Anda di halaman 1dari 364

Seri 1

Ahli k3 umum
1 : Perundang-undangan K3
Perundang – undangan K3
• Perundang-undangan K3 ialah salah satu alat kerja yang penting bagi para Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) guna
menerapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja.
• Kumpulan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Republik Indonesia tersebut antara lain:
1. Undang – undang K3
2. Peraturan Pemerintah terkait K3
3. Peraturan Mentri terkait K3
4. Keputusan Mentri terkait K3
5. Instruksi Mentri terkait K3
6. Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Indistrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3
Undang – undang K3
• Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
• Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
• Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang
Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah terkait K3
• Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
• Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
• peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
• Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Menteri terkait K3
• Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi
Dokter Perusahaan.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
• Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta
Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan
Kerja.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen Perusahaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan.
• Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
• Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
• Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
• Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
• Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.
• Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
• Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
• Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
• Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara
Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
• Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
• Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
• Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur Petir.
• Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
• Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
• Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
• Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja
dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
• Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
• Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.
• Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk
Pengangkutan Orang dan Barang.
Keputusan Menteri terkait K3
• Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
• Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No
104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
• Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan Kerja.
• Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
• Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
• Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
• Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
• Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
• Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI)
No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat
Kerja.
• Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan
Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
• Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di
Tempat Kerja.
Intruksi Menteri terkait K3
• Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus K3
Penanggulangan Kebakaran.
Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan terkait K3
• Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara Pengisian Formulir
Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.
• Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
• Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi
Listrik.
Terima kasih
Seri 2
Ahli K3 umum
2. UU Nomor 1 tahun 1970
Bab 1 Istilah - istilah
• Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di
mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam
pasal 2.
• Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut.
• “Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
• “Pengusaha” ialah
a. orang atau badan hukum yang menjalankan seseuatu usaha milik sendiri dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan
miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud
pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
• “Direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undangundang ini.
• “Pegawai Pengawas” ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja
yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
• “Ahli Keselamatan Kerja” ialah tenaga tehnis yang berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undangundang
ini.
Bab III Syarat – syarat Keselamatan Kerja
Pasal 3
(1) Dengan peraturan perundangan-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. mencegah dan mengurangi kecela- kaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadiankejadian lain yang
berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses
kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat,
perlakuan dan penyimpanan
barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di
kemudian hari.
Bab IV Pengawasan
Pasal 5
• (1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini,
sedangkan para pegawai
pengawas kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya
Undangundang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan
kerja dalam
melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
• (1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara
berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
Bab V Pembinaan
Pasal 9
• (1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam semua tempat
kerjanya;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa
tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama
dalam kecelakaan.
(4) Pengurusa diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
Bab VI Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Pasal 10
• (1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan
Kesehatan Kerja guna
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau
pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan
tugas dan
kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam
rangka melancarkan
usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan
lain-lainnya ditetapkan
oleh Menteri Tenaga Kerja.
Bab VII Kecelakaan
• Pasal 11
• (1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1)
diatur dengan peraturan perundangan.
Bab VIII Kewajiban dan Hak Pekerja
Pasal 12
• Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja;
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agas dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal
khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih
dapat
dipertanggung-jawabkan.
Bab IX Kewajiban Bila Memasuki tempat Kerja
Pasal 13
• Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
Bab X Kewajiban Pengurus
Pasal 14
• Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang
berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
Bab XI Ketentuan – Ketentuan Penutup
Pasal 15
• (1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur
lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan
ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya
3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Terima kasih
Seri 3
AHLI K3 UMUM
3. Konsep Dasar K3
Lambang K3
Arti (Makna) Tanda Palang
Bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).

Arti (Makna) Roda Gigi


Bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.

Arti (Makna) Warna Putih


Bersih dan suci.

Arti (Makna) Warna Hijau


Bentuk lambang berupa palang Selamat, sehat dan sejahtera.
berwarna hijau dengan roda
bergerigi sebelas dengan warna
dasar putih Arti (Makna) 11 (sebelas) Gerigi Roda
Sebelas Bab Undang-Undang No 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
Pengertian K3
Filosofi (Mangkunegara)
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja
khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya
dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

Keilmuan
Semua ilmu dan penerapannya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran,
peledakan dan pencemaran lingkungan.
Dasar Hukum Penerapan K3 Di Tempat Kerja
• UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3. Adanya bahaya kerja di tempat itu.

• Permenaker No 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen K3


• Setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 tenaga kerja atau lebih dan atau
yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses
atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti
peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja (PAK).

• Permenaker No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
1. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan 100 orang
atau lebih.
2. Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari 100 orang tetapi
menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan
terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan pencemaran radio aktif.
Tujuan K3

1. Melindungi dan menjamin


keselamatan setiap tenaga kerja
dan orang lain di tempat kerja.

2. Menjamin setiap sumber produksi


dapat digunakan secara aman dan
efisien.

Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 3. Meningkatkan kesejahteraan dan


tentang Keselamatan Kerja
produktivitas Nasional.
Insiden K3
Pengertian
Kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan dimana cedera, penyakit
akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian) dapat terjadi
(termasuk insiden ialah keadaan darurat).

Kecelakaan Kerja
Insiden yang menyebabkan cedera, penyakit akibat kerja (PAK)
Kecelakaan Kerja ataupun kefatalan (kematian).

Nearmiss (hampir celaka)


Insiden yang tidak menyebabkan cedera, penyakit akibat kerja (PAK)
ataupun kefatalan (kematian).

Nearmiss (hampir celaka)


Piramida Kecelakaan Kerja

Setiap Terjadi
1 Kecelakaan Fatal/Kematian

Di dalamnya terdapat 10 Kecelakaan Ringan Sebelumnya

Insiden yang menimbulkan


Yang di dalamnya
terdapat 30 kerusakan alat/bahan
sebelumnya

Nearmiss (hampir celaka)


Yang di dalamnya
terdapat 600 Sebelumnya
Penyebab Kecelakaan Kerja

Penyebab
Penyebab Penyebab Kecelakaan
Tidak Kerugian
Dasar Langsung Kerja
Langsung

1. Kurangnya 1. Faktor Pekerjaan. 1. Tindakan Tidak 1. Kontak Dengan 1. Manusia (Cedera,


Prosedur/Aturan. 2. Faktor Pribadi. Aman. Bahaya. Keracunan, Cacat,
2. Kurangnya Sarana. 2. Kondisi Tidak 2. Kegagalan Fungsi. Kematian, PAK).
3. Kurangnya Aman. 2. Mesin/Alat
Kesadaran. (Kerusakan
4. Kurangnya Mesin/Alat).
Kepatuhan. 3. Material/Bahan
(Tercemar, Rusak,
Produk Gagal).
4. Lingkungan
(Tercemar, Rusak,
Bencana Alam).

Teori Efek Domino – H.W. Heinrich


Kerugian Kecelakaan Kerja

Biaya Langsung
1. Biaya Pengobatan & Perawatan.
Rp. 1 Juta 2. Biaya Kompensasi (Asuransi).
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Biaya Tidak Langsung

{
1. Kerusakan Bangunan.
Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja 2. Kerusakan Alat dan Mesin.
Rp. 5 – 50 Juta 3. Kerusakan Produk dan Bahan/Material.
(Biaya Kerusakan Aset 4. Gangguan/Terhentinya Produksi.
Yang Tidak Diasuransikan) 5. Biaya Administrasi.
6. Pengeluaran Sarana dan Prasarana Darurat.

{
7. Waktu untuk Investigasi.
8. Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang .
Rp. 5 – 3Juta 9. Biaya Perekrutan dan Pelatihan.
(Biaya Lain-lain 10. Biaya Lembur.
Yang Tidak Diasuransikan) 11. Biaya Ekstra Pengawas.
12. Waktu untuk Administrasi.
13. Penurunan Kemampuan Tenaga Kerja yang
Kembali karena Cedera.
14. Kerugian Bisnis dan Nama Baik.
Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja
• Identifikasi dan Pengendalian Bahaya Di
Tempat Kerja
1. Pemantauan Kondisi Tidak Aman.
2. Pemantauan Tindakan Tidak Aman.

• Pembinaan dan Pengawasan


1. Pelatihan dan Pendidikan.
2. Konseling & Konsultasi.
3. Pengembangan Sumber Daya.

• Sistem Manajemen
1. Prosedur dan Aturan.
2. Penyediaan Sarana dan Prasarana.
3. Penghargaan dan Sanksi.
Bahaya K3

Pengertian Faktor
Semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang 1. Biologi (Bakteri, Virus, Jamur, Tanaman,
berpotensi menimbulkan cedera dan atau Binatang).
penyakit akibat kerja (PAK). 2. Kimia
(Bahan/Material/Cairan/Gas/Uap/Debu
Sumber Beracun, Reaktif, Radioaktif, Mudah
1. Manusia. Meledak/Terbakar, Iritan, Korosif).
2. Mesin. 3. Fisik/Mekanik (Ketinggian, Konstruksi,
3. Material. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat, Ruang
4. Metode. Terbatas, Tekanan, Kebisingan, Suhu,
5. Lingkungan. Cahaya, Listrik, Getaran, Radiasi).
4. Biomekanik (Gerakan Berulang,
Postur/Posisi Kerja, Pengangkutan Manual,
Jenis Desain Tempat Keja/Alat/Mesin).
1. Tindakan. 5. Psikologi/Sosial (Stress, Kekerasan,
2. Kondisi. Pelecehan, Pengucilan, Lingkungan, Emosi
Negatif).
Resiko K3
Pengertian Keparahan
Potensi kerugian yang bisa

Sedang
Sangat

Sangat
Ringan

Ringan

Berat

Berat
diakibatkan apabila terdapat kontak
dengan suatu bahaya (contoh : luka
Sangat
bakar, patah tulang, kram, asbetosis, Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim Ekstrim
Sering
dsb).
Sering Sedang Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim

Frekuensi
Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Ekstrim
Penilaian dan Kategori
Perkalian antara nilai frekuensi dengan Jarang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
nilai keparahan suatu resiko. Sangat
Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi
Jarang

Rendah Perlu Aturan/Prosedur/Rambu

Sedang Perlu Tindakan Langsung

Tinggi Perlu Perencanaan Pengendalian

Ekstrim Perlu Perhatian Manajemen Atas


Pengendalian Resiko K3
Hirarki Pengendalian Resiko/Bahaya
Eliminasi Eliminasi Bahaya

Penggantian Tempat kerja /


Substitusi Alat/Mesin/Bahan/Tempat Kerja Pekerjaan Aman
yang Lebih Aman (Mengurangi
Bahaya)

PERLINDUNGAN
KEHANDALAN

Modifikasi Alat/Mesin/Tempat
Perancangan
Kerja yang Lebih Aman

Prosedur, Aturan, Pelatihan,


Administrasi Durasi Kerja, Tanda Bahaya, Tenaga Kerja
Rambu, Poster, Label Aman
(Mengurangi
Menyediakan APD kepada Paparan)
Alat Pelindung Diri
Tenaga Kerja
Budaya 5R
Pengertian
5R adalah cara/metode untuk mengatur/mengelola/mengorganisir
tempat kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik secara
berkelanjutan.

Tujuan
Untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas tempat kerja.

Manfaat
1. Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang
lebih efisien.
2. Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan
luas.
3. Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja
yang bagus/baik.
4. Menambah penghematan karena menghilangkan pemborosan-
pemborosan di tempat kerja.
Langkah-Langkah Penerapan 5R
Ringkas
1. Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
2. Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
3. Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
4. Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.

Rapi
1. Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
2. Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaannya,
keseragaman, fungsi dan batas waktu.
3. Pengaturan tanda visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan.

Resik
1. Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
2. Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
3. Meminimalisir sumber-sumber sampah dan kotoran.
4. Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak (peremajaan).

Rawat
Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.

Rajin
Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.
Penerapan Budaya 5R Di Tempat Kerja
Makna Rambu Di Tempat Kerja

Tanda Larangan Tanda Bahaya Tanda Kewajiban

Tanda Sarana
Tanda Sarana Keselamatan,
P3K dan Tanda Sarana /
Darurat Fasilitas Umum
Kebakaran Evakuasi Darurat
Label Kemasan Bahan Beracun Dan
Berbahaya (B3)

Mudah Meledak Mudah Oksidator


Menyala/Terbakar

Korosif Beracun Mengganggu


Pernafasan, Pemicu
Kamker

Contoh Label Kemasan B3

GHS (Globally Harmonized System) – UN (United Nations) Pemicu Iritasi Gas Bertekanan Pencemar
Lingkungan
Label Transportasi Bahan Beracun Dan
Berbahaya (B3)

Sumber : DOT (Department Of Transportation) Amerika


Makna Label Dan Warna Perpipaan

LABEL PIPA
Gas Bertekanan.
LABEL PIPA
LABEL PIPA
Bahan Mudah Terbakar.
LABEL PIPA
LABEL PIPA Air Yang Dapat Diminum, Air Pendingin, Air
LABEL PIPA Umpan Boiler.
LABEL PIPA Bahan Beracun & Korosif.
LABEL PIPA
LABEL PIPA
Media Pemadam Kebakaran.
LABEL PIPA
LABEL PIPA
Bahan Mudah Menyala.
LABEL PIPA
Sumber : ANSI (American National Standards Intitute) Amerika
Tanda Dan Makna Papan Informasi Di
Tempat Kerja

Petunjuk K3 Informasi Umum / Informasi Bahaya


Pengumuman

Pesan Umum Informasi Fasilitas Informasi Larangan


Radioaktif
Tanda, Makna Warna Dan Label Di Tempat Kerja

LABEL Batas Area Kerja, Batas Jalur.

LABEL Produk Jadi, Sarana Umum.

LABEL Bahan Baku, Sarana P3K, Keselamatan, Darurat dan Evakuasi.

LABEL Barang Menunggu Diproses Lebih Lanjut (WIP).

LABEL Barang Inspeksi QC.

LABEL Barang Cacat, Barang Tidak Terpakai, Tanda Berhenti.

LABEL Inventaris, Identitas Laci Penyimpanan, Rak, Peralatan, dsj.

Area Terbatas Untuk Untuk Kepentingan Operasional.

Area Terbatas Untuk Untuk Kepentingan Keselamatan.

Zona Berbahaya.
Contoh Dokumentasi Penerapan 5R Di
Tempat Kerja
LOTO (Lockout – Tagout)
Pengertian
Suatu prosedur untuk menjamin mesin/alat
berbahaya secara tepat telah dimatikan dan
tidak akan menyala kembali selama
pekerjaan berbahaya ataupun pekerjaan
perbaikan dan perawatan berlangsung
sampai dengan pekerjaan tersebut berakhir.

Prosedur Umum
1. Mengidentifikasi sumber energi.
Peralatan LOTO
2. Mengisolasi dan mematikan sumber
energi.
3. Mengunci dan memberi tanda bahaya
pada sumber energi.
4. Memastikan keefektifan isolasi sumber
energi.

