NIM : 2010611277
Kelas : E
Mata Kuliah : Hukum Pidana
Dosen : Dr. Handoyo Prasetyo, SH, MH
Resume perkuliahan
Pertemuan 9 : Percobaan & Penyertaan
Pasal 53 ayat (1) dan 54 KUHP (Buku I tentang Aturan Umum, Bab IV) mengatur
tentang percobaan
Percobaan terhadap kejahatan tertentu yang tidak dapat dipidana:
1. Percobaan Duel/Perkelahian tanding (Pasal 184 ayat 5)
2. Percobaan pengeniayaan ringan terhadap hewan (Pasal 302 ayat 4)
3. Percobaan penganiyaan biasa (Pasal 351 ayat 5)
4. Percobaan penganiyaan ringan (Pasal352 ayat 2)
Sifat Percobaan :
1. Percobaan sebagai dasar memperluas dapat dipidananya orang
(strafausdehnungsgrund)
2. Percobaan sebagai dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan
(tatbestandausdehnungsgrund)
Unsur-unsur Percobaan :
1. Unsur niat itu sama dengan sengaja dalam segala tingkatan (mayoritas pendapat
sarjana) :
A. Kesengajaan sebagai maksud
B. Kesengajaan sebagai kepastian
C. Kesengajaan sebagai kemungkinan
2. Permulaan Pelaksanaan Menurut Moeljatno, permulaan pelaksanaan harus
memenuhi 3 syarat :
A. Secara objektif, apa yang telah dilakukan terdakwa harus mendekatkan kepada
delik yang ditujukan atau harus mengandung potensi untuk mewujudkan delik
tersebut.
B. Secara subjektif, dipandang dari sudut niat, harus tidak ada keraguan lagi bahwa
yang telah dilakukan oleh terdakwa itu ditujukan pada delik yang tertentu tadi.
C. Bahwa apa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu merupakan perbuatan yang
bersifat melawan hukum
3. Tidak selesainya perbuatan bukan karena kehendak sendiri, yang dituju bukan
karena kehendak sendiri, dapat terjadi dalam hal sbb:
A. Adanya penghalang fisik
B. Walaupun tidak ada penghalang fisik, tetapi tidak selesainya itu disebabkan karena
akan adanya
penghalang fisik.
C.Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor khusus pada objek yang
menjadi sasaran
Ada dua hal yang mengakibatkan tidak sempurnanya percobaan tersebut :
A. alat (sarana) yang dipergunakan tidak sempurna dan
B. objek (sasaran) tidak sempurna.
Ketentuan percobaan dalam UU di luar KUHP
A. Pasal 4 UU Darurat No 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan Dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
B. Pasal 15 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dasar Dipidananya Percobaan :
A. Teori Subjektif
dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sikap batin atau watak yang
berbahaya dari si pembuat (apabila sudah ada niat maka ada perbuatan pelaksanaan).
B. Teori Objektif
dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sifat berbahayanya perbuatan yang
dilakukan oleh si pembuat (apabila kegiatan sudah membahayakan orang lain).
C. Teori Campuran (teori subjektif + teori objektif)
Penyertaan
KUHP tidak memberikan pengertian tentang delik penyertaan (deelneming delicten),
yang ada hanyalah dalam bentuk-bentuk penyertaan baik sebagai pembuat (dader)
maupun sebagai pembantu (medeplichtige).
Bab V KUHP hanya menyebutkan “Penyertaan Dalam Tindak Pidana”
KUHP yang diterjemahkan Moeljatno mempergunakan istilah “Penyertaan Dalam
Melakukan Perbuatan Pidana”
KUHP terjemahan BPHN mempergunakan istilah “Penyertaan Dalam Tindak Pidana”
Dua pandangan tentang filosofi dasar Penyertaan :
1. Sebagai Strafasdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang).
Penyertaan dipandang sebagai persoalan pertanggungjawaban pidana
Penyertaan merupakan suatu delik, hanya bentuknya tidak sempurna.
2. Sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya
perbuatan):
Penyertaan dipandang bentuk khusus dari tindak pidana.
Penyertaan merupakan suatu delik, hanya bentuknya istimewa.
Keterlibatan seseorang dalam peristiwa pidana ini dapat dilakukan secara psikis
maupun fisik, sehingga harus dicari pertanggungjawaban masing-masing orang yang
terlibat dalam peristiwa tersebut. Harus dicari sejauh mana peranan masing-masing
sehingga dapat diketahui sejauh mana pertanggungjawabannya.
