Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BAHASA INDONESIA

BANJIR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2. Tuuan

3. Metode Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Banjir

2. Jenis-jenis Banjir

3. Penyebab Terjadinya Banjir

BAB III PENUTUP

1.Kesimpulan

2.Saran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara-negara yang
telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul sejak manusia bermukim dan melakukan
berbagai kegiatan di kawasan yang berupa dataran banjir (flood plain) suatu sungai. Kondisi lahan di
kawasan ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan kemudahan sehingga
mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, kota-kota besar serta
pusat-pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti kawasan industri,
pariwisata, prasarana perhubungan dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di
kawasan ini. Sebagai contoh, di Jepang sebanyak 49% jumlah penduduk dan 75% properti terletak di
dataran banjir yang luasnya 10% luas daratan; sedangkan sisanya 51% jumlah penduduk dan hanya
25% properti yang berada di luar dataran banjir yang luasnya 90% luas daratan. Hampir seluruh
kota-kota besar di Indonesia juga berada di dataran banjir.

Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga mengandung potensi yang
merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman berupa genangan banjir yang dapat
menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan di dataran
banjir maka potensi terjadinya kerusakan dan bencana tersebut mengalami peningkatan pula dari
waktu ke waktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah yang disebabkan oleh banjir di Indonesia
dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang mengalami masalah banjir sejak Pelita I sampai
sekarang.

1.2.Tujuan Makalah

Makalah yang kami susun dengan judul Banjir bertujuan untuk mengetahui tentang :

a. Bagaimana proses terjadinya banjir

b. Untuk mengetahui penyebab banjir

c. Untuk mengetahui apa tindakan yang di lakukan saat bajir

d. Untuk mengetahui tentang apa yang harus di lakukan agar tidak ada jatuh korban ketika bajir

1.3.Perumusan Masalah

Berdasarkan tujuan makalah diatas, maka masalah-masalah yang di bahas dapat di rumuskan
sebagai berikut :

a. Bagaimana proses terjadinya banjir ?

b. Apa penyebab banjir ?

c. Bagaimana cara menanggulangi banjir ?

BAB II

PEMBAHASAN

BENCANA BANJIR

1. Pengertian Banjir

Banjir adalahperistiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristi


wa banjir timbul jika airmenggenangi daratan yang
biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air
sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai
akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir
mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya. Air banjir
juga membawalumpur berbau yang dapat menutupsegalanya
setelah air surut. Banjir adalah hal yang rutin.

Setiap tahun pasti datang. Banjir, sebenarnya


merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering terjadi dan dihadapi hampir di seluruh
negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah temasuk dalam urutan bencana besar,
karena memintakorban besar.

2. Jenis-jenis Banjir
Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga,
yaitu banjir sungai, banjir danau, danbanjir laut pasang.

§ Banjir Sungai

Terjadi karena air sungai meluap. Contoh ketika banjir suangai Citarum Karawang, Jawa Barat.
Dibawah ini adalah data dari contoh banjir sungai.

Banjir Sungai Citarum semakin meluas pada Rabu (24/3), merendam 10 kecamatan dengan 15.510
rumah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sehari sebelumnya, sembilan kecamatan dengan 9.561
rumah terendam air setinggi rata-rata tiga meter.

Dampak banjir yang meluas di 10 kecamatan tersebut memicu tanggapan Bupati Karawang Dadang S
Muchtar yang menyayangkan upaya pengendalian banjir yang dinilai terlambat itu.

Menurut Dadang, Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) II selaku pengelola Waduk Ir Juanda Jatiluhur
seharusnya sejak awal mengoptimalkan pelepasan/penggelontoran air waduk untuk mencegah
banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di Karawang dan di Bekasi.

Dadang berharap instansi terkait segera menempuh langkah antisipasi untuk mencegah meluasnya
banjir.

PJT II, kemarin, mengoptimalkan penggelontoran air Bendung Curug dan Bendung Walahar ke tiga
saluran induk, yakni Tarum Barat, Tarum Utara, dan Tarum Timur, untuk mengurangi debit air yang
mengalir ke hilir Sungai Citarum.

