Anda di halaman 1dari 17

TEORI KEPRIBADIAN

SIGMUND FREUD

OLEH

Nama : Fanny Kholilah Nst

Npm : 1501090093

Semester : XI (Sebelas)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TAPANULI SELATANFAKULTAS


ILMU KEGURUAN DAN PENDIDIKANPROGRAM STUDI
PENDIDIKAN EKONOMIPADANGSIDIMPUAN
2021
KATA PENGANTAR

Makalah ini dibuat untuk memberikan tambahan wawasan ilmu tentang teori


psikoanalisis Sigmund Freud, biografi Sigmun Freud, pembahasan tentang struktur
kepribadian, dinamika kepribadian serta perkembangan kepribadian menurut
Sigmun Freud.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan,
arahan, saran, serta bantuan yang telah diberikan untuk menjadikan makalah ini
lebih baik, kepada:
1.     Dwi Meiliyana, M.Psi, Psikolog selaku dosen pengempu mata kuliah Psikologi
Kepribadian 1,
2.    Orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil dan
doanya selama ini sehingga makalah ini selesai tepat waktu,
3.   Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan hidayah-Nya atas segala
amal perbuatan yang diberikan.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Penulis
juga berusaha semaksimal mungkin dalam  penyelesaiannya. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat menyempurnakan penulisan
makalah ini.
 Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penyusunan makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………      i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………     ii

BAB I        PENDAHULUAN …………………………………………………………     1

                   1.1 Latar Belakang …………………………………………………………    2

                   1.2  Rumusan Masalah………………………………………………………    2

                   1.3  Batasan Masalah  ………………………………………………………    2

                   1.4  Tujuan Penulisan ………………………………………………………    2

                   1.5  Metode Penulisan………………………………………………………    2

BAB II      PEMBAHASAN  …………………………………………………………      3

                   2.1  Biografi Sigmund Freud ………………………………………………     3

                   2.2  Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud ……………………………     3

                   2.3  Struktur Kepribadian  …………………………………………………         4  

                          2.3.1  Tingkat Kehidupan Mental   ……………………………………    4

                          2.3.2  Wilayah Pikiran…………………………………………………    4

                   2.4  Dinamika Kepribadian…………………………………………………   6 

                          2.4.1  Insting Sebagai Energi Psikis……………………………………   6

                          2.4.2  Jenis-Jenis Insting ………………………………………………    7

                          2.4.3  Kecemasan………………………………………………………    8

                          2.4.4  Mekanisme Pertahanan Ego ……………………………………    9

                   2.5  Perkembangan Kepribadian……………………………………………  11

BAB III     PENUTUP…………………………………………………………………   12

                   3.1  Kesimpulan ……………………………………………………………  12

                   3.2 Saran ..…………………………………………………………………  13

DAFTAR PUSTAKA 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai
kepribadian baik. Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka
dengan adanya mata kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pribadi yang
mempunyai kepribadian yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan
atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam
situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam
banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi
adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor
tetangga atau bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut
oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim
dan saleh, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis
kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan
orang lain. kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana
kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah
laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang baik.
Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu
dapat dihindari. Psikologi kepribadian adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi.
Psikologi kepribadian merupakan salah satu ilmu dasar yang penting guna
memahami ilmu psikologi. Manusia sebagai objek material dalam pembelajaran ilmu
psikologi tentu memiliki kepribadian dan watak yang berbeda satu dengan yang
lainnya bahkan tidak semua orang dapat memahami kepribadian dirinya sendiri. Hal
itulah yang menjadi latar belakang kami membuat makalah tentang teori
psikoanalisis Sigmund Freud, seperti yang kita ketahui, bahwa teori kepribadian
Sigmund Freud adalah yang paling kontroversial. Teori Psikoanalisis, menjadi teori
yang paling komprehensif diantara teori kepribadian lainnya.
  
1.2  Rumusan Masalah

1.    Bagaimanakah teori kepribadian psikoanalisis menurut Sigmund Freud ?


2.    Apa saja yang dibahas mengenai kepribadian yang diungkapkan oleh Freud?

1.3  Batasan Masalah

1.      Biografi Sigmund Freud


2.      Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
3.      Struktur Kepribadian
4.      Dinamika Kepribadian
5.      Perkembangan Kepribadian

1.4  Tujuan Penulisan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai teori
psikoanalisis Sigmund Freud, biografi Sigmund Freud, struktur kepribadian,
dinamika kepribadian serta perkembangan kepribadian menurut Sigmun Freud.
Selain itu tim penulis mengharapkan dengan adanya makalah ini maka pembaca
akan lebih memahami tentang apa yang ditulis dalam makalah ini.