Tanda LOTO Penerapan LOTO


Izin Pekerjaan Bahaya/Resiko Tinggi

1. Izin kerja diperlukan untuk Pekerjaan :


pekerjaan non-rutin yang 1. Panas (pengelasan, gerinda,
mengandung bahaya/resiko dsj).
tinggi di tempat kerja.
2. Ketinggian
2. Izin kerja bertujuan untuk (konstruksi/perbaikan di
memastikan bahwa semua ketinggian di atas 2 meter).
kegiatan/kondisi/lokasi aman 3. Listrik (arus besar).
untuk dilangsungkannya
pekerjaan berbahaya/resiko 4. Galian.
tinggi. 5. Penggunaan Alat Berat.
3. Pengurusan izin kerja 6. Perbaikan Tangki.
dilaksanakan oleh tenaga kerja
bersangkutan dengan petugas 7. Peraikan Perpipaan.
K3 Perusahaan. 8. Ruang Terbatas.
Alat Pelindung Diri (APD)

Kelengkapan
wajib yang
digunakan saat Pelindung Kepala Pelindung Mata dan Muka Pelindung Pendengaran

bekerja sesuai
dengan bahaya
dan resiko kerja
untuk menjaga Pelindung Pernafasan Pelindung Tangan Pelindung Kaki
keselamatan
tenaga kerja itu
sendiri maupun
orang lain di Rompi Nyala

tempat kerja.
Pelindung Jatuh
Pelampung

Jas Hujan
Pelindung Tubuh
Sabuk Keselamatan
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Pengertian
Gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan dan
atau diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan
dengan pekerjaan.

Contoh
Anthrax, Silicosis, Asbestosis, Low Back Pain, White Finger Syndrom, dsb.

Faktor Penyebab
Biologi (Bakteri, Virus Jamur, Binatang, Tanaman) ; Kimia (Bahan Beracun
dan Berbahaya/Radioaktif) ; Fisik (Tekanan, Suhu, Kebisingan, Cahaya) ;
Biomekanik (Postur, Gerakan Berulang, Pengangkutan Manual) ; Psikologi
(Stress, dsb).

Pencegahan
1. Pemeriksaan Kesehatan Berkala.
2. Pemeriksaan Kesehatan Khusus.
3. Pelayanan Kesehatan.
4. Penyedian Sarana dan Prasarana.
Kesehatan Kerja
Pengertian
Penyelenggaraan dan pemeliharaan derajat
yang setinggi-tingginya dari kesehatan fisik,
mental dan sosial dari tenaga kerja pada
semua pekerjaan, pencegahan gangguan
kesehatan pada tenaga kerja yang disebabkan
oleh kondisi kerjanya, perlindungan tenaga
kerja dari resiko akibat faktor-faktor yang
mengganggu kesehatan, penempatan dan
pemeliharaan tenaga kerja dalam suatu
lingkungan kerja yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikologisnya, dan
sebagai kesimpulannya merupakan
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan
manusia kepada pekerjaanya.
Sumber : Joint ILO-WHO Committee 1995
Dasar Hukum
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 8.
2. Permenakertrans 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
3. Permenakertrans 1/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
4. Permenakertrans 3/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
5. Kepmenaker 333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
6. Kepmenaker 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
7. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
8. Permenaker 1/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga
Kerja Dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.
9. Surar Edaran Menakertrans 01/MEN/1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Tempat
Makan.
10. Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan
dalam Tempat Kerja.
Ruang Lingkup
1. Penyelenggaraaan pelayanan kesehatan kerja :
o Sarana.
o Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter perusahaan dan paramedis
perusahaan).
o Organisasi (pimpinan unit PKK, pengesahan penyelenggaraan PKK).
2. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan kerja tenaga kerja (Awal, Berkala, Khusus dan Purna
Bakti)
3. Pelaksanaan P3K (Petugas P3K, Kotak P3k dan Isi Kotak P3K).
4. Pelaksanaan gizi kerja (pemeriksaan gizi dan makanan tenaga kerja, kantin, katering
pengelola makanan tenaga kerja , pengelola dan petugas katering).
5. Pelaksanaan pemeriksaan syarat-syarat ergonomi.
6. Pelaksanaan pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja,
Penyakit Akibat Kerja)
Tanggap Darurat

Pengertian Keadaan Darurat Pelaksanaan Tanggap Darurat


Keadaan sulit yang tidak diduga yang Secara Umum
memerlukan penanggulangan segera supaya
tidak terjadi kecelakaan. 1. Matikan/hentikan seluruh
proses/mesin/aktivitas produksi/kerja.
2. Segera menuju titik evakuasi dengan
Ruang Lingkup mengikuti jalur evakuasi darurat.
1. Kebakaran yang gagal dipadamkan regu
3. Selamatkan aset yang memungkinkan
pemadam kebakaran Perusahaan.
untuk diselamatkan.
2. Peledakan.
4. Tetap tenang dan cepat bertindak.
3. Kebocoran gas/cairan/material
5. Informasikan kepada petugas Tanggap
berbahaya yang tidak dapat diatasi dalam
Darurat apabila ada rekan yang masih
waktu singkat.
tertinggal/terperangkap/terluka.
4. Keracunan.
6. Tetap di area aman hingga ada instruksi
5. Bencana Alam.
lanjutan dari petugas berwenang.
6. Perampokan.
7. Ancaman Bom.
8. Demonstrasi / Unjuk Rasa.
9. Huru-hara.
Kewajiban Pengusaha (Pengurus)
1. Menulis dan memasang semua syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk
pegawai pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja yang
dipimpinnya.
2. Memasang semua gambar keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya
pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca
menurut petunjuk pegawai pengawas atau Ahli K3 di
tempat kerja yang dipimpinnya.
3. Menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang dipimpin maupun
orang lain yang memasuki tempat kerja disertai
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pegawai
tentang Keselamatan Kerja pasal 14
pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja yang
dipimpinnya.
Kewajiban Tenaga Kerja
1. Memberi keterangan yang benar apabila diminta
pegawai pengawas/keselamatan kerja.
2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang
diwajibkan.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang
diwajibkan.
4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua
syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan kerja dimana syarat K3 dan
APD yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali
Undang-Undang No 1 Tahun 1970
dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai
tentang Keselamatan Kerja pasal 12 pengawas dalam batas yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Syarat Dasar K3
1. Mencegah & mengurangi kecelakaan kerja.
2. Mencegah, mengurangi & memadamkan kebakaran.
3. Mencegah & mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi jalur evakuasi keadaan darurat.
5. Memberi P3K.
6. Memberi APD pada tenaga kerja.
7. Mencegah & mengendalikan timbulnya penyebaran
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
radiasi, kebisingan & getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan Penyakit Akibat Kerja
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 (PAK) dan keracunan.
tentang Keselamatan Kerja pasal 3
9. Penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Suhu dan kelembaban udara yang baik.
11. Menyediakan ventilasi yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan & ketertiban.
13. Keserasian tenaga kerja, peralatan, lingkungan, cara &
proses kerja.
14. Mengamankan & memperlancar pengangkutan manusia,
binatang, tanaman & barang.
15. Mengamankan & memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan & memperlancar bongkar muat, perlakuan
& penyimpanan barang.
17. Mencegah tekena aliran listrik berbahaya.
Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja pasal 3
18. Menyesuaikan & menyempurnakan keselamatan
pekerjaan yang resikonya bertambah tinggi.
UTAMAKAN
K ESELAMATAN & K ESEHATAN K ERJA
Terima kasih
Seri 4
AHLI K3 UMUM

4. P2K3
Struktur Susunan dan Tugas Organisasi Tim
P2K3
• Dasar hukum pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) ialah Permenaker RI Nomor
PER.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
• Disebutkan pada pasal 2 (dua) bahwa tempat kerja dimana
pengusaha/pengurus memperkerjakan 100 (seratus) orang atau lebih,
atau tempat kerja dimana pengusaha/pengurus memperkerjakan
kurang dari 100 (seratus) tenaga kerja namun menggunakan bahan,
proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya
peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif
pengusaha/pengurus wajib membentuk P2K3.
• Pada pasal 3 (tiga) disebutkan bahwa unsur keanggotaan P2K3 terdiri
dari pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari ketua,
sekretaris dan anggota serta sekretaris P2K3 ialah ahli keselamatan
kerja dari perusahaan yang bersangkutan.
• Pengertian P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
menurut Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 ialah badan
pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling
pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan K3.
• Tugas P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ialah
memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak
kepada pengusaha mengenai masalah K3 (berdasarkan pasal 4
(empat) Permenaker RI Nomor PER 04/MEN/1987).
Fungsi P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) antara lain :
1. Menghimpun dan mengolah data mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
tempat kerja.
2. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja mengenai :
• Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3 termasuk
bahaya kebakaran dan peledakan serta cara menanggulanginya.
• Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
• Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
• Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
3. Membantu Pengusaha/Pengurus dalam :
• Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
• Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
• Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja (PAK) serta mengambil langkah-
langkah yang diperlukan.
• Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, higiene perusahaan,
kesehatan kerja dan ergonomi.
• Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanan di perusahaan.
• Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.
• Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
• Mengembangkan laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja, melakukan pemeriksaan laboratorium
dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan.
• Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja.
• Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan pedoman kerja dalam
rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi
kerja. (berdasarkan pasal 4 (empat) Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987).
Peran, tanggung Jawab dan Wewenang P2K3

Peran Wewenang

1.Memimpin semua rapat pleno P2K3 ataupun


menunjuk anggota untuk memimpin rapat pleno.
2.Menentukan langkah dan kebijakan demi tercapainya
pelaksanaan program-program P2K3.
3.Mempertanggung-jawabkan pelaksanaan K3 di
Ketua Perusahaan ke Disnakertrans Kabupaten/Kota setempat
melalui Pimpinan Perusahaan.
4.Mempertanggung-jawabkan program-program P2K3
dan pelaksanaannya kepada Direksi.
5.Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaannya
program-program K3 di Perusahaan
1.Membuat undangan rapat dan notulen.
2.Mengelola administrasi surat-surat P2K3.
3.Mencatat data-data yang berhubungan dengan K3.
4.Memberikan bantuan/saran-saran yang diperlukan
Sekretaris
oleh seksi-seksi demi suksesnya program-program K3.
5.Membuat laporan ke Disnakertrans setempat maupun
instansi lain yang bersangkutan dengan kondisi dan
tindakan bahaya di tempat kerja.
1.Melaksanakan program-program yang telah
ditetapkan sesuai dengan seksi masing-masing.
Anggota
2.Melaporkan kepada Ketua atas kegiatan yang telah
dilaksanakan.
Jumlah dan susunan P2K3 antara lain sebagai berikut :
• Perusahaan yang memiliki tenaga kerja 100 (seratus) orang atau lebih, maka jumlah
anggota sekurang-kurangnya ialah 12 (dua belas) orang yang terdiri dari 6 (enam)
orang mewakili pengusaha/pimpinan Perusahaan dan 6 (enam) orang mewakili
tenaga kerja.
• Perusahaan yang memiliki tenaga kerja 50 (lima puluh) orang sampai dengan 100
(seratus) orang, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya ialah 6 (enam) orang yang
terdiri dari 3 (tiga) orang mewakili pengusaha/pimpinan Perusahaan dan 3 (tiga) orang
mewakili tenaga kerja.
• Perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50 (lima puluh) orang dengan
tingkat resiko bahaya sangat besar, maka jumlah anggota sesuai dengan ketentuan
nomor 2 (dua) di atas.
• Kelompok Perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50 (lima puluh) orang
untuk anggota kelompok, maka jumlah anggota sesuai dengan ketentuan nomor 2
(dua) di atas dimana masing-masing anggota mewakili Perusahaannya.
• Langkah-langkah pembentukan P2K3 di Perusahaan ialah pertama-
tama Perusahaan wajib menyatakan Kebijakan K3 dan dituangkan
secara tertulis. Kemudian Pimpinan Perusahaan menginventarisasi
daftar anggota P2K3 serta memberikan pengarahan singkat terhadap
daftar anggota mengenai Kebijakan K3 Perusahaan.
• Setelah itu Perusahaan mengonsultasikan mengenai pembentukan
P2K3 kepada Disnakertrans setempat untuk dikaji dan disahkan
melalui surat keputusan pengesahan P2K3. Kepala Disnakertrans
setempat melaksanakan pelantikan anggota P2K3 secara resmi.
Selanjutnya Perusahaan melaporkan mengenai pelaksanaan program-
program P2K3 ke Disnakertrans setempat secara rutin.
Terima kasih
Seri 5
AHLI K3 UMUM
5. K3 Listrik
Dasar Hukum
• UNDANG-UNDANG No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Pasal 2 ayat 1 Juncto :
• Kepmenaker No. Kep. 75/MEN/2002, tentang PUIL 2000
• Permenaker No. Per. 02/MEN/1989, tentang Pengawasan Instalasi
Penyalur Petir
• Permenakar No. Per. 03/MEN/1999, tentang Pengawasan Pesawat Lift
untuk mengangangkut Orang dan Barang
Pengawasan dan Pembinaan Norma K3
Bidang Listrik
SEJARAH PENGAWASAN K3 LISTRIK
• 1937 : AVE
• 1956 – 1964 : Peraturan Umum Instalasi Listrik ( PUIL 1964 )
• 1973 – 1977 : Peraturan Umum Instalasi Listrik ( PUIL 1977 )
• 1987 : Peraturan Umum Instalasi Listrik ( PUIL 1987 )
• 2000 : Persyaratan Umum Instalasi Listrik ( PUIL 2000 )
KEPMENAKER No. Kep. 75/MEN/2002, tentang PUIL 2000 BERLAKU
UNTUK SEMUA INSTALASI ARUS KUAT :
• PERENCANAAN
• PEMASANGAN
• PEMERIKSAAN / PENGUJIAN
• PEMELIHARAAN / PENGAWASAN
TIDAK BERLAKU BAGI :
• TEGANGAN RENDAH
• TELEKOMUNIKASI
• KERETA REL LISTRIK
• INSTALASI DALAM KAPAL
• INSTALASI DIBAWAH TANAH DALAM TAMBANG
• INSTALASI < 50 Volt / Daya 100 Watt
MAKSUD dan TUJUAN

MAKSUD : MEWUJUDKAN TERSELENGGARANYA INSTALASI LISTRIK


YANG BAIK, TERUTAMA :
• KESELAMATAN MANUSIA TERHADAP SENTUHAN DAN KEJUTAN ARUS
• KEAMANAN INSTALASI DAN PERALATANNYA
• GEDUNG SERTA ISINYA TERHADAP KEBAKARAN AKIBAT LISTRIK
TUJUAN : PENGAMANAN TERHADAP :
• SENTUHAN LANGSUNG, Sentuhan badan manusia dengan bagian
konduktif yang secara normal bertegangan.
• SENTUHAN TIDAK LANGSUNG, Sentuhan badan manusia dengan
bagian konduktif yang secara normal tidak bertegangan menjadi
bertegangan karena adanya kebocoran isolasi
Syarat – syarat Rancangan Instalasi Listrik
• Pengertian rancangan instalasi listrik ialah berkas gambar rancangan
dan uraian teknik, yang digunakan sebagai pedoman untuk
melaksanakan pemasangan suatu instalasi listrik.
Rancangan instalasi listrik harus memenuhi ketentuan PUIL ini dan harus pula diperhatikan ketentuan yang terkait dalam
dokumen berikut :
• Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Beserta Peraturan Pelaksanaannya.
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
• Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
• Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
• Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
• Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenagan Propinsi sebagai Daerah
Otonomi.
• Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
• Tenaga Listrik.
• Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik;
• Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/40/M.PE/1990 tentang Instalasi Ketenagalistrikan.
• Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02.P/0322/M.PE/1995 tentang Standardisasi, Sertifikasi dan Akreditasi
Dalam Lingkungan Pertambangan dan Energi.
• Rancangan instalasi listrik harus berdasarkan persyaratan
dasar dan memperhitungkan serta memenuhi proteksi untuk
keselamatan sesuai aturan yang telah ditentukan.
• Sebelum merancang suatu instalasi listrik harus dilakukan
penilaian (assessment) dan survai lokasi seperti
yang dijelaskan dalam IEC 364-3
• Rancangan instalasi listrik harus dibuat dengan jelas, serta
mudah dibaca dan dipahami oleh para teknisi listrik. Untuk itu
harus diikuti ketentuan dan standar yang berlaku.
Rancangan Instalasi Listrik Terdiri dari:

