Anda di halaman 1dari 7

PELESTARIAN NASKAH-NASKAH KUNO DI MUSEUM PRABU GEUSAN ULUN SUMEDANG

Sutiono Mahdi dan Ade Kosasih


Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran
Email : sutiono.mahdi@unpad.ac.id

ABSTRAK. Naskah atau manuskrip kuno telah menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah Republik Indonesia. Banyaknya naskah-
naskah kuno yang tidak sempat lagi untuk dilestarikan menjadi alasan kuat akan perhatian tersebut. Perpustakaan yang memang salah
satu perannya sebagai tempat pelestarian bahan pustaka dituntut agar dapat mengoptimalkan peran tersebut, khususnya pada koleksi
naskah kuno. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya dan kendala yang dihadapi oleh Pengelola Museum Prabu Geusan Ulun
Sumedang dalam pelestarian naskah kuno. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif
yakni untuk mendeskripsikan mengenai fakta-fakta tentang bagaimana upaya dan kendala- kendala yang dihadapi dalam pelestarian
naskah kuno di Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan
dokumentasi. Analisis data kualitatif dalam mengolah tiap-tiap data yang diperolah dari lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada beberapa upaya yang dilakukan oleh PengelolaMuseum Prabu Geusan Ulun Sumedang dalam melestarikan naskah kuno yaitu
laminasi, fumigasi, alih media ke dalam bentuk microfilm serta transliterasi dan terjemahan. Adapun kendala yang dihadapi dalam
pelestarian naskah kuno antara lain kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam bidang transliterasi dan terjemahan, anggaran, serta
sarana dan prasarana yang tidak memadai untuk proses pengembangan dalam pelestarian naskah kuno.

Kata kunci: naskah kuno, pelestarian dan perbaikan

ABSTRACT. Efforts have been done by Pengelola Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang in order to preserve its all
manuscripts tcollections. The current study is aimed to discover and describe those efforts and barriers faced by its institution
in preserving and conservating their manuscripts collections. The qualitative approach was used. Some informan were
selected to answer structure questions regarding its focus study. The study found that lamination, fumigation, and repackaging
manuscripts into digital object were the general tasks done by its librarians. In addition, transliteration and translation were
also duties for the librarians. Some barriers challenged by the library were human resources who can understand the content
of the manuscripts, fund, and facilities that can be used to support its works. However, the library has been put some valuable
efforts to keep all manuscripts well.

Key words: manusripts, preservation and conservation

PENDAHULUAN memberikan informasi kepada masyarakat khususnya


dalam informasi manuskrip. Manuskrip merupakan
Museum adalah sebuah gedung yang digunakan tulisan tangan dan harus dipertahankan wujud asli
sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda, seperti dari manuskrip tersebut, meskipun dialih mediakan
peninggalan sejarah, seni dan ilmu (Kamus Besar Bahasa ke dalam bentuk digital.
Indonesia, 2005: 766). Di wilayah Jawa Barat terdapat Untuk melestarikan hasil pemikiran masyarakat
beberapa museum yang menyimpan peninggalan tertulis usaha yang dilakukan oleh Pengelola Museum Prabu
berupa naskah yang jumlahnya ratusan. Naskah-naskah Geusan Ulun Sumedang seperti melakukan ekspedisi
tersebut sebagian besar tersimpan di museum, salah naskah kuno dalam rangka mengumpulkan seluruh
satunya terdapat di Jawa Barat, yaitu Museum Prabu naskah kuno yang terdapat di Sumedang. Naskah
Geusan Ulun Sumedang. kuno yang terdapat di Sumedang banyak yang berisi
Menurut Nindya (2008:1) menyatakan naskah mengenai silsilah raja-raja, kebudayaan, agama dan
lain sebagainya.
kuno merupakan khasanah budaya yang penting,
Untuk memudahkan para pengunjung, Pengelola
baik secara akademis maupun sosial budaya. Naskah
Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang menyediakan
merupakan warisan budaya yang berisi beranekaragam
katalog naskah yang berisi ringkasan seluruh naskah
teks karya cipta masyarakat lama yang dapat digunakan
yanng terdapat di Pengelola Museum Prabu Geusan
untuk penelitian keagamaan, falsafah, kesejarahan,
Ulun Sumedang serta melakukan transliterasi dan
kesusastraan, kebahasaan, persoalan adat istiadat, terjemahan dari aksara Pegon kedalam bahasa yang
perundang-undangan dan kajian-kajian dengan sudut mudah dipahami oleh pengunjung, sebab koleksi
pandang yang lain. Jadi dapat disimpulkan naskah kuno yang dominan dimiliki oleh Pengelola Museum
adalah segala bentuk hasil karya manusia yang berbentuk Prabu Geusan Ulun Sumedang adalah koleksi dengan
tulisan yang usianya sudah berpuluh-puluh tahun, yang menggunakan aksara Pegon.
