Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS PROFIL FUNGSI HATI PENGGUNAAN ANTIDIABETIK

PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP DI RUMAH


SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

USULAN PENELITIAN

Oleh:
NURULITA RAHAYU
066116295

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Profil Fungsi Hati Penggunaan Antidiabetik


Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Oleh : Nurulita Rahayu


NPM : 066116295
Program Studi : Farmasi

Usulan penelitian ini telah diperiksa dan disetujui


Bogor, Juli 2020

Menyetujui,
Pembimbing Pendamping Pembimbing Utama

Emy Oktaviani, M.Clin.Pharm., Apt dr. Naufal Muharram Nurdin, M.Si

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi

Sri Wardatun, M.Farm., Apt

i
1 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan
Rahmat-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan
penelitian yang berjudul “Analisis Profil Fungsi Hati Penggunaan Antidiabetik
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Fatmawati” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan diajukan penelitian ini sebagai salah satu syarat tugas akhir
untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi dari Program Studi Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan, Bogor. Tidak lupa
penulis ucapkan terima kaish atas bimbingan, saran, dukungan serta doa dari
berbagai pihak, antara lain :
1. Bapak dr. Naufal Muharram Nurdin, M.Si., selaku pembimbing utama dan
ibu Emy Oktaviani,M.Clin.Pharm., Apt., selaku pembimbing pendamping.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Pakuan Bogor dan Ketua Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor.
3. Ayahanda Endang Ita, Ibunda Sri Rahayu, serta adik-adik tercinta.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih ada kekurangan dan
jauh dari sempurna. Oleh Karena itu, penulis membuka kritik dan saran agar
penulisan usulan penelitian ini dapat lebih baik lagi dan bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khalayak dyang membutuhkan. Terima kasih

Bogor, Juli 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ I


KATA PENGANTAR .......................................................................................... II
DAFTAR ISI ........................................................................................................ III
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................V
DAFTAR TABEL ............................................................................................... VI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6
2.1 Diabetes Melitus ................................................................................ 6
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus ......................................................... 6
Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2......................................... 6
2.1.3 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 ...................................... 7
2.1.4 Komplikasi diabetes melitus tipe 2 ......................................... 8
2.1.5 Terapi Farmakologi Diabetes Mellitus Tipe 2 ......................... 9
2.1.6 Terapi Non Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2 ................. 11
2.2 Profil Fungsi Hati............................................................................. 12
2.3 Kerangka teori.................................................................................. 16
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 17
3.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 17
3.2 Waktu Dan Lokasi Penelitian .......................................................... 17
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ...................................................... 17
3.3.1 Populasi .................................................................................. 17
3.3.2 Sampel .................................................................................... 17
3.4 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi .......................................................... 18
3.4.1 Kriteria Inklusi ....................................................................... 18
3.4.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................... 18

iii
3.5 Cara Kerja ........................................................................................ 19
3.5.1 Tahap Awal ............................................................................ 19
3.5.2 Tahap Penelitian ..................................................................... 19
3.5.3 Akhir Penelitian ...................................................................... 19
3.6 Kerangka Konsep ............................................................................. 20
3.7 Definisi Operasional ........................................................................ 21
3.8 Pengolahan Data .............................................................................. 25
3.9 Analisis Data .................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27
LAMPIRAN ......................................................................................................... 30

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori ........................................................................ 16


Gambar 2. Kerangka Konsep .................................................................... 20

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................ 6


Tabel 2. Profil Fungsi Hati ........................................................................ 12
Tabel 3. Definisi Operasional.................................................................... 21

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prevalensi penderita diabetes melitus semakin meningkat setiap tahun.
WHO memprediksikan jumlah penderita diabetes di dunia akan semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Jumlah
penderita diabetes di Indonesia diprediksikan akan semakin meningkat. Data
WHO menyebutkan bahwa pada tahun 2004 jumlah penderita diabetes di
Indonesia mencapai 8.426.000 penderita dan pada tahun 2030 diprediksi jumlah
penderita diabetes di Indonesia mencapai 21.257.000. Berdasarkan data
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2014, Indonesia menempati
urutan kelima jumlah penderita diabetes setelah negara Cina, India, Amerika dan
Brazil. Laporan hasil Kemenkes RI, (2018) menyatakan prevalensi diabetes
melitus di Indonesia pada penduduk umur ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis
dokter mengalami peningkatan dari 1,5% pada tahun 2013 menjadi 2,0% pada
tahun 2018. Prevalensi diabetes melitus berdasarkan pemeriksaan darah pada
penduduk umur ≥ 15 tahun mengalami peningkatan dari 6,9% pada tahun 2013
menjadi 8,5% pada tahun 2018.
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik di mana seseorang
memiliki gula darah tinggi, baik karena pankreas tidak menghasilkan cukup
insulin, atau karena resistensi insulin ketika sel tidak merespons ke insulin yang
diproduksi (Acharya, 2016). Pada kasus diabetes melitus tipe 2 secara genetik,
resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pancreas merupakan patologi
utama. Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang
dengan berat badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat bekerja
secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa
pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak.
Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat
guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah
akan meningkat. Hiperglikemia kronik pada diabetes melitus tipe 2 semakin
2

merusak sel beta di satu sisi dan memperburuk resistensi insulin di sisi lain,
sehingga penyakit diabetes melitus tipe 2 semakin progresif. (Decroli, 2019)
Penatalaksanaan pengobatan Diabetes melitus dilakukan dengan
menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dari aktivitas fisik) bersamaan
dengan intervensi farmakologi dengan obat hiperglikemia secara oral dan atau
suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan secara tunggal maupun
kombinasi (Perkeni, 2015). Menurut Papazafiropoulou & Melidonis, (2019) Hati
merupakan organ utama metabolisme untuk sebagian besar antidiabetes, sehingga
berpotensi hepatotoksi pada sebagian agen antidiabetik oral (OADs).
Hati adalah organ utama untuk metabolisme dan transformasi obat. Tidak
hanya memproses tiga metabolit utama tetapi juga merupakan organ penting
untuk obat dan metabolisme obat. Cedera hati yang disebabkan oleh obat (DILI)
mengacu pada penyakit yang disebabkan oleh cedera hepatotoksik yang
disebabkan oleh obat-obatan atau metabolitnya atau karena hipersensitivitas hati
terhadap obat dan metabolitnya selama pengobatan (Shahbaz et al., 2018).
Gangguan fungsi mitokondria melalui penghambatan respirasi mitokondria,
perubahan potensial membran, penurunan cadangan Adenosine triphosphate
(ATP), dan peningkatan stres oksidatif adalah mekanisme hepatotoksisitas yang
mungkin ditemukan oleh studi in vitro (Gao & Niu, 2019).
Mekanisme dari drug induced liver injury belum diketahui secara pasti,
namun secara garis besar melibatkan 2 mekanisme. Pertama, aksi hepatotoksik
langsung oleh metabolit obat . Kedua, cedera hati istimewa yang merupakan jenis
reaksi hipersensitivitas. Obat-obatan atau metabolit dapat secara langsung
merusak hati melalui peroksidasi lipid sebagai radikal bebas, yang juga dapat
membentuk antigen lengkap (obat atau metabolit bersifat haptens) dengan
mengikat protein secara kovalen untuk merangsang sitotoksisitas seluler yang
tergantung pada antibodi dan hipersensitivitas sel T. Hepatotoksisitas langsung
dari DILI dapat diprediksi, tergantung dosis, sangat lazim di antara individu, dan
sebagian besar ditemukan pada cedera akut. (Lu et al., 2016)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Diabetes Melitus
mempengaruhi keparahan dan kejadian DILI. Studi ini menunjukkan bahwa risiko
3