• a) Gambar situasi, yang menunjukkan dengan jelas letak gedung atau


bangunan tempat instalasi tersebut akan dipasang dan rancangan
penyambungannya dengan sumber tenaga listrik.
• b) Gambar instalasi yang meliputi:
1.Rancangan tata letak yang menunjukkan dengan jelas letak perlengkapan
listrik beserta sarana kendalinya (pelayanannya), seperti titik lampu, kotak
kontak, sakelar, motor listrik, PHB dan lain-lain.
2.Rancangan hubungan perlengkapan listrik dengan gawai pengendalinya
seperti hubungan lampu dengan sakelarnya, motor dengan pengasutnya, dan
dengan gawai pengatur kecepatannya, yang merupakan bagian dari sirkit
akhir atau cabang sirkit akhir.
3.Gambar hubungan antara bagian sirkit akhir tersebut dalam butir b) dan PHB
yang bersangkutan, ataupun pemberian tanda dan keterangan yang jelas
mengenai hubungan tersebut.
4.Tanda ataupun keterangan yang jelas mengenai setiap perlengkapan listrik.
• c) Diagram garis tunggal, yang meliputi :
1.Diagram PHB lengkap dengan keterangan mengenai ukuran
dan besaran pengenal komponennya;
2.Keterangan mengenai jenis dan besar beban yang terpasang
dan pembagiannya;
3.Sistem pembumian dengan mengacu kepada 3.18;
4.Ukuran dan jenis penghantar yang dipakai.
d) Gambar rinci yang meliputi :
1.Perkiraan ukuran fisik PHB;
2.Cara pemasangan perlengkapan listrik;
3.Cara pemasangan kabel;
4.Cara kerja instalasi kendali.
e) Perhitungan teknis bila dianggap perlu, yang meliputi antara lain :
1.Susut tegangan;
2.Perbaikan faktor daya;
3.Beban terpasang dan kebutuhan maksimum;
4.Arus hubung pendek dan daya hubung pendek;
5.Tingkat penerangan.
f) Tabel bahan instalasi, yang meliputi :
1.Jumlah dan jenis kabel, penghantar dan perlengkapan;
2.Jumlah dan jenis perlengkapan bantu;
3.Jumlah dan jenis PHB;
4.Jumlah dan jenis luminer lampu
g) Uraian teknis, yang meliputi :
1.Ketentuan tentang sistem proteksi dengan mengacu kepada 3.17;
2.Ketentuan teknis perlengkapan listrik yang dipasang dan cara pemasangannya;
3.Cara pengujian;
4.Jadwal waktu pelaksanaan.

h) Perkiraan Biaya
1. Estimasi biaya bahan dan pemasangan
2. Estimasi biaya tak terduga
Sistem Proteksi Untuk Keselamatan listrik

• Proteksi untuk keselamatan menentukan persyaratan terpenting untuk


melindungi manusia, ternak dan harta benda.
• Proteksi untuk keselamatan selengkapnya meliputi:
1. Proteksi dari kejut listrik .
2. Proteksi dari efek termal
3. Proteksi dari arus lebih .
4. Proteksi dari tegangan lebih, khususnya akibat petir
5. Proteksi dari tegangan kurang.
6. Pemisahan dan penyakelaran.
• Tindakan proteksi dapat diterapkan pada seluruh instalasi, pada sebagian instalasi
atau pada suatu perlengkapan.
Proteksi Dari Kejut Listrik
• 1 Proteksi dari sentuhan tak langsung
Manusia dan ternak harus dihindarkan/diselamatkan dari bahaya
yang bisa timbul karena sentuhan dengan bagian aktif instalasi
(sentuh langsung) dengan salah satu cara seperti berikut ini :
a). mencegah mengalirnya arus melalui badan manusia atau ternak.
b). membatasi arus yang dapat mengalir melalui badan sampai suatu
nilai yang lebih kecil dari arus kejut.
• 2 Proteksi dari sentuhan tak langsung
Manusia dan ternak harus dihindarkan/diselamatkan dari bahaya yang
timbul karena sentuhan dengan bagian konduktif terbuka dalam keadaan
gangguan (sentuhan tak langsung) dengan salah satu cara dibawah ini :
a). mencegah mengalirnya arus melalui badan manusia atau ternak.
b). membatasi arus yang dapat mengalir melalui badan sampai suatu nilai
yang lebih kecil dari arus kejut.
c). pemutusan supplay secara otomatis dalam waktu yang ditentukan pada
saat terjadi gangguan yang sangat mungkin menyebabkan mengalirnya
arus melalui badan yang bersentuhan dengan bagian konduktif terbuka,
yang nilai arusnya sama dengan atau lebih besar dari arus kejut listrik.
Proteksi Dari Efek Termal
• Instalasi listrik harus disusun sedmikian rupa sehingga tidak ada
resiko tersulutnya bahan yang mudah terbakar karena tingginya suhu
atau busur api listrik. Demikian pula tidak akan ada resiko luka bakar
pada manusia maupun ternak selama perlengkapan listrik beroperasi
secara normal.
Proteksi Dari Arus Lebih
• Manusia atau ternak harus dihindarkan dari/diselamatkan dari
cedera, dan hartabenda diamankan dari kerusakan karena suhu yang
berlebihan atau stres elektromagnetis karena arus lebih yang sangat
mungkin timbul pada penghantar aktif.
Proteksi Dari Arus Gangguan
• Penghantar, selain penghantar aktif, dan bagian lain yang
dimaksudkan untuk menyalurkan arus gangguan harus mampu
menyalurkan arus tersebut tanpa menimbulkan suhu yang
berlebihan.
Proteksi Dari Tegangan Lebih
• Manusia atau ternak harus dicegah dari cedera, dan harta benda juga
harus dicegah dari setiap efek yang berbahaya akibat adanya
gangguan antara bgian aktif dari sirkit yang disupplai dengan
tegangan yang berbeda.
• Manusia dan ternak harus dicegah dari kerusakan akibat adanya
tegangan yang berkelebihan yang mungkin timbul akibat sebab lain
(misalnya, fenomena atmosfir atau tegangan lebih penyakelaran).
Macam-macam pembangkit tenaga listrik
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
• Seperti namanya, jenis pembangkit listrik yang satu ini memanfaatkan arus
cepat yang dihasilkan oleh air untuk menggerakan turbin pada generator
mesin.
• Pergerakan ini akan mengubah energi kinetik dan potensial yang ada di
dalam air agar dapat menghasilkan energi murni yang tidak hanya ramah
lingkungan, tapi juga hemat.
• Karena bersumber dari air, PLTA biasanya dibangun di dekat waduk,
bendungan, atau sungai dengan aliran yang cukup kuat.
• PLTA dibagi menjadi dua, yaitu tenaga air yang berasal dari arus alami atau
pompa, dan sumber yang berada di tempat tinggi seperti air terjun.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
• Pembangkit Listrik Tenaga Surya biasanya banyak digunakan pada
perumahan komersil.
• Jenis pembangkit listrik ini memiliki sumber yang kuat karena berasal dari
energi panas sinar matahari yang sangat berlimpah.
• Sama sperti PLTA, PLTS mengandalkan sumber energi murni alami sehingga
sangat ramah lingkungan.
• Alat ini bekerja dengan menggunakan panel surya yang dapat menyimpan
engeri listrik serapan sinar matahari ke dalam baterai.
• Mengingat iklim negeri kita yang memiliki musim kemarau cukup panjang,
PLTS adalah alat pembangkit listrik yang lebih ideal untuk di pakai di
rumah.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG)
• Jenis pembangkit listrik berikutnya bergantung kepada bahan bakar gas,
minyak, atau batu bara sebagai sumber energi.
• Bahan bakar tersebut akan terbakar bersama dengan gas yang nantinya
akan tersaring melewati filter udara untuk menggerakan turbin generator.
• Gas dan bahan bakar tersebut memiliki tekanan yang cukup tinggi sehingga
energi yang dihasilkannya pun sangat kuat.
• Biasanya, kamu dapat menemukan bangunan PLTG di daerah-daerah yang
jauh dari kota karena suara mesinnya yang dapat terdengar terlalu bising.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB)
• Alat ini merupakan jenis pembangkit listrik yang memerlukan energi
panas bumi agar dapat mengeluarkan listrik.
• Uap panas yang didapatkan dari titik bumi tersebut akan dijadikan
sebagai sumber penggerak turbin generator mesin.
• Bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi biasanya terletak di
daerah pegunungan tinggi atau kaki gunung agar dapat
memanfaatkan energi natural alam lebih baik.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
• Pembangkit Listrik Tenaga Uap ini memanfaatkan energi uap dari hasil
pompaan air dalam pipa yang nantinya akan bersatu dengan minyak dan
batu bara.
• Hasil pemanasan ketel uap tersebut akan dibakar dan disemprotkan
menjadi satu energi uap yang menggerakakan turbin pada generator
mesin.
• Hasil uap ini lah yang pada akhirnya akan menjadi sumber energi listrik
yang mengalir ke seluruh kota.
• Dari semua jenis pembangkit listrik, PLTU mungkin salah satu alat yang
kurang ramah lingkungan karena dapat menghasilkan uap yang cukup
berbahaya apabila terhirup oleh makhluk hidup di sekitarnya.
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
• Agar dapat bekerja dengan baik, pembangkit listrik tenaga diesel
membutuhkan bahan bakar solar.
• Mesin diesel pada alat ini berfungsi sebagai penggerak mula.
• Setelah bekerja, mesin diesel akan menghasilkan energi murni
mekanis yang dapat menggerakan motor generator. Dari situlah
energi listrik PLTD berasal.
Pembangkit Listrik Tenaga Ombak (PLTO)
• Ombak di lautan memiliki volume kepadatan daya yang cukup tinggi.
• Gerakan ombak laut yang tinggi bergulung tersebutlah yang
dimanfaatkan banyak negara untuk menghasilkan energi listrik yang
cukup besar.
• Penemuan jenis pembangkit listrik ini termasuk baru dan sudah
terbukti sebagai salah satu alat yang ramah lingkungan dan juga
murah karena emisi yang dihasilkannya sama sekali tidak ada.
• Menurut para peneliti dunia, pembangkit listrik tenaga ombak
diprediksi akan menjadi mesin penghasil listrik terbaik!
Jenis-jenis instalasi penerangan listrik
• Instalasi penerangan adalah suatu rangkaian beberapa komponen
listrik dari sumber ke beban yang saling berhubungan satu sama
lainnya secara listrik, yang terletak pada suatu tempat atau ruangan
tertentu. Instalasi ini berupa titik cahaya sehingga terbentuklah suatu
sistem yang mempunyai fungsi. Adapun fungsi dari sistem ini adalah
untuk penerangan. Suatu instalasi penerangan dapat berfungsi
dengan baik dan aman haruslah memenuhi syarat pemilihan
pengaman dan penghantar.
Instalasi penerangan dibagi menjadi 2 yaitu instalasi penerangan listrik
dan instalasi tenaga listrik.
• Instalasi penerangan listrik merupakan instalasi listrik yang beban
kerjanya berupa lampu-lampu penerangan yang biasa dipasang di
Gedung dan rumah tempat tinggal.
• Sedangkan instalasi tenaga listrik merupakan instalasi listrik yang
beban kerjanya berupa motor-motor listrik yang digunakan sebagai
penggerak mesin-mesin produksi dipabrik-pabrik dan bengkel.
Instalasi penerangan listrik dibagi menjadi 3 jenis
• Instalasi penerangan listrik system kawat renang (menggunakan rol
isolator).
• Instalasi penerangan listrik system kabel terselubung (NYM).
• Instalasi penerangan listrik system dalam pipa PVC atau galvanis.
Instalasi penerangan listrik system kawat renang (menggunakan rol
isolator).
• Pemasangan hantaran/kabel diatas plapon dapat dipasang dengan
direntangkan menggunakan rol isolator.
• Jarak sejajar antara rol isolator minimal 3 cm.
• Sedangkan jarak antara rol isolator pada rentang kabel maksimal 100
cm.
• Setiap percabangan kabel menggunakan sambungan pigtail (ekor
babi) di isolasi kemudian ditutup dengan lasdop.
Cara pemasangan dengan rol isolator Pemasangan rol isolator ditengah
Jarak pemasangan rol isolator
Instalasi penerangan listrik system kabel terselubung (NYM).
• Pemasangan instalasi penerangan ini menggunakan kabel NYM, kabel
ini dapat digunakan diatas dan diluar plesteran pada ruang kering dan
lembab.
• Ukuran kabel NYM yang digunakan untuk instalasi penerangan rumah
dan Gedung sederhana adalah 3x2,5 mm2 dan 2x1,5 mm2.
• Jarak pemasangan klaem 25 cm, dan tidak boleh dipasang didalam
tanah
Instalasi dengan kabel NYM
Instalasi penerangan listrik system dalam pipa PVC atau galvanis.
• Adalah pemasangan yang sudah umum digunakan untuk instalasi
penerangan. Sistem pemasangan ini menggunakan pipa PVS untuk
melindungi kabel didalamnya.
• Kabel yang digunakan pada jenis pemasangan ini adalah jenis NYA,
didalam pipa kabel NYA itu dimasukan dan dirangkai disetiap
percabangannya menggunakan T-Dos sebagai tempat
penyambungannya.
• Pemasangannya dapat ditanam didalam dan diluar dinding dengan
menggunakan klem sebagai pengikatnya dengan jarak 1 meter.
Prosedure Keselamatan Kerja Listrik
• Keselamatan kerja listrik adalah keselamatan kerja yang bertalian
dengan alat, bahan, proses, tempat (lingkungan) dan cara-cara
melakukan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan kerja listrik adalah
untuk melindungi tenaga kerja atau orang dalam melaksanakan tugas-
tugas atau adanya tegangan listrik disekitarnya, baik dalam bentuk
instalasi maupun jaringan.
• Pada dasarnya keselamatan kerja listrik adalah tugas dan kewajiban
dari, oleh dan untuk setiap orang yang menyediakan, melayani dan
menggunakan daya listrik. Undang undang no. 1 tahun 1970 adalah
undang undang keselamatan kerja, yang di dalamnya telah diatur
pasal-pasal tentang keselamatan kerja untuk pekerja-pekerja listrik.
Penyebab utama kematian atau kecelakaan serius yang berhubungan
dengan pekerjaan listrik adalah sebagai berikut:
• Menggunakan peralatan-peralatan tanpa maintenance yang baik
• Kerja terlalu dekat dengan kabel listrik bertegangan tinggi
• Penggalian kabel bawah tanah bertegangan
• Praktek yang tidak aman saat menggunakan supply utama
• Menggunakan peralatan-peralatan yang tidak standar
Tipe Kecelakaan Listrik
Akibat yang diderita ketika seseorang terkena kontak listrik yaitu:
• Electric shock
• Electrical burns
• Loss of muscle control
Electric Shock
Tegangan listrik dengan 50 Volt dalam suatu kesempatan, memblok
sinyal ke otak dan otot yang dapat menyebabkan:
• Jantung berhenti
• Sulit bernafas
• Kejang otot
• Kejang otot dapat menyebabkan cedera fisik, dan kontraksi pada otot
Anda.
Static Electricity
• Tersengat listrik static dapat terjadi sebagai contoh ketika anda akan
masuk ke dalam mobil, dan tegangannya bisa mencapai 10.000 volts.
Namun demikian arusnya hanya mengalir dalam hitungan detik
sehingga tidak terlalu menimbulkan gangguan kepada orang yang
terkontak.
• Di lokasi kerja dimana ada potensi kebakaran dan ledakan, maka
tindakan pencegahan harus dilakukan sehingga electric static ini tidak
menjadi pemicu.
Prosedur keselamatan saat bekerja dengan peralatan listrik:
• Cek peralatan Anda apakah sesuai dan memenuhi standar
• Gunakan equipment bertegangan rendah sedapat mungkin
• Jika menggunakan 230 volt, gunakan peralatan ELCB
• Cek peralatan Anda apakah masih valid sticker Portable Appliance
Test (PAT)-nya.
• Cek power point, three pin plug dalam keadaan bagus
• Cek kabel-kabel dilantai jangan sampai menyebabkan tripping hazard.
Prosedur keselamatan saat bekerja dengan Electrical Equipment,
Mesin-mesin dan Instalasinya:
• Perencanaan yang matang : pemilihan peralatan-peralatan yang tepat
sebelum mulai kerja
• Dikerjakan oleh orang yang kompeten
• Gunakan equipment yang standar dan sesuai
Terima kasih
Seri 6
AHLI K3 UMUM
6. BEJANA TEKAN
Dasar Hukum
Dasar hukum pengawasan penerapan K3 bejana tekanan di Indonesia
sebagai berikut ;
1. Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.01/Men/1982 tentang
bejana tekanan.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.02/Men/1982 tentang
kwalifikasi juru las.
Pengertian Bejana Tekan
Dari peraturan perundangan K3 yang berlaku maka dapat dituliskan
beberapa pengertian sbb ;
1. Bejana Tekanan
• Bejana tekanan ialah bejana selain pesawat uap didalamnya terdapat
tekanan yang melebihi tekanan udara luar, dan dipakai untuk nenampung
gas atau campuran gas termasuk udara, baik dikempa menjadi cair dalam
keadaan larut atau beku.