harus dilestarikan dan dirawat sedemikian rupa guna Kenyataan yang terjadi di lapangan yaitu kemung-
memberikan informasi kepada generasi berikutnya. kinan masih banyak manuskrip yang diolah dan
Demikian halnya Pengelola Museum Prabu ditangani dengan kurang baik dikarenakan kurangnya
Geusan Ulun Sumedang selalu berusaha menjalankan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya naskah-
tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya yakni naskah kuno tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mudah. Sejak zaman purba pustakawan telah menemukan
untuk membahas dan meneliti tentang upaya musuh bahan pustaka berupa kutu buku, rayap, kecoa,
pelestarian manuskrip di Museum Prabu Geusan dan berbagai jenis kutu lainnya. Berbagai usaha yang
Ulun Sumedang yang berjudul “Pelestarian Naskah telah dilakukan oleh pustakawan untuk membasmi
Kuno di Museum Geusan Ulun Sumedang ”. berbagai kutu buku itu dengan efektif dan efisien. Tujuan
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia pelestarian bahan pustaka ialah melestarikan hasil budaya
Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang- cipta manusia, baik yang berupa informasi fisik dari
undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, bahan pustaka tersebut (Martoatmodjo, 2009 : 1.2).
mengatur tentang naskah kuno. Namun kata “kuno” yang Dalam usaha perawatan bahan pustaka, ada istilah-
terdapat dalam UU tersebut berbeda dengan istilah yang istilah baku yang biasa digunakan pada lingkungan
biasa digunakan dalam dunia ilmu perpustakaan dan Museum yaitu, pelestarian (preservasi), pengawetan
informasi (library and information science), kata kuno (konservasi), dan perbaikan (restorasi) (Almah, 2012 :
yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik 163).
Indonesia Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Istilah pelestarian atau preservation mencakup
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007, biasanya disebut semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka dan
dengan istilah “kuna”. Namun demikian dalam tulisan arsip, termasuk di dalamnya kebijakan pengelolaan,
ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik keuangan, sumber daya manusia metode dan teknik,
Indonesia Nomor 24 Tahun 2014 yang menggunakan serta penyimpanan. Artinya bahwa pelestarian bahan
istilah kuno. Dimana definisi naskah kuno itu sendiri pustaka menyangkut pelestarian dalam bidang fisik
yakni semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tetapi juga pelestarian dalam bidang informasi yang
tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di terkandung di dalamnya (Hidayah, 2010 : 8).
dalam negeri maupun diluar negeri yang berumur paling Bahan pustaka adalah salah satu unsur penting
rendah 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai dalam sebuah perpustakaan, sehingga harus dilestarikan
kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan. mengingat nilainya yang mahal. Bahan pustaka disini
Dalam dunia ilmu perpustakaan dan informasi berupa manuskrip (naskah kuno). Upaya pelestarian
(library and information science), naskah kuno sering naskah kuno bisa melalui penyimpanan di perpustakaan
disebut juga dengan istilah manuskrip (manuscripts). atau museum serta mengolah dan mengkaji ulang isi yang
(manuscript : manu scriptus) adalah dokumen kuno terkadung di dalamnya kemudian dimanfaatkan oleh
yang tertulis atau ditulis tangan. Manuskrip biasa masyarakat luas.
juga disebut naskah kuno. Manuskrip berisi fakta dan Dalam ruang lingkup perpustakaan, pelestarian
bukti otentik tentang pengetahuan, adat istiadat, serta (preservasi) merupakan pekerjaan untuk memelihara
perilaku masyarakat pada masa lalu. Oleh sebab itu ilmu dan melindungi koleksi atau bahan pustaka sehingga
pengetahuan, khususnya bidang kesusastraan, sejarah tidak mengalami penurunan nilai dan bisa di
sosial politik manusia akan lebih objektif jika berdasarkan manfaatkan oleh masyarkat dalam jangka waktu yang
pada sumber asli yang dalam hal ini di antaranya termuat lama.
dalam naskah kuno atau manuskrip (Alimin, 2010 : 18). Pengertian preservasi bahan pustaka ini menyang-
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 kut usaha yang bersifat preventif, kuratif dan juga
: 877) Manuskrip merupakan naskah tulisan tangan mempermasalahkan faktor- faktor yang mempengaruhi
yang menjadi kajian filologi; naskah baik tulisan tangan pelestarian bahan pustaka tersebut. Dalam strategi peles-
(dengan pena, pensil maupun ketikan bukan cetakan). tarian (preservasi) naskah kuno, terdapat dua pendekatan
Sedangkan naskah merupakan karangan yang masih di yang dilakukan, yaitu pendekatan terhadap naskah dan
tulis dengan tangan; karangan seseorang yang belum pendekatan terhadap teks dalam naskah (isi naskah)
diterbitkan; bahan-bahan berita yang siap untuk diset; (Primadesi, 2010 : 121).