DILI untuk pasien diabetes adalah 3,7 kali yang dicatat pada pasien non diabetes.
Pasien dengan sindrom metabolik memiliki ALT secara signifikan lebih tinggi
daripada mereka yang tidak memiliki sindrom metabolik. Selain itu, asupan kronis
obat-obatan dimetabolisme hati meningkatkan beban metabolisme pada hati, yang
dengan mudah menyebabkan cedera hati (Lu et al., 2016). Agen antidiabetik oral
acarbose dan gliclazid juga telah terlibat dalam toksisitas hati (Gao & Niu, 2019).
Pada penelitian Linares et al, (2012) seorang pria berusia 61 tahun dirawat
di rumah sakit dengan riwayat sakit kuning selama 3 hari. Responden tidak
memiliki riwayat penyakit hati dan tidak mengkonsumsi obat atau produk herbal
sebelumnya, tetapi telah menggunakan metformin (1.700 mg / hari selama 6
minggu) setelah didiagnosis dengan diabetes tipe 2. Tes laboratorium
menunjukkan pola campuran kerusakan hati. Setelah menghentikan metformin,
Kondisi klinis pasien semakin membaik dan enzim hati menjadi normal dalam 30
hari.
Terdapat dua kasus cedera hati akut yang terkait dengan sitagliptin. Kasus
pertama adalah pria berusia 58 tahun dengan riwayat diabetes melitus tipe 2 yang
tidak terkontrol dan hiperlipidemia. Sitagliptin ditambahkan untuk kontrol
diabetes yang lebih baik. Setelah inisiasi sitagliptin, kadar serum Alanine
Aminotransferase (ALT) pasien dan Aspartate Aminotransferase (AST)
meningkat secara bertahap selama 6 bulan. Kasus kedua adalah wanita 44 tahun
dengan diabetes melitus tipe 2, dan dia mengalami peningkatan ALT dan AST
lebih dari sepuluh kali lipat setelah memulai terapi sitagliptin. (Shahbaz et al.,
2018).
Dalam penelitian Zhang et al., (2016) menunjukkan risiko advers events
hati yang terkait dengan penggunaan Alpha-glucosidase inhibitor. Telah
ditemukan resiko peningkatan enzim transmirase hati (AST dan ALT) terkait
dengan penggunaan Alpha-glucosidase inhibitor pada pasien dengan diabetes tipe
2. Dalam penelitian ini, dengan lama tindak lanjut 12-52 minggu ada peningkatan
yang signifikan dalam kemungkinan hepatotoksisitas karena peningkatan AST
dan ALT. Peluang peningkatan lebih besar dari 3,0 kali lipat dari nilai normal
tingkat AST dan ALT adalah 6,86 dan 6,48 kali lebih tinggi pada pasien yang
4

menerima Alpha-glucosidase inhibitor dibandingkan dengan pasien dalam


kelompok kontrol.
Menurut statistik World Health Organitation (WHO), DILI telah meningkat
sebagai penyebab kematian nomor 5 di dunia. Sekitar 50% pasien gagal hati yang
menerima transplantasi hati setiap tahun mengalami gagal hati yang disebabkan
oleh obat, yang mendorong perlunya transplantasi hati dan hati buatan , bahkan
menyebabkan kematian. (Lu et al., 2016)
Pemeriksaan fungsi hati diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya
kelainan atau penyakit hati, membantu menegakan diagnosis, memperkirakan
beratnya penyakit, membantu mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil
pengobatan, membantu mengarahkan diagnosis selanjutnya serta menilai
prognosis penyakit atau disfungsi hati (Rosida, 2016)
Berdasarkan uraian diatas penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat
progresifitas perubahan profil fungsi hati pada pasien diabetes melitus tipe 2
setelah menerima terapi antidiabetik, karena sebagian besar agen antidiabetik
dimetabolisme dihati sehingga berpotensi hepatotoksik. Hal tersebut dapat
menyebabkan kerusakan fungsi hati. Ada beberapa penelitian sebelumnya yang
melaporkan kasus toksisitas pada agen antidiabetik tertentu. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan pengamatan seluruh penggunaan agen antidiabetik yang
digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP Fatmawati. Hal ini
diharapkan dapat membantu pemilihan terapi yang tepat tanpa adanya potensi
kerusakan fungsi hati.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh penggunaan andidiabetik terhadap profil fungsi hati
pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 rawat inap di RSUP Fatmawati
Jakarta?
2. Apakah terdapat hubungan faktor-faktor pengganggu penggunaan
andidiabetik terhadap perubahan profil fungsi hati pada pasien Diabetes
Melitus tipe 2 rawat inap di RSUP Fatmawati Jakarta?
5

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menganalisis pengaruh penggunaan andidiabetik terhadap profil fungsi hati
pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 rawat inap di RSUP Fatmawati
Jakarta.
2. Menilai hubungan faktor-faktor pengganggu penggunaan andidiabetik
terhadap perubahan profil fungsi hati pada pasien Diabetes Melitus tipe 2
rawat inap di RSUP Fatmawati Jakarta.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi peneliti
Manfaat bagi peneliti diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh selama masa pembelajaran di jurusan farmasi dan dapat
menambah pengalaman, pengetahuan serta membuka wawasan berfikir
peneliti.
2. Bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan
Sebagai bahan masukan, informasi, dan intervensi untuk apoteker, dokter,
dan tenaga kesehatan lainnya khususnya di RSUP Fatmawati Jakarta.
3. Bagi pembaca
Sebagai tolak ukur dan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya, sebagai
bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor.
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). Diabetes melitus
merupakan kondisi hiperglikemia persisten yang disebabkan oleh defek pada
sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Diabetes Melitus tipe 2 merupakan
hasil dari perpaduan antara resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif
(kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat). Resistensi insulin sendiri tidak
cukup untuk berkembang menjadi diabetes melitus. Untuk menjadi Diabetes
Melitus tipe 2 diperlukan kombinasi antara resistensi insulin dan ketidak-
adekuatan sekresi sel beta pankreas. Pada pasien dengan Diabetes Melitus tipe 2
terdapat keduanya, yakni aksi insulin yang terganggu dan kegagalan sekresi
insulin. Kondisi hiperglikemia diduga memperburuk resistensi insulin maupun
kelainan sekresi insulin, sehingga mengakibatkan perubahan dari kondisi
gangguan toleransi glukosa menjadi diabetes melitus. (IDAI, 2015)

Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2


Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes.
Tabel 1. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2
HbA1c (%) Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam setelah
puasa (mg/dL) TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 > 126 > 200
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140

Sumber: (Kemenkes RI, 2019)


7

2.1.3 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2


Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi
insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta
penuaan (Fatimah, 2015). Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi
lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. (PERKENI,
2015)
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin
yang lebih tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan
normoglikemia. Pada tingkat seluler, resistensi insulin menunjukan kemampuan
yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai dari pre reseptor, reseptor, dan
post reseptor. Secara molekuler beberapa faktor yang diduga terlibat dalam
patogenesis resistensi insulin antara lain: perubahan pada protein kinase B, mutasi
protein Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin dari protein
IRS, Phosphatidylinositol 3 Kinase (PI3 Kinase), protein kinase C, dan
mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor).
Sebelum diagnosis diabetes melitus tipe 2 ditegakkan, sel beta pankreas
dapat memproduksi insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan
resistensi insulin. Pada saat diagnosis diabetes melitus tipe 2 ditegakkan, sel beta
pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat untuk mengkompensasi
peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat itu fungsi sel beta pankreas
yang normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut dari perjalanan diabetes melitus tipe
2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid, akibatnya produksi insulin
mengalami penurunan sedemikian rupa, sehingga secara klinis diabetes melitus
tipe 2 sudah menyerupai diabetes melitus tipe 21 yaitu kekurangan insulin secara
absolut.
Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya
seperti sel alfa, sel delta, dan sel jaringan ikat pada pankreas. Disfungsi sel beta
pankreas terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Jumlah
dan kualitas sel beta pankreas dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses
8

regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta itu sendiri, mekanisme selular sebagai
pengatur sel beta, kemampuan adaptasi sel beta ataupun kegagalan
mengkompensasi beban metabolik dan proses apoptosis sel. (Decroli, 2019)

2.1.4 Komplikasi diabetes melitus tipe 2


Komplikasi diabetes melitus terjadi akibat gangguan metabolik akut
(hipoglikemia atau hiperglikemia) atau pada tahap lanjut. Hal ini menyebabkan
kerusakan mikrovaskular dan makrovaskular, dimana risikonya tergantung pada
control terhadap kadar glukosa dan faktor risiko vaskular konvensional
(Kemenkes RI, 2019)

2.1.4.1 Komplikasi Mikrovaskular


1. Retinopati
Satu dari antara tiga orang dengan diabetes melitus mengalami penyakit
mata dan 5% mengalami kebutaan pada umur 30 tahun. Retinopati terjadi akibat
penebalan membran basal kapiler, yang menyebabkan pembuluh darah mudah
bocor, pembuluh darah tertutup dan edema makula.
2. Nefropati
Keadaan ini terjadi 15-25 tahun setelah diagnosis pada 35-45% pasien
dengan diabetes melitus tipe 1 dan <20% pasien dengan diabetes melitus tipe 2.
Lesi awalnya adalah hiperfiltrasi glomerulus (peningkatan laju filtrasi
glomerulus) yang menyebabkan penebalan difus pada membran basal
glomerulus, bermanifestasi sebagai mikroalbuminuria, merupakan tanda yang
sangat akurat terhadap kerusakan vaskular secara umum dan menjadi prediktor
kematian akibat penyakit kardiovaskular.
3. Neuropati
Keadaan ini terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk kerusakan
pada pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada saraf perifer, dan
metabolisme gula yang abnormal.
9

2.1.4.2 Komplikasi Makrovaskular


Komplikasi makrovaskuler yaitu termasuk penyakit kardiovaskular,
stroke dan penyakit vaskular perifer. Penyakit vaskular perifer dapat
menyebabkan memar atau cedera yang tidak sembuh, gangren, dan akhirnya
amputasi. Risiko untuk penyakit jantung koroner/PJK (coronary heart disease/
CHD) 2 sampai 4 kali lebih besar pada pasien diabetes dibandingkan pada
individu nondiabetes. PJK merupakan penyebab utama kematian pada pasien
dengan diabetes melitus tipe 2. Studi terbaru menunjukkan bahwa beberapa
intervensi faktor risiko (pengendalian lipid dan hipertensi, terapi antiplatelet,
berhenti merokok) dapat mengurangi komplikasi makrovaskular yang berlebihan.
(Kemenkes RI, 2019)

2.1.5 Terapi Farmakologi Diabetes Mellitus Tipe 2


2.1.5.1 Terapi Obat Hipoglikemik Oral
1. Golongan Sulfonilurea
Sulfonilurea dimetabolisme menjadi metabolit aktif dan tidak aktif di hati
melalui enzim oksidatif hati (CYP P450s). Kemudian, mereka terikat secara luas
pada protein serum dan diekskresikan melalui jalur ginjal. Oleh karena itu,
pengikatan protein sulfonilurea dapat dikurangi pada pasien dengan diabetes
melitus 2 dan CLD karena hipoalbuminemia yang mengakibatkan peningkatan
konsentrasi obat dalam plasma. (Papazafiropoulou & Melidonis, 2019)

2. Golongan Meglitinid
Repaglinide dimetabolisme oleh CYP isoform 2C8. Ekskresi Repaglinide
secara signifikan menurun pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan harus
digunakan dengan hati-hati. Pada pasiendiabetes melitus 2 dengan gangguan hati
yang parah, obat ini dikontraindikasikan. (Papazafiropoulou & Melidonis, 2019)
Nateglinide dimetabolisme oleh CYP isoform 2C9

3. Golongan Biguanid
Kerja utama adalah menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan
penggunaan glukosa di jaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen,
10

maka hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas. Metformin
merupakan obat pilihan pertama pada pasien diabetes melitus tipe 2 termasuk
pasien dengan berat badan berlebih dalam kondisi diet ketat gagal untuk
mengendalikan diabetes, jika sesuai bisa juga digunakan sebagai pilihan pada
pasien dengan berat badan normal. Juga digunakan untuk diabetes yang tidak
dapat dikendalikan dengan terapi sulfonilurea.

4. Golongan Tiazolidindion
Tiazolidindion dan pioglitazon, menurunkan resistensi insulin perifer,
menyebabkan penurunan kadar glukosa darah

5. Golongan Penghambat α-glikosidase .


Akarbosa diindikasikan untuk diabetes melitus yang tidak dapat diatur
hanya dengan diet atau diet dengan obat antidiabetik oral.