2. Alat Pengaman
• Alat pengaman ialah semua alat perlengkapan bejana tekanan yang
ditujukan untuk melengkapi bejana agar pemakaiannya dapat digunakan
dengan aman.
Jenis-jenis Bejana Tekan
Bejana Tekanan dikelompokkan menjadi 4 ( empat) macam, sebagai berikut ;

1. Botol-botol baja yang memiliki volume air maksimun 60 liter


2. Bejana transport yang mempunyai volume air lebih dari 60 liter
3. Bejana penyimpanan gas atau campuran dalam tekanan padat dikempa
menjadi cair terlarut atau beku.
4. Pesawat pendingin yang digunakan sebagai pendingin suatu zat
dengan memproses gas pendingin yang ada dalam pesawat, sedemikian
rupa sehingga temperatur gas endingin tersebut lebih rendah dari pada
temperatur sekitarnya dan dapat menyerap temperatur zat atau temperatur
ruangan yang lebih tinggi menjadi lebih rendah sesuai dengan kebutuhan
yang dikehendaki.
Contoh Bejana Tekan
Pemamfaatan Bejana Tekan
• Instalasi pipa bertekanan penyalur gas atau udara yang memiliki isi lebih
dari 220 Cm3 dan tekanan kerjanya lebih dari Kg/Cm2 juga termasuk
bejana tekan yang diatur dalam Permenaker No.Per.01/Men/1982.

• Di tempat-tempat kerja Bejana Tekan juga banyak digunakan untuk tempat


penampungan udara atau gas bertekanan. Gas tersebut antara lain sebagai
berikut ;
1. Innert gases : Gas ini dapat mengurani kadar zat asam dan dalam
keadaan biasa mudah bereaksi dengan bahan bakar, sebagai
contoh Argon dan helium.
2. Flamable gases : Gas ini mudah bereaksi dengan oksigen mudah
menimbulkan kebakaran , titik nyalanya hanya 1000 C atau kurang, sebagai
contoh LPG dan acetylene.
3. Corrosive gases : Gas ini suatu gas yang karena reaksi kimia dapat
mengakibatkan kerusakan apabila kontak dengan jaringan hidup dan sangat
menyengat, sebagai contoh Chlore, sulfur diokside dan anhydrous amonia.
4. Oxidizing Gases : Gas pengoksid ini adalah suatu gas yang mungkin tidak
mudah terbakar tetapi dapat menghasilkan oksigen yang dapat mempermudah
pembakaran, dan gas ini sangat berbahaya apabila terserap lewat pernafasan.
5. Mixure Gases : Gas campuran ini adalah suatu campuran dua atau lebih gas
yang dibuat untuk keperluan tertentu dengan ketentuan gas-gas tersebut tidak
akan bereaksi atau sama lain menjadi senyawa lain,contoh ; campuran CO ( 100 %
) dan ( 90 % ).
6. Liquid Gases : Gas cair ini adalah suatu gas yang karena tekanan tertentu dapat
berubah menjadi cair mempunyai titik didih 900 C , tekanan 14,2 Psi.
7. Medical Gases : Gas untuk keperluan kesehatan ini adalah suatu gas yang
digunakan untuk keperluan kedokteran, sebagai contoh ; oksigen, udara tekan.
Persyaratan Teknis Bejana Tekan
Persyaratan teknis Konstruksi bejana tekanan yang harus dipenuhi bagi setiap bejana
tekanan yang dipakai di Indonesia sbb ;

Konstruksinya
Konstruksi Bejana Tekan yang memenuhi syarat indikasinya antara lain sbb ;
a. Jenis material memenuhi standar yang berlaku.
b. Tebal material tidak kurang dari hasil perhitungan kekuatan konstruksi berdasarkan formula yang
diakui.
c. Kondisi material tidak terdapat cacat yang melebihi batas.
d. Sambungan las memenuhi syarat.
e. Untuk ketebalan pelat drum dan head dengan ketebalan tertentu telah dilakukan heat treatmen
setelah seluruh pengelasan selesai.
f. Pada hydrostatic Test tidak ditemui kebocoran, rembesan, keretakan atau perubahan bentuk
yang menetap.
Alat pengaman
Alat pengamannya harus lengkap, kondisinya / ukurannya memenuhi standar dan
berfungsi dengan baik.
Alat pengaman pada botol baja harus terdiri dari sbb;
• Katup penutup ; Katup penutup ini berfungsi mengendalikan tekanan, dimana
manakala tekanan udara/gas dalam botol baja melebihi tekanan kerja yang
diizinkan maka sebagian gas/udara akan keluar dari tabung sehingga tekanan
turun kembali ke tekanan kerja yang diizinkan.
• Kap pelindung ; Kap atau tutup pelindung ini harus kuat dan baik dan diberi
lubang dengan garis tengah sekurang-kurangnya 6,5 mm atau apabila diberi dua
lubang maka garis tengahnya masing-masing tidak boleh kurang dari 5
mm. Harus didesign sedemikian rupa sehingga jarak antara bagian dalam Kup
pelindung dengan katup penutup tidak kurang dari 3 mm. Kap pelindung ini harus
selalu dipasangkan kecuali jika botol baja sedang dipergunakan.
• Alat anti guling ; Untuk menghindarkan menggelindingnya botol –
botol baja yang dapat mengakibatkan cacat, maka alat anti
guling sangat penting ada pada botol baja.

• Selain alat pengaman tersebut diatas, harus dipenuhi bahwa


ulir penghubung pada botol-botol baja dengan pipa pengisi yang
dipergunakan untuk gas yang mudah terbakar harus kekiri, sedangkan
untuk gas lainnya harus mempunyai ulir kanan. Khusus untuk botol
acetyllene harus mempunyai ulir kanan.
Alat pengaman pada bejana tekan, kompressor yang memadat gas ke dalam
bejana tekan atau pesawat pendingin harus dilengkapi dengan alat
pengaman sbb ;
a. Manometer yang memiliki angka skala tekanan paling kurang sama
dengan tekanan percobaan, dan dilengkapi dengan ;
• Strip merah pada tekanan tertinggi yang diizinkan.
• Keran cabang tiga yang mempunyai flens dengan garis tengah 40 mm ,tebal
5 mm.
b. Tingkap pengaman yang bekerja bilamana tekanan yang terjadi melebihi
tekanan tertinggi yang diizinkan.
c. Bejana Tekan ini harus dilengkapi alat anti guling, kecuali yang karena
pengangkutannya dan pemakaiannya tidak mungkin menggelinding.
Selain alat pengaman yang harus terpasang tersebut diatas, setiap Bejana Tekan harus diberikan tanda-tanda
pengenal sbb ;
a. Nama pemilik
b. Nama dan nomor urut pabrik pembuat.
c. Nama gas yang diisikan (bukan simbol kimia )
d. Berat dari botol baja dalam keadaan kosong tanpa keran dn tutup.
e. Tekanan pengisian yang diizinkan.
f. Berat maksimum dari sisinya untuk bejana tekan berisi gas yang dikempa menjadi cair.
g. Besarnya volume jika diisi air untuk bejana berisi gas yang dikempa.
h. Tanda dari bahan pengisi ( untuk botol baja yang berisi larutan acetyllen.
i. Bulan dan tahun pemadatan pertama dan berikutnya.

Tanda pengenal ini harus permanen ( slugh letter ) pada head bejana tekan, tetapi untuk pelat bejana tekan
yang ketebalannya kurang dari 4 mm adalah dilarang dan dapat digantikan dengan pelat nama.
Standar Warna
• Untuk secara visual dapat membedakan isi media dalam suatu bejana tekan
sehingga sesuai dengan peruntukan yang dikehendaki, maka setiap botol baja
harus dicat dengan warna yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan
perundangan K3 atau standar yang berlaku.

• Dapat kita bayangkan bagaimana sendainya botol baja bercat warna abu-abu
yang tentunya berisi Nitrogen, kemudian oleh perusahaan distributor gas dikirim
ke rumah sakit yang semestinya yang dibutuhkan oleh rumah sakit untuk pasien
bukan nitrogen tetapi oksigen, maka akibatnya dapat kita bayangkan.

• Bejana tekan yang dipergunakan untuk menampung zat asam harus dicat warna
biru muda, untuk menampung gas yang mudah terbakar harus dicat berwarna
merah, untuk menampung gas beracun harus dicat berwarna kuning dan untuk
menampung gas beracun yang juga mudah terbakar harus dicat berwarna kuning
dan merah.
Warna cat untuk botol baja atau tabung gas
Pemeriksaan wajib bagi setiap bejana tekan
• Pemeriksaan pada fabrikasi ; Setelah gambar rencana sesuatu Bejana
Tekan disyahkan oleh Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI, maka
proses pembuatannya di pabrik pembuat Bejana Tekan dapat mulai
dikerjakan. Pada saat mulai proses pembuatan Bejana Tekan di
Indonesia, seharusnya dilakukan pengawasannya secara continue
oleh Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap & Bejana
tekan atau Ahli K3 spesialis pesawat uap & bejana tekan yang
memiliki SKP dari Menteri Tenaga Kerja. Pengujian non destructine
test ( NDT) dengan metode radiogaphy test atau ultrasonic test hanya
boleh dilaksanakan oleh pihak ketiga yang memiliki SKP yang
syah dari Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi R.I.
• Pemeriksaan pertama ; Pemeriksaan ini wajib dilaksanakan sesuai standar
pemeriksaan yang berlaku sebelum sesuatu Bejana Tekan diterbitkan
Pengesahan pemakaiannya oleh instansi yang berwenang ( Depnakertrans /
Disnakertrans ). Pada pemeriksaan pertama ini, kegiatan yang dilaksanakan
oleh petugas pemeriksa/penguji tersebut meliputi ;
a. Pemeriksaan kelengkapan berkas permohonan.
b. Pemeriksaan visual konstruksi dan alat pengamannya.
c. Recalculation perhitungan kekuatan konstruksi dengan menggunakan
formula yang diakui.
d. NDT kembali jika dianggap perlu dengan bantuan pihak ketiga.
e. Hydrostatic test
f. Pengujian katup penutup / tingkap pengaman.
• Pemeriksaan Berkala ; Pemeriksaan berkala untuk Bejana Tekan wajib dilaksanakan sekali setiap
lima tahun, untuk Bejana Tekan penampung Chlorine atau senyawa chlorine minimal sekali setiap
dua tahun.

• Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus ini wajib dilaksanakan apabila ;
a. Terdapat kerusakan / reparasi
b. Modifikasi
c. Terjadi peledakan pada Bejana Tekannya.

Pemeriksaan awal, berkala dan atau khusus tersebut menurut peraturan perundangan yang berlaku
adalah wewenang Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap & Bejana Tekan
DEPNAKER/DISNAKER dan atau AK3U spesialis Pesawat Uap & Bejana Tekan dari PJK3 yang ber SKP
dari Menteri Tenaga Kerja.
Penangan botol baja ditempat kerja
• Kadangkala kita jumpai penanganan botol-botol baja di tempat-
tempat kerja masih sedemikian rupa dan membahayakan
keselamatan pekerja beserta investasi perusahaan, sebagai contoh
; menempatkan botol baja yang masih berisi di lapangan yang
langsung terkena sinar matahari, terlalu dekat dengan sumber panas /
api, memindahkan dengan cara sembarangan dsb.
Pemeriksaan visual rutin internal
• Batas wewenang pemeriksaan ;
Pemeriksaan awal, berkala dan khusus Bejana Tekan, berdasarkan peraturan perundangan
K3 yang berlaku adalah wewenang Pengawas Ketenagakerjaan spesialis pesawat uap &
bejana tekan dari DEPNAKER/DISNAKER dan AK3 spesialis pesawat uap & bejana tekan dari
PJK3 yang ber SKP syah dari Menteri Tenaga Kerja.

Sebagaimana telah diketahui, bahwa pemeriksaan berkala jangka waktunya demikian


panjang, maka berdasarkan peraturan yang berlaku, AK3U sesuai dengan batas wewenang
yang ada sebaiknya melakukan pemeriksaan visual rutin-internal misalnya sekali setiap
bulan, tetapi tanpa merobah konstruksi dan alat pengaman yang bersangkutan.

Dengan pemeriksaan visual rutin ini maka manakala terjadi kelainan pada konstruksi atau
alat pengaman Bejana Tekan tersebut secara dini dapat diketahui yang selanjutnya melalui
pimpinan perusahaan dilaporkan ke Disnaker setempat atau PJK3 untuk dilakukan
pemeriksaan khusus.
• Formulir pemeriksaan visual rutin-internal
Untuk mempermudah AK3U dalam melaksanakan tugas pemeriksaan
visual rutin internal suatu Bejana Tekan di tempat tugasnya ,dapat
menggunakan formulir pemeriksaan visual rutin-internal sebagaimana
terlampir pada modul ini.