rancangan (KBBI, 2008 : 954) Preservasi adalah semua unsur pengelolaan,
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan keuangan, penyimpanan alat- alat bantu, ketenagakerjaan
bahwa manuskrip (manuscript) atau naskah kuno maupun metode yang digunakan untuk melestarikan
merupakan hasil pemikiran masyarakat masa lampau bahan pustaka, dokumentasi, arsip, maupun informasi
pada suatu wilayah, baik berupa nilai sejarah, kebiasaan, yang di kandungnya. (Lasa, 2009 : 287).
adat istiadat, ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan Menurut Quraisy (2012 : 131) mengemukakan
yang dituangkan dalam bentuk tulisan berusia kurang bahwa preservasi adalah upaya pelestarian yang sifatnya
lebih 50 tahun dan harus dilestarikan keberadaannya. menjaga koleksi untuk tetap utuh seperti kondisinya
Perawatan dan pelestarian bahan pustaka bukanlah saat ini. Sedangkan International Federation of Library
hal yang baru bagi sebuah perpustakaan. Apalagi dalam Association (IFLA) mendefenisikan preservasi adalah
hal pelestarian manuskrip (naskah kuno). Koleksi bahan mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan
pustaka perlu dirawat dan dilestarikan untuk mewariskan pustaka, keuangan, ketenagaan, metode dan teknik, serta
ilmu pengetahuan dan yang terkandung di dalam koleksi penyimpanannya.
untuk generasi yang akan datang. Namun demikian, tugas Naskah kuno perlu untuk dilestarikan keberadaan-
pelestarian dan perawatan tersebut bukanlah tugas yang nya agar tidak musnah dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pelestarian merupakan suatu usaha pekerjaan untuk deterjen dan air hangat. Perbaikan kerusakan tidak dapat
memelihara dan melindungi koleksi atau bahan pustaka dilakukan sampai minyak dihapus karena pada saat
sehingga, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dalam perbaikan menggunakan perekat dan perekat tidak akan
jangka waktu lama. Tujuan pelestarian naskah untuk menempel pada permukaan lontar yang berminyak.
melestarikan kandungan informasi yang terdapat di Untuk melindungi lontar terhadap debu dan
dalam naskah. pengaruh lingkungan lainnya setelah dibersihkan lontar
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sebaiknya dibungkus dapat menggunakan kertas bebas
pengertian preservasi adalah usaha untuk mengelola asam atau kain. Biasanya kain yang digunakan berupa
dan menjaga bahan pustaka tetap utuh sehingga dapat kain katun atau menggunakan bahan silk karena secara
dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama. tradisional dapat berfungsi menghindari dari serangan
Konservasi secara umum diartikan dengan serangga bookworm.
pelestarian, namun dalam khasanahnya sangat banyak Salah satu cara yang paling penting untuk
pengertian yang ada berbeda pula implikasinya. Konser- mencegah kerusakan manuskrip lontar adalah dengan
vasi dapat diartikan: 1) Kebijakan dan kegiatan yang melakukan penyimpanan yang benar. Lontar dapat
mencakup melindungi bahan pustaka dari kerusakan. disimpan dalam kotak-kotak kayu atau kotak yang
Kegiatan ini mencakup metode dan teknik yang digunakan dibuat dari karton bebas asam dan disimpan didalam
dan dilakukan oleh teknisi. Kegiatan konservasi yang kabinet yang khusus. Di bentuk dilakukan dengan cara
biasanya dilakukan adalah deadifikasi, enkapsulasi, atau mengikat dengan tali pada bagian tengah lalu dijepit
laminasi, membuat film mikro, penyimpanan dalam menggunakan kayu dengan ukuran yang lebih tebal dari
bentuk digital atau elektronik; 2) Penggunaan prosedur lontar.
kimia atau fisika dalam pemeliharaan dan penyimpanan dalam
kabinet tersebut sebaiknya diletakkan naftalen untuk
pustaka untuk menjamin keawetan pustaka (Lasa 2009: melindungi dari serangga serta
gell untuk menjaga agar kelembaban tempat
180). silica
penyimpanan selalu kering. Manuskrip
Konservasi adalah seni menjaga sesuatu agar yang sudah tua sebaiknya disimpan dalam kotak
lontar
tidak hilang, terbuang, dan rusak atau dihancurkan. terpisah. Agar lontar tidak berubah
Konservasi naskah kuno adalahperlindungan,
pengawetan dan pemeliharaan naskah kuno atau Dalam istilah konservasi di dunia perpustakaan
dengan kata lain menjaga naskah kuno tersebut terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan
dalam keadaan selamat atau aman dari segala yang dalam pemeliharaan bahan pustaka atau manuskrip
dapat membuatnya rusak atau terbuang (Primadesi, diantaranya:
122). Defenisi Pengawetan (Conservation) oleh IFLA
dibatasi pada kebijaksanaan dan cara khusus dalam a) Fumigasi
melindungi bahan pustaka dan arsip untuk kelestarian 1) Dilakukan ruangan penyimpanan buku;
keleksi. di buku ruang fumigasi
2) Membawa ke sedangkan ruang
Menurut Quraisy (2012:131) mengemukakan penyimpanan
bahwa konservasi merupakan upaya yang dilakukan disemprot dengan bahan kimia pembunuh serangga dan
oleh pihak pengelola perpustakaan untuk melestarikan kemudian dibersihkan;
setiap koleksinya dengan cara melakukan perbaikan
2) Dilakukan dalam almari terutama kalau jumlah
ulang terhadap kerusakan yang ada. Sedangkan menurut
buku sedikit (Hidayah, 2010 : 9).