6. Golongan Inhibitor Dipeptidly Peptidase


a. Sitagliptin
Sitagliptin diekskresikan oleh ginjal dan hanya sebagian kecil obat
yang mengalami metabolisme hati (terutama melalui isoenzim CYP3A4
dan lebih sedikit melalui isoenzim CYP2C8). (Papazafiropoulou &
Melidonis, 2019)

b. Saksagliptin
Saxagliptin dimetabolisme in vivo untuk membentuk metabolit aktif,
dan kedua obat induk dan metabolit diekskresikan terutama melalui
ginja. Saxagliptin dimetabolisme oleh isoform CYP3A4 dan CYP3A5
dan dieliminasi melalui rute ginjal dan hati. (Papazafiropoulou &
Melidonis, 2019)

7. Golongan Penghambat Sodium-Glucose Lo-transporter-2 (SGLT- 2)


a. Dapagliflozin .
Dapagliflozin dimetabolisme di hati melalui glukuronidasi, dan
proporsi kecil dari obat induk dihilangkan melalui rute ginjal. Sebuah
penelitian tentang profil keamanan dapagliflozin pada pasien dengan
11

gangguan hati menunjukkan bahwa paparan sistemik terhadap


dapagliflozin berkorelasi dengan tingkat kerusakan hati. Oleh karena itu,
dapagliflozin harus digunakan dengan hati-hati pada pasien ini.
(Papazafiropoulou & Melidonis, 2019)

2.1.5.2 Terapi Insulin


Target organ utama pada mekanisme kerja insulin adalah hepar, otot dan
adiposa. Peran utamanya antara lain ambilan, utilisasi dan penyimpanan nutrien di
sel. Efek anabolisme insulin meliputi stimulasi, utilisasi dan penyimpanan
glukosa, asam amino, asam lemak intrasel. Dan efek katabolismenya yaitu
(pemecahan glikogen, lemak dan protein) dihambat. Semua efek ini terjadi karena
stimulasi transpor substrat dan ion ke dalam sel, menginduksi translokasi protein,
mengaktifkan dan menonaktifkan enzim spesifik, merubah jumlah protein dengan
mempengaruhi kecepatan transkripsi gen dan translasi mRNA spesifik.
(Departemen Farmakologi Dan Terapeutik FKUI, 2016)
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
1. Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
2. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (Intermediateacting Insulin)
4. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
5. Insulin kerja ultra panjang (Ultra longactin insulin)
Dan terdapat Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan
kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin). (PERKENI, 2015)

2.1.6 Terapi Non Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2


Menurut Tjay (2007) terapi untuk diabetes melitus tipe 2 dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Pengaturan Nutrisi
Terapi nutrisi (diet) untuk mencapai berat badan ideal bagi kesehatan
(rendah kalori, rendah kolesterol). Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan
penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan
12

komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai
dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal.
2. Olahraga
Bermanfaat bagi kebanyakan pasien, berolah raga secara teratur dapat
menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Peran dokter dalam hal
ini yaitu dapat dimintakan sarannya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang
sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga
ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi
kesehatan.

2.2 Profil Fungsi Hati

Tabel 2. Profil Fungsi Hati


Pemeriksaan Batas Normal Problem klinis

Albumin 3,5-5,5g/dl Menurun akibat penurunan


sintesis

Bilirubin 0-1mg/dl Meningkat akibat penurunan


klirens hepar, prediksi
mortalitas Aminotransferase

Prothrombin Time (PT) 10-14 detik Terjadi peningkatan waktu,


diakibatkan oleh penurunan
produksi faktor V/VII dari
hati.
13

Pemeriksaan Batas Normal Problem klinis

Serum Glutamate ALT 10-55 U/L Terjadi peningkatan. ALP


Piruvattransferase (SGPT) AST 10-40 U/L lebih spesifik untuk nekrosis
atau ALT hepatosit. AST untuk
skeletal, jantung, otot, ginjal,
Serum Glutamate otak.
Oxaloacetate Transferase AST/ALT > 2 : penyakit
(SGOT) atau AST kronik hepar
AST/ALT<1:
perlukaan/penyakit akut

Sumber: (Thapa & Walia, 2007)


a. Albumin
Merupakan bagian terbesar dari protein yang dihasilkan oleh hati. Fungsi
albumin adalah mengatur tekanan onkotik, mengangkut nutrisi, hormon,
asam lemak, dan zat sampah dari tubuh. Apabila kadar albumin serum
menurun (hipoalbumin), maka hal ini menunjukan adanya gangguan
fungsi sintesis di sel hati. Hipoalbumin dapat disebabkan juga oleh
kebocoran albumin di tempat lain seperti ginjal pada kasus gagal ginjal,
usus akibat malabsorbsi protein, dan kebocoran melalui kulit pada kasus
luka bakar yang luas. Penyebab lain hipoalbumin yaitu intake yang
kurang, peradangan, atau infeksi. Peningkatan kadar albumin sangat
jarang ditemukan kecuali pada keadaan dehidrasi. (Sherlock & Dooley,
2002)
b. Prothrombine Time (PT)
Pemeriksaan Prothrombine Time yang termasuk pemeriksaan fungsi
sintesis hati karena hampir semua faktor koagulasi disintesis di hati
kecuali faktor VII. Prothrombine Time menilai faktor I, II, V, VII, IX,dan
X yang memiliki waktu paruh lebih singkat dari pada albumin. Sehingga
pemeriksaan Prothrombine Time dapat digunakan untuk melihat fungsi
sintesis hati lebih sensitif. Pada kerusakan hati berat maka sintesis faktor
14