Apabila tidak ditemui adanya kelainan, maka hasil pemeriksaan berupa


perlu disampaikan pada rapat kerja berkala P2K3, namun apabila ada
temuan sebaiknya secepat mungkin segera disampaikan kepada Ketua
P2K3 guna ditindak lanjuti sebagaimana mestinya.
Terima kasih
Seri 7
AHLI K3 UMUM
7. K3 PESAWAT UAP
Dasar Hukum
• Undang-undang dan Peraturan Uap tahun1930
• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.37 Tahun 2016
• Permenaker No.02 Tahun 1982, Permenaker No.01 Tahun 1988
Defenisi
• Pesawat Uap : Ketel uap dan alat-alat lainnya yang
dengan peraturan pemerintah ditetapkan demikian, langsung
atau tidak langsung berhubungan (atau tersambung) dengan suatu
ketel uap dan diperuntukkan dengan tekanan yang lebih besar (tinggi)
dari tekanan udara (Pasal1 Undang-Undang Uap 1930).
• Ketel Uap : Pesawat yang digunakan untuk menghasilkan uapatau
stoom yang dipergunakan di luar pesawatnya.
• Pesawat uap selain ketel uap adalah :
− Pemanas air diperuntukkan guna mempertinggi temperatur dari air
pengisi untuk ketel-ketel uap dengan jalan pemanasan dengan hawa
pembakaran
− Pengering uap diperuntukkan guna mempertinggi temperatur dari
uapnya dengan jalan pemanasan dengan hawa pembakaran
− Penguap-penguap diperuntukkan guna membuat air sulingan
dengan jalan pemanasan dengan uap; dan
− Bejana uap kedalam mana langsung atau tidak langsung
dimasukkan uapnya dari ketel uapnya, terkecuali pesawat-pesawat
penguap.
• Pesawat Cairan Panas ; ialah pesawat yang dibuat untuk
menghasilkan dan atau menampung cairan dengan suhu 50°C lebih.
Penjelasan : Cairan ialah air, minyak atau zat lain yang dalam kondisi
atmosfir berupa cairan.
• Bejana Penimbunan ; ialah bejana yang digunakan untuk menyimpan
bahan berbahaya / bahan kimia selain gas bertekanan yang dipasang
secara tetap (permanent).
• Instalasi Pipa ; ialah jaringan pipa yang menghubungkan pesawat uap satu sama
lain atau bagian pembuangan.

Jaringan pipa dimaksud meliputi :


a. jaringan pipa air pengisi / air panas
b. Jaringan pipa uap
c. jaringan pipa air / uap buangan
d. jaringan pipa lain yang menunjang bekerjanya pesawat uap dan atau
perlengkapannya
e. Jaringan pipa gas
Air pengisi ketel uap
A. Sumber-sumber air pengisi ketel
Macam-macam air yang dapat digunakan sebagai air pengisi ketel adalah air sumur dan air
kondensat. Air kondensat sudah murni sehingga tidak perlu mengalami pengolahan yang
khusus, sedangkan untuk air yang berasal dari sumur perlu mendapat pengolahan-
pengolahan lebih dahulu.

B. Syarat Air Pengisi Ketel


Pada dasarnya air yang akan digunakan, terutama yang digunakan sebagai air pengisi ketel,
harus memenuhi syarat. Air yang berasal dari alam (sungai dan tanah) tidak ada yang
dalam keadaan murni, biasanya terdapat pengotor-pengotor, antara lain :
• Zat tersuspensi, seperti lumpur dan tanah liat. Biasanya dihilangkan dengan penyaringan.
• Zat terlarut, seperti garam-garam mineral (garam magnesium, kalsium dan lain-lain).
Tabel syarat air pengisi ketel dan air ketel
Spesifikasi Air pengisi ketel Air ketel

Kesadahan < 0,1 OD <0,1 OD


pH 7,5-8,0 10,0-10,8

TDS Tidak nyata max 1500

PAlkali 50 ppm 300 ppm

M Alkali 100 ppm 500 ppm

Chlorine Tidak nyata max 70 ppm


Sulfit 30 ppm max 60 ppm

Oksigen Tidak nyata -

Silikat Tidak nyata -

Fe Tidak nyata

P205 Max 30 ppm


Persyaratan air umpan Boiler
Boiler atau ketel uap merupakan sebuah alat untuk pembangkit uap dimana uap ini berfungsi sebagaizat
pemindah tenaga kaloris. Tenaga kalor yang dikandung dalam uap dinyatakan dengan entalpi panas.

Hal-hal yang mempengaruhi efisiensi boiler adalah bahan bakar dan kualitas air umpan boiler.Parameter-
parameter yang mempengaruhi kualitas air umpan boiler antara lain:
• Oksigen terlarut, dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan korosi pada peralatan boiler.
• Kekeruhan, dapat mengenda pada perpipaan dan peralatan proses serta mengganggu proses.
• PH bila tidak sesuai dengan standar kualitas air umpan boiler dapat menyebabkan korosi pada peralatan
• Kesadahan, merupakan kandungan ion Ca dan Mg yang dapat menyebabkan kerak pada peralatan serta
perpipaan boiler sehingga menimbulkan local overheating
• Fe, dapat menyebabkan air bewarna dan mengendap disaluran air dan boiler bila teroksidasi oleh oksigen

Secara umum air yang akan digunakan sebagai umpan boiler adalah air yang tidak mengandung unsur yang
dapat menyebabkan terjadinya endapan yang dapat membentuk kerak pada boiler dan air yang tidak
mengandung unsur yang dapat menyebabkan korosi boiler.
Karakteristik air Boiler
• PH
Merupakan indikasi untuk keasaman suatu zat . PH (Pondus hidrogenium) ditentukan oleh jumlah hydrogen bebas (H+) dalam suatu zat. PH adalah factor logaritmik, ketika sebuah
larutan menjadi 10x lebih asam, PH akan jatuh oleh satu unit.

• Daya hantar listrik/konduktivitas


Daya hantar listrik adalah kemampuan dari larutan untuk menghantarkan arus listrik yang dinyatakan dalam pmhos/cm. Harga daya hantar listrik dari umpan air boiler di[erhatikan
untuk mencegah terjadinya endapan kerak pada bagian permukaan perpidahan panas dan untuk menjaga kemurnian steam.

• Alkalinitas
Didefinisikan sebagai jumlah anion dalam air yang akan bereaksi untuk menetralkan ion H+ . Harga alkalinitas tinggi tidak dikehendaki untuk umpan air boiler karena dapat
menimbulkan pembusaan dan carryover.

• Kesadahan, karbonat dan non karbonat


• Silica
• Besi
• Phospat
• Turbiditas, sifat optic dari suatu larutan yang menyebabka cahaya yang melaluinya terabsorsi.
• TTS ( Total Suspendied Solid)
Tabel baku mutu air umpan Boiler
Parameter Satuan Ukuran

PH unit 10,5-11,5

Conductivity Ymhos/cm 5000, max

TDS Ppm 3500, max

P-Alkalinity ppm -

M- Alkalinity Ppm 800 , max

O – Alkalinity Ppm 2,5 x SiO2 , min

T - Hardness Ppm -

Silica Ppm 150, max

Besi Ppm 2, max

PHospat residual Ppm -

SulpHite residual Ppm 20,50

PH Condensate Unit 8,0 – 9,0


Jenis-jenis Ketel Uap
Jenis-jenis Ketel uap menurut Peraturan Uap 1930 dapat dikelompokkan sebagai berikut :
(1) Ditinjau dari sudut pandang tekanannya, yaitu :
- Ketel uap tekanan rendah, memiliki tekanan maksimum ≤ 0,5 Kg/cm2 melebihi tekanan udara atmosfer,
- Ketel uap tekanan tinggi, memiliki tekanan > 0,5 Kg/cm2 melebihi tekanan udara atmosfer.

(2) Menurut tempat pengunaannya, yaitu :


- Ketel uap darat tetap, ialah semua pesawat uap yang ditembok atau berada dalam tembokan.
- Ketel uap darat berpindah, ialah semua ketel uap atau pesawat uap yang tidak ditembok dan dapat dipindah-pindahkan.

(3) Menurut bangunan letak sumbu silinder ketel, yaitu :


- Ketel uap tegak, dimana letak sumbu silinder tegak lurus dengan tempat kedudukan ketel uap.
- Ketel uap darat, dimana letak sumbu silinder sejajar dengan permukaan tempat kedudukan ketel uap.
Contoh ketel uap pipa air
Jenis-Jenis Pesawat Uap selain Ketel Uap
Selain Ketel uap, terdapat pesawat uap selain Ketel Uap. Dimana menurut
Peraturan Uap 1930 dapat dikelompokkan sebagai berikut :
(1) Pemanas air (economiser) diperuntukkan guna mempertinggi temperatur dari
air pengisi untuk ketel-ketel uap dengan jalan pemanasan dengan hawa
pembakaran
(2) Pengering uap (Superheater) yang berarti sendiri terlepas ketel uapnya. Alat ini
di peruntukkan guna memanaskan uap basah atau uap jenuh menjadi uap kering
(Superheated Steam) sebagai fluida pemanasnya adalah gas panas hasil
pembakaran.
(3) Penguap-penguap diperuntukkan guna membuat air sulingan dengan jalan
pemanasan dengan uap; dan
(4) Bejana uap kedalam mana langsung atau tidak langsung dimasukkan uapnya
dari ketel uapnya, terkecuali pesawat-pesawat penguap sebagai contoh :Steam
Header, Back Pressure Vessel, Dearator, Sterillizer, Digister, Autoclave dan
sebagainya .
Menurut Undang-undang Uap 1930, adalah dilarang memakai sesuatu pesawat uap
apabila tidak memiliki Akte Izin untuknya, tetapi ada pesawat uap yang tidak wajib
Akte Izin namun harus tetap dilakukan pengawasan yaitu sebagai berikut :

a. Ketel uap yang apabila tekanan maksimumnya dalam satuanKg/cm2 x luas


pemanasan (heating surface) dalam satuan m2, tidak melebihi angka 0,2
b. Superheater yang terdiri dari pipa –pipa yang inside diameternya  25 mm
c. Economizer yang terdiri dari pipa-pipa yang inside diameternya  50 mm
d. Penguap yang volumenya kurang dari 75 liter, atau apabila tekanan maximumnya
dalam satuan Kg/cm2 x volumenya dalam satuan dm3 angka 300
e. Bejana uap yang volumenya < 100 liter, dan atau inside diameter < 450 mm, dan
atau apabila tekanan maksimumnya dalam satuan Kg/cm2 x volumenya dalam
satuan dm3.
Objek pengawasan
Obyek pengawasan bidang uap meliputi :
a. Ketel uap
b. Ketel air panas (hot water boiler)
c. Ketel oli (hot oil boiler)
d. Pemanas air
e. Pengering uap / superheater
f. Penguap / evaporator
g. Bejana uap (heater / storage / terminal)
h. Instalasi pipa uap / air
i. Mesin / turbin uap
j. Juru las / operator las
k. Operator pesawat uap
l. Penyelidikan bahan
Jenis-jenis bahaya
Pesawat uap dengan instalasinya merupakan salah satu sumber
bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan berupa :
a. Semburan api, air panas, uap, gas dan fluida lainnya yang ada
didalam ketel atau instalasinya
b. Debu berbahaya
c. Pencemaran lingkungan baik asap maupun gas berbahaya
d. Sentuhan listrik
e. Kebakaran
f. Peledakan
g. Gangguan Kesehatan
h. Dan lain-lain
Identifikasi dan analisa sumber bahaya
Kecelakaan atau accident yang terjadi karena pengoperasian pesawat uap
dan instalasinya dapat disebabkan oleh :

a. Konstruksi yang salah atau tidak memenuhi syarat


b. Tidak dilengkapi alat pengaman dan atau perlengkapan lainnya yang cukup
sesuai ketentuan atau alat pengaman / perlengkapan tidak berfungsi dengan
baik
c. Pemeriksaan yang tidak teliti
d. Proses kerja yang tidak normal
e. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur
f. Terdapat cacat konstruksi pada saat pengoperasian
Pengendalian
Dalam rangka menjamin keselamatan pemakaian pesawat uap, maka
penanganan pengawasannya dilaksanakan secara menyeluruh mulai
dari perencanaan sampai dengan pemakaian.
• Pengendalian Pesawat uap pada tahap pembuatan / perakitan
a. Penilaian dan pengesahan gambar rencana pembuatan /
perakitan pesawat uap dan perpipaannya
1.Pengajuan permohonan pengesahan gambar rencana oleh
pemohon
2. Penilaian dokumen teknik perencanaan dan penerbitan
pengesahan
b. Penilaian dan penunjukkan perusahaan Jasa Konstruksi
1. Pengajuan permohonan menunjukan perusahaan jasa konstruksi
oleh pemohon
2. Penilaian dokumen persyaratan sebagai perusahaan jasa konstruksi

c. Penilaian dan penunjukan perusahaan jasa pemeriksa dan pengujian


teknik serta ahli K3 bidang uap
1. Pengajuan permohonan penunjukan perusahaan jasa pemeriksa dan
pengujian oleh pemohon.
2. Penilaian dokumen persyaratan sebagai perusahaan jasa pemeriksa
dan pengujian dan tenaga Ahli K3 bidang uap.
d. Pengawasan pada saat pembuatan / pabrikasi
1. Penilaian dokumen teknik dari bahan baku pesawat uap/perpipaan
dan weldernya
2. Pemeriksaan dan pengujian pada saat pabrikasi
3. Pelaporan

e. Pengawas pada saat perakitan


1. Penelitian dokumen teknik dan bahan baku, komponen-komponen
pesawat uap dan weldernya.
2. Pemeriksaan dan pengujian pada saat perakitan
3. Pelaporan
• Pengendalian Pesawat Uap pada saat pemakaian Untuk pemakaian
pesawat uap harus ada ijin dari Departemen Tenaga Kerja:
1. Calon pemakai harus mengajukan berkas permohonan ijin
2. Prosedure penerbitan AKTE IZIN
Alat-alat pengaman / Appendages
• Sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan Uap 1930, setiap ketel
harus di lengkapi dengan alat-alat yang bekerja secara otomatis.
- Undang-undang dan Peraturan Uap 1930 menetapkan bahwa
berbagai alat perlengkapan atau Appendages yang bersinggungan
dengan air dalam ketel tidak boleh di buat dari besi tuang
- Pemakaian perunggu dan lorong ( brons ) di ijinkan, jika tekanan
ketel tidak lebih dari 20 kg/cm2 atau suhu tidak lebih dari 210oC
- Untuk mempermudah pelayanan, appendages di hubungkan dengan
sistem elektronik
Perlengkapan Appendages / alat-alat pengaman :

A. Pesawat pengaman uap atau tekanan uap dalam ruang


- Tingkap pengaman
1. Tingkap pengaman dengan beban langsung
- Hanya digunakan pada ketel uap yang kecil dengan tekanan kerja yang rendah
- Saat ini jarang digunakan karena kemampuan beban ketel sekarang semakin meningkat
2. Tingkap pengaman dengan beban tidak langsung
- Digunakan untuk ketel uap stationer
- Tingkap di katakan baik bila telah diadakan percobaan uap
3. Tingkap Pengaman Dengan Pegas Langsung
- Tekanan dari pegas langsung memberi tekanan pada atas dari tingkap, tekanan terjadi karena dijepit pakai piring-piring
pegas dan ditekan oleh baut penekan dan dihubungkan dengan tingkap oleh batang tekan

- Manometer ; Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan kerja ketel dinyatakan dalam kg/cm2, Psi atau Atm.
- Peluit bahaya ; Fungsi untuk Memberi isyarat suara atau melindungi ketel
karena kekurangan air (batas minimal).

- Keran induk ; Keran induk terletak diatas ketel


Bahan Keran :
a. Perunggu atau logam campuran lain (untuk tekanan rendah)
b. Baja tuang (untuk ketel tekanan tinggi)

- Peralatan pembagi tekanan uap ; Untuk mengatur tekanan kerja dari ketel,
Katup pengatur tekanan senantiasa terbuka bila tekanan uap dibawah tekanan
kerja maka katup pengatur tekanan menutup akibat adanya tarikan pegas dan
aliran sampai pada tekanan kerja kembali, maka katup pengatur tekanan akan
terbuka kembali.
Persyaratan operator pesawat uap
Untuk pelayanan pemakaian pesawat uap harus dilayani oleh OPERATOR PESAWAT UAP kelas I dan atau kelas II sesuai kapasitas pesawat uap
a. Pemeriksaan/pengujian berkala pewasat uap
1. Persiapan pesawat untuk diperiksa / diuji dan tenaga kerja.
2. Pelaksanaan pemeriksaan / pengujian dan kesimpulan pemeriksaan / pengujian

b. Pemeriksaan Khusus
• Terhadap pesawat uap yang mengalami kerusakan / kelainan-kelainanyang ditemukan oleh pemakai atau oleh pegawai pengawas / ahli K3 saat inspeksi atau berumur 35 tahun,
tidak memiliki identitas yang lengkap, atau mengalami kerusakan karena terbakar, harus diadakan pemeriksaan khusus.
• Teknik / methode pemeriksaan khusus tergantung kondisi penyebab kerusakan.

c. Reparasi / Modifikasi pesawat uap dan prosedurnya


1. Penetapan reparasi; Batasan reparasi ditetapkan oleh atau atas usulan Pegawai Pengawas Spesialis didasarkan pada penelitian kerusakan pesawat / instalasi
2. Prosedure pelaksanaan reparasi / modifikasi
a. Pengesahan gambar rencana reparasi / modifikasi
b. Pelaksanaan reparasi / modifikasi
c. Pengawasan pelaksanaan reparasi / modifikasi
d. Pelaporan
Untuk menjamin Keselamatan Kerja khususnya dalam hal pemakaian
pesawat uap, maka Ahli K3 sebagai patner Departemen Tenaga Kerja
yang langsung berada digaris depan perlu menyebarkan prinsip/dasar-
dasar penanganan pesawat uap secara baik kepada semua pihak yang
terkait guna mencapai tujuan pemakaian, meliputi :
• a. Pesawat uap dan alat perlengkapan / pengamannya
• b. Tenaga kerja yang melayani
• c. Management Keselamatan Kerja / Operasi.
B. Pesawat pengaman air atau ruang air
- Gelas penduga; undang-undang Uap menentukan pada suatu ketel uap harus
dipasang paling sedikit 2 (dua) buah gelas penduga jika pemanasnya > 5 m2, jika < 5
m2 boleh sebuah. Guna nya Untuk mengetahui tinggi permukaan air dalam ketel.
- Sumbat timahAlat yang berfungsi untuk melindungi ketel dari kerusakan
akibat adanya permukaan air yang melampaui batas minimum. dipasang pada
punggung lorong api, karena gunanya untuk mematikan api secara otomatis bila
ketel kekurangan air.
- Keran pengisi ; Fungsinya Sebagai pengatur aliran pengisi agar dapat mengalir
masuk kedalam ketel tanpa dapat mengalir keluar
- Keran penguras ; Fungsinya sebagai pengatur pembuangan lumpur dan
endapan lain dari air yang turut masuk kedalam ketel pada saat ketel beroperasi ,
sebagai penguras air dalam ketel pada saat ketel dibersihkan.
Tiap ketel sekurang-kurangnya dilengkapi 2 (dua) buah saluran penguras.
Terima kasih
Seri 8
AHLI K3 UMUM
8. K3 MEKANIK
Dasar Hukum
• Pasal 2 ayat (2), Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, pada umumnya kegiatan tersebut menggunakan
peralatan mekanik.
• Peraturan Menteri No. 04/Men/1985 tentang Pesawat Tenaga dan
Produksi, Pesawat Angkat dan Angkut.
• Peraturan Menteri No. 01/Men/1989 tentang Klasifikasi dan Syarat-
Syarat Operator-keran angkat.
Pengertian K3 Mekanik
• K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan semua
tindakan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan atas
pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan terhadap
obyek pengawasan K3 mekanik ditempat kerja.
OBYEK K3 MEKANIK
1. Pesawat tenaga dan produksi
2. Pesawat angkat dan angkut
3. Operator mekanik
Pesawat Tenaga dan Produksi
PENGGERAK MULA
• Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu mesin yang
menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik.
• Ditinjau dari segi cara memperoleh energi termal mesin kalor dibagi menjadi 2 (dua) golongan
yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam.
• Mesin pembakaran luar proses pluses pembakaran terjadi di luar mesin, dimana energi termal
dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin melalui beberapa dinding pemisah
antara lain :
- Mesin Uap
- Turbin Uap
- Mesin Udara Panas
- Turbin Gas Siklus Tertutup
• Mesin pembakaran dalam dikenal dengan nama Motor Bakar. Proses
pembakaran berlangsung didalam motor bakar itu sendiri. Sehingga gas
pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja, antara
lain:
- Motor Bensin
- Motor Diesel
- Motor Gas
- Turbin Gas
- Propulsi Pancar Gas

• Disamping itu masih terdapat satu penggerak mula yang ada di luar,
penggolongan tersebut diatas yaitu Turbin Air.
TURBIN.
• Turbin adalah mesin penggerak, dimana energi fluida kerja dipergunakan langsung untuk memutar roda turbin.
• Jadi berbeda dengan yang terjadi pada mesin tanak, karena dada turbin tidak terdapat bagian mesin yang bergerak translasi.
• Dimana bagian turbin yang berputar disebut rotor atau roda turbin sedangkan bagian yang tidak berputar disebut sletor atau
rumah turbin. Roda turbin yang terletak dalam rumah turbin memutar poros yang selanjutnya menggerakkan generator, pompa,
kompressor, baling-baling atau mesin lainnya. Fluida kerja dalam turbin mengalami proses expansi yaitu proses penurunan
tekanan, dan mengalir secara kontinu.
• Adapun fluida kerja tersebut dapat berupa air, uap air atau gas. dengan demikian, turbin dapat digolongkan menjadi 3 macam,
yaitu:
a). Turbin Air
b). Turbin Uap clan
c). Turbin Gas

• oleh karena karakteristik uap, gas dan air tidak sama maka kondisi operasi dan karakteristik turbin uap, gas dan air juga berbeda
dan mempunyai ciri, keuntungan, kerugian serta kegunaan yang khas.
PERLENGKAPAN TRANSMISI TENAGA MEKANIK
• Pemindahan daya dan putaran mesin baik putarannya berlawanan atau searah dapat dilakukan dengan menggunakan Speed Reducer.

• Bila peristilahan Speed Reducer ditinjau dari macamnya dan dikaitkan dengan Per. Men. No. 04/Men/1985 dapat disimpulkan bahwa speed reducer tersebut juga merupakan
perlengkapan transmisi tenaga mekanik. Untuk bahan analisa lebih lanjut tentang sumber bahaya yang ditimbulkannya kiranya perlu diketahui macam-macam speed reducer
yaitu:
a). Pulli dengan ban mesin
- Daya maximum yang ditransmisikan ± 500 Kw.
b). Roda gigi dengan roda gigi
- Daya yang ditransmisikan relatif besar dan pada putaran yang tepat.
c). Rantai dengan piringan roda gigi
- Daya maximum yang ditransmisikan ± 500 Kw
d). Batang berulir dengan roda gigi
- Daya yang ditransmisikan
e). Roda-roda gesek
- Daya yang ditransmisikan relatif kecil pada putaran yang kurang tepat.
Adapun keuntungan-keuntungannya adalah:
a). Dapat menurunkan putaran mesin dari yang cepat ke lambat tanpa merubah konstruksi mesin/pesawat
penggerak.
b). Dapat memindahkan daya dengan cepat dan tepat.
c). Dapat menghasilkan suatu putaran mesin search atau berlawanan arah dengan mesin/pesawat
penggeraknya
d). Dapat menghasilkan kedudukan poros sejajar sating tegak lurus maupun vertikal dan membentuk sudut
antara poros penggerak dengan yang digerakkan lebih kecil 90° dan Iebih besar 900 tetapi lebih kecil 180°.

Dan kerugian-kerugiannya sebagai berikut:


a). Konstruksinya memerlukan tempat tersendiri atau terkonstruksi pada unit mesinnya akan tetapi tetap
memerlukan tempat/lemari yang berisikan minyak pelumas.
b). Pembuatannya agak sulit terutama untuk pembuatan roda gigi/alat transmisi roda gigi bila dikehendaki
kedudukan porosnya membentuk sudut 90° - 1800.
c). Daya yang ditransmisikan akan mengalami penurunan oleh karena adanya kerugian dari gesekan yang
timbul, walaupun telah dilengkapi dengan pelumas.
MESIN PERKAKAS KERJA DAN MESIN PRODUKS1
• Mesin perkakas kerja dapat di bedakan dalam 2 (dua) golongan besar menurut gerakannya menjadi:
a). Mesin perkakas kerja gerak utama berputar antara lain:
- mesin bor, mesin bubut dan mesin frais.
- mesin asah (mesin gerinda), mesin frais dan mesin pelicin.
- mesin gergaji dan mesin gergaji pita.
- mesin rol
- dan lain-lain.
b). mesin perkakas kerja gerak utama lurus antara lain:
- mesin sekrap (ketam, serut)
- mesin temper termasuk alat-alat tuangnya.
- mesin gergaji pita dengan sengkang
- mesin ayak dan mesin pemisah mesin pres (mesin pon)
- mesin gunting, mesin pengeping dan mesin pembelah dan lain-lain.
• Adapun mesin produksi yang digunakan untuk menyiapkan, membentuk
atau membuat, merakit, finishing, barang atau produk teknis antara lain:
- mesin pak, bungkus
- mesin jahit, rajut
- mesin pintal, tenun

• Pada umumnya mesin-mesin tersebut di atas dijalankan dengan peralatan


transmisi tenaga mekanik yaitu ban mesin dengan puli melalui poros
transmisi (untuk mesin-mesin kuno) atau dengan motor listrik. Disini jelas
bahwa mesin perkakas dan mesin produksi ini dalam operasinya sangat
tergantung pada penggerak mula yang digunakan.
MESIN GERINDA (BATU RODA GERINDA)
• Penggerindaan (gerinding) adalah proses pemotongan logam ke dalam suatu bentuk tertentu dengan menggunakan roda gerinda Dana
oadat.
• Roda gerinda ini dipasang pada poros utama (spindle) dari mesin gerinda.
• Batu coda gerinda dibuat dari beribu-ribu butir batu abrasif yang diikat oleh bahan pengikat hingga membentuk roda yang diinginkan.
Bahan batu abrasif dibedakan 2 golongan yaitu natural dan buatan. Untuk golongan natural pasir quartz, emery dan corumdum. Pasir
quartz sifatnya relatif lemah dan hanya dipakai untuk mengasah benda-benda yang lebih lemah.
• Sedangkan emery dan corumdum masing-masing merupakan kristal dari axida aluminium(A1203).

Golongan buatan antara lain:


• Silican Carbide (SiC) salah satu bahan abrasif bautan, dibuat dari 34 bagian pasir silica, 34 bagian petroleum coke, 2 bagian garam dan 12
bagian serbuk gergaji kayu yang dilelehkan dalam electric furnance.
• aluminium oxida kristal (A1203) dibuat dalam electric arc furnance terbuat dari bahan mineralbauxida, hydrated aluminium oxidaclor yang
berisi silica, oksida besi, titanium oxida dan coke serta serbuk gergaji besi.

Karena kecepatan yang tinggi dituntut dalam operasi penggerindaan, yang berarti roda gerinda harus berputar cepat. Sedang perputaran ini
menimbulkan gaya centrifugal yang besar, maka roda gerinda haruslah balans dan tentu saja cara memasang pada poros utama harus
dilakukan secermat mungkin untuk mencapai tingkat balans yang tinggi.
Syarat-syarat perpasangan batu roda gerinda:
1). Sebelum dipasang harus diperiksa, ada atau tidaknya keretakan batu roda gerinda.
2). Pemasangan harus dengan dua flens.
3). Diameter flens sekurang-kurangnya 1/3 dari diameter batu roda gerinda.
4). Flens harus mampu menahan tegangan lengkung yang terjadi.
5). Flens harus dibuat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengeklem hanya bagian tepi luarnya.
6). Kedua permukaan flens yaitu pada bagian yang mengeklem harus berdiameter dalam dan luar sama besar.
7). Flens harus seimbang.
8). a). Batu roda gerinda tidak boleh berhubungan Iangsung dengan poros.
b). Batu roda gerinda harus terpasang pas pada porosnya.
c) Ruang mainan antara batu gerinda dengan poros tidak boleh Iebih besar dari 0,1 mm.
9). Pemasangan batu roda gerinda pada poros harus dengan suatu bus dari logam lemah (timbel), timbel tidak
boleh mencuat keluar lobang poros batu gerinda. Bila ukuran lobang bus terlampau kecil maka harus
disesuaikan dengan menggunakan tiner (tidak diperbolehkan menggunakan baja pengorek).
10). Antara batu flens dan batu gerinda harus dipasang pelapis yang Iemah dengan ukuran tebal sekurang-
kurangnya 0,5 mm.
11). Mur penekan dens pada batu gerinda harus dikeraskan secara merata tanpa hentakan. Mur tersebut harus
mempunyai ulir yang berlawanan dengan arah putaran batu gerinda dan dilengkapi dengan ring penjamin
berupa ring per.
12). Salah satu flens harus terikat pada poros.
13). Roda gerinda yang terpasang pada poros utama mesin gerinda harus dilengkapi dengan alat-alat
perlindungan yaitu:
MESIN PRES
• Mesin pres (pon) ialah mesin yang digerakkan secara mekanis atau dengan bantuan kaki dan tangan operator dan digunakan untuk
memotong, melobangi, membentuk atau merangkaikan bahan-bahan logam atau bukan logam dengan mempergunakan stempel-
stempel yang dipasang pada batang-batang luncur atau gisiran-gisiran.
• Ditinjau dari cara pemasukan benda-benda kerja mesin pres (pon) dibagi menjadi 3 yaitu:
a). Cara Otomatis:
Digunakan untuk pekerjaan yang banyak dan terus-menerus, bahan/benda kerja ditempatkan di bawah stempel, pada tiap jalan
turun. Stempel dengan suatu mekanisme yang tidak memerlukan pelayanan dari operator.
b). Cara semi Otomatis:
Bahan ditempatkan di bawah stempel dengan peralatan mekanis yang memerlukan pelayanan dari operator pada tiap jalan turun dari
stempel.
c). Cara Manual:
Bahan ditempatkan dibawah stempel dengan tangan atau memakai alat-alat bantu.

• Dilihat dari cara mesin pres (pon) maka sumber-sumber bahaya yang ditimbulkan adalah bagian-bagian yang bergerak dan daerah
kerja antara dudukan dan stempel, maka untuk mengelimir sumber-sumber bahaya tersebut harus dilakukan
perlindungan/pengamanan yang memenuhi syarat sehingga tidak menimbulkan kecelakaan.
• Untuk mesin pres (pon) cara otomatis stempel harus dikurung tetap dan jarak jalan luncur
stempel harus dibatasi atau dengan memasang perlindungan pintu geser bagi tempat kerja
stempel.
• Sedangkan cara semi otomatis, perlindungan dapat dilakukan seperti pada cara otomatis.
• Dan cara manual perlindungan-perlindungan yang dipasang harus benar-benar dapat
mengamankan pekerja/operator dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh mesin pres (pon)
antara lain dapat dilakukan dengan:
a). Kurungan pada stempel
b). Membatasi jarak jalan luncur stempel
c). Perlindungan pintu geser yang terkunci oleh mekanisme pengendaliannya.
d). Knop tekan dua tangan.
e). Pengaman tarik dua tangan/pengaman cambuk.
f). Alat-alat bantu yang dilengkapi dengan perlindungan-perlindungan yang memenuhi syarat.
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
• Pesawat angkat dan angkut adalah suatu pesawat atau alat yang
dgunakan untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau
barang atau orang secara vertical dan atau horizontal dalam jarak
yang ditentukan.
PESAWAT ANGKAT
• Peralatan angkat adalah alat yang dikonstruksi atau dibuat khusus
untuk mengangkat naik dan menurunkan muatan.
• Peralatan angkat antara lain adalah lier, takel, peralatan angkat listrik,
pesawat pneumatic, gondola, keran angkat, keran magnit, keran
lokomotif, keran dinding dan keran sumbu putar.
PESAWAT ANGKUT
• Pesawat angkutan ialah pesawat atau alat yang digunakan untuk
memindahkan muatan atau orang dengan menggunakan kemudi baik
di dalam atau di luar pesawat dan bergerak di atas suatu landasan
maupun permukaan.
• Pesawat angkut antara lain adalah: truk, truk derek, traktor, gerobak,
forklift dan kereta gantung.
Sumber Bahaya Mekanik
1. Pesawat tenaga dan produksi
• Penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat dan mesin-mesin di tempat
kerja dapat mengakibatkan kecelakaan.
2. Pesawat angkat dan angkut
• Ada 2 jenis sumber bahaya pesawat angkat dan angkut, yaitu sumber
bahaya umum dan sumber bahaya khusus.
• a. Sumber bahaya umum:
– Kesalahan design
– Kesalahan pemasangan
– Kesalahan pemakaian
– Kesalahan perawatan
– Tidak pernah diperiksa dan diuji kelaikannya
• b. Sumber bahaya khusus:
– Bagian-bagian berputar; poros, roda, puli, roda, dll
– Bagian-bagian bergerak; Gerak vertical, horizontal, maju dan mundur.
Bagian-bagian yang menanggung beban antara lain; pondasi, kolom-
kolom, chasis/kerangka, dll
– Tenaga penggerak; peledakan, suhu tinggi, kebisingan, getaran.
Pencegahan Kecelakaan Mekanik
1. Pesawat tenaga dan produksi
a. Aturan umum keselamatan kerja:
· Tangan operator senantiasa harus sejauh mungkin dari titik
operasi suatu mesin
· Peralatan harus memenuhi standar keselamatan
· Bagi berbagai mesin dan operasi dapat diadakan asas-asas
keselamatan kerja umum dan dikontrol.
b. Penanggulangan Lingkungan dan Bahan;
• · Tata letak mesin
• · Lantai harus dirawat baik
• · Lorong-lorong terusan harus ditandai
• · Ruang kerja disekitar mesin harus cukup
• · Penempatan mesin-mesin harus sesuai terkait dengan pencahayaan
• · Harus dibuat ketentuan-ketentuan untuk membuang limbah.
c. Pemeliharaan dan Pengawasan
• Harus diadakan suatu sistem pemeliharaan dan pengawasan secara
berkala, melarang perbaikan pada mesin yang sedang beroperasi dan
setiap pergantian shift, operator harus terlebih dahulu memeriksa
kondisi mesin.
2. Pesawat angkat dan angkut
• Hal-hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan pesawat angkut,
yaitu;
• · Tahapan sebelum mengoperasikan crane
• · Sebelum crane beroperasi
• · Selama crane operasi
• · Prosedur pengangkatan beban normal
• · Prosedur pengangkatan beban kritis
• · Pekerjaan berbahaya
• · Keselamatan selama beroperasi
Yang harus diperhatikan dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja
adalah Sertifikat layak pakai pesawat yang akan digunakan juga
sertifikat layak kerja bagi operator yang menjalankan pesawat yang
bersangkutan.
Terima kasih
Seri 9
AHLI K3 UMUM
9. K3 KONTRUKSI BANGUNAN
Dasar Hukum :
• UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
• UU Nomor 1/1970 tentang Keselamatan Kerja
• UU Nomor 18/1999 tentang Jasa Konstruksi
• SKB Menaker & PU No.174/104/86-K3 tentang Kontruksi
• Permenaker Nomor 5/1996 tentang SMK3
• Inst Menaker No.01/1992 tentang Pemeriksaaan Unit Organisasi K3
Dasar pemikiran
• Kegiatan Konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan.
Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak
diinginkan antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan
lingkungan. Kegiatan konstruksi harus dikelola dengan
memperhatikan standar dan ketentuan K3L yang berlaku.
Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi
-Memiliki masa kerja terbatas
-Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar
-Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan
relatif rendah
-Memiliki intensitas kerja yang tinggi
-Bersifat multidisiplin dan multi crafts
-Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan
kondisinya
-Memerlukan mobilisasi yang tinggi (peralatan, material dan tenaga
kerja)
Jenis Bahaya Konstruksi
• Physical Hazards
• Chemical Hazards
• Electrical Hazards
• Mechanical Hazards
• Physiological Hazards
• Biological Hazards
• Ergonomic
• Unsur Terkait dalam Proyek Konstruksi
K3 dalam Proyek Konstruksi meliputi safety
engineering, construction safety, personl safety
Pencegahan Kecelakaan KonstruksiI
1. Faktor Manusia
– Sangat dominan dilingkungan konstruksi.
– Pekerja Heterogen, Tingkat skill dan edukasi berbeda, Pengetahuan
tentang keselamatan rendah.
– Perlu penanganan khusus
2. Faktor Teknis
– Berkaitan dengan kegiatan kerja Proyek seperti penggunaan peralatan
dan alat berat, penggalian, pembangunan, pengangkutan dsb.
– Disebabkan kondisi teknis dan metoda kerja yang tidak memenuhi
standar keselamatan (substandards condition)
3. Pencegahan Faktor Manusia
– Pemilihan Tenaga Kerja
– Pelatihan sebelum mulai kerja
– Pembinaan dan pengawasan selama kegiatan berlangsung
4. Pencegahan Faktor Teknis
– Perencanaan Kerja yang baik.
– Pemeliharaan dan perawatan peralatan
– Pengawasan dan pengujian peralatan kerja
– Penggunaan metoda dan teknik konstruksi yang aman
– Penerapan Sistim Manajemen Mutu
Strategi Penerapan K3 di Proyek Konstruksi
• Identification
• Evaluation
• Develop the Plan
• Implementation
• Monitoring
Implementasi K3 dalam Kegiatan Proyek
Dikembangkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain
:
• Skala Proyek
• Jumlah Tenaga Kerja
• Lokasi Kegiatan
• Potensi dan Resiko Bahaya
• Peraturan dan standar yang berlaku
• Teknologi proyek yang digunakan
Elemen Program K3 Proyek
1. Kebijakan K3
• Merupakan landasan keberhasilan K3 dalam proyek
• Memuat komitment dan dukungan manajemen puncak terhadap
pelaksanaan K3 dalam proyek
• Harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja dan digunakan sebagai
landasan kebijakan proyek lainnya.
2. Administratif dan Prosedur

• Menetapkan sistim organisasi pengelolaan K3 dalam proyek


• Menetapkan personal dan petugas yang menangani K3 dalam proyek
• Menetapkan prosedur dan sistim kerja K3 selama proyek berlangsung termasuk tugas dan wewenang semua unsur terkait
Organisasi dan SDM
• Kontraktor harus memiliki organisasi yang menangani K3 yang besarnya sesuai dengan kebutuhan dan lingkup kegiatan.
• Organisasi K3 harus memiliki asses kepada penanggung jawab projek.
• Kontraktor harus memiliki personnel yang cukup yang bertanggung jawab mengelola kegiatan K3 dalam perusahaan yang
jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
• Kontraktor harus memiliki personel atau pekerja yang cakap dan kompeten dalam menangani setiap jenis pekerjaan serta
mengetahui sistim cara kerja aman untuk masing-masing kegiatan.
• Administratif dan Prosedur
• Kontraktor harus memiliki kelengkapan dokumen kerja dan perijinan yang berlaku.
• Kontraktor harus memiliki Manual Keselamatan Kerja sebagai dasar kebijakan K3 dalam perusahaan.
• Kontraktor harus memiliki prosedur kerja aman sesuai dengan jenis pekerjaan dalam kontrak yang akan dikerjakannya.
3. Identifikasi Bahaya

• Sebelum memulai suatu pekerjaan,harus dilakukan Identifikasi Bahaya guna mengetahui potensi
bahaya dalam setiap pekerjaan.
• Identifikasi Bahaya dilakukan bersama pengawas pekerjaan dan Safety Departement.
• Identifikasi Bahaya menggunakan teknik yang sudah baku seperti Check List, What If, Hazops, dsb.

Semua hasil identifikasi Bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan dijadikan sebagai
pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
Identifikasi Bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang meliputi :
• Design Phase
• Procurement
• Konstruksi
• Commisioning dan Start-up
• Penyerahan kepada pemilik
4. Project Safety Review
Sesuai perkembangan proyek dilakukan kajian K3 yang mencakup
kehandalan K3 dalam rancangan dan pelaksanaan pembangunannya.
Kajian K3 dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa proyek dibangun
dengan standar keselamatan yang baik sesuai dengan persyaratan.
Project Safety Review bertujuan untuk mengevaluasi potensi bahaya
dalam setiap tahapan project secara sistimatis.
5. Pembinaan dan Pelatihan
Pembinaan dan Pelatihan K3 untuk semua pekerja dari level terendah
sampai level tertinggi. Dilakukan pada saat proyek dimulai dan
dilakukan secara berkala.
Pokok Pembinaan dan Latihan :
• Kebijakan K3 proyek
• Cara melakukan pekerjaan dengan aman
• Cara penyelamatan dan penanggulangan darurat
6. Safety Committee (Panitia Pembina K3)
Panitia Pembina K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan K3
dalam perusahaan. Panitia Pembina K3 merupakan saluran untuk
membina keterlibatan dan kepedulian semua unsur terhadap K3
Kontraktor harus membentuk Panitia Pembina K3 atau Komite K3
(Safety Committee). Komite K3 beranggotakan wakil dari masing-
masing fungsi yang ada dalam kegiatan kerja.
Komite K3 membahas permasalahan K3 dalam perusahaan serta
memberikan masukan dan pertimbangan kepada manajemen untuk
peningkatan K3 dalam perusahaan.
7. Promosi K3
Selama kegiatan proyek berlangsung diselenggarakan program-program
Promosi K3 bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan
awareness para pekerja proyek. Kegiatan Promosi berupa poster,
spanduk, buletin, lomba K3 dsb. Sebanyak mungkin keterlibatan
pekerja
8. Safe Working Practices
Harus disusun pedoman keselamatan untuk setiap pekerjaan
berbahaya dilingkungan proyek misalnya :
• Pekerjaan Pengelasan
• Scaffolding
• Bekerja diketinggian
• Penggunaan Bahan Kimia berbahaya
• Bekerja diruangan tertutup
• Bekerja diperalatan mekanis dsb.
9. Sistim Ijin Kerja
Untuk mencegah kecelakaan dari berbagai kegiatan berbahaya, perlu
dikembangkan sistim ijin kerja. Semua pekerjaan berbahaya hanya
boleh dimulai jika telah memiliki ijin kerja yang dikeluarkan oleh fungsi
berwenang (pengawas proyek atau K3) Ijin Kerja memuat cara
melakukan pekerjaan, safety precaution dan peralatan keselamatan
yang diperlukan
10. Safety Inspection
Merupakan program penting dalam phase konstruksi untuk
meyakinkan bahwa tidak ada “unsafe act dan unsafe Condition”
dilingkungan proyek. Inspeksi dilakukan secara berkala. Dapat dilakukan
oleh Petugas K3 atau dibentuk Joint Inspection semua unsur dan Sub
Kontraktor
11. Equipment Inspection
Semua peralatan (mekanis,power tools,alat berat dsb) harus diperiksa
oleh ahlinya sebelum diijinkan digunakan dalam proyek. Semua alat
yang telah diperiksa harus diberi sertifikat penggunaan dilengkapi
dengan label khusus.
Pemeriksaan dilakukan secara berkala.
12. Keselamatan Kontraktor (Contractor Safety)
Harus disusun pedoman Keselamatan Konstraktor/Sub Kontraktor
Subkontrakktor harus memenuhi standar keselamatan yang telah
ditetapkan
Setiap sub kontraktor harus memiliki petugas K3.

13. Pekerja Subkontraktor harus dilatih mengenai K3 secara berkala


Dokumentasi dan Contoh
Pencegahan Kecelakaan Kontruksi
Sebab-sebab kecelakaan kontruksi :

Faktor manusia (Tindakan tidak aman)


• Sangat dominan dilingkungan kontruksi
• Pekerja heterogen, tingkat skill dan edukasi berbeda, pengetahuan tentang keselamatan
kerja rendah.
• Perlu penangan khusus.

Pencegahan :
• Pemilihan tenaga kerja
• Pelatihan sebelum mulai kerja
• Pembinaan dan Pengawasan selama kegiatan kerja berlangsung
Faktor tehnik (Bahan material, Peralatan, dan Lingkungan kerja)
• Berkaitan dengan proses kegiatan kerja proyek seperti penggunaan peralatan dan
alat berat, penggalian, pembangunan, pengangkutan, dsb.
• Disebabkan kondisi teknis dan metode kerja yang tidak memenuhi standar
keselamatan.