Martoatmodjo (2009: mendefenisikan konservasi adalah
kebijaksanaan dan cara khusus dalam melindungi bahan
b) Menghilangkan keasaman pada kertas (deadifikasi)
pustaka dan arsip untuk kelestarian koleksi tersebut.
Deadifikasi (deadification) adalah kegiatan peles-
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam konservasi
tarian bahan pustaka dengan cara menghentikan
manuskrip seperti konservasi lontar dilakukan sebagai
proses keasaman yang terdapat pada kertas. Dalam
upaya menyelamatkan manuskrip dari kehancuran.
proses pembuatan kertas, ada campuran zat kimia
Beberapa kegiatan konservasi yang dilakukan untuk
yang apabila zat tersebut terkena udara luar, membuat
menyelamatkan fisik lontar dari kerusakan dan
kertas menjadi asam. Proses ini berlangsung
kehancuran adalah sebagai berikut: Lontar hendaknya
terus walau kertas menjadi buku atau yang lain
selalu dibersihkan agar terhindar dari debu dan kotor.
(Martoatmodjo, 2009 : 4.12).
Pembersihan pada lontar dapat dilakukan dengan
c) Laminasi dan Enkapsulasi
menggunakan air dengan bantuan kapas. Lontar juga
Manuskrip, naskah, dokumen kuno biasanya mudah
dapat dibersihkan dengan menggunakan larurtan ethly
lapuk dan hancur sehinggap perlu diawetkan dengan
alkohol. Bahan kimia ini cukup baik dan tidak akan
bahan kimia (coating) atau disebut dengan proses
merusak tulisan dan aman untuk lontar. Noda tanah
laminasi. Laminasi artinya melapisi bahan pustaka
pada lontar dapat dihilangkan dengan dengan proses
dengan kertas khusus, agar bahan pustaka menjadi
dry cleaning yaitu dengan menggunakan sikat halus dan
lebih awet. Proses laminasi biasanya digunakan untuk
penghapus. Minyak yang sudah mengering pada lontar
kertas-kertas yang sudah tidak dapat diperbaiki dengan
sebaiknya dihilangkan dengan cara merendam dalam
cara lain misalnya menjilid, menambal, menyambung,
dan sebagainya. Naskah, manuskrip dan dokumen agar fisik naskah terjaga dan membuatnya kokoh
kuno kertas yang biasanya dipakai mudah lapuk dan (Primadesi, 122).
hancur sehingga diawetkan dengan disemprot bahan Perbaikan atau restoration menurut defenisi yang
kimia (coating) atau dengan proses laminasi (Almah, diberikan oleh IFLA menunjuk pada pertimbangan
2013 : 167). Sedangkan Enkapsulasi adalah salah satu dan cara yang digunakan untuk memperbaiki
cara melindungi kertas dari kerusakan yang bersifat bahan pustaka dan arsip yang rusak.
fisik, misalnya rapuh karena umur, pengaruh asam,
karena dimakan serangga, kesalahan penyimpanan Menurut Lasa (2010:258) dalam Kamus Kepus-
dan sebagainya. Pada umumnya kertas yang akan takawanan Indonesia mengemukan bahwa restorasi
dienkapsulasi berupa kertas lembaran seperti naskah (restoration) biasa juga disebut reparasi, yakni tindakan
kuno, peta, poster, dan sebagainya yang umumnya khusus yang dilakukan untuk memperbaiki bahan pustaka
sudah rapuh. Enkapsulasi mirip dengan menempatkan atau dokuemn lain yang rusak atau lapuk.
bahan pustaka pada amplop yang terbuat dari plastik, Untuk melakukan restorasi harus melihat keadaan
tetapi dalam enkapsulasi tidak ada udara di dalamnya manuskrip tersebut, karena tiap kerusakan fisik perlu
seperti pada amplop (Martoatmodjo, 2009 : 4.21- ditangani dengan cara yang berbeda. Hal ini dikarenakan
4.22). cara manuskrip rusak ada bermacam-macam, tergantung
d) Penjilidan sebab dan jenis kerusakan. Menurut Primadesi dalam
Penjilidan merupakan salah satu kegiatan yang sebuah tulisan tentang peran masyarakat lokal dalam
penting dalam perpustakaan. Karena usia, kondisi pelestarian naskah-naskah kuno paseban menyatakan
ruang penyimpanan yang tidak sesuai, pemakaian Langkah-langkah melakukan restorasi naskah kuno
yang relatif sering dan salah, dimakan serangga atau antara lain :
jamur, dan lain- lain dapat mengakibatkan bahan a) Membersihkan dan melakukan fumigasi;
pustaka menjadi rusak. Penjilidan adalah kegiatan b) Melapisi dengan kertas khusus (doorslagh) pada
pemeliharaan yang dilakukan melalui perbaikan fisik. lembara naskah yang rentan;
Upaya ini relatif murah dan efektif. Bahan pustaka c) Memperbaiki lembaran naskah yang rusak dengan
yang dapat dijilid adalah bahan yang sudah rusak serta bahan arsip;
majalah/jurnal yang dilanggan dan sudah lengkap d) Menempatkan di dalam tempat aman (almari)
(Almah, 2013 : 166). e) Menempatkan pada ruangan ber AC dengan suhu
e) Reproduksi udara teratur.