koagulasi oleh hatiberkurang sehingga PT akan memanjang. (Rosida,


n.d.)
c. Bilirubin
Bilirubin berasal dari pemisahan heme akibat dari hancurnya sel darah
merah oleh sel retikuloendotel. Akumulasi berlebihan bilirubin pada kulit,
sklera, dan membran mukosa menyebabkan warna kuning yang disebut
ikterus. Ikterus dapat terjadi jika kadar bilirubin lebih dari 3 mg/dL.
Ikterus mengindikasikan gangguan metabolisme pada bilirubin, gangguan
fungsi hati, penyakit billier, dan atau gabungan ketiganya. Pemeriksaan
bilirubin untuk menilai fungsi eksresi hati di laboraorium terdiri dari
pemeriksaan bilirubin serum total, bilirubin serum direct, dan bilirubin
serum indirect, bilirubin urin dan produk turunannya seperti sterkobilin
dan sterkobilinogen di tinja serta urobilinogen dan urobilin di urin. Ketika
kadar bilirubin serum total meningkat, hal ini menunjukan adanya
gangguan fungsi eksresi bilirubin. Kadar bilirubin serum yang meningkat
dapat menyebabkan ikterik.
d. Enzim Transaminase
Enzim transaminase meliputi enzim Aspartate Transaminase (AST)
ddengan nama lain Serum Glutamate Oxaloacetate Transferase (SGOT).
Dan Alanine Transaminase (ALT) dengan nama lain Serum Glutamate
Piruvattransferase (SGPT). Peningkatan SGOT atau SGPT dapat
disebabkan oleh perubahan permiabilitas atau kerusakan dinding sel hati,
sehingga digunakan sebagai penanda gangguan integritas sel hati
(hepatoseluler). Peningkatan enzim ALT dan AST sampai 300 U/L tidak
spesifik untuk kelainan fungsi hati saja, tetapi jika didapatkan
peningkatan lebih dari 1000 U/L dapat dijumpai pada penyakit hati akibat
virus, iskemik hati yang disebabkan hipotensi lama atau gagal jantung
akut, dan keruskan hati akibat obat atau zat toksik. Rasio AST/ALT dapat
digunkan untuk membantu melihat keparahan kerusakan sel hati. Pada
peradangan dan kerusakan awal (akut) hepatoseluler akan terjadi
kebocoran membran sel, sehingga isi sitoplasma keluar. Hal ini
15

menyebabkan ALT meningkat lebih tinggi dibandingkan AST dengan


rasio AST/ALT <0,8 yang menandakan kerusakan ringan. Pada
peradangan dan kerusakan kronis atau berat maka keruskan sel hati
mencapai mitokondria menyebabkan peningkatan kadar AST lebih tinggi
dibandingkan ALT sehingga rasio AST/ALT > 0,8 yang menandakan
keruskan hati berat atau kronis. (Suryaatmadja, 2009)
16

2.3 Kerangka teori

Diabetes Melitus Tatalaksana Diabetes


Tipe 2 Melitus Tipe 2

Terapi Non Terapi


Farmakologi Farmakologi

Terapi Nutrisi Jasmani Antidiabetik Insulin


Oral

Terapi

Adverse Event
Parameter Profil Fungsi Hati (Hepatotoksik)
1. SGPT
2. SGOT
Profil Fungsi Hati
3. PT
4. Albumin
5. Bilirubin

Gambar 1. Kerangka Teori


Keterangan :

: Tidak Diteliti

: Diteliti
BAB III
3 METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Desain Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental
Cohort Retrospektif. Bahan penelitian yang digunakan adalah data rekam medik
pasien yang menjalani rawat inap dengan diagnosis diabetes melitus tipe 2 yang
menerima antidiabetik oral dan atau insulin. Kemudian dianlisis lebih lanjut untuk
mengidentifikasi adanya kemungkinan perubahan profil fungsi hati pada pasien di
RSUP Fatmawati.

3.2 Waktu Dan Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jl. TB
Simatupang No.18, RT.4/RW.9, Cilandak Bar., Kec. Cilandak, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12430 pada Agustus – September 2020

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti, yang
diambil adalah data sekunder berupa rekam medik seluruh pasien diabetes melitus
tipe 2 yang menerima antidiabetik oral dan atau insulin di RSUP Fatmawati
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel yang
termasuk dalam penelitian ini berasal dari rekam medik yang memenuhi kriteria
inklusi. Sampel yang diambil yaitu seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang
menjalani rawat inap di RSUP Fatmawati. Teknik pengambilan sampel
berdasarkan teknik Purposive Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan
menentukan kriteria-kriteria tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2011).
18

Dalam penelitian ini untuk menghitung jumlah minimal sampel


dihitung dengan rumus Lemeshow sebagai berikut:

n=

Keterangan :
n = Estimasi besar sampel
Zα = Nilai untuk derajat kemaknaan 5% yaitu 1,96
P = 0,5 (Proporsi)
Q = 1 – P = 0,5
d = Nilai untuk ketepatan relatif 10% yaitu 0,1

Sehingga didapatkan perhitungan :

n= = = 97 pasien ~ 100 pasien

Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah minimal 100 responden


diabetes melitus tipe 2.

3.4 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien Diabetes Melitus tipe 2 yang menerima antidiabetik oral dan atau
insulin serta memiliki data dan informasi lengkap dalam rekam medik
seperti: nomor rekam medik, umur, berat badan, jenis kelamin, tinggi
badan, penyakit yang diderita, obat yang digunakan, riwayat penyakit
lain, dan hasil laboratorium.
2. Pasien masuk rawat inap minimal 7 hari karena diabetes melitus tipe 2
3. Pasien memiliki hasil laboratorium serum glutamate piruvattransferase,
serum glutamate oxaloacetate transferase, Albumin, Bilirubin dan
Prothrombine Time normal pada saat pemeriksaan awal.
4. Pasien dengan usia ≥ 18 tahun.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Pasien wanita hamil/menyusui.
2. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan gangguan fungsi hati.
19

3. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan gangguan fungsi ginjal.


4. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan gangguan TBC.
5. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan gangguan kejiwaan.
6. Pasien menerima obat yang mengindikasi kenaikan SGPT dan SGOT

3.5 Cara Kerja


3.5.1 Tahap Awal
Tahap awal sebelum dilakukan penelitian adalah :
1. Menggali permasalahan yang ada untuk menetukan ide dalam penelitian
2. Menyusun rancangan penelitian
3. Menentukan populasi dan sampel yang akan diteliti
4. Mengurus perizinan penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta
5. Presentasi proposal di Fakultas Matematika dan ilmu pengetahauan alam
universitas pakuan
6. Mengurus Pembuatan kaji etik manusia di RSUP Fatmawati Jakarta

3.5.2 Tahap Penelitian


Tahap penelitian yang dilakukan saat penelitian yaitu mengumpulkan data
rekam medik pasien diabetes melitus tipe 2. Data yang dikumpulkan antara lain :
1. Nomor rekam medik, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit.
2. Diagnosa dokter dan hasil laboratorium
3. Obat antidiabetik oral dan atau insulin
4. Menyeleksi data rekam medik berdasarkan kriteria inklusi yang telah
ditentukan
5. Mendokumentasi penelitian

3.5.3 Akhir Penelitian


Kegiatan yang dilakukan pada saat setelah penelitian selesai adalah :
1. Pencatatan hasil penelitian
2. Analisis data
20

3.6 Kerangka Konsep

Variable Bebas
Variable Terikat
Penggunaan antidiabetik
Profil fungsi hati
pada pasien diabetes
melitus tipe 2

Variable Pengganggu Parameter fungsi hati

1. Usia 1. SGPT
2. SGOT
2. Jenis kelamin 3. Albumin
3. Jumlah obat yang 4. Bilirubin
5. Prothrombin Time
digunakan 6.
4. Nama obat lain
selain antidiabetik
5. Lama pasien
menderita Diabetes
melitus tipe 2
6. Lama pasien dirawat
7. Komorbid