Langkah itu dilakukan untuk mengurangi luas genangan air di sepanjang aliran sungai yang meliputi
10 kecamatan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Karawang Barat (dengan 7.389 rumah
terendam), Karawang Timur (412 rumah), Teluk Jambe Timur (3.576 rumah), Teluk Jambe Barat (494
rumah), Ciampel (81 rumah), Batujaya (250 rumah), Pakisjaya (1.533 rumah), Rengasdengklok (486
rumah), dan Klari (97 rumah). Kecamatan terakhir yang ikut terendam banjir, sejak Rabu dini hari,
adalah Kecamatan Jayakerta (1.192 rumah).

Adapun luas sawah terendam banjir di Karawang, per Selasa, mencapai 817 hektar dan tersebar di
tujuh kecamatan, yakni Teluk Jambe Timur (180 ha), Karawang Barat (9 ha), Klari (5 ha), Ciampel (67
ha), Teluk Jambe Barat (130 ha), Batujaya (32 ha), dan Pakisjaya (342 ha). Usia padi 1-10 hari
(persemaian) dan sekitar 50 ha usia 11-100 hari.

Menurut Kepala Dinas Pertanian Karawang Nahrowi Muhamad Nur, luas sawah yang terendam pada
Rabu siang bertambah menjadi 842 ha seiring meluasnya genangan. Penambahan terjadi di tujuh
kecamatan tersebut.

Kepala Biro Operasi dan Konservasi PJT II Sutisna Pikrasaleh menjelaskan, debit yang dialirkan ke tiga
saluran dioptimalkan hingga kapasitas maksimal, yakni 27 meter kubik per detik ke Tarum Barat,
52,5 meter kubik per detik ke Tarum Timur, dan 80 meter kubik per detik ke Tarum Utara.
Pemecahan air menuju Tarum Barat dan Tarum Timur dilakukan di Bendung Curug. Adapun untuk
Tarum Utara dilakukan di Bendung Walahar.
Dilaporkan pula, pelepasan air bendung berangsur-angsur membuat tinggi muka air (TMA)
bendungan utama Waduk Jatiluhur menurun. TMA pada Rabu siang 108,27 meter di atas permukaan
laut (dpl), menurun dibandingkan dengan pada Minggu malam yang mencapai 108,41 meter dpl atau
Selasa pagi yang setinggi 108,39 meter dpl.

Meski pelepasan air tiga bendung di Waduk Jatiluhur ke tiga saluran induk telah dioptimalkan, debit
air yang mengalir ke hilir Citarum tetap tinggi.

Debit air yang keluar dari Bendung Walahar, Rabu pagi, mencapai 1.600 meter kubik per detik dan
merupakan yang tertinggi dalam sebulan ini. Hujan di hulu dan sejumlah anak sungai membuat debit
tetap tinggi.

Naiknya muka air Citarum memperluas genangan banjir di Karawang. Persawahan di kanan dan kiri
sungai yang sebelumnya kering, seperti Desa Curug, Kecamatan Klari; Desa Mulyasejati, Mulyasari,
dan Kutapohaci, Kecamatan Ciampel, mulai tergenang air pada Rabu pagi. Petani pun mempercepat
panen untuk menyelamatkan padi.

Sejumlah jalan
antarkecamatan dan antardesa/kelurahan yang sebelumnya kering, seperti Jalan Raya Ranggagede,
Jalan Raya Tanjung Mekar, dan Rawagempol (Kecamatan Karawang Barat), Jalan Kertabumi, serta
jalanan di beberapa kawasan perumahan, seperti Perum Karaba Indah, Galuh Mas, Sukaharja,
Bintang Alam (Kecamatan Teluk Jambe Timur) juga mulai tergenang. Banjir juga memicu kemacetan,
terutama di akses menuju dan dari Pintu Tol Karawang Barat.

§ Banjir Danau

Terjadi karena air danau meluap atau bendungannya jebol. Contoh banjir danau adalah banjir ketika
situ gintung pada tahun 2009.

Berita banjir bandang di Jakarta Jumat pagi (27/3/09) sangat mengejutkan. Dengan korban lebih dari
50 orang meninggal tentusaja ini sebuah bencana yang cukup serius terjadi di dekat Ibu Kota lagi.

Melihat sepintas pada peta-peta yang dikoleksi kesimpulan sementara yang ada adalah “keringkan
saja danau ini, dan jangan dibendung lagi“.
Kesimpulan ini
mungkin mengagetkan karena disitu ada sebuah taman wisata yg sangat bagus. Namun alasan
sederhana dibawah barangkali perlu dipikirkan secara seksama. Dibawah ini adalah gambar korban
banjir situ gintung.