Reproduksi adalah jenis pemeliharaan yang dilaku-
kan dengan memproduksi ulang bahan pustaka Menurut Wirawati adapun upaya yang dapat
dalam bentuk fotokopy atau mikro dengan tujuan dilakukan dalam perbaikan manuskrip seperti manuskrip
penggandaan dan penambahan agar koleksi yang lontar antara lain:
tergolong langka dapat dilestarikan. Reproduksi
dilakukan untuk merawat bahan pustaka yang langka a) Tulisan pudar
dan mudah rusak (Almah, 2012 : 168). Lontar yang tulisannya pudar dapat dilakukan
Dalam upaya pengawetan manuskrip (naskah kuno) penghitaman kembali dengan menggunakan kemiri
harus memperhatikan jenis tinta yang digunakan. bakar yang telah ditumbuk halus sehingga akan
Namun manuskrip atau naskah kuno mengandung keluar minyak dari kemiri tersebut.
kadar asam karena tinta yang digunakan. Tinta yang b) Lontar kaku/kering
digunakan pada manuskrip terbuat dari karbon, Pelemasan terhadap lontar dilakukan untuk
biasanya jelaga, dicampur dengan gum arabic. Tinta mengembalikan bentuk lontar sesuai aslinya. Untuk
ini menghasilkan gambar yang sangat stabil. Agar memberikan fleksibilitas pada lontar dapat juga
kondisinya tetap baik, keasamannya hilang, manuskrip dilakukan dengan meminyaki menggunakan minyak
dibungkus dengan kertas khusus, lalu disimpan dalam kayu aras, minyak serai, kayu putih cengkeh dan
kotak karton bebas asam. Ini merupakan salah satu minyak wijen. Tetapi dapat juga digunakan gliserin
cara melakukan konservasi terhadap manuskrip yang dicampur alkohol dengan perbandingan 1:1.
(Primadesi, 122). Untuk menjaga kelenturan dapat dilakukan dengan
penguapan selanjutnya di press dengan cara menjepit
3) Restorasi (Perbaikan) diantara dua buah kayu.
Setelah kita mengetahui berbagai macam perusak c) Lontar patah/retak.
bahan pustaka dan macam yang ditimbulkannya, Perbaikan lontar yang retak/patah dilakukan dengan
maka kita harus dapat memperbaikinya. Pekerjaan cara menyambung kembali menggunakan tissue
memperbaiki bahan pustaka disebut restorasi Jepang (Japanese tissue) dengan perekat yang
(Martoatmodjo : 2009, 2.22). Setelah dilakukan digunakan adalah polivinyl asetat (PVA) dan Carboxyl
konservasi, naskah kuno akan mengalami restorasi. Metil celloluse (CMC). Lontar yang patah juga dapat
Restorasi adalah mengembalikan bentuk naskah dienkapsulasi menggunakan plastik polyester (mylar)
menjadi lebih kokoh. Ada teknik-teknik tertentu dengan bantuan double tape sebagai perekat.
METODE Naskah kuno tidak akan bertahan lama jika tidak
ditangani dengan baik sesuai dengan Standar Operasional
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan Prosedur (SOP) yang ada. Naskah kuno rentan mengalami
menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan kerusakan mengingat usia dari naskah kuno itu yang cukup
informasi mengenai upaya pelestarian manuskrip di lama. Bahkan lebih tua dari umur kita sendiri. Untuk
Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang. itu, Pengelola Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang
Penelitian ini berupaya memberikan gambaran melakukan beberapa upaya untuk mempertahankan
mengenai upaya pelestarian manuskrip di Museum fisik dari naskah kuno itu sendiri, diantaranya dengan
Prabu Geusan Ulun Sumedang, penelitian ini juga melakukan laminasi. Laminasi dilakukan dengan mela-
untuk memberikan gambaran tingkat kerusakan naskah pisi naskah kuno, arsip, bahan pustaka dengan kertas
sebagai bahan masukan terhadap institusi/lembaga khusus, tujuannya mempertahankan fisik dari sebuah
yang bersangkutan tindakan apa yang selanjutnya harus koleksi. Laminasi untuk bahan pustaka seperti buku, arsip
dilakukan untuk memperbaiki kerusakan koleksi. maupun naskah kuno pada dasarnya sama, hanya saja
Pengumpulan data adalah cara-cara untuk mem- proses untuk laminasi berbeda. Tergantung dari kerusakan
peroleh data-data yang lengkap, objektif dan dapat bahan pustaka seperti naskah kuno, arsip maupun buku.