Gambar 2. Kerangka Konsep


21

3.7 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Pengamatan Kategori Skala


1. Penggunaan Penggunaan antidiabetik pada pasien diabetes melitus Nama obat 1. Sulfonilurea Nominal
2. Biguanid
antidiabetik pada tipe 2 pada penelitian ini adalah antidiabetik yang
3. Meglitinid
pasien diabetes digunakan untuk terapi pasien diabetes melitus tipe 2 4. Tiadzolidindion
5. Penghambat Alfa-
melitus tipe 2
Glukosidase
6. Penghambat DPP-IV
7. Penghambat SGLT-2
8. Insulin kerja cepat (Rapid-
acting insulin)
9. Insulin kerja pendek
(Short-acting insulin)
10. Insulin kerja menengah
(Intermediateacting
Insulin)
11. Insulin kerja panjang
(Long-acting insulin)
12. Insulin kerja ultra panjang
(Ultra longactin insulin)
22

Variabel Definisi Operasional Pengamatan Kategori Skala


2. Profil fungsi hati Profil fungsi hati pada penelitian ini adalah progresifitas data laboratorium : 1. SGPT Nominal
Serum Glutamate Meningkat (>10-55 U/L)
yang terjadi pada fungsi hati selama pemberian
Piruvattransferase,
antidiabeteik yang dilihat dari data laboratorium Serum Glutamate Tetap (10-55 U/L)
Oxaloacetate Menurun (<10-55 U/L)
1. Meningkat jika nilai Serum Glutamate
Transferase, 2. SGOT
Piruvattransferase, Serum Glutamate Albumin, Bilirubin
dan Prothrombine Meningkat (>10-40 U/L)
Oxaloacetate Transferase, Bilirubin dan
Time Tetap (10-40 U/L)
Prothrombine Time lebih tinggi dari nilai normal
Menurun (<10-40 U/L)
dan albumin lebih rendah dari nilai normal 3. Albumin
2. Tetap jika nilai Serum Glutamate Meningkat (<3,5-5,5g/dl)
Piruvattransferase, Serum Glutamate Tetap (3,5-5,5g/dl)
Oxaloacetate Transferase, Albumin, Bilirubin dan Menurun (>3,5-5,5g/dl)

Prothrombine Time berada dalam nilai normal 4. Bilirubin

3. Menurun jika nilai Serum Glutamate Meningkat (>0-1mg/dl)


Tetap (0-1mg/dl)
Piruvattransferase, Serum Glutamate
Menurun (<0-1mg/dl )
Oxaloacetate Transferase, Bilirubin dan
5. Prothrombin Time
Prothrombine Time lebih rendah dari nilai normal
Meningkat (>10-14 detik)
dan albumin lebih tinggi dari nilai normal.
Tetap (10-14 detik)
Menurun (<10-14 detik)
23

Variabel Definisi Operasional Pengamatan Kategori Skala


3. Usia Umur seseorang yang dilihat dari rekam medik pasien Dalam tahun ≥18 tahun Numerik
yang menderita diabetes melitus tipe 2.

4. Jenis kelamin Jenis kelamin yang dilihat dari rekam medik pasien yang 1. Laki-laki 1. Laki-laki Nominal
2. Perempuan 2. Perempuan
menderita diabetes melitus tipe 2.
5. Jumlah obat yang Jumlah obat yang digunakan pada penelitian ini adalah Jumlah obat 1. <5 obat Nominal
2. >5 obat
digunakan jumlah obat yang digunakan selama perawatan.

6. Nama obat lain Nama obat lain selain antidiabetik pada penelitian ini Nama obat Nama obat Nominal
selain antidiabetik yaitu obat lain yang digunakan selain antidiabetik pada
saat perawatan.
7. Lama pasien Lama pasien menderita diabetes melitus 2 dalam Dalam tahun 1. < 1 tahun Nominal
2. 1-5 tahun
menderita Diabetes penelitian ini adalah jangka waktu pasien saat awal
3. > 5 tahun
melitus tipe 2 terdiagnosis diabetes melitus tipe 2

8. Lama pasien dirawat Lama pasien dirawat dalam penelitian ini yaitu jangka Dalam hari 1. 7-10 hari Nominal
2. 11-15 hari
waktu pasien rawat inap dan mendapatkan terapi
3. 15-20 hari
antidiabetik. 4. > 20 hari
24

Variabel Definisi Operasional Pengamatan Kategori Skala


9. Komorbid Komorbid dalam penelitian ini yaitu pasien diabetes Diagnosa 1. Mikrovaskular Nominal
komplikasi
melitus yang disertai komplikasi Retinopati
1. Mikrovaskular
2. Makrovaskular Neuropati

2. Makrovaskular

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah tepi

Pembuluh darah otak


25

3.8 Pengolahan Data


1. Editing data
Editing data merupakan penyeleksian terhadap data yang didapat dengan
memilih data yang memenuhi kriteria penelitian dan dikeluarkan apabila
tidak memenuhi kriteria penelitian.
2. Coding data
Coding data merupakan kegiatan pemberian/pengubahan kode numeik
(angka) terhadap data yang berbentuk kalimat atau huruf.
3. Entry data
Entry data merupakan kegiatan memasukan data yang telah dilakukan
proses editing serta coding dalam bentuk table
4. Cleaning data
Cleaning data merupakan kegiatan pengecekan kembali untuk dilakukan
analisis lebih lanjut

3.9 Analisis Data


Teknik analisis data pada penelitian ini adalah data yang
diperoleh selanjutnya akan dianalisis mengunakan perangkat lunak Statistical
Program for Social Science (SPSS) for windows kemudian disajikan dalam
bentuk tabel, meliputi :
1. Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
dan presentase statistik deskriptif yaitu dengan menghitung mean,
median,range, standar deviasi (SD), maksimum dan minimum untuk data
numerik dan data kategotikal dengan menggunakan perhitungan frekuensi
a. Karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, komorbid)
b. Terapi obat antidiabetik (nama obat, rute pemberian, pola pemberian)
c. Data laboratorium (SGPT,SGOT,Albumin,Bilirubin,PT)
2. Analisis multivariat dengan multiple regression logistic untuk melihat
pengaruh variabel penganggu berupa usia, jenis kelamin, obat lain yang
digunakan, lama pasien menderita diabetes melitus tipe 2, lama pasien
26

menerima antidiabetik, dan komorbid terhadap variabel terikat yaitu profil


fungsi hati pada pasien diabetes melitus tipe 2.
27

4 DAFTAR PUSTAKA

Acharya, A. Wudneh, E. Krishnan, R. Ashraf, A. Ohid, Hassaan. (2016).


Diabetes And Liver An Association: Hepatogenous Diabetes Mechanism
And Some Evidences. Journal Of Cell Science And Therapy 7(6)

Das, J. (2011). Liver Disease Pathophysiology. Clinical Pharmacist, 3: 140–144.

Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Departemen Farmakologi Dan Terapeutik FKUI. (2016). Farmakologi dan


Terapi. (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Ed.) (6th ed.). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Departemen kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical Care Untuk


Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan

Departemen kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pharmaceutical Care Untuk


Penyakit Hati. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan

El-kader, S. M. A., & Ashmawy, E. M. S. E. (2015). Non-alcoholic fatty liver


disease : The diagnosis and management. World Journal Hepatology 7(6):
846–858.

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe. 2(4): 93–101.

Gao, P., & Niu, J. (2019). Metabolic Comorbidities And Risk Of Development
And Severity Of Drug-Induced Liver Injury. Biomed Research International.
2019: 9

Garcia-compean, D., Jaquez-quintana, J. O., Maldonado, H. (2009). Liver


cirrhosis and diabetes : Risk factors , pathophysiology , clinical
implications and management. World Journal Gastroenterol. 15(3): 280–
288.
28

IDAI. (2015). Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe-2. UKK


Endokrinologi Anak Dan Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Kaplowitz, N., & Deleve, L. D. (2007). Drug Induced Liver Disease (2nd ed.).
California: Informa Healtcare USA.

Kawaguchi, T., Taniguchi, E., Itou, M., Sakata, M., Sumie, S., & Sata, M. (2011).
Insulin resistance and chronic liver disease. World Journal Hepatology.
3(5): 99–107.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) . Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Pedoman Pelayanan


Kefarmasian Pada Diabetes Melitus. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kobashi-margáin, R. A., Gutiérrez-grobe, Y., Ponciano-rodríguez, G., Uribe, M.,


& Méndez-sánchez, N. (2019). Prevalence of type 2 diabetes mellitus and
chronic liver disease : A retrospective study of the association of two
increasingly common diseases in Mexico. Annals of Hepatology. 9(3):
282–288.

Linares. F.M., Fernandez. S.P. (2012). Metformin-Induced Hepatotoxicity.


Diabetes Care, 35.

Lorensia, A., Gorisalam, E. (2016). Analisis Masalah Terkait Obat Pengobatan


Antidiabetes Pada Pasien Sirosis Hati Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Suatu Rumah Sakit Di Surabaya. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Lu, Ren-Jie., Zhang, Yan., Tang, Feng-Lei., Zheng, Zhong-Wei., & Fan, Zheng-
Da. (2016). Clinical Characteristics Of Drug ‑ Induced Liver Injury And
Related Risk Factors. Experimental And Therapeutic Medicine, 12: 2606–
2616.

Mohamed, J. (2016). Mechanisms of Diabetes-Induced Liver Damage The role of


oxidative stress and inflammation. 16: 132–141.
29

Papazafiropoulou, A., & Melidonis, A. (2019). Antidiabetic agents in patients


with hepatic impairment. World Journal of Meta- Analysis. 7(8): 380-388

Perkumpulan Endokrin Indonesia. (2015). Konsensus Pengelolaan Dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI

Reza, A., & Rachmawati, B. (2017). Perbedaan Kadar SGOT Dan SGPT Antara
Subyek Dengan Dan Tanpa Diabetes Melitus. 6(2): 158–166.

Rosida, A. (2016). Pemeriksaan laboratorium penyakit hati. Berkala Kedokteran.


12(1): 123–131.

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis


edisi keempat. Jakarta: CV Sagung Seto.

Shahbaz, A., Aziz, K., Umair, M., & Sharifzadeh, M. (2018). Acute Liver Injury
Induced By Sitagliptin : Report Of Two Cases And Review Of Literature.
Cureus, 10(6): 10–12.

Sherlock, S., & Dooley, J. (2002). Diseases of the liver and biliary system.United
State of America: Blackwell publishing.

Sthephan, K. (2009). Dose Adaption Of Drugs In Patiens With Liver Disease,


(Basel).

Suryaatmadja, M. (2009). Pemeriksaann Laboratorium Uji Fungsi Hati, 11, 2–8.

Thapa, B. R., & Walia, A. (2007). Liver Function Tests and their Interpretation.
Indian Journal of Pediatrics. 74: 67–75.

Tjay, R. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat Penggunaan Dan Efek-Efek


Sampingnya (6th ed.). Jakarta.

Verbeeck, R. (2008). Pharmacokinetics And Dosage Adjustment In Patients With


Hepatic Dysfuntion.

Zhang, L., Chen, Q., Li, L., Kwong, J. S. W., Jia, P., & Zhao, P. (2016). Alpha-
Glucosidase Inhibitors And Hepatotoxicity In Type 2 Diabetes : A
Systematic Review And Meta- Analysis. Nature Publishing Group, 1–8.
30

