perut pada saluran cerna bagian atas (SCBA). Istilah
dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang
menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang,
rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. (5)
Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit,
tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai lambung.(6)
Dari data negara barat didapatkan angka prevalensinya berkisar antara 7-41%,
tapi hanya 10-20% yang mencari pertolongan medis. Angka insidensi dispepsia
diperkirakan antara 1-8%.(5) Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007,
ditemukan peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9% pada tahun
1988 menjadi 3,3% pada tahun 2003. Dispepsia fungsional, pada tahun 2010,
dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan
ke sarana layanan kesehatan primer. Bahkan, sebuah studi tahun 2011 di Denmark
mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia ternyata
telah terinfeksi H. Pylori yang terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan
lanjutan.(6)
Sementara di Indonesia, berdasarkan penelitian pada 120 mahasiswa Institut
Pertanian Bogor telah menunjukkan bahwa tingkat stres berhubungan dengan
munculnya dispepsia.(7) Namun, belum ada penelitian mengenai hal yang sama di
puskesmas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) tentang
perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan (MENKES) nomor
416/MENKES/PER/II/2011, Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya
disebut Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu
wilayah kerja.(8)
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melakuan penelitian tentang
Hubungan antara Stres dengan Kejadian Dispepsia di Puskesmas
Purwodiningratan Jebres Surakarta.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan
waktu cross sectional, yang dilakukan di Puskesmas Purwodiningratan Jebres
Surakarta pada bulan November 2013. Subjek dalam penelitian ini adalah pasien
dispepsia dan tidak dispepsia yang mengalami stres dan tidak stres di Puskesmas
Purwodiningratan Jebres Surakarta. Pengambilan subjek menggunakan Purposive
Sampling. Total subjek yang diperoleh sebanyak 26 orang, yaitu 13 pasien
dispepsia dan 13 pasien tidak dispepsia.
Kriteria restriksi dalam penelitian ini terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini pasien Puskesmas Purwodiningratan
usia > 18 tahun, didiagnosis dispepsia atau tidak dispepsia oleh dokter puskesmas,
nilai kuesioner L-MMPI ≤ 10, sedangkan kriteria eksklusi mencakup pasien yang
menolak diambil data, riwayat merokok > 2 batang sehari dalam 1 bulan terakhir,
riwayat mengkonsumsi kopi > 2 gelas sehari dalam 1 bulan terakhir, riwayat
mengkonsumsi alkohol > 2 gelas sehari dalam 1 bulan terakhir, riwayat
mengkonsumsi OAD dalam 1 bulan terakhir, dan riwayat mengkonsumsi OAINS
dalam 1 bulan terakhir.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari stres sebagai
variabel bebas dan pasien yang didiagnosis dispepsia atau tidak dispepsia oleh
dokter Puskesmas Purwodiningratan sebagai variabel terikat. Selain itu, variabel
luar yang terkendali terdiri dari usia, rokok, kopi, alkohol, OAD, OAINS dan
variabel luar yang tak terkendali adalah hormon dan jenis kelamin.
Stres merupakan usaha penyesuaian diri. Bila sanggup mengatasinya maka
tidak mengalami stres, sebaliknya bila tidak sanggup mengatasinya maka
mengalami stres. Pengukuran stres berdasarkan pengisian kuesioner DASS
(Depression Anxiety and Stress Scale).
Dispepsia atau tidak dispepsia subjek diperoleh berdasarkan diagnosis dokter
Puskesmas Purwodiningratan Jebres Surakarta.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer karena
responden langsung mengisi instrumen penelitian berupa kuesioner L-MMPI (Lie
Minessota Multiphasic Personality Inventory) dan kuesioner DASS (Depression
Anxiety and Stress Scale). Analisis data menggunakan uji Koefisien Kontingensi,
Lambda yang diolah datanya menggunakan SPSS 17.0.

HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan penelitian dengan subjek 13 pasien dispepsia dan 13 pasien
tidak dispepsia, didapatkan data sebagai berikut :
1. Deskripsi data
Usia Dispepsia Tidak dispepsia
(Tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase
18-21 0 0 3 23,08
21-30 0 0 2 15,38
31-40 1 7,7 5 38,46
41-50 4 30,77 3 23,08
> 50 8 61,53 0 0
Jumlah 13 100 % 13 100 %
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek terbesar
pasien dispepsia terjadi pada usia > 50 tahun yaitu berjumlah 8 orang dengan
persentase 61,53%, sedangkan pada pasien tidak dispepsia terbesar pada
kelompok usia 31-40 tahun yaitu berjumlah 5 orang dengan persentase
38,46%. Tidak ada yang mengalami dispepsia pada usia 18-21 tahun dan 21-
30 tahun serta tidak dispepsia pada usia > 50 tahun merupakan subjek terkecil
pada pasien dispepsia dan tidak dispepsia.