§ Banjir Laut pasang

Terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi. Dibawah ini adalah beberapa daerah yang
terkena banjir laut pasang.

JAKARTA

Air pasang kembali melanda kawasan Jakara Utara. Akibatnya beberapa ruas jalan mengalami
kemacetan dan tak jarang motor yang melintas pun akhirnya mogok.

Seperti dilansir situs TMC Polda Metro Jaya, Senin (12/1/2009) air pasang ini terdapat di enam titik
ruas jalan di antaranya, Jalan Martadinata Pos I dengan ketinggian air mencapai 10 cm.

Kemudian, depan Pospol Volker setinggi 30 cm,Jalan Baru Ancol dengan ketinggian air 20 cm, depan
Alexis Pademangan setinggi 10 cm, dan Penjaringan tepatnya Muara Baru Ujung setinggi 40 cm serta
Teluk Gong setingi 30 cm.

“Untuk di Penjaringan karena ketinggian air pasang cukup tinggi, akibatnya banyak motor yang
mogok ketika melintas,” ujar petugas Satwil Jakut Aiptu Guntur.

Dia menambahkan saat ini walaupun terdapat air pasang, namun sejumlah arus lalu lintas tidak
sampai dialihkan oleh petugas. “Masih normal ,hanya ketika melintas dititik -titik tersebut kendaraan
berjalan harus pelan -pelan karena situasi benar -benar padat ,” jelasnya. (ram)

JAKARTA-Banjir rob akibat pasang air laut yang biasanya hanya melanda perumahan warga Jakarta
Utara kini semakin meluas hingga menggangu aktivitas bisnis.

Genangan air yang mencapai luas satu kilometer itu diakibatkan lambatnya pembangunan tanggul
dan perilaku masyarakat. Permukaan air setinggi pinggang orang dewasa di mulai menutupi Jalan
Muara Baru di Kelurahan Penjaringan dan Jalan R.E Martadinata, Kelurahan Tanjung Priok, Jakarta
Utara. Banjir mulai terjadi pukul 10.00 WIB dan mulai surut pukul 15.00 WIB.
Akibatnya terjadi kemacetan di ruas jalan tersebut dan tertundanya sejumlah kegiatan bisnis.
Seorang distributor ikan, Saiful Bakrie (21), mengaku banjir membuatnya tertunda untuk memasok
ikan ke sejumlah restoran di Jakarta. Akibatnya pesanan ada yang dibatalkan.
Untuk menjaga pelanggan, terkadang dia harus menerobos banjir dengan menggunakan jasa angkut
becak. “Biayanya operasional bisa naik, untuk mencapai pusat grosir ikan perlu mengeluarkan biaya
Rp70 ribu pulang balik,” ungkapnya di Jakarta, Senin (1/12/2008).

Apalagi waktunya bisa habis untuk menunggu banjir mulai surut, luas genangan air yang mencapai
satu kilometer itu bsia sampai malam baru mulai surut. “Hanya mobil besar yang bisa menerobos,
mobil ukuran sedang tidak bisa. Apalagi motor,” kata Arafiq (20), suplier ikan di restoran kawasan
Jakarta Selatan.

Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto tanggul di Muara Angke dan Muara Baru, Penjaringan,
Jakarta Utara, sudah hampir selesai dibangun. Pembangunan tanggul sepanjang 3.400 meter terbuat
dari beton dan batu kali. Ketinggian tanggul mencapai 1,3 meter hingga 2 meter dari permukaan
tanah atau 3 meter dari ketinggian air di pelabuhan Tanjung Priok. “Dapat mengantipasi rob hingga
tahun 2025 nanti,” ungkap Prijanto.
Ketinggian tersebut diperkirakan sudah mencapai batas aman dari ketinggian rob. Bahkan apabila
terjadi penurunan tanah dan kenaikan pasang laut tanggul ini cukup aman mencegah air pasang
masuk.

Dengan perkiraan catatan tertinggi air pasang 2,2 meter saja, tanggul masih memiliki jarak aman 60-
80 centimeter. Namun tanggul yang berada di luar wilayah Pemprov DKI itu hingga kini masih belum
ada aktivitasnya.
Tanggul di wilayah otorita Pelindo II di sisi timur Muara Baru belum terlihat ada aktifitas
pembangunan tanggul. Sama halnya tanggul yang ada di wilayah Pelabuhan Ikan Zamzami, Muara
Baru, yang menjadi tanggung jawab Departemen Perikanan dan Kelautan. “Sama sekali belum ada
aktifitas,” ungkap Lurah Penjaringan Budi Santoso.
Humas Pelindo II Hambar Wiyadi mengatakan PT Pelindo II Tanjung Priok akan membangun dermaga
baru di sebelah barat yang saat ini menjadi gudang penyimpanan batu bara. “Kami akan bangun
tanggul permanen sepanjang 200 meter termasuk break water nya,” ungkap Hambar.