5 LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian

Presentasi proposal di Program Studi Farmasi FMIPA


Universitas Pakuan

Pengurusan izin, pengajuan kaji etik di RSUP Fatmawati

Penelusuran dokumen berupa rekam medik pasien


terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 di RSUP Fatmawati

Melakukan skrining untuk melihat rekam medik terpilih


sudah memenuhi kriteria inklusi atau belum

Pengambilan data dan pencatatan data hasil rekam medik

Mengelola data penelitian

Menganalisis data penelitian

Kesimpulan
Lampiran 2. Monografi Antidiabetik Oral

Golongan Mekanisme Metabolisme dan eksresi obat Nama Generik Dosis Normal Dosis pada gangguan Efek Samping
Obat Kerja fungsi hati
Sulfonilurea Merangsang Di metabolisme di hati menjadi Glibenclamid 2,5-20 mg/ - Efek samping
sekresi insulin di metabolit (~100%), diekskresikan 50% 12-24 jam utama berupa
kelenjar pankreas dalam empedu dan 50% dalam urin 1-2 kali/ hari, hipoglikemia dan
sebelum peningkatan berat
makan badan
Di metabolisme di hati menjadi Glipizide 5-20 mg/ 12- 2,5 mg/hari dan
metabolit tidak aktif <10%, 16 jam dimonitor efek terapi.
diekskresikan tidak berubah dalam urin 1 kali/ hari,
dan feses 11% sebelum
makan
Di metabolisme di hati < 5% dan Gliclazide 80-320 mg/ 24 Kontraindikasi pada
diekskresikan tidak berubah dalam jam gangguan hati parah
Urin 1 kali/ hari,
sebelum
makan
Di metabolisme di hati 95%, Gliquidone 15-120 mg/ 6-
diekskresikan dalam empedu 5% dan 8 jam
juga diekskresikan dalam urin 1-3 kali/ hari,
sebelum
makan
Golongan Mekanisme Dosis pada gangguan
Metabolisme dan eksresi obat Nama Generik Dosis Normal Efek Samping
Obat Kerja fungsi hati
Di metabolisme di hati dalam bentuk Glimepiride 1-8 mg/ 24 Tidak direkomendasikan
metabolit tidak aktif, diekskresikan ~ jam untuk gangguan hati
60% dalam urin, dan ~40% dalam tinja 1 kali/ hari, yang parah, terapi
sebelum dimulai dengan 1 mg/hari
makan dan titrasi dengan hati-
hati
Repaglinide dimetabolisme dihati 4-16 mg/ 24
Dimulai dengan dosis
melalui oksidasi dan dealkilasi oleh jam
yang lebih rendah.
sitokrom P450. Repaglinide 1 kali/ hari,
Repaglinide Penggunaan hati-hati
dieliminasi 90% dalam tinja (<2% obat saat/sesudah Efek samping yang
karena resiko terjadi
tidak berubah), 8% dalam urin (0,1% makan mungkin terjadi
Meningkatkan hipoglikemia.
obat tidak berubah) berupa
Glinid sekresi insulin di
Dimetabolisme dihati, melalui sitokrom Nateglinide 120 mg/ 4 jam Tidak ada penyesuaian hipoglikemia dan
kelenjar pankreas
P450 isoenzim CYP2C9 (70%) dan 3 kali/ hari, dosis. Gunakan hati-hati peningkatan berat
CYP3A4 (30%). Dimetabolisme saat/ sesudah pada pasien dengan badan
melalui hidroksilasi dan diikuti oleh makan gangguan hati sedang
glukuronidasi. Nateglinide dieliminasi hingga berat.
pada urin (83%) dan tinja (10%)
Golongan Mekanisme Dosis pada gangguan
Metabolisme dan eksresi obat Nama Generik Dosis Normal Efek Samping
Obat Kerja fungsi hati
Biguanid Menekan Metformin tidak dimetabolisme dihati Metformin 500-3000 mg/ Dosis maksimum, 1500 Gangguan saluran
produksi glukosa dan dieksresikan utuh dalam urin 6-8 jam mg/hari cerna: Dispepsia,
hati dan 1-3 kali/hari, diare, asidosis laktat
menambah bersama /
sensitifitas sesudah
terhadap insulin makan

Tiazolidindion Meningkatkan Piogltazone dimetabolisme dihati Pioglitazone 15-45 mg/ 24 Maksimal, 30 mg/hari Efek samping
jumlah protein menjadi metabolit primer dengan jam dengan utama berupa
pengangkut bantuan enzim CYP450. Pioglitazone 1 kali / hari, pemantauan fungsi hati edema
glukosa, sehingga dimetabolisme secara ekstensif oleh tidak
meningkatkan hidroksilasi dan oksidasi; sebagian tergantung
ambilan glukosa metabolit juga dikonversi menjadi jadwal makan
dijaringan perifer glukuronida atau konjugat sulfat.
Pioglitazone dieksresikan tidak berubah
pada empedu dan dieliminasi pada tinja
Golongan Mekanisme Metabolisme dan eksresi obat Nama Generik Dosis Normal Dosis pada gangguan Efek Samping
Obat Kerja fungsi hati
Penghambat Bekerja dengan Acarbose hanya dimetabolisme di Acarbose 50–100 mg 3 Tidak ada penyesuaian Flatulen, tinja
α-glukosidase menperlambat dalam saluran pencernaan oleh bakteri kali dosis lembek
absorbsi glukosa usus dan juga enzim pencernaan pada setiap hari saat
dalam usus halus, tingkat yang lebih rendah. Acarbose makan
sehingga dieksresikan melalui urin
mempunyai efek
menurunkan
kadar glukosa
darah sesudah
makan
Penghambat Menghambat Sitagliptin sebagian besar tidak Sitagliptin 100 mg/ 24 Dapat digunakan untuk Dapat menyebabkan
DPP-IV kerja enzim DPP- dimetabolisme, dengan 79% dari dosis jam gangguan hati ringan sebah dan muntah
(Dipeptidyl IV sehingga GLP- diekskresikan utuh dalam urin. 1 kali/hari, hingga sedang. Tidak
Peptidase IV) 1 (Glucose Like Dimetabolisme terbatas terutama tidak perlu penyesuaian dosis
Peptide-1) tetap melalui CYP3A4 dan CYP2C8. bergantung
dalam konsentrasi Sitagliptin 79% diekskresikan utuh jadwal makan
yang tinggi dalam dalam urin. 87% dieliminasi dalam urin
bentuk aktif dan 13% dalam feses
Golongan Mekanisme Dosis pada gangguan
Metabolisme dan eksresi obat Nama Generik Dosis Normal Efek Samping
Obat Kerja fungsi hati
Penghambat Menghambat Metabolisme melalui glukuronidasi dan Empagliflozin 10 mg/ 24 jam Tidak ada penyesuaian Dehidrasi, infeksi
SGLT-2 penyerapan diekskresi 54,4% urin, 41,2% tinja 1 kali/hari, dosis. Kontra indikasi saluran kemih
kembali glukosa tidak pada disfungsi hati yang
ditubuli distal bergantung parah
ginjal jadwal makan

Sumber : (PERKENI, 2015)., (American Pharmacist Association, 2009)


Lampiran 3. Monografi Insulin

Jenis Insulin Onset Puncak Efek Lama Kerja Kemasan

Insulin analog kerja cepat (rapid-acting)


Insulin Lispro (Humalog) Pen /cartridge
5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
Insulin Aspart (Novorapid)
Pen, vial
Insulin Glulisin (ApidraR)
pen

Insulin manusia kerja pendek = Insulin Reguler (Short-Acting)


Humulin R Vial, pen /cartridge
Actrapid 30-60 menit 2-4 jam 6-8 jam

Insulin manusia kerja menengah = NPH (Intermediate-Acting)


Humulin N Vial, pen /cartridge
Insulatard 1,5–4 jam 4-10 jam 8-12 jam
Insuman Basal

Insulin analog kerja panjang (Long-Acting)


Insulin Glargine (Lantus) Hampir tanpa puncak
Insulin Detemir (Levemir) 1–3 jam 12-24jam Pen
Lantus 300
Jenis Insulin Onset Puncak Efek Lama Kerja Kemasan

Insulin analog kerja ultra panjang (Ultra Long-Acting)


Degludec (Tresiba)* 30-60 menit Hampir tanpa puncak Sampai 48 jam

Insulin manusia campuran (Human Premixed)


70/30 Humulin
(70% NPH, 30% reguler) 30-60 menit 3–12 jam
70/30 Mixtard
(70% NPH, 30% reguler)

Insulin analog campuran (Human Premixed)


75/25 Humalogmix
(75% protaminlispro, 25% lispro) 12-30 menit 1-4 jam

70/30 Novomix
(70% protamineaspart, 30% aspart)

50/50 Premix

Note: NPH:neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro.


Nama obat disesuaikan dengan yang tersedia di Indonesia. *Belum tersedia di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai