Kesimpulan : Penelitian ini telah mengidentifikasi karakteristik responden berupa usia, jenis
kelamin, frekuensi serangan, sisi hemiparese dan admision time. Rata-rata umur responden
kelompok intervensi I adalah 60.73 tahun, sedangkan kelompo intervensi II 58.80 tahun. Sebagian
besar kelompok intervensi I berjenis kelamin perempuan (60%) sedangkan kelompok intervensi II
adalah laki-laki (73.30%). Baik kelompok intervensi I maupun kelompok intervensi II sebagian
besar datang dengan serangan stroke pertama (86.70%). Kelompok intervensi I sebagian besar
memiliki hemiparese pada tangan kiri (73.30%) sedangkan kelompok intervensi II sebagian besar
mengalami hemiparese pada tangan kanan (60%). Berdasarkan admission time, sebagian besar
responden pada kelompok intervensi I maupun intervensi II datang ke rumah sakit kurang dari 6
jam (66.70%). Rata-rata nilai kekuatan otot meningkat sesudah diberikan latihan ROM, baik pada
kelompok intervensi I maupun kelompok intervensi II, hal ini menunjukan bahwa latihan ROM
baik dengan SEFT atau tanpa SEFT berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pasien stroke.
Terdapat perbedaan peningkatan kekuatan otot antara responden yang melakukan latihan ROM
tanpa SEFT dan latihan ROM + SEFT, dari hasil penelitian didapatkan bahwa latihan ROM +
SEFT meningkatkan kekuatan otot lebih baik dibandingkan dengan latihan ROM tanpa SEFT
Tidak terdapat kontribusi faktor perancu : usia, jenis kelamin, sisi hemiparese, frekuensi serangan,
dan admission time pada pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pasien
hemiparese akibat stroke
Judul jurnal : PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK DAN
STROKE HEMORAGIK DI RUANG NEUROLOGI DI RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL
(RSSN) BUKITTINGGI TAHUN 2011
Kata kunci : Ischemic Stroke, Hypertension, Odds Ratio
Penulis jurnal : Irwana Usrin , Erna Mutiara , Yusniwarti Yusad
Latar belakang : Stroke iskemik adalah penyakit yang dimulai dengan serangkaian perubahan di otak
yaitu diserang sehingga pasokan darah ke otak akan terhambat, jika tidak segera diobati akan
akhiri dengan kematian otak. Kejadian stroke iskemik adalah sekitar 70-85% dari total
kejadian stroke. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk stroke iskemik. Semakin tinggi
tekanan darah pasien, kemungkinan stroke lebih besar, karena hipertensi dapat mempercepat
pengerasan pembuluh nadi dan menyebabkan kehancuran lemak di sel otot polos sehingga
mempercepat proses aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
hipertensi pada kejadian stroke iskemik di ruang neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi pada 2011.
Tujuan penelitian : untuk mengetahui PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP KEJADIAN
STROKE ISKEMIK DAN STROKE HEMORAGIK DI RUANG NEUROLOGI DI RUMAH
SAKIT STROKE NASIONAL (RSSN) BUKITTINGGI TAHUN 2011
Metode penelitian : enis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan
rancangan studi cross-sectional. Studi cross-sectional digunakan untuk mempelajari hubungan
antara faktor risiko dengan efek atau penyakit (Ghazali, 2011). Penelitian ini dilakukan di Rumah
Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi. Lokasi penelitian ini dipilih dengan alasan bahwa
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi merupakan rumah sakit yang menjadi pusat
rujukan untuk penanganan penderita stroke. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012
sampai dengan bulan Januari 2013. Data 4 yang dikumpulkan adalah data penderita stroke rawat
inap, baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik di ruang neurologi yang diperoleh dari rekam
medik Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi tahun 2011. Populasi adalah data
penderita stroke yang dirawat inap di ruang neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Bukittinggi dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2011 sebanyak 510 kasus. Sampel
adalah data penderita stroke yang dirawat inap di ruang neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional
(RSSN) Bukittinggi yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 244 kasus. Sampel penelitian ini
terdiri dari 146 pasien stroke iskemik dan 98 pasien stroke hemoragik dengan kriteria inklusi
sampel yaitu pasien yang mengalami stroke pertama kali dengan usia ≤60 tahun, dirawat dengan
diagnosa utama stroke, dan data riwayat penyakit termasuk hasil laboratoriumnya (gula darah
sewaktu, HDL dan LDL) yang tercatat dengan lengkap. Analisis data dilakukan secara bertahap,
yaitu dengan analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat
Hasil penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kejadian stroke iskemik di ruang
neurologi pada PT
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi cukup besar yaitu 59,8% dari total kasus stroke.
Hipertensi ditemukan secara signifikan mempengaruhi kejadian stroke iskemik setelah dikontrol oleh
status diabetes mellitus dengan Odds Ratio (OR) sebesar 8,462, itu berarti risiko stroke iskemik
di antara pasien dengan hipertensi akan menjadi 8 kali lebih besar dari pasien tanpa hipertensi
setelah disesuaikan dengan status diabetes mellitus (95% CI 3,780; 18,944).
Kesimpulan : Dari 244 pasien yang diteliti, sebanyak 146 orang yang mengalami stroke iskemik
dan 98 orang yang mengalami stroke hemoragik, dengan proporsi kejadian stroke iskemik di ruang
neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi tahun 2011 yaitu sebesar 59,8%. 2.
Berdasarkan analisis bivariat (uji chisquare) didapatkan bahwa variabel yang memengaruhi
kejadian stroke iskemik yaitu hipertensi, diabetes melitus dan hiperkolesterolemia. Namun
berdasarkan analisis multivariat (Analisis Regresi Logistik Ganda) terbukti bahwa hipertensi
berpengaruh terhadap kejadian stroke iskemik setelah dikontrol oleh diabetes melitus. 3. Besarnya
Odds Rasio (OR) hipertensi terhadap kejadian stroke iskemik setelah dikontrol oleh diabetes
melitus adalah sebesar 8,462. Hal ini berarti 9 penderita hipertensi memiliki risiko mengalami
stroke iskemik 8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak hipertensi setelah dikontrol oleh
diabetes melitus (95% CI 3,780 ; 18,944). 4. Persamaan model regresi logistik yang didapatkan
yaitu: Logit p (SI) = -0,971 + 2,136 (HT) + (-0,848) (DM) 5. Kepada pasien yang memiliki riwayat
hipertensi agar mengontrol tekanan darahnya guna mencegah terjadinya stroke. 6. Kepada pasien
dengan riwayat hipertensi dan diabetes melitus agar mengontrol tekanan darah dan kadar gula
darahnya guna mencegah terjadinya stroke dan stroke ulangan. 7. Kepada pihak rumah sakit agar
melakukan pencatatan untuk jumlah pasien stroke pertahunnya bukan hanya jumlah kunjungan
pertahun.