Karawang

Sedikitnya seratus rumah di Kec. Cilebar dan Tempuran Kab. Karawang diterjang limpasan pasang air
laut (rob), Selasa (13/1) kemarin. Bahkan, 10 hektare tambak udang dan bandeng siap panen, juga
turut tersapu rob.

Di Kec. Cilebar, limpasan pasang air laut merendam rumah warga di Dusun Sukamulya, Desa
Pusakajaya Utara, antara pukul 8.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Ketinggian air berkisar antara 50
sentimeter sampai dengan dua meter.

Menurut Kepala Desa Pusakajaya Utara Warman Abdurahman, di sepanjang Pantai Cilebar tercatat
ada sekitar 100 rumah yang terkena gulungan ombak. Ia pun memerintahkan warganya untuk segera
mengungsi sebelum ombak yang lebih besar datang lagi.

Warman menyebutkan, akibat terjangan ombak dengan ketinggian dua meter tersebut, sedikitnya
10 rumah mengalami kerusakan cukup parah. Bahkan, satu di antaranya ambruk.
Salah seorang warga, Rohi (32), menyebutkan, para penghuni sepuluh rumah itu telah mengungsi.
“Tetapi, yang lain masih bertahan karena tidak memiliki tempat tinggal lain,” ucapnya.

Selain merusak rumah, limpasan pasang air laut itu juga merusak jalan sepanjang satu kilometer.
Ketinggian air di jalan tersebut mencapai 50 sentimeter sehingga menyebabkan kendaraan-
kendaraan yang melintas tak mampu menembus jalanan karena mogok setelah mesin kendaraan
terendam air.

Menurut Warman, rendaman air baru surut sekitar pukul 13.30 WIB. Karena khawatir akan ada rob
lanjutan, maka para nelayan pun urung melaut.

Sementara itu, di Kec. Tempuran, rob menyapu 12 rumah dan menggagalkan panen tambak udang
dan bandeng seluas 10 hektare. Berbeda dengan di Kec. Cilebar, rob melanda pesisir Pantai
Ciparagejaya, Desa Ciparagejaya, sekitar pukul 13.00 WIB.

Sejak empat hari lalu, nelayan Ciparagejaya mulai menghentikan aktivitasnya melaut. Mereka
khawatir dengan kondisi laut yang tidak menentu.

Menurut Manajer Koperasi Unit Desa Mina Singaperbangsa, Aep Suhardi, akibat musibah itu, petani
tambak menderita kerugian cukup besar. “Sedangkan angka kerugiannya masih kami hitung,”
ungkapnya.

Selain itu, rob juga telah melumpuhkan aktivitas di tempat pelelangan ikan setempat. Dalam
pandangan nelayan, sia-sia mereka melaut saat kondisi cuaca buruk karena hasilnya tidak akan
maksimal.

Sementara itu, di wilayah Karawang Kota, hujan deras turun sepanjang hari kendati beberapa saat
sempat berhenti. Namun, belum ada laporan adanya banjir di wilayah tersebut. Bahkan, ketinggian
Sungai Citarum masih dalam keadaan normal.

CILACAP

Kawasan air pasang (rob) di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah (Jateng) meluas, dampak dari kerusakan
hutan mangrove akibat ilegal loging.

Ketinggian air pasang juga sudah mengkhawatirkan warga yang bermukim diwilayah Segara Anakan
dan sejumlah kecamatan di Cilacap barat.

Sejumlah kecamatan yang kini menjadi langganan rob, adalah kecamatan yang sebelumnya
merupakan hutan mangrove, antara lain di Kampunglaut di desa Ujung Gagak dan Ujung Alang,
Kec/Desa Bantarsari, Kec. Gandrungmangu meliputi Desa Cisumur, Kec. Kawunganten di Desa
Cisumur, Kedungreja, Sidaurip, Grugu Ujungmaning dan sejumlah desa di Cilacap barat.

