Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

2.1 Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap

harkat dan martabat manusia serta pengakuan terhadahak asasi manusia di bidang

hukum. Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia bersumber pada

Pancasila dan konsep Negara Hukum, kedua sumber tersebut mengutamakan

pengakuan serta penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan

ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya

sebagai manusia.18

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-

kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya

19
ketertiban dalam pergaluan hidup antar sesama manusia.

18
Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. hlm. 3
19
Muchsin. Op Cit. hlm. 14

27
28

Sarana perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a . Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perundang- undangan dengan maksud untuk mencegah suatu

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam

melakukan sutu kewajiban.

b . Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi

seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

2.2 Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-

Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau

consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata

consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.

Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen

kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia

memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.20

20
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit
Media, 2001), hlm. 3.
29

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, dijelaskan pengertian konsumen sebagai

berikut:

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

A.Z. Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni:21

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan

untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara, adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa

untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk

diperdagangkan (tujuan komersial).

c. Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali (non komersial).

Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau koper), tetapi

semua orang (perseorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi jasa dan/atau

barang. Jadi, yang paling penting terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer

21
A.Z.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, ( Jakarta : Diadit
Media, 2007 ), hal. 29
30

transaction) berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan

kenikmatan dalam menggunakannya.22

2.2.1 Unsur – Unsur Konsumen

Unsur-unsur definisi konsumen :23

a. Setiap Orang

Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus

sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan

keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim di sebut natuurlijke person

atau termasuk juga badan hukum (rechtpersoon). Tentu yang paling tepat tidak

membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Undang-

undang perlindungan konsumen tampaknya berusaha menghindari penggunaan

kata produsen sebagai lawan kata konsumen. Untuk itu, digunakan kata pelaku

usaha yang bermakna lebih luas.

b. Pemakai

Sesuai dengan bunyi penjelasan pasal 1 angka (2) Undang-undang perlindungan

konsumen, kata pemakai menekankan, konsumen adalah konsumen akhir

(ultimate consumer). Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam

rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/atau jasa yang

dipakai tidak serta-merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen

tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk

22
Shidarta, Op.cit, hal 6.
23
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2000), hlm. 4-9.
31

memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum

antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of

contract).

c. Barang dan/atau Jasa

Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminology

tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk sudah berkonotasi barang atau

jasa. Undang-undang perlindungan konsumen mengartikan barang sebagai setiap

benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak

bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk

diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

d. Yang Tersedia dalam Masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di

pasaran (pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK). Dalam perdagangan yang makin

kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi di tuntut oleh masyarakat

konsument. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah bisa

mengadakan transaksi terlebih dulu sebelum bangunannya jadi. Bahkan, untuk

jenis-jenis transaksi konsumen tertentu, seperti futures trading, keberadaan barang

yang diperjualbelikan bukan sesuatu yang diutamakan.

e. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain dan Makhluk Hidup

Lain
32

Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk

memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan

untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu untuk makhluk

hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dari sisi teori kepentingan, setiap

tindakan manusia adalah sebagai dari kepentingannya.

f. Barang dan/atau jasa itu tidak dapat diperdagangkan

Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini

dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam

peraturan perlindungan konsumen di berbagai Negara. Secara Teoritis hal

demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian

konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti

itu.

2.3 Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pengertian

konsumen sendiri adalah orang yang mengkonsumsi barang atau jasa yang

tersedia dimasyarakat baik untuk digunakan sendiri ataupun oranglain dan tidak

untuk diperdagangkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 1 menerangkan mengenai

pengertian dari perlindungan konsumen, adalah :


33

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”

2.3.1 Jenis – Jenis Perlindungan Konsumen

Jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu :

1. Perlindungan Priventif

Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan

membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa

tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan

atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau menggunakan

atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu

tersebut.

2. Perlindungan Kuratif

Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan

atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu oleh konsumen. Dalam hal ini perlu

diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh

dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya

konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal ini

seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau

pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia

mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.


34

2.4 Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen sendiri menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999, bertujuan untuk :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalm memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan

keselamatan konsumen.

2.4.1 Asas – Asas Perlindungan Konsumen

Asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:


35

1. Asas manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua

pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang

kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus

memperoleh hak-haknya.

2. Asas keadilan

Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta

pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat

memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbangan.

3. Asas keseimbangan

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha

serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih

dilindungi.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Diharapkan penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau digunakan.


36

5. Asas kepastian hukum

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan

memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta

negara menjamin kepastian hukum.

Dengan diundangkannya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, maka diharapkan akan dapat memberikan pengaruh

positif terhadap pelaku usaha dan konsumen sekaligus. Bahwa perlindungan

konsumen sebenarnya tidak hanya bermanfaat bagi kepentingan konsumen, tetapi

juga bagi kepentingan pelaku usaha.24

2.5. Hak Dan Kewajiban Konsumen

2.5.1 Hak konsumen

Langkah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen harus

diawali dengan upaya untuk memahami hak-hak pokok konsumen, yang dapat

dijadikan sebagai landasan perjuangan untuk mewujutkan hak-hak tersebut.

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.

Hak konsumen berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4

adalah sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang/jasa.

24
Endang sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikat dan Keterikatannya dengan
Perlindungan Konsumen, (Bandung : Citra Aditia, 2003), hal.87
37

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar

dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang/jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang

digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika

barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak konsumen yang tersebut diatas berguna untuk melindungi

kepentingan konsumen, sebagaimana tercantum dalam tujuan dari perlindungan

konsumen yaitu mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen. Sehingga

diharapkan konsumen menyadari akan hak-haknya dan pelaku usaha diharuskan

untuk memerhatikan apa saja perbuatan-perbuatan usaha yang dilarang menurut

Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga tidak ada lagi pelanggaran

hak-hak konsumen.
38

2.5.2 Kewajiban konsumen

Setelah mengetahui hak-hak sebagai seorang konsumen, kurang rasanya

jika tidak membahas juga tentang kewajiban sebagai seorang konsumen.

Kewajiban konsumen diatur di dalam pasal 5 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang di dalam pasal tersebut kewajiban konsumen adalah:

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

3. Membayar sesuai nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut. Ketika dirasa ada keluhan terhadap barang/jasa yang telah

didapat, konsumen perlu secepatnya menyelesaikan masalah tersebut dengan

pelaku usaha.

Dalam hal ini kewajiban konsumen tak kalah penting jika dibandingkan

dengan hak konsumen, meskipun jika di bandingkan dengan hak konsumen, tidak

banyak yang diatur di dalam kewajiban konsumen namun, adakalanya hal-hal

kecil yang menjadi kewajiban sebagai konsumen luput dari perhatian yang pada

akhirnya berdampak pada tidak berfungsinya hak-hak kita sebagai konsumen.

Sebagai konsumen, kitalah yang harus paling hati-hati saat masuk kedalam proses

membeli suatu produk, dari saat memilih hingga mutuskan untuk membeli serta

pada akhirnya menggunakan produk tersebut.


39

2.6. Pengertian Pelaku Usaha

Dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menentukan bahwa “pelaku usaha adalah setiap orang perorangan

atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan

hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi”.

Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan pengertian “pelaku usaha adalah

setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan

hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai

kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”. Dari kedua pengertian tersebut terdapat

kesamaan dari pengertian pelaku usaha.

Pada penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha

adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor

dan lain- lain. Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat
40

dipisahkan dari hak-hak dan kewajiban produsen. Berdasarkan Directive,

pengertian “produsen”meliputi : 25

1) Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang

manufaktur mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang

timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila

kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen

dalam proses produksinya.

2) Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk.

3) Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-

tanda lain pada produk menampakan dirinya sebagai produsen dari suatu

barang.

2.6.1 Hak dan kewajiban pelaku usaha

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan

kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK

adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

25
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, h. 41.
41

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya

Kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku.

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan.
42

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Anda mungkin juga menyukai