Penyertaan (Deelneming) :
Pembuat (dader) : Pasal 55 ayat (1) ke-1 :
Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu
perbuatan pidana: ke-1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan
yang turut serta melakukan perbuatan;
1. Yang Melakukan (pleger) :
Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti
orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti yang
diisyaratkan oleh Undang-Undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak
dikehendaki oleh Undang-Undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun
unsur-unsur obyektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak
pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak (karena digerakkan oleh pihak
ketiga)
2. Menyuruh melakukan (doen pleger) : Doenpleger adalah orang yang menyuruh
orang lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana, Dimana secara yuridis orang
yang disuruh dan akhirnya secara nyata melakukan perbuatan pidana tersebut, harus
merupakan orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana
Didalam doen pleger terdapat dua ciri penting yang membedakannya dengan bentuk-
bentuk penyertaan lainnya.
1. melibatkan minimal dua orang : ▪ dimana satu pihak bertindak sebagai actor
intelectualis, yaitu orang yang menyuruh pihak yang lainnya bertindak sebagai
actor materialis, yaitu orang yang melakukan tindak pidana atas suruhan actor
intelectualis.
2. secara yuridis, actor materialis adalah orang yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana atas tindak pidana yang dilakukannya, karena
dalam dirinya terdapat hal-hal yang merupakan alasan pemaaf.
3. Turut serta (medepleger) : • Adalah dua atau lebih orang bekerja sama secara
sadar dan bersama-sama melakukan perbuatanperbuatan yang secara keseluruhan
mewujudkan delik
Dengan demikian, didalam medepleger terdapat ciri tiga penting yang
membedakannya dengan bentuk penyertaan yang lain.
1. pelaksanaan perbuatan pidana melibatkan dua orang atau lebih.
2. semua yang terlibat, benar-benar melakukan kerja sama secara fisik (saling
membantu) dalam pelaksanaan perbuatan pidana yang terjadi.
3. Terjadinya kerja sama fisik bukan karena kebetulan, tetapi memang telah
merupakan kesepakatan yang telah direncanakan bersama sebelumnya
4. Menganjurkan (uitlokker) : Uitlokker adalah orang yang menganjurkan orang
lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana, dimana orang lain tersebut tergerak
untuk memenuhi anjurannya disebabkan karena terpengaruh atau tergoda oleh upaya-
upaya yang dilakukan oleh penganjur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 ayat (1)
ke – 2 KUHP. 116Pasal 55 ayat (2) butir 2 KUHP
Perbedaan antara menyuruh melakukan dan menganjurkan/membujuk adalah :
➢ Dalam menyuruh melakukan, orang yang disuruh tidak dapat
dipertanggungjawab kan atas perbuatannya itu; sehingga yang dapat dihukum
hanyalah si penyuruh saja sedangkan yang disuruh tidak dikenakan hukuman.
➢ Dalam menganjurkan/membujuk, baik yang menganjurkan/membujuk maupun
yang dianjurkan/dibujuk, kedua-duanya dapat dihukum;
➢ Perbedaan lain ialah bahwa si penganjur /pembujuk hanya dapat dihukum apabila
ia mempergunakan upaya-upaya/cara-cara yang diperinci dalam Pasal 55 ayat (1)
KUHP butir 2.
Penyebutan cara-cara menganjurkan/ membujuk dalam Pasal 55 ayat (1) butir 2
adalah limitatif, tidak dapat ditambah. Jadi apabila upaya-upaya/ cara-cara itu tidak
digunakan, si penganjur/pembujuk tidak dapat turut dihukum
(1) Sebagaimana dalam bentuk menyuruh melakukan, dalam uitlokker pun terdapat
dua orang atau lebih yang masing-masing berkedudukan sebagai
➢ orang yang menganjurkan (actor intelectualis) dan
➢ orang yang dianjurkan (actor materialis).
B. Pembantu (medeplichtigheid) :
1. Membantu pada saat kejahatan dilakukan
2. Membantu pada saat kejahatan belum dilakukan
Pembantu adalah orang yang sengaja memberi bantuan berupa saran, informasi, atau
kesempatan kepada orang lain yang melakukan tindak pidana, dimana bantuan
tersebut diberikan baik pada saat
atau sebelum tindak pidana itu sendiri terjadi. Dikatakan ada pembantuan apabila ada
dua orang atau lebih, yang satu sebagai pembuat, dan yang lain sebagai pembantu
Pembantuan diatur dalam Pasal 56, 57, dan 60 KUHP.
Pasal 56 mengatur mengenai unsur-unsur delik membantu melakukan.
Pasal 57 mengatur tentang pertanggungjawaban orang yang membantu melakukan
tindak pidana.
Pasal 60 mengatur bahwa membantu melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Membantu pada saat kejahatan dilakukan :
Pembantu dalam hal ini ialah mereka yang dengan sengaja melakukan perbuatan
untuk melakukan kejahatan dengan menggunakan salah satu di antara tiga upaya yang
disebut secara limitatif di dalam Pasal 56 ke- 2 tersebut
1) memberi kesempatan atau
2) sarana ataupun
3) keterangan bentuk perbuatan tersebut sering juga disebut consecutive complicity.
Dalam Pasal 57 KUHP yakni mengenai pertanggungjawaban orang yang membantu
melakukan pidana
Pertemuan 10 : Perbarengan
Aturan BAB VI Tentang Perbarengan (Concursus)
Pasal 63 : Perbarengan Peraturan (concursus idealis)
Pasal 64 : Perbuatan Berlanjut (voortgesette handeling)
Pasal 65 : Perbarengan Perbuatan (concursus realis)
Pasal 66 : concursus realis (untuk pidana tidak sejenis)
Pasal 67 : concursus realis (untuk pidana mati / seumur hidup)
Pasal 68 : concursus realis (terkait pidana tambahan)
Pasal 69 : concursus realis (terkait perbandingan beratnya pidana)
Pasal 70 : concursus realis (perbarengan kejahatan dan pelanggaran)
Pasal 71: concursus realis (perkara tidak dimajukan bersama-sama)
Tujuan
Maksud pembentuk undang-undang mengatur perbarengan perbuatan dimaksudkan
untuk membatasi pidana maksimum. Adanya perbarengan perbuatan merupakan hal
yang memberatkan pidana. Di negara Anglo-Saxon atau Common Law System terjadi
akumulasi pidana jika seseorang melakukan beberapa perbuatan pidana. Di negara-
negara yang menganut sistem Eropa Kontinental atau Civil Law System, pranata
perbarengan perbuatan ini dianut untuk membatasi penjatuhan pidana yang ekstrim.
Asumsinya, ketika seseorang melakukan suatu perbuatan pidana, maka seharusnya
negara segera menghukumnya untuk mencegah timbul perbuatan pidana berikutnya.
Namun karena kelalaian negara, sehingga terdakwa dalam kondisi yang demikian
berhak atas pengurangan hukuman.
Ada dua pandangan terkait perbarengan perbuatan pidana ini:
perbarengan perbuatan pidana adalah masalah pemberian pidana.
perbarengan perbuatan pidana sebagai bentuk khusus dari suatu perbuatan pidana
Stelsel pidana dalam perbarengan perbuatan
Perbuatan
Schaffmeister, Keijzer dan Sutorius memberi makna kata perbuatan yaitu :
perbuatan yang sebenarnya terjadi.
perbuatan yang dituduhkan.
perbuatan yang sudah dibuktikan.
Menurut Wirjono prodjodikoro, Gabungan tindak pidana (samenloop van strafbare
feiten) dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
Seseorang dengan satu perbuatan melakukan beberapa tindak pidana, yang
dinamakan “gabungan berupa satu perbuatan” (eendaadsche samenloop), (Pasal
63 KUHP);
Seseorang yang melakukan beberapa perbuatan atau yang masing-masing
merupakan tindak pidana, tetapi dengan adanya hubungan antara satu sama lain,
dianggap sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan (voortgesette handeling), (Pasal
64 KUHP); dan
Seseorang melakukan perbuatan yang tidak ada hubungan satu sama lain, dan
masing-masing merupakan tindak pidana, yang dinamakan “gabungan beberapa
perbuatan” (meerdaadsche samenloop), (Pasal 65 dan 66 KUHP).
Concorus realis.
Concursus realis atau perbarengan perbuatan atau meerdaadse samenloop berarti
pelaku melakukan lebih dari satu perbuatan pidana
makna perbuatan dalam concursus realis harus diartikan sebagai perbuatan yang
terbukti
Kerumitan dalam hal concursus realis terdapat pada penjatuhan pidana.
Menurut Wirjono, concursus realis terjadi apabila seseorang melakukan beberapa
Concursus realis dalam pasal 65 KUHP :
ada beberapa perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri dan masing-masing
merupakan tindak pidana kejahatan (bukan pelanggaran);
hukuman pokok yang diancamkan pada ketiga macam tindak pidana itu sama
jenisnya (gelijksoortig). Artinya, pidana pokok dari semua perbuatan pidana yang
terjadi berupa pidana penjara atau pidana kurungan atau pidana denda.
maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah sistem kumulasi, artinya, hakim
hanya menjatuhkan pidana yang paling berat ditambah dengan pemberatan. (oleh
Simons disebut sebagai verscherpingsstelsel atau exasperatiestelsel atau sistem
pemberatan hukuman yang terberat).
maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana terberat ditambah dengan
sepertiga dari pidana terberat
Maka stelsel pemidanaannya adalah eenvoudige cummulatiestelsel atau sistem
kumulasi pemidanaan yang bersifat sederhana karena hanya menjatuhkan satu saja
pidana pokok.
Pencurian (362 KUHP) pidana maksimumnya 5 tahun, penipuan (378 KUHP) 4
tahun, dan pembunuhan (338 KUHP) 15 tahun
Berdasarkan pasal 65 ayat 1, oleh pengadilan harus dijatuhkan satu hukuman saja,
bukan tiga.
ayat 2 menentukan bahwa maksimumnya tidak boleh melebihi maksimum yang
terberat dengan ditambah dengan sepertiga,
jadi 1 1/3 x 15 tahun = 20 tahun.
Apabila maksimum hukuman dari salah satu tindak pidana itu adalah hukuman mati
atau hukuman penjara seumur hidup, misalnya pembunuhan berencana (moord) pasal
340 KUHP
Maka hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, ini hanya boleh ditambah
dengan hukuman tambahan, (pasal 67 KUHP), yaitu
pencabutan hak tertentu,
perampasan barang yang telah disita, dan atau
pengumuman putusan hakim.
Concursus realis dalam pasal 66 KUHP
Untuk gabungan beberapa perbuatan seperti tetapi hukuman pokok yang
diancamkan pada tindak-tindak pidana yang dilakukan tidak sejenis
sistem pemidanaan yang digunakan adalah beperkte cummulatiestelsel atatu
stelsel kumulasi terbatas.
Ketiga semua jenis pidana dikenakan terhadap pelaku.
maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana yang terberat ditambah
sepertiga.
jika terkait pidana denda, maka lamanya adalah pidana pengganti yang ditentukan
bila pidana denda tidak dipenuhi.
Concursus Realis dalam pasal 68 KUHP
mengatur pidana tambahan berkaitan concursus realis dengan formulasi sebagai
berikut:
pidana berupa pencabutan hak yang sama dijadikan satu dan lamanya pencabutan
hak tersebut minimal 2 tahun dan maksimal 5 tahun melebihi pidana pokok yang
dijatuhkan.
jika pidana pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling
sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun.
jika pidana berupa pencabutan hak yang berlainan, maka penjatuhannya berdiri
sendiri tanpa dikurangi.
pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan pidana kurungan
pengganti karena barang-barang yang dirampas tidak diserahkan, penjatuhannya
berdiri sendiri tanpa dikurangi dengan ketentuan lamanya kurungan pengganti
tidak boleh melebihi 8 bulan
mengenai pidana pokok yang tidak sejenis dan pidana pokok yang sejenis dalam hal
terjadi concursus realis dengan formulasi:
Concursus Realis dalam pasal 69 KUHP
perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-
urutan dalam Pasal 10 KUHP. Dalam konteks demikian, urutan pidana pokok
tersebut adalah pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan
pidana tutupan.
jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan
hanya yang terberatlah yang dipakai.
perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut
maksimumnya masing-masing.
perbandingan lamanya pidana-pidana pokok, baik yang sejenis maupun yang
tidak sejenis, juga ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
Concursus Realis dalam pasal 70 KUHP
mengatur jika perbarengan antara pelanggaran dengan kejahatan atau antara
pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk setiap pelanggaran dijatuhkan
pidana yang berdiri sendiri tanpa dikurangi.
Artinya, jika terjadi concursus realis antara pelanggaran dengan kejahatan, maka
stelsel pidana yang digunakan adalah kumulasi terbatas, sedangkan dalam hal
concursus realis antara pelanggaran dengan pelanggaran, maka stelsel pidana
yang digunakan adalah kumulasi tidak terbatas".
Simons menyebutkan sistem pemidanaan dalam hal concursus realis antara
pelanggaran dengan pelanggaran sebagai zuivere cummulatiestelsel atau sistem
kumulasi murni
Concursus Realis dalam pasal 71 KUHP
Perkara tidak dimajukan bersama-sama.
Apabila dalam hal gabungan beberapa tindak pidana tersebut di atas, perkara-
perkaranya tidak dimajukan bersama-sama, artinya setelah bagi salah satu tindak
pidana sudah dijatuhkan putusan, baru kemudian tindak pidana yang lain
dimajukan,
maka oleh pengadilan yang memeriksa tindak pidana yang belakangan ini, harus
dilaksanakan pasal-pasal tersebut di atas.
Concursus Idealis
Gabungan berupa satu perbuatan (Eendaadschesamen loop) :
sebenarnya tidak ada hal-hal yang digabungkan, tetapi ada satu perbuatan yang
memenuhi beberapa pasal ketentuan hukum pidana
Formulasinya sbb :
Concursus idealis atau eendaadse samenloop atau perbarengan peraturan diatur
dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP yang menyatakan, "Jika suatu perbuatan masuk
dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di
antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat".
Adapun kriteria dari concursus idealis adalah berbarengan dan persamaan sifat
dari perbuatan yang dilakukan.
mengenai maksimum pidana yang dapat dijatuhkan. penjatuhan pidana dalam
concursus idealis menggunakan stelsel absorbsi. Artinya, ketentuan pidana yang
harus diterapkan adalah ketentuan pidana yang paling berat di antara ketentuan-
ketentuan pidana yang dilanggar.
Pranata yang dilanjutkan/berlanjut
Pranata hukum perbuatan berlanjut atau voorgezette handeling menurut sejarahnya
berasal dari Jerman,
Dalam perbuatan berlanjut sudah tentu lebih dari satu perbuatan (gebeuren) yang
mana antara satu perbuatan dengan perbuatan yang lain saling terkait dan merupakan
satu kesatuan (in zodanige verband).
Keterkaitan tersebut harus memenuhi dua syarat, pertama merupakan perwujudan dari
satu keputusan kehendak yang terlarang dan kedua perbuatan tersebut haruslah
sejenis. Artinya, perbuatan tersebut berada di bawah ketentuan pidana yang sama.
Sampai di mana eratnya hubungan antara beberapa perbuatan ini tidak ada penjelasan
resmi. Bahkan, penjelasan (memorie van toelichting) dari KUHP Belanda mengatakan
bahwa ini merupakan soal faktual yang penentuannya diserahkan kepada
kebijaksanaan pada pelaksana undang- undang.
Pertemuan 12 : Pidana&Pemidanaan
Pidana pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan
sebagai penghukuman. Jika pembahasannya pidana maka kita masuk ke KUHP.
Secara etimologi berasal dari bahasa Belanda Straf. Pidana pada dasarnya dapat
diartikan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang dijatuhkan dengan sengaja oleh
negara (melalui pengadilan) dimana nestapa tersebut dikenakan pada seseorang
secarah sah telah melanggar hukum pidana dan nestapa itu dijatuhkan melalui proses
peradilan pidana
Pemidanaan : Pemidanaan adalah sesuatu yang dapat dimengerti dan tidak dapat
dihindari dalam masyarakat modern. Pelaksanaan pemidanaan adalah refleksi sistem
peradilan pidana yang berevolusi dan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan tidak
terlepas dari tipe dan karakter perbuatan pidana yang dilakukan. Sejumlah
pemidanaan yang digunakan harus menyediakan kriteria untuk mengevaluasi apakah
pelaksanaan pidana tersebut sudah sesuai dengan tujuan dari pemidanaan itu sendiri
5 Elemen Pemidanaan : pidana adalah suatu penderitaan atau sesuatu yang tidak
menyenangkan harus sesuai antara pelanggaran yang dilakukan dan pemidanaan itu
sendiri pemidanaan itu dijalankan oleh pelaku yang melakukan kejahatan pidana itu
dipaksakan oleh kekuasaan yang berwenang dalam sistem hukum terhadap
pelanggaran yang dilakukan pidana dan pemidanaan ditujukan untuk suatu
pelanggaran terhadap hukum
Jenis pidana PASAL 10 KUHP
Pidana pokok
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Kurungan
4. Denda
Pidana tambahan :
1. Pencabutan hak hak tertntu
2. Perampasan barang barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim
MA 59 : Tidak boleh menambah jenis hukuman yang ada didalam KUHP
PIDANA MATI :
Tindak pidana yang diancam dengan pidana mati :
1. Pembunuhan berencana
2. Kejahatan keamanan negara (co: makar)
3. Pencurian dengan pemberatan pasal 365 ayat 4
4. Pemerasan dengan pemberatan
5. Pembajakan di laut dengan pembaratan
6. Pembajakan pesawat udara 479
7. Kejahatan terhadap kepala negara sahabat
Diluar KUHP
1. UU Terorisme; 2. Narkotika; 3. Pikotropika; 4. Tindak pidana ekonomi; 5. Korupsi;
6. Pelanggaran HAM berat; 7. Kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida yang
dilakukan secara meluas dan sistematis
Bagaimana jika tindak pidana mati ternyata tidak terbukti bersalah : yang paling
utama adalah nyawanya, yang mungkin dapat dilakukan adalah rehabilitasi nama
sosialnya soalnya kena sanksi sosial keluarganya, kehormatannya.
Jika penjara mungkin bisa ganti rugi co: kompensasi
Dasolen: yang dicita-citakan dan Dasein: Prakteknya dan realitanya
Pada zaman dahulu hukuman mati untuk kejahtan pembunuhan dan kejahtan lain
yang sama beratnya dikenakan di mana-mana berdasarkan pembalasan terhadap
perbuatan yang sangat kejam dr manusia ( supaya masyarakat takut untuk berbuat
kejam ). Zaman dahulu hukuman mati dilakukan didepan umum. Hukuman mati
adalah hukuman yang sangat spesial. Berkembang penolakan terhadap hukuman mati.
Keberatan hukuman mati adalah bahwa hukuman ini tidak dapat diperbaiki lagi
apabila kemudian terbukti bahwa hukuman mati
Ada 4 jenis penghapusan pidana mati diseluruh dunia
1. Suatu negara menghapus pidana mati untuk semua pidana
2. Hukuman mati mengahpus hukuman pidana untuk pidana biasa
3. Hukuman mati hanya defacto jd secara tertulis ada tp secara praktek tidak ada
4. Ada hukuman mati dengan syarat
PIDANA PENJARA :
Bentuk perampasan kemerdeaan yang hanya boleh dijatuhkan oleh hakim lelalui
putusan pengadilan (hanya hakim yang berwenang). Pidana penjara ini untuk
menggantikan pidana mati. Berorientasi pada rehabilitasi terpidana bersifat
humanistik dan penjatuhan pidana penjara lebih bersifat hati-hati. Dapat
menghilangkan hak-hak lain. Co: dipilih dan memilih, memangku jabatan, Lamanya :
Pasal 12 ayat 2 KUHP
PIDANA KURUNGAN :
Sama dengan pidana penjara, orang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya meskipun lebih ringan bilang dibandingkan
dengan orang yang dijatuhi pidana penjara. Pidana kurungan dijalani di daerah hukum
dimana terpidana berdiam ketika putusan hakim dilaksanakan. Perbedaan kurungan
dan tahanan rumah : Tahanan rumah lebih kepada pelepasan bersyarat.
PIDANA BERSYARAT :
Pidana bersyarat hanya dapat dijatuhkan terhadap pidana penjara atau pidana
kurungan, paling lama satu tahun. Pidana bersyarat tidak dapat diberikan terhapad
pidana kurunganpengganti. Terpidana yang dijatuhi pidana bersyarat dlam putusannya
hakim dapat memerintahkan bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di
kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain
PELEPASAN BERSYARAT :
1. Narapidana yang berhak mendapatkan pelapasan bersyarat adalah jika yang
bersangkutan telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana yang dijatuhkan
kepadanya atau sekuran kurangnya harus 9 bulan
2. Ketika memberikan pelepasan bersyarat ditentukan pula suatu
TINDAKAN(Maatregel)
Sanksi dalam ukum pidana terdiri atas
1. pidana (straf, punishment)
2. Tindakan (Maatregel) :
Mengembalikan kepada orang tua atau yang memelihara
Menyerahkan kepada pendidikan paksa negara
Memasukan kerumah sakit jiwa bagi yang tidak waras
PIDANA DILUAR KUHP
Jenis jeni yang tertulis dalam KUHP merupakan acuan bagi jenis pidana yang diatur
dalam hukum pidana khusu, kecuali pidana tambahan misalnya pembayarn uang
pengganti (datur dalam UU tindak pidana korupsi)
RKUHP
Dalam RKUHP, Pidana mati dikeluarkan sehingga pidana pook terdiri atas :
1. Pidana penjara
2. Pidana tutupan
3. Pidana pengawasan
4. Pidana denda;
5. Pidana kerja sosial.