“Desa dan kecamatan tersebut sebelumnya adalah hutan mangrove. Hilangnya mangrove akibat
ilegal loging dan sedimentasi menyebabkan kawasan rob makin meluas dan tinggi,” kata Camat
Kampunglaut Herdiman.
Selain ancaman air pasang yang datang secara mendadak, hilangnya mangrove telah dirasakan olah
masyarakat perikanan tangkap, akibatnya jumlah tangkapan semakin berkurang dan suhu udara
yang semakin panas.

Hardiman, menambahkan, ratusan rumah di Segara Anakan tergenang air pasang yang mencapai
ketinggian diatas lutut orang dewasa. “Rob datang secara tiba-tiba, pada musim hujan kali ini
frekwensinya rob makin tinggi,” terangnya,

Raratusan hektar lahan persawahan tidak bisa ditanam akibat terinterusi air laut, antara lain lahan di
Ujung gagak, motean dan klaces.

Guna mengurangi kawasan rob, pihak Perhutani tahun ini sudah menanam mangrove sebanyak 700
ribu batang dikawasan kosong dan tahun sebelumnya mencapai 2 juta batang.

Sementara di wilayah Cilacap barat masih terdapat 400 hektar lahan kosong yang saat ini masih
merupakan sengketa antara Perhutani dan warga. Lahan bekas hutan mangrove berada di Kec.
Bantarsari Gandrungmangu dan Kec, Kawunganten.

“Kita sudah melakukan pendekatan terhadap masyarakat agar kawasan kosong tersebut ditanam
mangrove kembali melalui lembaga masyarakat desa sekitar hutan (LMDH). Dan nampaknya sudah
ada titik terang, warga sudah mulai menyadari fungsi mangrove mereka mau kita ajak kerja sama, ”
tambahnya.

3. Penyebab Terjadinya Banjir

Sering sekali terjadinya banjir, dan hampir setiap kali hujan, maka pasti ada saja daerah yang terkena
banjir. Apa penyebab banjir itu, secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut.

§ Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi,

Salah satu sebab utama perusakan hutan hujan dan terjadinya


banjir adalah penebangan hutan. Banyak tipe kayu yang
digunakan untuk perabotan, lantai, dan konstruksi diambil dari
hutan tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan
membeli produk kayu tertentu, orang-orang di daerah seperti
Amerika Serikat secara langsung membantu perusakan hutan
hujan.

Walau penebangan hutan dapat dilakukan dalam aturan


tertentu yang mengurangi kerusakan lingkungan, kebanyakan
penebangan hutan di hutan hujan sangat merusak. Pohon-
pohon besar ditebangi dan diseret sepanjang hutan, sementara
jalan akses yang terbuka membuat para petani miskin
mengubah hutan menjadi lahan pertanian. Di Afrika para
pekerja penebang hutan menggantungkan diri pada hewan-
hewan sekitar untuk mendapatkan protein. Mereka memburu hewan-hewan liar seperti gorila,
kijang, dan simpanse untuk dimakan.
Penelitian telah menemukan bahwa jumlah spesies yang ditemukan di hutan hujan yang telah
ditebang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang ditemukan di hutan hujan utama yang
belum tersentuh. Banyak hewan di hutan hujan tidak dapat bertahan hidup dengan berubahnya
lingkungan sekitar.

Penduduk lokal biasanya bergantung pada penebangan hutan di hutan hujan untuk kayu bakar dan
bahan bangunan. Pada masa lalu, praktek-praktek semacam itu biasanya tidak terlalu merusak
ekosistem. Bagaimanapun, saat ini wilayah dengan populasi manusia yang besar, curamnya
peningkatan jumlah orang yang menebangi pohon di suatu wilayah hutan hujan bisa jadi sangat
merusak. Sebagai contoh, beberapa wilayah di hutan-hutan di sekitar kamp-kamp pengungsian di
Afrika Tengah (Rwanda dan Congo) benar-benar telah kehilangan seluruh pohonnya.

§ Pendangkalan sungai,

§ Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai mapupun gotong royong,

§ Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat,

§ Pembuatan tanggul yang kurang baik,

§ Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.

