Anda di halaman 1dari 23

Nama : Amanda Khayraani Firnuansyah

NIM : 2010611277
Kelas : E
Mata Kuliah : Hukum Pidana
Dosen : Dr. Handoyo Prasetyo, SH, MH

Resume perkuliahan
Pertemuan 9 : Percobaan & Penyertaan
Pasal 53 ayat (1) dan 54 KUHP (Buku I tentang Aturan Umum, Bab IV) mengatur
tentang percobaan
Percobaan terhadap kejahatan tertentu yang tidak dapat dipidana:
1. Percobaan Duel/Perkelahian tanding (Pasal 184 ayat 5)
2. Percobaan pengeniayaan ringan terhadap hewan (Pasal 302 ayat 4)
3. Percobaan penganiyaan biasa (Pasal 351 ayat 5)
4. Percobaan penganiyaan ringan (Pasal352 ayat 2)
Sifat Percobaan :
1. Percobaan sebagai dasar memperluas dapat dipidananya orang
(strafausdehnungsgrund)
2. Percobaan sebagai dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan
(tatbestandausdehnungsgrund)
Unsur-unsur Percobaan :
1. Unsur niat itu sama dengan sengaja dalam segala tingkatan (mayoritas pendapat
sarjana) :
A. Kesengajaan sebagai maksud
B. Kesengajaan sebagai kepastian
C. Kesengajaan sebagai kemungkinan
2. Permulaan Pelaksanaan Menurut Moeljatno, permulaan pelaksanaan harus
memenuhi 3 syarat :
A. Secara objektif, apa yang telah dilakukan terdakwa harus mendekatkan kepada
delik yang ditujukan atau harus mengandung potensi untuk mewujudkan delik
tersebut.
B. Secara subjektif, dipandang dari sudut niat, harus tidak ada keraguan lagi bahwa
yang telah dilakukan oleh terdakwa itu ditujukan pada delik yang tertentu tadi.
C. Bahwa apa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu merupakan perbuatan yang
bersifat melawan hukum
3. Tidak selesainya perbuatan bukan karena kehendak sendiri, yang dituju bukan
karena kehendak sendiri, dapat terjadi dalam hal sbb:
A. Adanya penghalang fisik
B. Walaupun tidak ada penghalang fisik, tetapi tidak selesainya itu disebabkan karena
akan adanya
penghalang fisik.
C.Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor khusus pada objek yang
menjadi sasaran
Ada dua hal yang mengakibatkan tidak sempurnanya percobaan tersebut :
A. alat (sarana) yang dipergunakan tidak sempurna dan
B. objek (sasaran) tidak sempurna.
Ketentuan percobaan dalam UU di luar KUHP
A. Pasal 4 UU Darurat No 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan Dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
B. Pasal 15 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dasar Dipidananya Percobaan :
A. Teori Subjektif
dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sikap batin atau watak yang
berbahaya dari si pembuat (apabila sudah ada niat maka ada perbuatan pelaksanaan).
B. Teori Objektif
dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sifat berbahayanya perbuatan yang
dilakukan oleh si pembuat (apabila kegiatan sudah membahayakan orang lain).
C. Teori Campuran (teori subjektif + teori objektif)
Penyertaan
KUHP tidak memberikan pengertian tentang delik penyertaan (deelneming delicten),
yang ada hanyalah dalam bentuk-bentuk penyertaan baik sebagai pembuat (dader)
maupun sebagai pembantu (medeplichtige).
Bab V KUHP hanya menyebutkan “Penyertaan Dalam Tindak Pidana”
KUHP yang diterjemahkan Moeljatno mempergunakan istilah “Penyertaan Dalam
Melakukan Perbuatan Pidana”
KUHP terjemahan BPHN mempergunakan istilah “Penyertaan Dalam Tindak Pidana”
Dua pandangan tentang filosofi dasar Penyertaan :
1. Sebagai Strafasdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang).
 Penyertaan dipandang sebagai persoalan pertanggungjawaban pidana
 Penyertaan merupakan suatu delik, hanya bentuknya tidak sempurna.
2. Sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya
perbuatan):
 Penyertaan dipandang bentuk khusus dari tindak pidana.
 Penyertaan merupakan suatu delik, hanya bentuknya istimewa.
Keterlibatan seseorang dalam peristiwa pidana ini dapat dilakukan secara psikis
maupun fisik, sehingga harus dicari pertanggungjawaban masing-masing orang yang
terlibat dalam peristiwa tersebut. Harus dicari sejauh mana peranan masing-masing
sehingga dapat diketahui sejauh mana pertanggungjawabannya.
Penyertaan (Deelneming) :
Pembuat (dader) : Pasal 55 ayat (1) ke-1 :
Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu
perbuatan pidana: ke-1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan
yang turut serta melakukan perbuatan;
1. Yang Melakukan (pleger) :
Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti
orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti yang
diisyaratkan oleh Undang-Undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak
dikehendaki oleh Undang-Undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun
unsur-unsur obyektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak
pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak (karena digerakkan oleh pihak
ketiga)
2. Menyuruh melakukan (doen pleger) : Doenpleger adalah orang yang menyuruh
orang lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana, Dimana secara yuridis orang
yang disuruh dan akhirnya secara nyata melakukan perbuatan pidana tersebut, harus
merupakan orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana
Didalam doen pleger terdapat dua ciri penting yang membedakannya dengan bentuk-
bentuk penyertaan lainnya.
1. melibatkan minimal dua orang : ▪ dimana satu pihak bertindak sebagai actor
intelectualis, yaitu orang yang menyuruh pihak yang lainnya bertindak sebagai
actor materialis, yaitu orang yang melakukan tindak pidana atas suruhan actor
intelectualis.
2. secara yuridis, actor materialis adalah orang yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana atas tindak pidana yang dilakukannya, karena
dalam dirinya terdapat hal-hal yang merupakan alasan pemaaf.
3. Turut serta (medepleger) : • Adalah dua atau lebih orang bekerja sama secara
sadar dan bersama-sama melakukan perbuatanperbuatan yang secara keseluruhan
mewujudkan delik
Dengan demikian, didalam medepleger terdapat ciri tiga penting yang
membedakannya dengan bentuk penyertaan yang lain.
1. pelaksanaan perbuatan pidana melibatkan dua orang atau lebih.
2. semua yang terlibat, benar-benar melakukan kerja sama secara fisik (saling
membantu) dalam pelaksanaan perbuatan pidana yang terjadi.
3. Terjadinya kerja sama fisik bukan karena kebetulan, tetapi memang telah
merupakan kesepakatan yang telah direncanakan bersama sebelumnya
4. Menganjurkan (uitlokker) : Uitlokker adalah orang yang menganjurkan orang
lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana, dimana orang lain tersebut tergerak
untuk memenuhi anjurannya disebabkan karena terpengaruh atau tergoda oleh upaya-
upaya yang dilakukan oleh penganjur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 ayat (1)
ke – 2 KUHP. 116Pasal 55 ayat (2) butir 2 KUHP
Perbedaan antara menyuruh melakukan dan menganjurkan/membujuk adalah :
➢ Dalam menyuruh melakukan, orang yang disuruh tidak dapat
dipertanggungjawab kan atas perbuatannya itu; sehingga yang dapat dihukum
hanyalah si penyuruh saja sedangkan yang disuruh tidak dikenakan hukuman.
➢ Dalam menganjurkan/membujuk, baik yang menganjurkan/membujuk maupun
yang dianjurkan/dibujuk, kedua-duanya dapat dihukum;
➢ Perbedaan lain ialah bahwa si penganjur /pembujuk hanya dapat dihukum apabila
ia mempergunakan upaya-upaya/cara-cara yang diperinci dalam Pasal 55 ayat (1)
KUHP butir 2.
Penyebutan cara-cara menganjurkan/ membujuk dalam Pasal 55 ayat (1) butir 2
adalah limitatif, tidak dapat ditambah. Jadi apabila upaya-upaya/ cara-cara itu tidak
digunakan, si penganjur/pembujuk tidak dapat turut dihukum
(1) Sebagaimana dalam bentuk menyuruh melakukan, dalam uitlokker pun terdapat
dua orang atau lebih yang masing-masing berkedudukan sebagai
➢ orang yang menganjurkan (actor intelectualis) dan
➢ orang yang dianjurkan (actor materialis).
B. Pembantu (medeplichtigheid) :
1. Membantu pada saat kejahatan dilakukan
2. Membantu pada saat kejahatan belum dilakukan
Pembantu adalah orang yang sengaja memberi bantuan berupa saran, informasi, atau
kesempatan kepada orang lain yang melakukan tindak pidana, dimana bantuan
tersebut diberikan baik pada saat
atau sebelum tindak pidana itu sendiri terjadi. Dikatakan ada pembantuan apabila ada
dua orang atau lebih, yang satu sebagai pembuat, dan yang lain sebagai pembantu
Pembantuan diatur dalam Pasal 56, 57, dan 60 KUHP.
Pasal 56 mengatur mengenai unsur-unsur delik membantu melakukan.
Pasal 57 mengatur tentang pertanggungjawaban orang yang membantu melakukan
tindak pidana.
Pasal 60 mengatur bahwa membantu melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Membantu pada saat kejahatan dilakukan :
Pembantu dalam hal ini ialah mereka yang dengan sengaja melakukan perbuatan
untuk melakukan kejahatan dengan menggunakan salah satu di antara tiga upaya yang
disebut secara limitatif di dalam Pasal 56 ke- 2 tersebut
1) memberi kesempatan atau
2) sarana ataupun
3) keterangan bentuk perbuatan tersebut sering juga disebut consecutive complicity.
Dalam Pasal 57 KUHP yakni mengenai pertanggungjawaban orang yang membantu
melakukan pidana

Pertemuan 10 : Perbarengan
Aturan BAB VI Tentang Perbarengan (Concursus)
 Pasal 63 : Perbarengan Peraturan (concursus idealis)
 Pasal 64 : Perbuatan Berlanjut (voortgesette handeling)
 Pasal 65 : Perbarengan Perbuatan (concursus realis)
 Pasal 66 : concursus realis (untuk pidana tidak sejenis)
 Pasal 67 : concursus realis (untuk pidana mati / seumur hidup)
 Pasal 68 : concursus realis (terkait pidana tambahan)
 Pasal 69 : concursus realis (terkait perbandingan beratnya pidana)
 Pasal 70 : concursus realis (perbarengan kejahatan dan pelanggaran)
 Pasal 71: concursus realis (perkara tidak dimajukan bersama-sama)
Tujuan
Maksud pembentuk undang-undang mengatur perbarengan perbuatan dimaksudkan
untuk membatasi pidana maksimum. Adanya perbarengan perbuatan merupakan hal
yang memberatkan pidana. Di negara Anglo-Saxon atau Common Law System terjadi
akumulasi pidana jika seseorang melakukan beberapa perbuatan pidana. Di negara-
negara yang menganut sistem Eropa Kontinental atau Civil Law System, pranata
perbarengan perbuatan ini dianut untuk membatasi penjatuhan pidana yang ekstrim.
Asumsinya, ketika seseorang melakukan suatu perbuatan pidana, maka seharusnya
negara segera menghukumnya untuk mencegah timbul perbuatan pidana berikutnya.
Namun karena kelalaian negara, sehingga terdakwa dalam kondisi yang demikian
berhak atas pengurangan hukuman.
Ada dua pandangan terkait perbarengan perbuatan pidana ini:
 perbarengan perbuatan pidana adalah masalah pemberian pidana.
 perbarengan perbuatan pidana sebagai bentuk khusus dari suatu perbuatan pidana
Stelsel pidana dalam perbarengan perbuatan
Perbuatan
Schaffmeister, Keijzer dan Sutorius memberi makna kata perbuatan yaitu :
 perbuatan yang sebenarnya terjadi.
 perbuatan yang dituduhkan.
 perbuatan yang sudah dibuktikan.
Menurut Wirjono prodjodikoro, Gabungan tindak pidana (samenloop van strafbare
feiten) dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
 Seseorang dengan satu perbuatan melakukan beberapa tindak pidana, yang
dinamakan “gabungan berupa satu perbuatan” (eendaadsche samenloop), (Pasal
63 KUHP);
 Seseorang yang melakukan beberapa perbuatan atau yang masing-masing
merupakan tindak pidana, tetapi dengan adanya hubungan antara satu sama lain,
dianggap sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan (voortgesette handeling), (Pasal
64 KUHP); dan
 Seseorang melakukan perbuatan yang tidak ada hubungan satu sama lain, dan
masing-masing merupakan tindak pidana, yang dinamakan “gabungan beberapa
perbuatan” (meerdaadsche samenloop), (Pasal 65 dan 66 KUHP).
Concorus realis.
Concursus realis atau perbarengan perbuatan atau meerdaadse samenloop berarti
pelaku melakukan lebih dari satu perbuatan pidana
makna perbuatan dalam concursus realis harus diartikan sebagai perbuatan yang
terbukti
Kerumitan dalam hal concursus realis terdapat pada penjatuhan pidana.
Menurut Wirjono, concursus realis terjadi apabila seseorang melakukan beberapa
Concursus realis dalam pasal 65 KUHP :
 ada beberapa perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri dan masing-masing
merupakan tindak pidana kejahatan (bukan pelanggaran);
 hukuman pokok yang diancamkan pada ketiga macam tindak pidana itu sama
jenisnya (gelijksoortig). Artinya, pidana pokok dari semua perbuatan pidana yang
terjadi berupa pidana penjara atau pidana kurungan atau pidana denda.
 maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah sistem kumulasi, artinya, hakim
hanya menjatuhkan pidana yang paling berat ditambah dengan pemberatan. (oleh
Simons disebut sebagai verscherpingsstelsel atau exasperatiestelsel atau sistem
pemberatan hukuman yang terberat).
 maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana terberat ditambah dengan
sepertiga dari pidana terberat
Maka stelsel pemidanaannya adalah eenvoudige cummulatiestelsel atau sistem
kumulasi pemidanaan yang bersifat sederhana karena hanya menjatuhkan satu saja
pidana pokok.
Pencurian (362 KUHP) pidana maksimumnya 5 tahun, penipuan (378 KUHP) 4
tahun, dan pembunuhan (338 KUHP) 15 tahun
Berdasarkan pasal 65 ayat 1, oleh pengadilan harus dijatuhkan satu hukuman saja,
bukan tiga.
ayat 2 menentukan bahwa maksimumnya tidak boleh melebihi maksimum yang
terberat dengan ditambah dengan sepertiga,
jadi 1 1/3 x 15 tahun = 20 tahun.
Apabila maksimum hukuman dari salah satu tindak pidana itu adalah hukuman mati
atau hukuman penjara seumur hidup, misalnya pembunuhan berencana (moord) pasal
340 KUHP
Maka hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, ini hanya boleh ditambah
dengan hukuman tambahan, (pasal 67 KUHP), yaitu
 pencabutan hak tertentu,
 perampasan barang yang telah disita, dan atau
 pengumuman putusan hakim.
Concursus realis dalam pasal 66 KUHP
 Untuk gabungan beberapa perbuatan seperti tetapi hukuman pokok yang
diancamkan pada tindak-tindak pidana yang dilakukan tidak sejenis
 sistem pemidanaan yang digunakan adalah beperkte cummulatiestelsel atatu
stelsel kumulasi terbatas.
 Ketiga semua jenis pidana dikenakan terhadap pelaku.
 maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana yang terberat ditambah
sepertiga.
 jika terkait pidana denda, maka lamanya adalah pidana pengganti yang ditentukan
bila pidana denda tidak dipenuhi.
Concursus Realis dalam pasal 68 KUHP
mengatur pidana tambahan berkaitan concursus realis dengan formulasi sebagai
berikut:
 pidana berupa pencabutan hak yang sama dijadikan satu dan lamanya pencabutan
hak tersebut minimal 2 tahun dan maksimal 5 tahun melebihi pidana pokok yang
dijatuhkan.
 jika pidana pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling
sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun.
 jika pidana berupa pencabutan hak yang berlainan, maka penjatuhannya berdiri
sendiri tanpa dikurangi.
 pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan pidana kurungan
pengganti karena barang-barang yang dirampas tidak diserahkan, penjatuhannya
berdiri sendiri tanpa dikurangi dengan ketentuan lamanya kurungan pengganti
tidak boleh melebihi 8 bulan
mengenai pidana pokok yang tidak sejenis dan pidana pokok yang sejenis dalam hal
terjadi concursus realis dengan formulasi:
Concursus Realis dalam pasal 69 KUHP
 perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-
urutan dalam Pasal 10 KUHP. Dalam konteks demikian, urutan pidana pokok
tersebut adalah pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan
pidana tutupan.
 jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan
hanya yang terberatlah yang dipakai.
 perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut
maksimumnya masing-masing.
 perbandingan lamanya pidana-pidana pokok, baik yang sejenis maupun yang
tidak sejenis, juga ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
Concursus Realis dalam pasal 70 KUHP
 mengatur jika perbarengan antara pelanggaran dengan kejahatan atau antara
pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk setiap pelanggaran dijatuhkan
pidana yang berdiri sendiri tanpa dikurangi.
 Artinya, jika terjadi concursus realis antara pelanggaran dengan kejahatan, maka
stelsel pidana yang digunakan adalah kumulasi terbatas, sedangkan dalam hal
concursus realis antara pelanggaran dengan pelanggaran, maka stelsel pidana
yang digunakan adalah kumulasi tidak terbatas".
 Simons menyebutkan sistem pemidanaan dalam hal concursus realis antara
pelanggaran dengan pelanggaran sebagai zuivere cummulatiestelsel atau sistem
kumulasi murni
Concursus Realis dalam pasal 71 KUHP
 Perkara tidak dimajukan bersama-sama.
 Apabila dalam hal gabungan beberapa tindak pidana tersebut di atas, perkara-
perkaranya tidak dimajukan bersama-sama, artinya setelah bagi salah satu tindak
pidana sudah dijatuhkan putusan, baru kemudian tindak pidana yang lain
dimajukan,
 maka oleh pengadilan yang memeriksa tindak pidana yang belakangan ini, harus
dilaksanakan pasal-pasal tersebut di atas.
Concursus Idealis
Gabungan berupa satu perbuatan (Eendaadschesamen loop) :
sebenarnya tidak ada hal-hal yang digabungkan, tetapi ada satu perbuatan yang
memenuhi beberapa pasal ketentuan hukum pidana
Formulasinya sbb :
 Concursus idealis atau eendaadse samenloop atau perbarengan peraturan diatur
dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP yang menyatakan, "Jika suatu perbuatan masuk
dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di
antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat".
 Adapun kriteria dari concursus idealis adalah berbarengan dan persamaan sifat
dari perbuatan yang dilakukan.
 mengenai maksimum pidana yang dapat dijatuhkan. penjatuhan pidana dalam
concursus idealis menggunakan stelsel absorbsi. Artinya, ketentuan pidana yang
harus diterapkan adalah ketentuan pidana yang paling berat di antara ketentuan-
ketentuan pidana yang dilanggar.
Pranata yang dilanjutkan/berlanjut
Pranata hukum perbuatan berlanjut atau voorgezette handeling menurut sejarahnya
berasal dari Jerman,
Dalam perbuatan berlanjut sudah tentu lebih dari satu perbuatan (gebeuren) yang
mana antara satu perbuatan dengan perbuatan yang lain saling terkait dan merupakan
satu kesatuan (in zodanige verband).
Keterkaitan tersebut harus memenuhi dua syarat, pertama merupakan perwujudan dari
satu keputusan kehendak yang terlarang dan kedua perbuatan tersebut haruslah
sejenis. Artinya, perbuatan tersebut berada di bawah ketentuan pidana yang sama.
Sampai di mana eratnya hubungan antara beberapa perbuatan ini tidak ada penjelasan
resmi. Bahkan, penjelasan (memorie van toelichting) dari KUHP Belanda mengatakan
bahwa ini merupakan soal faktual yang penentuannya diserahkan kepada
kebijaksanaan pada pelaksana undang- undang.

Pertemuan 11 : KEWENANGAN PENUNTUTAN PIDANA DAN


MENJALANKAN PIDANA
Nebis In Idem
Para ahli eropa memaparkan : A principle in criminal law that a person should not be
tried punished twice/ Seseorang tidak bisa dihukum dua kali/Nebis in Idem is
considered to be a general principle of international law and stipulates that a person
should not be tried twice for the same affences
Asas nebis in idem berarti bahwa tidak boleh dijatuhkan putusan lagi dalam sengketa
yang sama (Subekti, 1989 : 128).
Berdasarkan pada prinsip umum hukum acara, bahwa apabila ada putusan yang sudah
pasti tidak boleh diajukan untuk yang kedua kalinya dalam hal yang sama atau nebis
in idem (R. Soeparmono, 2000 : 150)
Hakim tidak boleh memutus sengketa yang pernah diputus sebelumnya antara para
pihak yang sama serta mengenai pokok sengketa yang sama. Ulangan dari tindakan
itu akan mempunyai akibat hukum nebis in idem (Sudikno Mertokusumo, 2002 :
207).
Kekuatan putusan hakim yang pasti dapat digunakan secara negatif, misalnya apabila
seorang Tergugat menolak suatu tuntutan dengan alasan, bahwa tuntutan itu telah
diputus oleh hakim, sedang putusan itu telah menjadi pasti. Penolakan tersebut 20
disebut eksepsi yang berlaku prinsip
nebis in idem (R. Soepomo, 2005 : 95)
•Pasal 76 Ayat (1) KUHP : (Orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan
terhadap dirinya telah diadili denganputusan yang menjadi tetap)
•Pasal 1917 KUHPerdata : (Tidak boleh dituntut karena pasal yang sama)
Tujuan Nebis In Idem :
 Untuk menjaga kehormatan dan keluharan martabat hakim yang telah memutus
suatu perkara
 Untuk menjamin hak asasi manusia
 Negara dalam rangka menjaga kewibawaanya harus memebrikan kepastian
hukum
Syarat Nebis In Idem : Syarat ne bis in idem adalah res judicata (ada suatu tindak
pidana yang telah diperiksa berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana terdakwa
telah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tetap)
Perbuatan
Pasal 76 ayat 1 adalah perbuatan dalam arti hukum material
Pendapat moeljatno suatu perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang
hukum kuhp, yang dimana larangan tersebut ada sanksi
Ada 5 perkembangan definisi perbuatan :
1. Sebagai perilaku atau tindakan yang didakwakan atau dituntut didepan pengadilan
2. Kejadian konkret yang diarahkan pada tujuan yang sama selama tuuan tersebut
merupakan objek dari norma yang bersangkutan
3. Suatu kejadian materiil yaitu sebagai peristiwa yang terjadi suatu tempat dan waktu
tertentu sebagaimana diatur dalam perundang-undangan pidana
4. Perbuatan yang mempunyai pengertian dalam hukum pidana
Meninggalnya tersangka/terdakwa :
 Jika terdakwa meninggal pada tahap penyidikan, maka penyidik menghentikan
perkara dengan seketika
 Jika terdakwa meninggal dụnia setelah berkas perkara diserahkan kepada
penuntut umum, maka penuntut segera dihentikan
 jika terdakwameninggal dunia pada saaT pemeriksan sidang telah dimulai
 jika terdakwa meninggal dunia pada saat pemeriksaan pengadilan sudah selesai
 jika terdakwameninggal dunia setelah ada putusan pengadilan yang meliputi
pidana denda termasuk pidana tambahan berupa perampasan barangbarang
terdakwa, maka eksekusi tidak boleh dilakukan
Masa Daluwarsa pidana
Pasal 78 (pengaturan dalam suatu pidana)
Kenapa kalau udah lama tuh gaperlu dituntut lagi? Penyebabnya ada 4, kalau
berbicara aspek materiil sudah tidak diperlukan lagi
Kalau dari pidana formil,dari aspek pembuktian dalam hal ini adalah masalah
pembuktian. Kemampuan daya ingat manusia yang terbatas dan keadaan alam yang
memungkinkan petunjuk alat bukti lenyap atau tidak mempunyai nilai pembuktian
3. Perputaran waktu yang tidak saja secara perlahan-lahan meniadakan akibat
perbuatan pidana namun juga sekaligus melenyapkan jejak-jejaknya
4. Bilamana suatu perilaku jahat karena lampaunya waktu sudah terlupakan, maka
keinginan untuk melakukan retribusi juga hilang dengan sendirinya
Lama daluwarsa
1. Pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan 1 Tahun
2. 2. Kejahatan ( yg diancam dengan pidana denda, pidana kurungan atau pidana
penjara paling lama 3 tahun ) 6 Tahun
3. Kejahatan ( yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun ) 12 Tahun
4. Kejahatan ( yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup ) 18
Tahun
5. Jika pelaku pada saat melakukan perbuatan pidana usianya belum 18 tahun, maka
masing-masing tenggang daluwasa tersebut dikurangi menjadi sepertiga
Kapan mulainya tenggang waktu daluwarsa
Dalam konteks teori, ada empat perhitungan dimulainya tenggang waktu daluwarsa
yang tentunya tidak terlepas dari rumusan delik :
1. Jika delik dirumuskan secara formal, maka tenggang waktu daluwarsa dihitung
seak semua unsur delik terpenuhi
2. Jika delik tersebut dirumuskan secara materiil, maka tenggang waktu daluwarsa
dihitung sejak akibat perbuatan itu terjadi
3. Jika delik tersebut menghendaki adanya syarat tambahan, maka tenggang waktu
daluwarsa dihitung sejak syarat tanbahan
4. Jika delik yang dilakukan harus dengan bantuan atau melalui instrumen maka
tenggang waktu daluwarsa seketitka setelah instrumen itu bekerja
Dalam konteks KUHP hanya dintentukan sehari setelah perbuatan pidana dilakukan
Penghentian daluwarsa ( pasal 80 ) dan penanggulangan daluwarsa ( pasal 81 )
1. Setiap upaya penuntutan atau daad van vervolging menghentikan penghitungan
daluwarsa. Hal ini tersimpul dalam pasal 80 KUHP
2. Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya
Penyelesaian diluar pengadilan pasal 82
Ayat 1. Kalau dendanya dibayar maka penuntutan hilang. Ayat 2 kalau barang
perampasan atau harganya dibayar maka penuntutan hilang. Ayat 3 Pemberatan. Ayat
4 Ketentuannya tidak berlaku untuk anak dibawah umur <16 Tahun
Amnesti Pasal 14 ayat 2 UUD 1945
Berasal dr bahasa latin “penghapusan penuntutan” adanya penghapusan penuntutan
terhadap tersangka
Abolisi pasal 14 ayat 2 uud 45 dan uu darurat nomor 11 tahun 1954
Abolisi berasal dr kata abolitio yang pengertiannya kurang lebih adalah menghapus
penuntutan terhadap delik terjadi
Hapusnya pidana
1. Meninggalnya terpidana : pasal 83
2. Daluwarsa : Pasal 84 ayat 1 “kewenangan menjalankan pidana hapus karena
daluwarsa
3. Grasi : Pasal 14 ayat 1 uud 45

Pertemuan 12 : Pidana&Pemidanaan
Pidana pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan
sebagai penghukuman. Jika pembahasannya pidana maka kita masuk ke KUHP.
Secara etimologi berasal dari bahasa Belanda Straf. Pidana pada dasarnya dapat
diartikan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang dijatuhkan dengan sengaja oleh
negara (melalui pengadilan) dimana nestapa tersebut dikenakan pada seseorang
secarah sah telah melanggar hukum pidana dan nestapa itu dijatuhkan melalui proses
peradilan pidana
Pemidanaan : Pemidanaan adalah sesuatu yang dapat dimengerti dan tidak dapat
dihindari dalam masyarakat modern. Pelaksanaan pemidanaan adalah refleksi sistem
peradilan pidana yang berevolusi dan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan tidak
terlepas dari tipe dan karakter perbuatan pidana yang dilakukan. Sejumlah
pemidanaan yang digunakan harus menyediakan kriteria untuk mengevaluasi apakah
pelaksanaan pidana tersebut sudah sesuai dengan tujuan dari pemidanaan itu sendiri
5 Elemen Pemidanaan : pidana adalah suatu penderitaan atau sesuatu yang tidak
menyenangkan harus sesuai antara pelanggaran yang dilakukan dan pemidanaan itu
sendiri pemidanaan itu dijalankan oleh pelaku yang melakukan kejahatan pidana itu
dipaksakan oleh kekuasaan yang berwenang dalam sistem hukum terhadap
pelanggaran yang dilakukan pidana dan pemidanaan ditujukan untuk suatu
pelanggaran terhadap hukum
Jenis pidana PASAL 10 KUHP
Pidana pokok
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Kurungan
4. Denda
Pidana tambahan :
1. Pencabutan hak hak tertntu
2. Perampasan barang barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim
MA 59 : Tidak boleh menambah jenis hukuman yang ada didalam KUHP
PIDANA MATI :
Tindak pidana yang diancam dengan pidana mati :
1. Pembunuhan berencana
2. Kejahatan keamanan negara (co: makar)
3. Pencurian dengan pemberatan pasal 365 ayat 4
4. Pemerasan dengan pemberatan
5. Pembajakan di laut dengan pembaratan
6. Pembajakan pesawat udara 479
7. Kejahatan terhadap kepala negara sahabat
Diluar KUHP
1. UU Terorisme; 2. Narkotika; 3. Pikotropika; 4. Tindak pidana ekonomi; 5. Korupsi;
6. Pelanggaran HAM berat; 7. Kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida yang
dilakukan secara meluas dan sistematis
Bagaimana jika tindak pidana mati ternyata tidak terbukti bersalah : yang paling
utama adalah nyawanya, yang mungkin dapat dilakukan adalah rehabilitasi nama
sosialnya soalnya kena sanksi sosial keluarganya, kehormatannya.
Jika penjara mungkin bisa ganti rugi co: kompensasi
Dasolen: yang dicita-citakan dan Dasein: Prakteknya dan realitanya
Pada zaman dahulu hukuman mati untuk kejahtan pembunuhan dan kejahtan lain
yang sama beratnya dikenakan di mana-mana berdasarkan pembalasan terhadap
perbuatan yang sangat kejam dr manusia ( supaya masyarakat takut untuk berbuat
kejam ). Zaman dahulu hukuman mati dilakukan didepan umum. Hukuman mati
adalah hukuman yang sangat spesial. Berkembang penolakan terhadap hukuman mati.
Keberatan hukuman mati adalah bahwa hukuman ini tidak dapat diperbaiki lagi
apabila kemudian terbukti bahwa hukuman mati
Ada 4 jenis penghapusan pidana mati diseluruh dunia
1. Suatu negara menghapus pidana mati untuk semua pidana
2. Hukuman mati mengahpus hukuman pidana untuk pidana biasa
3. Hukuman mati hanya defacto jd secara tertulis ada tp secara praktek tidak ada
4. Ada hukuman mati dengan syarat
PIDANA PENJARA :
Bentuk perampasan kemerdeaan yang hanya boleh dijatuhkan oleh hakim lelalui
putusan pengadilan (hanya hakim yang berwenang). Pidana penjara ini untuk
menggantikan pidana mati. Berorientasi pada rehabilitasi terpidana bersifat
humanistik dan penjatuhan pidana penjara lebih bersifat hati-hati. Dapat
menghilangkan hak-hak lain. Co: dipilih dan memilih, memangku jabatan, Lamanya :
Pasal 12 ayat 2 KUHP
PIDANA KURUNGAN :
Sama dengan pidana penjara, orang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya meskipun lebih ringan bilang dibandingkan
dengan orang yang dijatuhi pidana penjara. Pidana kurungan dijalani di daerah hukum
dimana terpidana berdiam ketika putusan hakim dilaksanakan. Perbedaan kurungan
dan tahanan rumah : Tahanan rumah lebih kepada pelepasan bersyarat.
PIDANA BERSYARAT :
Pidana bersyarat hanya dapat dijatuhkan terhadap pidana penjara atau pidana
kurungan, paling lama satu tahun. Pidana bersyarat tidak dapat diberikan terhapad
pidana kurunganpengganti. Terpidana yang dijatuhi pidana bersyarat dlam putusannya
hakim dapat memerintahkan bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di
kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain
PELEPASAN BERSYARAT :
1. Narapidana yang berhak mendapatkan pelapasan bersyarat adalah jika yang
bersangkutan telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana yang dijatuhkan
kepadanya atau sekuran kurangnya harus 9 bulan
2. Ketika memberikan pelepasan bersyarat ditentukan pula suatu
TINDAKAN(Maatregel)
Sanksi dalam ukum pidana terdiri atas
1. pidana (straf, punishment)
2. Tindakan (Maatregel) :
Mengembalikan kepada orang tua atau yang memelihara
Menyerahkan kepada pendidikan paksa negara
Memasukan kerumah sakit jiwa bagi yang tidak waras
PIDANA DILUAR KUHP
Jenis jeni yang tertulis dalam KUHP merupakan acuan bagi jenis pidana yang diatur
dalam hukum pidana khusu, kecuali pidana tambahan misalnya pembayarn uang
pengganti (datur dalam UU tindak pidana korupsi)
RKUHP
Dalam RKUHP, Pidana mati dikeluarkan sehingga pidana pook terdiri atas :
1. Pidana penjara
2. Pidana tutupan
3. Pidana pengawasan
4. Pidana denda;
5. Pidana kerja sosial.

Pertemuan 13 : RUU KUHP


Cikal bakal KUHP muncul 400 sm, yaitu hukum romawi kuno yang terdiri dari 12
pasal. Dimatangkan oleh hukum romawi, Resesi hukum romawi 16m, Kodifikasi
hukum awal 1800an, Hukum pidana belanda 1809, Belanda dijajah perancis 1811.
Buku I RKUHP memperkenalkan beberapa konsep
baru, antara lain :
✓ pemberlakukan hukum yang hidup dalam masyarakat/hukum adat,
✓ tujuan pemidanaan,
✓ pertanggungjawaban pidana korporasi (corporatecriminal responsibility),
✓ dan juga bentuk-bentuk pemidanaan lain dan tindakan yang sebelumnya tidak ada
di KUHP.
• Buku II RKUHP :
✓ masih mempertahankan tindak pidana dalam KUHP saat ini
✓ berbagai jenis tindak pidana baru dan
✓ memasukkan beberapa ketentuan pidana/tindak pidana yang diatur dalam berbagai
UU yang bersifat lex specialis seperti: Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana
Terorisme, Tindak Pidana Narkotika, TindakPidana terhadap Hak Asasi Manusia dll.
Asas Legalitas : Asas legalitas yang kita kenal sekarang adalah tercantum dalam
Pasal 1 ayat 1 KUHP yang tumbuh akibat pengaruh aliran klasik. • Asas ini
mengandung segi positif dan segi negative, yaitu →Segi positifnya adalah menjamin
kepastian hukum. sedang segi negatifnya adalah akan menghambat penerapan asas
hukum yang tidak tertulis yang dalam masyarakat tertentu diangap sebagai hukum
positif.
RUU KUHP Buku 1 dan 2 dijadikan satu karena definsi kejahtan dan pelanggaan sulit
dibedakan
Pemidanaan : penjatuan pidana kepada orang yang melakukan tindak pidana
Tujuan penjatuhan pidana
Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum.
Mengembalikan terpidana kepada masyarakat dengan mengadkaan pembinaan dan
pembimbingan. Efek dr tindak pidana ada masalah dimasyarakat diselesaikan dengan
aman. Menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah
Pedoman pemidanaan
1. Hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan
2. Jika ada pertentangan atara kepastian hukum dab keadilan,hakim wajib
mengutamakan keadilan
Faktor yang harus dipertimbangkan
1. Bentuk kesalahan pelaku tindak pidana
2. Motif dan tujuan melakukan
3. Sikap batin pelaku
4. Tindak pidana spontan/direncanakan
5. Cara melakukannya
6. Sikap setelah melakukan
7. Latar belakang prilaku
8. Prilaku pidana terhadap masa depan
9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga
10. Pemaafan dari korban/keluarga
11. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana
Jenis Pidana RUU KUHP
Pidana pokok : a. pidana penjara; b. pidana tutupan; c. pidana pengawasan; d. pidana
denda; e. pidana kerja sosial.
Pidana tambahan : a. pencabutan hak tertentu; b. perampasan Barang tertentu
dan/atau tagihan; c. pengumuman putusan hakim; d. pembayaran ganti rugi; e.
pencabutan izin tertentu; f. pemenuhan kewajiban adat setempat
Pidana yang bersifat khusus : Pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif
Pidana Penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan dalam hal :
1. terdakwa adalah Anak;
2. terdakwa berusia di atas 75 (tujuh puluh) tahun
3. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana
4. kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar
5. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban;
6. terdakwa tidak menyadari akan menimbulkan kerugian yang besar;
7. tindak pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;
8. Korban tindak pidana menyebabkan terjadinya Tindak Pidana tersebut;
9. tindak pidana merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang
lagi;
10. kepribadian & perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan
Tindak Pidana yang lain;
11. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau
keluarganya;
12. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.
Pidana tutupan
Orang yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara,
mengingat keadaan pribadi dan perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan. Pidana
tutupan dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana karena
terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pelaksanaan pidana tutupan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pidana pengawasan
Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun dapat dijatuhi
pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan ketentuan tentang tujuan
danpertimbangan dalam pemidanaan. Lama Pidana pengawasan → maksimal pidana
penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 tahun. Ketentuan pidana pengawasan
ini diatur lebih jauh dalam Pasal 80
Pidana Denda
Jika Tindak Pidana diancam dengan pidana penjara di bawah 5 tahun sedangkan
hakim berpendapat tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah
mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan, terdakwa dapat
dijatuhi pidana denda jika:
1. Tindak pidana tanpa Korban;
2. Korban tidak mempermasalahkan; atau
3. Bukan pengulangan Tindak Pidana.
Syarat / Keadaan dalam Penjatuhan Denda
1. terdakwa berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun atau di atas 70 (tujuh
puluh) tahun;
2. terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana;
3. kerugian dan penderitaan korban tidak terlalu besar;
4. terdakwa telah membayar ganti kerugian kepada korban;
5. terdakwa tidak menyadari bahwa tindak pidana yang dilakukan akan menimbulkan
kerugian yang besar;
6. tindak pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;
7. korban tindak pidana mendorong terjadinya tindak pidana tersebut;
8. tindak pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin
terulang lagi;
9. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan
tindak pidana yang lain;
10. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau
keluarganya;
11. pembinaan yang bersifat non-institusional diperkirakan akan cukup berhasil untuk
diri terdakwa;
12. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat beratnya tindak
pidana yang dilakukan terdakwa;
13. tindak pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/atau
14. terjadi karena kealpaan.
Pidana Kerja Sosial
Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara
kurang dari 5 tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam)
Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II dapat dijatuhi Pidana kerja sosial.
2. Dalam menjatuhkan pidana kerja sosial hakim wajib mempertimbangkan:
pengakuan terdawa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan; kemampuan kerja
terdakwa; persetujuan terdakwa; riwayat sosial terdakwa; pelindungan keselamatan
kerja terdakwa; keyakinan agama dan politik terdakwa; dan kemampuan terdakwa
membayar pidana denda.
Sanksi jika terpidana tanpa alasan yang sah tidak melaksanakan seluruh atau sebagian
pidana kerja sosial:
1) mengulangi seluruh/sebagian pidana kerja sosial tersebut;
2) menjalani seluruh/sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial
tersebut; atau
3) membayar seluruh atau sebagian pidana denda yang diganti dengan pidana kerja
sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak
dibayar. ➢ Pengawasan pidana kerja sosial dilakukan jaksa dan pembimbingan oleh
pembimbing kemasyarakatan.
Pidana Mati
Dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden. Tidak
dilaksanakan di muka umum.dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati
oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang- Undang.
Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil, wanita yang sedang menyusui
bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan,
wanita tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut
sembuh.
Pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun
➢ Dapat dijatuhkan jika:
1. terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk
diperbaiki;
2. peran terdakwa dalam Tindak Pidana tidak terlalu penting; atau
3. ada alasan yang meringankan: Harus dicantumkan dalam putusan pengadilan. jika
terpidana selama masa percobaan menunjukkan sikap dan Perbuatan yang terpuji,
pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keppres
setelah mendapatkan pertimbangan MA.
Pidana Tambahan: Pencabutan Hak Tertentu
1. hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan
tertentu;
2. hak menjadi anggota TNI/POLRI
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum
4. hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu
pengawas atas orang yang bukan Anaknya sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian, atau
mengampu atas Anaknya sendiri;
6. hak menjalankan profesi tertentu; dan/atau
7. hak memperoleh pembebasan bersyarat
Pembatasan lamanya pencabutan hak
Jika dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, pencabutan hak dilakukan untuk
selamanya; Jika dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan
untuk waktu tertentu, paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun lebih lama dari
pidana pokok yang dijatuhkan; atau Jika dijatuhi pidana denda, paling singkat 2 tahun
dan paling lama 5 tahun.
Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok
a. konseling;
b. rehabilitasi;
c. pelatihan kerja;
d. perawatan di lembaga; dan/atau
e. perbaikan akibat Tindak Pidana.
Tindakan yang dapat dikenakan kepada Setiap Orang yang mengalami
disabilitas mental & intelektual
a. rehabilitasi;
b. penyerahan kepada seseorang;
c. perawatan di lembaga;
d. penyerahan kepada pemerintah; dan/atau
e. perawatan di rumah sakit jiwa
FAKTOR YANG MEMPERINGAN :
1. penyerahan diri secara sukarela kepada yang berwajib setelah melakukan tindak
pidana;
2. tindak pidana yang dilakukan oleh wanita hamil;
3. pemberian ganti kerugian yang layak atau perbaikan kerusakan secara sukarela
sebagai akibat tindak
pidana yang dilakukan;
4. tindak pidana yang dilakukan karena kegoncangan jiwa yang sangat hebat;
5. tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40;
6. sebagai saksi yang juga merupakan pelaku tindak pidana yang bekerjasama dengan
penegak hukum dalam rangka membongkar suatu perkara; atau
7. faktor lain yang bersumber dari hukum yang hidup dalam masyarakat.
Jenis peringanan pidana : • Dalam hal adanya faktor-faktor tersebut maka
peringanan pidana yang dimaksud adalah pengurangan 1/3 dari ancaman pidana
maksimum maupun minimum khusus untuk tindak pidana tertentu. • Untuk tindak
pidana yang diancam pidana mati peringanan pidana dijatuhkan maksimum penjara
seumur hidup. • Untuk tindak pidana yang diancam pidana penjara seumur hidup
peringanan pidana adalah dijatuhkan maksimum pidana penjara 15 (lima belas) tahun.
• Berdasarkan pertimbangan tertentu, peringanan pidana dapat berupa perubahan jenis
pidana dari yang lebih berat ke jenis pidana yang lebih ringan.
FAKTOR YANG MEMPERBERAT PIDANA :
1. pelanggaran suatu kewajiban jabatan yang khusus diancam dengan pidana atau
tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat negara, penegak hukum, pegawai negeri
dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan
kepadanya karena jabatan
2. penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara Indonesia
pada waktu melakukan tindak pidana;
3. penyalahgunaan keahlian atau profesi untuk melakukan tindak pidana;
4. tindak pidana yang dilakukan orang dewasa dengan mengikutsertakan dan/atau
bersama-sama anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun;
5. tindak pidana yang dilakukan secara bersekutu, bersama?sama, dengan kekerasan,
dengan cara yang kejam, atau dengan berencana;
6. tindak pidana yang dilakukan pada waktu terjadi huru- hara atau bencana alam;
7. tindak pidana yang dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya;
8. pengulangan tindak pidana; atau
9. faktor lain yang bersumber dari hukum yang hidup dalam masyarakat.
Jenis Pemberatan Pidana
1. Dalam hal adanya faktor yang memberatkan maka akan terjadi pemberatan pidana
yang dijatuhkan kepada terdakwa.
2. Adapun pemberatan pidana yang dimaksudkan adalah penambahan 1/3 dari
maksimum ancaman pidana.
3. Jika dalam suatu perkara terdapat faktor yang memperingan dan memperberat
pidana secara bersama-sama maka maksimum ancaman pidana diperberat lebih
dahulu, kemudian hasil pemberatan tersebut dikurangi 1/3 (satu per tiga).
4. Berdasarkan pertimbangan tertentu, hakim dapat tidak menerapkan ketentuan
mengenai peringanan danpemberatan pidana.
E. TINDAK PIDANA
1. Pengertian tindak pidana yaitu dirumuskan sebagai perbuatan melakukan atau tidak
melakukan suatu perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan
sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana.
2. Tindak pidana dipandang sebagai bersifat melawan hukum, kecuali bisa dibuktikan
bahwa terdapat alasan pembenar, yang meliputi : perbuatan melaksanakan undang-
undang, adanya perintah jabatan, keadaan darurat, pembelaan terpaksa, dan perbuatan
dinyatakan tidak bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (dianut
ajaran melawan hukum secara materiil).
3. Dalam RKUHP juga telah mendefinisikan tentang tindak pidana korporasi. Tindak
pidana dilakukan oleh korporasi jika dilakukan oleh orang yang mempunyai
kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi.

Anda mungkin juga menyukai