1.5  Metode Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah pustaka.
Metode pustaka yaitu dengan mencari beberapa referensi dari berbagai judul buku.
Dan dari referensi itu dirangkum dan dikumpulkan serta diambil kesimpulan
sehingga makalah ini selesai.
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1                       Biografi Sigmund Freud

Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 mei 1856 dan meninggal
di London, 23 september 1939 berasal dari keluarga Yahudi. Mempunyai seorang
isteri bernama Martha Barneys dan mempunyai 6 orang anak, seorang putrinya,
Anna Freud menjadi penganut freudinamisme.
Sigmund Freud masuk Fakultas Kedokteran Universitas Wina pada tahun 1873-
1881, spesialisasi dokter ahli syaraf dan penyakit jiwa (psikiatri). Pada tahun 1894
Freud belajar terapi histeri pada Jean Caharcot di Paris. Tahun 1895 ia kembali ke
Wina bekerja sama dengan Dr. Joseph Breuer, dengan metode asosiasi bebas.
Tahun 1895 Freud bersama Breuer menulis tentang kasus-kasus histeri. Tahun
1902 ia membentuk kelompok psikologi di Wina. Tahun 1908 Freud diundang oleh
George Stanley Hall ke USA dan memberi ceramah-ceramah pada pertemuan-
pertemuan Dies Natalis Universitas Clark. Freud menjadi terkenal di seluruh dunia.
Tahun 1909 Freud digabungi oleh Alfred Adler dan Carl Gustav Jung. Tahun 1923
Freud kena penyakit kanker rahang dan pernah dioperasi sampai 30 kali. Tahun
1928 Nazi berkuasa di Austria, Freud menyingkir ke Inggris dan meninggal dunia di
London 1939.

2.2                       Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

Sumbangan Freud dalam teori psikologi kepribadian substansial sekaligus di


antara teori kepribadian substansial sekaligus kontroversial. Teori Psikoanalisis
menjadi teori yang paling komprehensif di antara teori kepribadian lainnya, namun
juga mendapat tanggapan yang banyak baik tanggapan positif maupun negatif.
Peran penting dari ketidaksadaran beserta insting-insting seks dan agresi yang ada
di dalamnya dalam pengaturan tingkah laku, menjadi karya/temuan monumental
Freud. Sistematik yang dipakai Freud dalam mendiskripsi kepribadian menjadi tiga
pokok yaitu : struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan
kepribadian.

2.3      Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar,
prasadar, dan tak sadar. Pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural
yang lain, yakni id, ego dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama
tetapi melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi dan
tujuannya.
2.3.1 Tingkat Kehidupan Mental
1.    Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu.
Menurut Freud hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi,
perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness).
2.    Prasadar (Preconscious)
Prasadar disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran
yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh
perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah
ke daerah prasadar.
3.    Taksadar (Unconscious)
Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut
Freud merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud
membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah
kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa
dari lahir, dan pengalam-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak)
yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.
2.3.2 Wilayah Pikiran
1.  Id (Das Es)
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian
akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi
yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam
daerah tak sadar, mewakili subjektivitas yang tidak pernah sisadari sepanjang usia.
Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang
digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Plesure
principle diproses dengan dua cara :
a.    Tindak Refleks (Refleks Actions)
Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata
dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera
dapat dilakukan.
b.   Proses Primer (Primery Process)
Adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi
atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks,
seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan
khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak
mampu menilai atau membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan
inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.
2.  Ego (Das Ich)
Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego
beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan
yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda
kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan
kebutuhan.
Ego adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian, yang memiliki dua tugas
utama ; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana
yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan
dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang
resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego
yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
3.  Superego (Das Ueber Ich)
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi
memakai prinsip idealistik (edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan
id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia
tak punya sumber energinya sendiri. Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam
satu hal penting – superego tak punya kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan
superego akan kesempurnaan pun menjadi tidak realistis.
Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience) dan
ego ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara jelas tetapi secara umum,
suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku
yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan,
sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas
perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan.
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum
dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran.
Ada tiga fungsi superego ; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik
dengan tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan
agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, (3) mengejar
kesempurnaan.