4. Dampak Negatif Dari Banjir

Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:

1. Rusaknya areal pemukiman penduduk,

2. Sulitnya mendapatkan air bersih, dan

3. Rusaknya sarana dan prasarana penduduk.

4. Rusaknya areal pertanian

5. Timbulnya penyakit-penyakit

6. Menghambat transportasi darat

5. Cara Mencegah Banjir

Lubang Resapan Biopori - Mencegah Banjir Dimusim Banjir

Hujan turun banjirpun datang, begitulah fenomena yang kini terjadi di beberapa daerah di negri kita
ini. Setiap musim hujan tiba, banyak orang selalu khawatir akan datangnya banjir. Banjir di musim
hujan dan kekeringan air di musim kemarau menjadi masalah yang serius dari tahun ke tahun.

Banjir menjadi agenda tahunan bagi warga yang tinggal didaerah pinggiran sungai. Namun jangan
heran, dataran yang jauh dari sungai pun kini sudah tidak luput dari banjir. Akhir-akhir ini, banjir
tidak lagi terjadi di daerah pinggiran sungai saja, namun banjir terjadi juga di daerah dataran tinggi.
Hal ini terjadi karena tanah sudah kehilangan fungsinya dalam menyerap air, akibat dari maraknya
penebangan hutan dan pembangungan gedung dan perumahan yang tidak ramah lingkungan.
Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan agar dapat mengurangi banjir tahunan, yaitu dengan
menanam banyak pepohonan agar air hujan tidak langsung mengalir ke sungai, tetapi tertahan pada
akar pepohonan. Kandungan air pada akar pepohonan akan berfungsi sebagai reservoir di musim
kemarau.

Mengolah sampah dengan benar. Tidak membuang sampah ke sungai atau ke jalanan, juga dapat
mengurangi bahaya banjir. Jika sampah dibuang sembarangan, sampah dapat menyumbat saluran-
saluran air yang ada dan mengakibatkan banjir saat hujan datang.

Mencegah banjir dengan membuat sumur resapan adalah cara yang terbaik untuk daerah
perkotaan. DKI Jakarta sudah menerapkan kewajiban bagi warganya untuk membuat sumur resapan
melalui SK Gubernur DKI nomor 17 Tahun 1992, yang telah dijadikan Perda no. 17/1996, isinya
mewajibkan warga Jakarta mebuat sumur resapan. Namun karena biaya pembuatan yang cukup
mahal, maka kebanyakan warga DKI tidak melaksanakan aturan perda tersebut. Itu salah satu sebab
mengapa banjir selalu terjadi dan semakin parah saja setiap tahunnya.

Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam menanggulangi banjir sangat memegang peranan
penting. Kurangnya kepedulian warga dan lemahnya peran pemerintahan menjalankan peraturan
yang ada, memicu masalah banjir semakin buruk dari tahun ke tahun.

Pembangunan banjir kanal didaerah Timur dan Barat DKI Jakarta diharapkan akan mengurangi
terjadinya banjir dimasa mendatang. Namun pembangunan kanal tersebut tidak menjamin bahwa
banjir tidak akan terjadi. Kepedulian warga tetap memegang peranan penting dalam mencegah
banjir. Tanpa ada partisipasi masyarakat secara luas, banjir sudah dipastikan akan datang kembali.

Salah satu cara terbaru, dengan biaya cukup murah, untuk mengatasi banjir ini adalah dengan
mebuat lubang resapan Biopori di dalam tanah. Biopori sendiri merupakan pori-pori berbentuk
lubang (terowongan ) yang terbentuk oleh aktivitas organisme tanah dan pengakaran tanaman.
Aktivitas merekalah yang akan menciptakan rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah, dimana
rongga-rongga tersebut akan terisi udara yang menjadi saluran air untuk meresap ke dalam tanah.

Bila lubang-lubang seperti ini dibuat dalam jumlah yang banyak, maka kemampuan dari sebidang
tanah untuk meresapkan air akan meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan
air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah. Dengan kata lain akan
mengurangi banjir yang mungkin akan terjadi. Karena air dapat diserap langsung ke dalam tanah.

Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal kedalam
tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik
rumah tangga, potongan rumput dan vegetasi lainnya.

Bahan organik ini, melalui proses pengomposan, menjadi sumber energi bagi organisme di dalam
tanah. Dengan adanya bahan organik yang cukup, aktifitas mereka didalam tanah akan meningkat.
Dengan meningkatnya aktifitas organisme dalam tanah maka akan semakin banyak rongga-rongga
biopori yang terbentuk.