dipertanggung jawabkan kebenarannya sesuai dengan Laminasi menggunakan bahan-bahan khusus, seperti lem
permasalahan penelitian. yang digunakan menggunakan bahan metil celulosa, air
Setelah melakukan pengumpulan data, maka yang digunakan untuk menghilangkan zat asam pada
penulis mengolah data tersebut dan menganalisisnya kertas pun menggunakan bahan calsium carbonat atau
dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai dengan menggunakan air suling. Jika air suling tidak ada,
sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah bisa menggunakan air aqua biasa yang bebas dari kaporit.
dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, Laminasi digunakan untuk melindungi fisik
dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya (Moleong, naskah kuno sekaligus melestarikan nilai informasi
2014 : 274). yang terkadung di dalamnya. Bukan hanya laminasi
Analisis data hasil penelitian menggunakan metode yang dilakukan dalam melestarikan bahan pustaka,
reduksi data yaitu setelah menelaah data dari berbagai seperti arsip, buku maupun naskah kuno. Setelah proses
sumber mulai dari pencatatan data dilapangan, reduksi laminasi dilakukan perawatan berkala, dimana perawatan
data, display data kemudian membuatkan kesimpulan berkala dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun sesuai
dari data yang dihasilkan, sesuai dengan analisis data kebutuhan. Akan tetapi pada dasarnya melakukan
yang digunakan. fumigasi itu sendiri sebaiknya dilakukan 2 sampai 3
Naskah kuno memiliki peranan yang sangat kali dalam satu tahun dengan tujuan untuk membunuh
penting bagi perpustakaan mengingat nilai informasi serangga dalam ruangan tempat penyimpanan naskah
yang terkandung didalamnya bernilai tinggi, sehingga maupun ruangan tempat penyimpanan arsip dan bahan
perlu perhatian khusus serta penanganan yang khusus pustaka lainnya. Fumigasi dilakukan dengan menyemprot
oleh orang-orang yang memiliki keahlian di bidang ruangan dengan menggunakan obat-obatan khusus untuk
preservasi itu sendiri. membunuh serangga seperti kecoa, rayap, dan binatang
yang merusak bahan pustaka.
HASIL DAN PEMBAHASAN Seiring perkembangan teknologi, Pengelola Museum
Prabu Geusan Ulun Sumedang melakukan alih media
Pengelola Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang ke dalam bentuk microfilm. Untuk memudahkan para
menjalankan tugasnya dalam hal menghimpun, dan pemustaka menemukan informasi yang mereka cari.
melestarikan nilai informasi yang terdapat dalam setiap Bukan hanya alih media kedalam bentuk microfilm,
koleksi naskah kuno di Museum Prabu Geusan Ulun Pengelola Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang
Sumedang. Bukan hanya Pengelola Museum Prabu melakukan alih media ke dalam bentuk elektronik
Geusan Ulun Sumedang yang memiliki tugas untuk untuk melindungi naskah kuno dari kerusakan yang
melestarikan naskah kuno, akan tetapi semua masyarakat disebabkan oleh pemustaka itu sendiri, sebab, masih
memiliki tanggung jawab yang sama, demi melindungi banyak pemustaka yang belum mengetahui bagaimana
nilai informasi yang terkandung di dalamnya sesuai memperlakukan sebuah naskah kuno maupun arsip yang
dengan ketentuan Perda No 3 Tahun 2010 Tentang Penye- mereka baca. Untuk itu, alih media juga memudahkan
lenggaraan Kearsipan Provinsi di dalamnya terdapat pemustaka dalam mencari informasi yang dibutuhkan.
mengenai naskah kuno kemudian ditindak lanjuti dalam Saat ini, untuk membaca sebuah naskah kuno,
Peraturan Gubernur No 64 tahun 2013 tentang Kersipan dibutuhkan keahlian khusus, karena banyaknya naskah
dan Peraturan Pemerintah No 24 tahun 2014 tentang kuno yang menggunakan aksara lontara menyebabkan
Pelaksanaan Undang-Undang No 43 Tahun 2007 tentang banyak pemustaka yang kurang mengerti apa isi yang
Perpustakaan yang memperkuat mengenai pelestarian terkadung di dalam naskah. Mengingat informasi yang
naskah kuno. terkandung di dalam naskah kuno sangat penting,
Pengelola Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang SIMPULAN
melakukan transliterasi dan terjemahan naskah ke
dalam bahasa yang mudah dipahami oleh pemustaka, Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan,
sehingga pemustaka bisa membaca naskah tersebut, dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan
tanpa harus didampingi oleh pustakawan. Upaya ini dokumentasi peneliti dapat menyimpulkan bahwa upaya-
meringankan beban pustakawan dalam memberikan upaya pelestarian manuskrip di Museum Prabu Geusan
pelayanan yang dibutuhkan oleh pemustaka. Ulun Sumedang adalah dengan teknik manual dilakukan
Sebuah lembaga organisasi tidaklah luput dari laminasi dan fumigasi. Sementera dengan bantuan alat-
hambatan maupun kendala yang dihadapi dalam alat teknologi dilakukan alih media naskah ke dalam
mengelolah sebuah organisasi, disamping memberikan bentuk digital. Upaya lainnya yaitu transliterasi dan
kepuasan pelayanan kepada pemustaka, Pengelola terjemahan.
Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang juga berperan Mengenai kendala-kendala yang dihadapai oleh Museum
dalam melindungi segala aset dan peninggalan tertulis
Prabu Geusan Ulun Sumedang dalam mengelola naskah-
yang ada di Sumedang. banyak hambatan yang dihadapi
naskah kuno yaitu biaya dan sarana dan prasarana yang
Pengelola Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang dalam
masih kurang memadai.
melestarikan naskah kuno diantaranya anggaran untuk
biaya pelestarian sangatlah mahal. Sehingga terkadang
DAFTAR PUSTAKA
menghambat pekerjaan pustakawan dalam melakukan
proses pelestarian yang ada. Jika ingin menjadi sebuah
Alimin, K. (2010). “Buletin Perpustakaan UIN Suska
lembaga organisasi yang menyediakan kebutuhan
Riau”, Naskah Kuno dan Urgensinya dalam
sesuai dengan standar prosedur yang ada, harusnya
Islamic Studies di UIN Suska Riau. No. 6 Tahun
pimpinan lebih memperhatikan dan memahami bahwa
IV.
betapa pentingnya sebuah naskah maupun arsip untuk
dilestarikan. Almah, H. (2012). Pemilihan & Pengembangan Koleksi
Dalam melakukan proses pelestarian naskah Perpustakaan. Makassar: Alauddin University
kuno maupun arsip dibutuhkan sarana dan prasarana Press.
yang memadai untuk mendukung kelancaran proses
Arikunto, S. (2007). Prosedur Penelitian suatu
pelestarian. Jika Pengelola Museum Prabu Geusan
Pendekatan Praktik. Jakarta: Reneka Cipta.
Ulun Sumedang ingin mengalih mediakan seluruh
koleksi arsip maupun naskah kuno maka dibutuhkan Cope, A. D. B. (1982). Caring For Book and Document.
sarana dan prasarana yang memadai sehingga pekerjaan London: British Museum Publication.
pustakawan sedikit berkurang. Akan tetapi, tidak Darmono. (2001). Manajemen dan Tata Perpustakaan
menutup kemungkinan seluruh naskah yang sudah di Sekolah. Cet. 1; Jakarta : Gramedia.
alih mediakan suatu saat nanti kita memerlukan bukti
fisik dari sebuah naskah maupun arsip yang ada. Saat ini Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (2003).
belum ada undang-undang yang mengatur bahwa bukti “National Mission for Manuscripts”. Basic
digital dapat digunakan sebagia pertanggung jawaban Minimum Standards for Conservation of Manuscripts.
di mata hukum, karena bukti digital bisa di manipulasi http://www.namami.org/conservation.pdf. India.
sehingga untuk proses pelestarian secara manual masih (30 Oktober 2014).
sangat dibutuhkan di dalam mempertahakan naskah asli
sebagai bukti yang kuat di mata hukum. Bukan hanya Departemen Pendidikan Pusat Bahasa Nasional.
sarana dan prasaran maupun anggaran yang menjadi (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
kendala, akan tetapi SDM yang mempu membaca script- Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
script dalam sebuah naskah masih kurang, sehingga Druziak, J. (1995). “Approprite” Standars for the Indoor
naskah yang ada di Pengelola Museum Prabu Geusan Improvement”. Conservation Administration
Ulun Sumedang masih belum mengalami perkembangan News. Summer Fall No. 37. h.43-52.
mengenai transliterasi dan terjemahan. Sehingga Penge-
Faturahman, O. “Digitalisasi Naskah Indonesia”.
lola Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang memiliki
http://www.mannassa.org/main/sb/inde
beban yang terus dipikul untuk melestarikan warisan
x.php?detail=20091230093750.(10 November
budaya yang ada di Sumedang.
2014).
Untuk itu, demi mempertahankan naskah asli
dari sebuah bahan pustaka maupun arsip Pengelola Gusmanda, R., & Nelisa, M. (2013). “Jurnal Ilmu
Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang masih mela- Informasi dan Kearsipan”. Pelestarian
kukan proses pelestarian secara manual, karena Naskah – Naskah Kuno di Museum Nagari
sebuah museum yang baik harus menyediakan Adityawarman Sumatera Barat. Padang. Web
informasi yang cepat, tepat, dan akurat sesuai dengan Resmi http://download.portalgaruda.org/articl
kebutuhan pengunjung. e.php?article=101443&val=1516 (20 Oktober
2014).