2.4  Dinamika Kepribadian
Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau
komposisi kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip
motivasional untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan
manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta
menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis
dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.
2.4.1 Insting Sebagai Energi Psikis
Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut
pemuasan misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis
sebagai kekurangan nutrisi, dan secara psikologis dalam bentuk keinginan makan.
Hasrat, atau motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi
psikis dan kumpulan enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan
enerji yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian. Enerji insting dapat
dijelaskan dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong
(impetus) yang dimilikinya :
1.      Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut
keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan
mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar.
2.      Tujuan insting : adalah menghilangakan rangsangan kejasmanian, sehingga
ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh
meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan) ialah
menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan cara makan.
3.      Obyek insting : adalah segala aktivitas yang menjadi perantara keinginan dan
terpenuhinya keinginan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi
termasuk pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang timbul karena isnting itu.
Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya makanan, tetapi meliputi kegiatan
mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan itu.
4.      Pendorong atau penggerak insting : adalah kekuatan insting itu, yang
tergantung kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar
orang (sampai batas tertentu) penggerak insting makannya makin besar.
2.4.2 Jenis-Jenis Insting
1. Insting Hidup (Life Instinct)
Insting hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang menjamin survival dan
reproduksi, seperti lapar,haus dan seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting
hidup itu disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam
bentuk insting hidup, namun dalam kenyataannya yang paling diutamakan adalah
insting seksual (terutama pada masa-masa permulaan,sampai kira-kira tahun 1920).
Dalam pada itu sebenarnya insting seksual bukanlah hanya untuk satu insting saja,
melainkan sekumpulan insting-insting, karena ada bermacam-macam kebutuhan
jasmaniah yang menimbulkan keinginan-keinginan erotis.
2. Insting Mati (Death Instinct)
Insting mati disebut juga insting-insting merusak (destruktif). Insting ini
berfungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak
begitu dikenal. Akan tetapi adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa
tiap orang itu pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud
merumuskan bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif
insting mati yang terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah
pengrusakan diri yang diubah dengan obyek subtitusi.

Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan.
Makan misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif,
yang dapat dipuaskan dengan menggigit, menguyah dan menelan makanan.
2.4.3 Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori
kepribadian. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian
kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika
kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan
individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman
ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas
atau takut. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego
karena memberi sinyal ada bahaya di depan mata.
Kecemasan akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman.
Hanya ego yang bisa memproduksi atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik
id, superego, maupun dunia luar terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan:
realistis, neurotis dan moral. Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya
kecemasan neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada superego memunculkan
kecemasan moral, dan ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan
kecemasan realistis.

1.    Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)


Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini
menjadi asal muasal timbulnya kecemasan neurotis dan kecemasan moral.

2.    Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)


Adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau
figur penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri,
yang diyakininya bakal menuai hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena
orang tua belum tentu mengetahui pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya
orang tua mengetahui juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan
figur pemberi hukuman dalam kecemasan neurotis bersifat khayalan.

3.    Kecemasan Moral (Moral Anxiety)


Adalah kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul ketika orang melanggar
standar nilai orang tua. Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak mirip,
tetapi memiliki perbedaan prinsip yakni : tingkat kontrol ego pada kecemasan moral
orang tetap rasional dalam memikirkan masalahnya sedang pada kecemasan
neurotis orang dalam keadaan distres – terkadang panik sehingga mereka tidak
dapat berfikir jelas.
2.4.4 Mekanisme Pertahanan Ego
Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego (ego defense
mechanism) sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan
terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego
atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Menurut Freud mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan
banyak macamnya, adapun mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan
sehari-hari ada tujuh macam, yaitu :
1.    Identifikasi (Identification)
Cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau
mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan
hasratnya dibanding dirinya. Diri orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang
dianggap dapat membantu mencapai tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat
mana yang membuat tokoh itu sukses sehingga orang harus mencoba
mengidentifikasi beberapa sifat sebelum menemukan mana yang ternyata
membantu meredakan tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang positif disebut
Introyeksi.
Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan,
yaitu :
a.    Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah
hilang.
b.   Untuk mengatasi rasa takut.
c.    Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan
khayalan mental dengan kenyataan.

2.    Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)


Manakala obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapt dicapai karena
ada rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu
direpres kembali ke ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang
berarti pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan
obyek yang dapat mereduksi tegangan.
Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah
kompromi antara tuntutan insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga
reaksi kompromi. Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu :
a.    Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi,
diterima masyarakat sebagai kultural kreatif.
b.   Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh
masih mirip dengan kepuasan aslinya.
c.    Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan.
Gagal memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang
lain.
3.    Represi (Repression)
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan
segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan
keluar dari kesadaran.

4.    Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)


Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan
tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan
frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi)
pada tahap perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena
merasa puas dan aman ditahap itu.
Frustasi, kecemasa dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap
perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap
perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau
progresif. Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon
dengan regresi. Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau
progres disebut fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau
regresi

5.    Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi
kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang
mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu
terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri.

6.    Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-
sifat positif orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru
gaya tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat
meningkatkan harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu
merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa
mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara
mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
perilaku orang lain.

7.    Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)


Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang
menimbulkan kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam
kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi
persahabatan. Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu
impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi : bagaimana cinta sejati
dibedakan dengan cinta-reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat
serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif

2.5  Perkembangan Kepribadian
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap
infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap
infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga
fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian
ditentukan terutama oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga
tahap seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks,
dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat
kepuasan seksual (erogenus zone)

1.    Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)


Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari
kehidupan individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka
adalah mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan
atau air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi
merupakan tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan.

2.    Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)


Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase
ini, fokus dari energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan
atau kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau
menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada
aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan
mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang
kotorannya.

3.    Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)


Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu
fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat
kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan
mempermainkannya dengan maksud memperoleh kepuasan. Pada fase ini
masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi
peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai
pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini
adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada
laki-laki) dan penis envy (pada perempuan). Oedipus complex adalah kateksis obyek
seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang
tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari
ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak perempuan ingin memiliki
ayahnya dan menyingkirkan ibunya.

4.    Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)


Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode
peredaan impuls seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari
tidak adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis.
Jadi, fase laten lebih sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan
psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni
mengganti kepuasan libido dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang
intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase ini
anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik
dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).

5.    Fase Genital
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja.
Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-
tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda
seksual primer. Pada fase ini kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu
mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan
orang lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari
kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek
diluar, seperti : berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain
jenis, perkawinan dan keluarga.  
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang
terdiri dari tiga unsur atau sistem yakni id, ego dan superego ketiga sistem
kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas.
1.         Id, adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang didalamnya terdapat
naluri-naluri bawaan. Untuk  dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang
bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-
sistem terebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
Dalam menjalankan fungsi dan operasinya, id bertujuan untuk menghindari keadaan
tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.
2.     Ego, adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada
dunia objek tentang kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip
kenyataan. Ego tebentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak
dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego adalah upaya
memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu.
3.        Superego,  adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan
yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Adapun fungsi utama dari
superego adalah :
·   Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-
impuls teresbut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh
masyarakat.
·    Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari pada dengan
kenyataan.
·      Mendorong individu kepada kesempurnaan.

Freud menyatakan gagasan bahwa energy fisik bisa diubah menjadi energy
psikis, dan sebaliknya. Yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah
id dengan naluri-nalurinya (insting).
1.    Insting
2.    Macam-macam insting
3.    Penyaluran dan penggunaan energi psikis
4.    Kecemasan
5.    Mekanisme Pertahanan Ego, yang dapat diuraikan menjadi tujuh macam
mekanisme pertahanan ego, yaitu :
·       Identifikasi
·       Displecement
·       Represi
·       Fiksasi and Regresi
·       Proyeksi
·       Introyeksi
·       Pembentukan Reaksi
Freud menyatakan bahwa pada manusia terdapat lima fase atau tahapan
perkembangan yang kesemuanya menentukan bagi pembentukan kepribadian. Lima
fase tersebut adalah :
1.    Fase Oral
2.    Fase Anal
3.    Fase Falis
4.    Fase Laten
5.    Fase Genital

3.2 Saran
Dalam pembentukan suatu kepribadian sangat penting pengaruh peran dalam
keluarga terutama orang tua. Sehingga sejak dini dibentuk, diajarkan dan dibiasakan
berkepribadian yang baik. Keluarga memberi teladan, sikap, tingkah laku,
berkomunikasi yang baik dengan tetangga serta lingkungan masyarakat. Mari kita
pelajari tentang keperibadian diri, agar kita dapat bersikap baik, sopan, dan tidak
bersikap kasar terhadap orang lain. Dengan mempelajari kepribadian diri kita dapat
mengubah diri kita menjadi orang yang professional. 
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang:  UMM Press.


Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba
Humanika.
Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Anda mungkin juga menyukai