Cara ini boleh dibilang murah dan mudah dibuat dibandingkan dengan membuat sumur resapan
yang memerlukan lahan luas dan biaya bahan yang cukup besar. Lubang Biopori bisa dibuat dimana
saja; gedung perkantoran, taman dan kebun, pelataran parkir, halaman rumah terutama disekitar
rumah yang berlahan sempit sekalipun, dan juga bisa dibuat di dasar parit. Dengan alat yang
sederhana, pembuatan lubang biopori ini dapat dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga juga.

Metode Biopori ditemukan oleh Ir. Kamir Raziudin Brata MSc, peneliti dan dosen Department Limu
Tanah dan Sumber Daya Alam IPB tahun 1976. Sebelum disosialisasikan ke masyarakat, ia sudah
memakainya selama 20 tahun lebih di lingkungan rumahnya.

Cara mebuat lubang resapan biopori.

Buat lubang berbentuk silinder secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, dengan
kedalaman lubang 80-100cm. Lubang resapan ini bisa dibuat halam rumah, didasar saluran air (got),
batas antara tanam dan teras, atau pada tanah lapang berumput, dimana ada genangan dan aliran
air hujan. Alat pembuat lubang biopori dapat di beli di kampu IPB dan juga di Toko Trubus terdekat,
seharga Rp. 175.000,-.

Agar pinggiran lubang tidak cepat rusak, bibir lubang diperkuat dengan adonan semen selebar 2-3
cm dengan tinggi 10 cm, disekeliling mulut lubang agar tak cepat rusak terkikis. Atau memasang pipa
paralon diamerter 12cm di bagian atasnya.

Masukan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa-sisa tanaman, daun yang terjatuh
mengering, potongan rumput dan sampah vegatasi lainnya kedalam lubang tersebut. Sampah
organik ini memancing binatang-binatang kecil seperti cacing atau rayap masuk kedalam lubang dan
membuat rongga biopori sebagai saluran-saluran kecil.

Sampah dalam lubang akan menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan
kegiatannya melalui proses pengomposan. Sampah yang telah terurai oleh microba ini dikenal
sebagai kompos yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik. Melalui proses seperti itu maka
lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai
alat pembuat kompos.

Tambahkan sampah organik kedalam lubang, karena sampah lambat laun akan menyusut. Setelah
lubang dirasakan sudah penuh, kompos bisa diambil untuk dijadikan pupuk tanaman. Kompos dapat
dipanen pada setiap periode tertentu dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis
tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, buah-buahan dan jenis tanaman lainnya.

6. Cara Penanggulangan Banjir

KETIKA banjir datang, selalu terjadi saling menuding tentang siapa yang salah. Di lain pihak, para ahli
cendekia lalu sibuk mengeluarkan pendapat tentang apa dan mengapa terjadi banjir. Ketika banjir
surut, perhatian akan banjir ikut surut pula. Kemudian ribut-ribut lagi ketika musim berganti dan
banjir datang berulang.

Secara filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir. Pertama, memindahkan warga dari daerah
rawan banjir. Cara ini cukup mahal dan belum tentu warga bersedia pindah, walau setiap tahun
rumahnya terendam banjir. Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga. Cara ini sangat mahal,
tetapi sedang populer dilakukan para insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai, mengeruk endapan
lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman warga.
Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan kehidupan sehari-hari warga menjadi
aman walau banjir datang, yaitu dengan membangun rumah-rumah panggung setinggi di atas muka
air banjir.

Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama, metode struktur, yaitu dengan
konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam penampungan banjir di hilir,
tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan pelebaran alur sungai, sistem polder,
serta pemangkasan penghalang aliran.

Anggaran tak seimbang Dalam pertemuan-pertemuan antarpemangku kepentingan (stakeholder)


tentang penanggulangan banjir, telah ada political will dari pemerintah, yaitu akan melaksanakan
penanggulangan banjir secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan non-
struktur secara simultan. Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang
dilakukan pemerintah masih sangat sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang. Anggaran
penanggulangan banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan dengan
anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.

Padahal, penanggulangan banjir dengan metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah
pentingnya.

Pertama, berupa manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lain pembuatan peta banjir,
membangun sistem peringatan dini bencana banjir, sosialisasi sistem evakuasi banjir, kelembagaan
penanganan banjir, rekonstruksi rumah akrab banjir, peningkatan kapasitas dan partisipasi
masyarakat dalam penanggulangan banjir, serta kemungkinan asuransi bencana banjir.

Kedua, berupa manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi, pengendalian
perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke sungai, kelembagaan
konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam
kegiatan konservasi.

Rumah akrab banjir

Hingga dekade yang lalu, cita-cita para ahli banjir masih terus mengumandangkan slogan "bebas
banjir" dengan memaksakan teknologi untuk melawan banjir, antara lain sodetan, tanggul sungai,
bendungan, dan sebagainya. Namun, dalam diskusi dan publikasi mutakhir tentang manajemen
bencana banjir, terjadi perubahan paradigma. Di Vietnam, khususnya warga yang hidup di DAS
Mekong, \-ang semula bermimpi untuk bebas dari banjir (free from flood), akhirnya memutuskan
hidup bersama banjir [living with flood), antara lain dengan mengubah rumah-rumah mereka
menjadi rumah panggung.

Saat ini, banyak institusi penelitian yang melakukan penelitian konsep rumah akrab banjir, salah
satunya Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puskim), di Jalan Pa-nvaungan. Cileunyi
Wetan, Kabupaten Bandung. Ada yang unik dari desain rumah akrab banjir kreasi peneliti Puskim ini,
bukan berupa rumah panggung, tetapi rumah apung, yang bisa naik turun sesuai ketinggian banjir.
Apa pun desainnya, sebaiknya kreasi para peneliti ini segera diimplentasikan di daerah rawan banjir
bekerja sama dengan dunia usaha.
Mengajak masyarakat membangun rumah panggung merupakan tantangan tersendiri, selain perlu
uang ekstra untuk rekonstruksi rumah, juga perlu sosialisasi membiasakan diri hidup di rumah
panggung. Namun, cara hidup akrab bersama banjir seperti ini relatif lebih murah dan berkelanjutan
dibandingkan dengan cara relokasi maupun penerapan metode teknologi penanggulangan banjir
yang belum tentu berhasil.

Tentunya komitmen hidup akrab bersama banjir, tetap dilandasi semangat tidak melanggar
peraturan yang berlaku. Misalnya Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung yang mengamanatkan perlunya perlindungan terhadap sempadan
sungai untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak
kondisi sungai serta mengamankan aliran sungai. Salah satu kriteria

sempadan sungai disebutk; sekurang-kurangnya tiga puluh meter dihitung dari tepi sungai untuk
sungai yang tidak ber-tanggul. Penanggulangan banjir memang kompleks, apalagi masyarakat tidak
diajak berperan, jadi memang pantas ada sindiran bahwa sejak tiga dekade lalu telah sejuta rencana,
tetapi penanggulangan banjir belum juga berhasil.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bencana banjir ini sangatlah rawan dan banyak terjadi diberbagai daerah di negri kita, misalnya di
Jakarta, Bandung, dan kota lainnya yang tidak kalah besar dan banyak memakan korban.

Sebenarnya penyebab utama dari banjir itu adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri, misalnya
saja adanya penebangan pohon secara liar dihutan, maka terjadilah banjir, kemudian adanya
pembuangan sampah sembarangan sehingga mengakibatkan aliran air tersumbat, maka jadilah
banjir.

Cara yang paling efektif untuk mencegah banjir adalah dengan adanya sikap atau prilaku menjaga
kebersihan lingkungan hidup kita. Dan cara yang efektif untuk menganggulangi ketika terjadinya
banjir adalah membuat rumah akrab banjir.

B. SARAN

Saran dari penyusun adalah “Marilah Kita Menjaga Lingkungan Ini Agar Tidak Terjadi Hal-hal yang
Tidak Diinginkan Semisal Banjir”.

Jaga kebersihan lingkungan merupakan kewajiban bagi kita agar terhindar dari bencana banjir yang
akan membawa bencana yang lainnya, seperti kematian yang diakibatkan penyakit yang menyerang
saat banjir.

DAFTAR PUSTAKA

Bencana Banjir

http://www.google.co.id/search?hl=id&xhr=t&q=penebangan%20hutan&cp=5&pq=banjir+laut+pasa
ng&um=1&biw=1280&bih=653&ie=UTF-
8&sa=N&tab=iw#hl=id&pq=cara%20mencegah%20banjir&xhr=t&q=bencana+banjir&cp=9&pf=p&scl
ient=psy&biw=1280&bih=610&source=hp&aq=0&aqi=&aql=&oq=bencana+b&pbx=1&fp=b7d313ff5
63e5539

Anda mungkin juga menyukai