Jenis Dispepsia Tidak dispepsia


Kelamin Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Laki-laki 3 23,08 7 53,85
Perempuan 10 76,92 6 46,15
Jumlah 13 100 % 13 100 %
Penyajian data tabel dapat dijelaskan bahwa pasien dispepsia banyak
dialami oleh perempuan yaitu berjumlah 10 orang dengan persentase 76,92%,
sedangkan pasien tidak dispepsia banyak dialami oleh laki-laki dengan
jumlah 7 orang dan persentase 53,85%.

Dispepsia Tidak dispepsia


Jenis Stres
Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Tidak Stres 1 7,7 10 76,92


Stres 12 92,3 3 23,08

Jumlah 13 100 % 13 100 %


Data tabel tersebut menjelaskan bahwa pasien dispepsia lebih banyak
mengalami stres dibandingkan tidak stres, yaitu berjumlah 12 orang dengan
persentase 92,3% dan yang mengalami tidak stres hanya berjumlah satu orang
dengan persentase 7,7%, sedangkan pada pasien tidak dispepsia lebih banyak
yang tidak stres dibandingkan yang mengalami stres, yaitu berjumlah 10
orang dengan persentase 76,92% dan yang mengalami stres berjumlah tiga
orang dengan persentase 23,08%.
2. Analisis data
Asymp.
Approx. Approx.
Value Std.
T Sig.
Eror
Nominal
by Lambda Symmetric .667 .168 3.256 .001
Nominal
Stress
.636 .198 2.100 .036
Dependent
Dispepsia
.692 .165 2.611 .009
Dependent
Goodman
and Stress
.491 .188 .000
Kruskal Dependent
tau
Dispepsia
.491 .187 .000
Dependent
Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai p=0,009. Hal tersebut
menjelaskan korelasi antara stres dan dispepsia responden bermakna. Nilai
koefisien korelasi Lambda sebesar 0,692 menunjukkan korelasi positif yang
kuat (0,6 sd < 0,8).(9)

PEMBAHASAN
Pengambilan subjek dilakukan pada bulan November 2013 sampai dengan
Desember 2013. Subjek yang diambil berjumlah 26 yang terdiri dari 13 pasien
dispepsia dan 13 pasien tidak dispepsia.
Peneliti memisahkan data menjadi tiga distribusi. Pertama distribusi data
menurut usia. Dari hasil penelitian, usia yang mengalami dispepsia banyak terjadi
pada usia diatas 50 tahun dengan persentase 61,53%. Hal ini sesuai dengan
penelitian di Amerika kira-kira 500.00 orang tiap tahunnya menderita tukak
lambung dan 70% diantaranya berusia 25-64 tahun.(10) Hal tersebut dibuktikan
juga melalui penelitian sebelumnya pada tahun 2011, menjelaskan bahwa
dispepsia banyak terjadi pada usia 46-60 tahun dengan persentase 38,7%.(11)
Distribusi selanjutnya berdasarkan jenis kelamin. Dilihat dari hasil penelitian
jenis kelamin yang sering mengalami dispepsia banyak terjadi pada perempuan
dibanding laki-laki dengan persentase 76,92%. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya pada tahun 2012 dengan persentase 27,8%. (12)
Distribusi terakhir menurut stres. Dalam penelitian yang peneliti lakukan
hasil stres pada pasien dispepsia lebih tinggi dibandingkan tidak dispepsia dengan
persentase 92,3%. Hasil ini sesuai dengan penelitian tahun 2011 yang
menerangkan stres yang tinggi berpengaruh terhadap dispepsia yaitu 63,3%. (7)
Adanya stres dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan
keluhan pada orang sehat salah satunya dispepsia. (5) Hal ini disebabkan karena
asam lambung yang berlebihan(4) dan adanya penurunan kontraktilitas lambung
yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. (5) Selain itu, stres
mengubah sekresi asam lambung, motilitas, dan vaskularisasi saluran
pencernaan.(13)
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa nilai r (koefisien
korelasi) sebesar 0,692, sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang kuat
antara stres dengan kejadian dispepsia. Penelitian lain yang serupa mengenai
faktor risiko dispepsia. Dari penelitian tersebut dijelaskan jika stres merupakan
salah satu faktor risiko yang mempengaruhi stres. Oleh karena itu, meminimalkan
stres diperlukan untuk mencegah timbulnya gangguan-gangguan kesehatan akibat
perubahan fisiologis maupun biokemis akibat stres, termasuk dispepsia.(7)
Penelitian yang dilakukan oleh Andre, et al., menjelaskan bahwa kebanyakan
orang yang mengalami stres menjadi perantara terjadinya depresi. Mereka
cenderung banyak memakan makanan yang tinggi karbohidrat untuk mengurangi
gejala depresi tersebut. Keadaan stres yang berat dikaitkan dengan asupan tinggi
lemak, kurang buah dan sayuran, lebih banyak cemilan, dan penurunan frekuensi
sarapan pagi, sehingga pada pola makan yang tidak teratur tersebut dapat
menyebabkan dispepsia.(14) Stres psikososial sangat berhubungan dengan derajat
ansietas, ditemukan semakin banyak stresor psikisosial semakin tinggi derajat
ansietas yang menyertai pada pasien dispesia organik.(10)
Kelemahan dalam penelitian antara lain banyaknya kriteria yang
dieksklusikan sehingga memerlukan waktu untuk mencari subjek yang tidak
masuk dalam kriteria eksklusi, serta kurang dijelaskan faktor lain yang
berpengaruh terhadap stres maupun dispepsia pada subjek.
PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara stres dengan
dispepsia.
Saran dalam penelitian ini adalah diperlukan edukasi lebih lanjut kepada
pasien untuk meminimalkan stres, karena stres dapat berpengaruh terhadap sekresi
asam lambung, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara stres
dengan kejadian dispepsia menggunakan metode yang lebih baik (cohort),
sehingga memperoleh data yang lebih akurat dan dapat memperhatikan faktor –
faktor lain yang berpengaruh, diperlukan melakukan penelitian mengenai faktor
risiko dispepsia yang lainnya untuk mengetahui lebih lanjut faktor lain yang
berpengaruh selain stres.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dora, M.T. & Kadir, H. A., 2006. Mengurus Stres. Selangor : PTS
Professional Publishing Sdn. Bhd.
2. Sadock, B.J. & Sadock,V.A., 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis, Edisi 2. Jakarta : EGC.
3. Maramis, W.F. & Maramis, A.A., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi
2. Surabaya : Airlangga University Press.
4. Hawari, D., 2011. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
5. Djojoningrat, D., 2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Edisi 5. Jakarta : InternaPublishing.
6. Abdullah, M. & Gunawan, J., 2012. Dispepsia dalam Cermin Dunia
Kedokteran. Vol. 39 no. 9. Available online at :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/ 197_CME-Dispepsia.pdf [diakses
tanggal 13 Mei 2013].
7. Susanti, A., Briawan, A., Uripi, V., 2011. Faktor Risiko Dispepsia pada
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam Jurnal Kedokteran
Indonesia. VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011. Available online at :
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&c
ad=rja&sqi=2&ved=0CDQQFjAC&url=http%3A%2F%2Fjki-ina.com
%2Findex.php%2Fjki%2Farticle%2Fdownload%2F14%2F13&ei=5czfUuv9
PIj-rAfYy4H4Dw&usg=AFQjCNE_BUSBjWnTkCJM4moiAV2FssK
gVA&bvm=bv.59568121,d.bmk [diakses tanggal 30 Juli 2013].
8. Permenkes, 2012. Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 416/Menkes/Per/II/ 2011 Tentang Tarif Layanan Kesehatan Bagi
Peserta PT ASKES (PERSERO).
9. Dahlan, S., 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 5. Jakarta :
Salemba Medika.
10. Misnadiarly, 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Jakarta : Pustaka
Populer Obor.
11. Uleng, A.S.T., Jayalangkara, A., Hawaidah, Patellongi, I., 2011. Hubungan
Derajat Ansietas dengan Dispepsia Organik. Available online at :
http://118.97.33.150/jurnal/files/6bae46a1c1a2023275aef6f6943a3998.pdf
[diakses tanggal 17 Mei 2013].
12. Bere, D.A., 2012. Hubungan Antara Ketidakteraturan Makan dan Merokok
dengan Kejadian Dispepsia pada Pasien Rawat Jalan Usia 20-44 Tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Depok 1, Maguwoharjo, Sleman-Yogyakarta.
Available online at : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&
esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCUQFjAA&url=http%3A%2F
%2Fe-journal.respati.ac.id%2Fnode%2F94&ei=-BjhUpqUGOrLsASJh
YH4Cg&usg=AFQjCNFQZRdIYXaQMnvwTi6AuJRWkvEsWw&bvm=bv.5
9568121,d.cWc [diakses tanggal 23 Januari 2014].
13. Tarigan, C.T., 2003. Perbedaan Depresi pada Pasien Dispepsia Fungsional
dan Dispepsia Organik. Available online at : http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/6316/1/psikiatri-citra.pdf [diakses tanggal 23 Januari
2014].
14. Andre, Y., Machmud, R., Murni, A. W., 2011. Hubungan Pola Makan dengan
Kejadian Depresi pada Penderita Dispepsia Fungsional. Available online at :
http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_2no_2/73-75.pdf [diakses pada
tanggal 30 Januari 2014].

Anda mungkin juga menyukai