Harvey. (1993). Preservation in Librararies: A Reader. Rajak, M. (1992). Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip,
London: Bowker. Jakarta : Program Pelestarian Bahan Pustaka dan
Arsip.
Hernawan, B. (2014) “Naskah Kuno: Digitalisasi Menuju
Ekonomi Kreatif”. Kompas, 28 November 2014. Republik Indonesia (2014). “Dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2014”
Hidayah, F. N. (2010). “Buletin Perpustakaan UIN Suska
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43
Riau”, Pelestarian Bahan Pustaka Di UIN Sultan
Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta.
Syarif Kasim Riau. No. 6 Tahun IV.
Riduwan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Tesis.
HS, Lasa. 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia.
Bandung: Alfabeta.
Yokyakarta: Pustaka Book Publisher.International
Federation of Library Association. Conservation Saleh, A. R., & Komalasari, R. (2010). Manajemen
and preservation IFLA/UNESCO. Web Resmi Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka.
IFLA/UNESCO. http://www.ifla.org/files/assets/
Satori, J., & Komariah, A. (2013). Metodologi Penelitian
pac/ipi/ipi1-en.pdf. (23 September 2014).
Kualitatif. Cet. 5. Bandung: Alfabeta.
Kent, A. (1978). “Encyclopedia of Library and Information
Sedyawati, E. (2010). Budaya Indonesia: Kajian
Science”, Vol. 27. New York: Marcal Dekker.
Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta: Rajawali
Martoatmodjo, K. (2009). Pelestarian Bahan Pustaka. Press.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Soeatminah. (1992). Perpustakaan, Kepustakawanan
Mathar, Q. (2012). Modul Manajemen dan Organisasi dan Pustakawan. Yokyakarta: Kanisius,
Perpustakaan. Jurusan Ilmu Perpustakaan,
Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif.
Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Alauddin
Jakarta: Alfabeta.
Makassar.
Suherman. (2013). Perpustakaan Sebagai Jantung
Mu’jizah. (2005). Martabat Tujuh: Edisi Teks dan
Sekolah: Referensi Pengelolaan Perpustakaan
Pemaknaan Tanda Serta Simbol. Jakarta: Yayasan
Sekolah. Bandung: Literate.
Naskah Nusantara.
Sulistyo-Basuki. (1993). Pengantar Ilmu Perpustakaan.
Muliyadi, I. (2013). Penggunaan air conditioner sebagai
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
aspek pencegahan terhadap kerusakan bahan
pustaka. Jurnal Ilmu Perpustakaan & Informasi Sulisyaningsih et al. (2007). Teknik Pengelolaan Bahan
Khizanah Al-Hikmah, 1(2), 131-137. Pustaka. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional dan Pusat Pendidikan Pelatihan
Moleong, L. J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Pegawai.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumekar, S. “Perpustakaan Nasional: Ribuan Koleksi
NS, Sutarno. (2006). Manajemen Perpustakaan: Suatu
Naskah Kuno Rusak”. Kompas, 23 November
Pendekatan Praktik. Jakarta: Sagung Seto.
2013.
Pendit, P. L. et al. (2007). Perpustakaan Digital:
Sumiati. (1998). “Buletin Bina Pustaka”,Kerusakan
Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi
Bahan Pustaka dan Pencegahannya. No.
Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
122 (1-6 Tahun 19). Surabaya: Badan Pembina
Permadi, T. dan T Sehanuddin. “Perdagangan Naskah
Perpustakaan Daerah.
Nusantara: Kisah Para Pengumpul Barang
Suwindia, I. (2009). Naskah Klasik Keagamaan. Jakarta:
Antik di Provinsi Jawa Timur”. http://file.upi.edu/
Sejahtera Kita.
Direktori/FPBS/JUR. PEND._BHS._DAN_
SASTRA_IND ONESIA/197006242006041- Wirawati, Made Ayu. “Konservasi Manuskrip Lontar”
http://www.pnri.go.id/iFileDownload.aspx?ID=A
TEDI_PERMADI/Perdagangan_Naska h_Nusantara.pdf
ttachment%5CMajalahOnline%5CMade_Ayu_
(10 Oktober 2014).
Wirayati_ Konservasi manuskrip_Lontar.pdf (19
Primadesi, Y. (2010). “Jurnal Bahasa dan Seni”, Peran Oktober 2014). www.wikipedia.org/wiki/
Masyarakat Lokal Dalam Usaha Pelestarian digitizing.
Naskah-Naskah Kuno Paseban. Vol. II, No. 2 (121-
Yulia, Y, & Sujana, J. G. (2009). Pengembangan Koleksi.
127), http://download.portalgaruda.org/articl e.ph
Jakarta: Universitas Terbuka.
p?article=25090&val=1548&title= (13 Oktober
2014).

Anda mungkin juga menyukai