Pencegahan :
• Perencanaan kerja yang baik
• Pemeliharaan dan perawatan peralatan
• Pengawasan dan pengujian peralatan kerja
• Penggunaan metode dan Teknik kontruksi yang aman
• Penerapan system manajemen mutu
Terima kasih
Seri 10
AHLI K3 UMUM
10. PENGAWASAN KESEHATAN KERJA
Dasar Hukum
• UU Nomor 1/1970 tentang Keselamatan Kerja
• Permenaker Nomor 3/1982 tentang Risk Base Program
• UU Nomor 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
• PP Nomor 14/1993 tentang Jamsostek
• Kepres RI Nomor 22/1993 tentang Penyakit yang timbul karena
hubungan kerja
• Peraturan Mentri Perburuhan Nomor 7/1964 tentang Syarat
Kesehatan, kebersihan, serta penerangan dalam tempat kerja
Hak dan Kewajiban
• Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan Kesehatan kerja
• Pengurus wajib memberikan pelayanan Kesehatan kerja sesuai
dengan kemajuan ilmu dan teknologi
Pengertian dan Latar Belakang
• Pengawasan Kesehatan Kerja adalah Serangkaian kegiatan
pengawasan yang dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan
atau petugas lain yang ditunjuk, terhadap pemenuhan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan atas objek pengawasan kesehatan kerja.
• Setiap tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya terjadinya
kecelakaan dan PAK sesuai dengan jenis atau karakteristik perusahaan
tempatnyabekerja.
Kasus kecelakaan dan PAK akan memberikan dampak yang sangat
merugikan bagi tenaga kerja, perusahaan dan masyarakat pada
umumnya. Kasus kecelakaan dan PAK dapat dicegah melalui
pengawasan ketenagakerjaan di bidang K3 umumnya dan kesehatan kerja
khususnya.
Objek pengawasan kesehatan kerja meliputi :

• Pelayanan kesehatan kerja


• Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
• P3K, personil, kotak P3K, isi kotak P3K
• Gizi kerja, kantin/katering pengelola makanan bagi tenaga kerja
• Ergonomi
Ruang Lingkup

1. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja


2. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan kerja tenaga kerja
3. Pelaksanaan P3K
4. Pelaksanaan gizi kerja
5. Pelaksanaan pemeriksaan syarat-syarat ergonomic
6. Pelaksanaan pelaporan
Pelayanan Kesehatan Kerja (PKK)
1. Tujuan

• Memberi bantuan pada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental
• Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja
• Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
tenaga kerja
• Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
tenaga kerja yang menderita
2. Tugas pokok PKK

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 03/Men1982


pasal 2 :
• Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
• Melakukan pembinaan dan pengawasan tenaga kerja
• Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
• Melakukan pembinaan dan pengawasan perlengkapan kesehatan
sanitary
• Melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan
3. Tata cara penyelenggaraan PKK

• Diselenggarakan sendiri oleh pengurus


• Mengadakan ikatan dengan dokter atau pelayanan kesehatan lainnya
• Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama
menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan kerja
• Pelayanan kesehatan kerja dapat berupa Poliklinik di perusahaan, RS
perusahaan atau diluar perusahaan
4. Tenaga, organisasi dan sarana

• Dipimpin dan dijalankan oleh dokter pemeriksa kesehatan kerja


• Ada sarana, antara alin :
- ruang tunggu
- ruang periksa
- kamar obat
- ruang pengobatan
- W.C
- Kamar mandi
- Kamar periksa
- Laboratorium klinik
- Laboratorium Hyperkes
- Peralatan Bantu diagnosa yang lain
Pemeriksaan Kesehatan Kerja
1. Jenis
• Pemeriksaan kesehatan awal
• Pemeriksaan kesehatan berkala
• Pemeriksaan kesehatan khusus
• Pemeriksaan kesehatan purna bakti

2. Tujuan
• Diagnosa dan memberikan terapi bagi tenaga kerja yang menderita
penyakit umum
• Pencegahan dan diagnosis penyakit akibat kerja dan menentukan
derajat kecacatan
3. Teknis pemeriksaan tenaga kerja

• Dilakukan oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja


• Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal (sebelum
kerja)
• Pemeriksaan kesehatan berkala/periodic, khusus dan purna bakti
Penyakit Akibat Kerja
1. Pengertian

• Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan


atau lingkungan kerja
• Penyakit akibat hubungan kerja adalah penyakit yang dicetuskan,
dipermudah dan diperberat oleh pekerjaan
2. Faktor penyebab Penyakit akibat Kerja

• Golongan fisik
• Golongan kimia
• Golongan biologi
• Golongan fisiologi
• Golongan mental psikologi
3. Cara deteksi Penyakit Akibat Kerja

• Monitoring kesehatan tenaga kerja melalui pemeriksaan kesehatan


yang teratur
• Monitoring lingkungan kerja terhadap factor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan
Gizi Kerja
1. Definisi
• Gizi adalah kesehatan seseorang yang dihubungkan dengan makanan yang
dikonsumsinya sehari-hari.
• Makanan adalah semua bahan yang dapat dimakan manusia.
• Kerja: Gerak badan dan pikiran seseorang untuk menghasilkan barang atau
jasa
• Gizi kerja adalah penyediaan dan pemberian masukan zat gizi kepada
tenaga kerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan selama berada di
tempat kerja
• Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
anggaran belanja makanan, perencanaan menu, pengadaan, penerimaan
dan penyimpanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian,
pengemasan, distribusi dan penyajian makanan di tempat kerja
2. Spesifikasi zat gizi

• Karbohidrat
• Lemak
• Protein
• Vitamin
• Mineral
• Air
3. Kebutuhan zat gizi seseorang berbeda-beda yang ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu :

• Ukuran tubuh
• Usia
• Jenis kelamin
• Kondisi tubuh tertentu
• Iklim dan kondisi lingkungan kerja
• Tingkat aktivitas
Ergonomi
• Adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan
tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan manusia seoptimalnya
P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
• Merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada
tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak
di tempat kerja dengan cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke
tempat rujukan, yang bertujuan untuk:
1. Menyelamatkan nyawa korban
2. Meringankan penderitaan korban
3. Mencegah penyakit menjadi lebih parah
4. Mempertahankan daya tahan korban
5. Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut
Toksikologi
1. Definisi
Ilmu yang mempelajari tentang racun, efek racun terhadap manusia dan
makhluk hidup, cara mendeteksi/mengatur serta mempelajari zat
penawarnya

2. Bahan-bahan beracun
• Biological toxicant
Racun yang dihasilkan oleh makhluk hidup
• Bacterial toxicant
Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri
• Botanical toxicant
Racun yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan
• Chemical toxicant
Bahan-bahan kimia umum yang sering menimbulkan keracunan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas zat kimia
• Sifat-sifat fisik
• Sifat-sifat kimiawi
• Lama pemajanan
• Port D’entre (jalan masuk ke dalam tubuh)
• Kerentanan individu
• Dosis beracun
4. Klasifikasi racun
• Zat dengan toksisitas rendah
• Zat dengan toksisitas sedang
• Zat dengan toksisitas tinggi
5. Proses fisiologis
• Penyebaran racun dalam badan
• Cara kerja racun
• Fungsi detoksikasi
• Pengeluaran racun dari tubuh
• Pengaruh bahan kimia yang ada di udara
6. Gejala-gejala keracunan
• Gejala non spesifik : pusing, mual, muntah, gemetar, lemah badan,
dsb
• Gejala spesifik : kulit merah, kejang, air liur berlebihan, dsb
Terima kasih
Seri 11
AHLI K3 UMUM
11. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
• SMK3 adalah singkatan dari Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. SMK3 di Indonesia telah ada sejak tahun 1996
melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 05 Tahun
1996. Dalam rangka meningkatkan penerapan SMK3, maka pada
tahun 2012, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan
Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja agar dapat diterapkan
diseluruh aspek kehidupan bermasyarakat.
Pengertian dan Penjelasan SMK3
Pengertian SMK3 Menurut Para Ahli
Menurut beberapa literatur, SMK3 dapat diartikan sebagai berikut:
• Menurut PP No. 50 Tahun 2012, SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
• Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2014 tentang SMK3
Konstruksi Bidang PU adalah bagian dari sistem manajemen organisasi pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dalam rangka pengendalian resiko K3 pada setiap pekerjaan
konstruksi bidang Pekerjaan Umum.
• Menurut ILO (International Labour Organization), SMK3 adalah ilmu yang bertujuan
untuk mengantisipasi, mengevaluasi dan sebagai pengendalian bahaya yang timbul di
dalam dan atau dari tempat kerja yang dapat mengganggu kesehatan dan kesejahteraan
pekerja, dengan mempertimbangkan kemungkinan dampak pada masyarakat sekitar dan
lingkungan umum.
Dasar Hukum
Penerapan SMK3 di Indonesia diatur melalui serangkaian Undang – Undang dan turunannya. SMK3
wajib diterapkan kepada seluruh perusahaan di Indonesia baik itu besar maupun kecil. Dasar Hukum
Penerapan SMK3 di Indonesia antara lain:
• Undang – Undang No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
• Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
• Undang – Undang No. 02 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
• Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penilaian
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum; dan
• Peraturan Menteri Kesehatan No. 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit.
• Berdasarkan peraturan diatas, maka Perusahaan wajib menerapkan SMK3 di
tempat kerja dengan menintegrasikan sistemnya dengan SMK3. Kewajiban
tersebut berlaku bagi perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja paling
sedikit 100 (seratus) orang atau kurang dari 100 orang namun dikategorikan
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
• Di sektor Konstruksi, melalui Permen PU No. 05 Tahun 2014 seluruh perusahaan
bidang konstruksi WAJIB menerapkan SMK3. Tujuannya adalah agar dapat
meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi; dapat mencegah dan mengurangi
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja; serta menciptakan tempat kerja yang
aman, nyaman dan efisien untuk mendorong produktifitas.
• Di Sektor Pelayanan Publik misalnya, Menteri Kesehatan melalui Permenkes No.
66 Tahun 2016 meminta seluruh layanan kesehatan baik itu Klinik, Posyandu,
Puskesmas, hingga Rumah Sakit wajib menerapkan SMK3.
Maksud dan Tujuan Penerapan SMK3
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, tujuan dari
Penerapan SMK3 ini adalah:
• Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi;
• Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau
serikat pekerja/serikat buruh; serta
• menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk
mendorong produktivitas.
Kewajiban Penerapan SMK3 di Perusahaan
• Akhir – akhir ini kita sering mendengar dan melihat peristiwa di media nasional
mengenai berita Kecelakaan Kerja. Beragam faktor menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat terjadi oleh faktor manusia, faktor
lingkungan maupun faktor peralatan kerja. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja maka perusahaan wajib menerapkan SMK3 di tempat kerjanya.
• Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap perusahaan
wajib menerapkan SMK3. Kewajiban itu apabila tidak dilaksanakan dengan baik
maka perusahaan dapat diberikan sanksi oleh Pemerintah seperti yang diatur
dalam Pasal 190 Undang – Undang tersebut. Sanksi tersebut berupa surat teguran
hingga pencabutan ijin usaha.
• Tentu tidak ada perusahaan yang ingin Ijin Usahanya dicabut. Tentu juga tidak ada
perusahaan yang ingin Pimpinan Perusahaannya harus berurusan dengan hukum.
Untuk itu, mau tidak mau, perusahaan harus berkomitmen untuk menerapkan
SMK3.
5 Tingkatan Penerapan SMK3 di Perusahaan
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 menjelaskan bahwa untuk melaksanakan penerapan SMK3 dengan baik di tempat kerja
perlu melalui 5 tahapan. Yaitu meliputi:
1. Penetapan Kebijakan K3
• Perusahaan dalam menetapkan Kebijakan K3 perlu menyusun terlebih dahulu tinjauan awal kondisi K3 di tempat kerja. Seiring
dengan proses tinjauan awal kondisi K3, proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja juga perlu dilakukan sebelum
menetapkan kebijakan tersebut. Tujuannya agar dalam menetapkan kebijakan, kebijakan yang diambil telah mengakomodir
kepentingan pekerja dan kepentingan perusahaan.
• Kebijakan K3 yang telah dibuat kemudian perlu disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan. Kebijakan itu juga harus secara jelas
menyatakan tujuan dan sasaran K3. Kemudian kebijakan yang telah ditandatangani perlu disosialisasikan kepada seluruh tenaga
kerja, tamu, kontraktor, pemasok dan pelanggan. Selain itu, kebijakan K3 tersebut nantinya perlu ditinjau secara berkala. Hal ini
perlu dilakukan untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
• Agar kebijakan K3 tersebut berjalan dengan optimal, komitmen perusahaan perlu ditingkatan dengan cara menempatkan
organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan; menyediakan anggaran, menyediakan tenaga kerja yang
berkualitas, dan menyediakan sarana – sarana pendukung yang diperlukan di bidang K3; Selain itu perusahaan juga perlu
menetapkan personil yang memiliki tanggung jawab, memiliki wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3.
Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan
pelaksanaan K3.
Sesuai PP No. 50 Tahun 2012 Lampiran I
2. Perencanaan K3
Pada tahapan ini perusahaan diminta melakukan perencanaan yang matang dalam penerapan K3-
nya. Penyusunan rencana K3 yang dilakukan oleh perusahaan harus didasarkan pada 4 hal, yaitu:
• Hasil Penelaahan Awal. Pada tahap ini perencanaan K3 didasari dari hasil tinjauan awal kondisi
K3 pada saat penyusunan Kebijakan K3 di depan.
• Identifikasi Potensi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko. Pada tahap ini perusahaan
terlebih dahulu perlu melakukan identifikasi potensi bahaya, sebelum dilakukan penilaian resiko
dan pengendalian apa yang harus dilakukan. Identifikasi ini perlu dipertimbangkan dalam
merumuskan rencana K3 nantinya.
• Peraturan Perundang-Undangan dan Persyaratan Lainnya. Pada tahap ini perusahaan harus
menginvetarisasi dan mengidentifikasi peraturan mana yang relevan dengan kondisi dan aktivitas
perusahaan. Peraturan yang telah di identifikasi tersebut kemudian di evaluasi kepatuhannya dan
disosialisasikan hasilnya kepada pekerja.
• Sumber Daya yang Dimiliki. Pada tahap ini perusahaan harus mempertimbangkan sumber daya
yang dimiliki baik itu sumber daya manusia yang kompeten maupun sarana prasarana serta
dukungan dana dari perusahaan.
3. Pelaksanaan Rencana K3
Pada tahapan ini perusahaan diminta untuk mengimplementasikan Perencanaan K3 yang telah disusun sebelumnya. Pelaksanaan
rencana K3 ini harus dilaksanakan oleh perusahaan dengan menyediakan sumber daya manusia yang kompeten dan mempunyai
kualifikasi serta menyediakan prasarana dan sarana yang memadai.
Dalam Pelaksanaan Rencana K3 ini paling sedikit meliputi 8 poin kegiatan penting. yaitu:
• Tindakan Pengendalian. Tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan terhadap kegiatan – kegiatan,
produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
• Perancangan dan Rekayasa. Dalam pelaksanaan perancangan dan rekayasa harus memperhatikan unsur – unsur seperti
identifikasi potensi bahaya; prosedur penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja; serta personil yang
memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberikan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi
persyaratan SMK3.
• Prosedur dan Instruksi Kerja. Prosedur dan instruksi kerja harus dilaksanakan dan ditinjau ulang secara berkala terutama jika
terjadi perubahan peralatan, proses atau bahan baku yang digunakan oleh personal dengan melibatkan para pelaksana yang
memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur.
• Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan. Perusahaan yang mengalihdayakan pekerjaannya kepada pihak lain harus
menjamin bahwa perusahaan lain tersebut memenuhi persyaratan K3. Verifikasi terhadap persyaratan K3 tersebut dilakukan oleh
personal yang kompeten dan berwenang serta mempunyai tanggung jawab yang jelas.
• Pembelian/Pengadaan Barang dan Jasa. Sistem pembelian/pengadaan barang dan jasa harus
terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja;
menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3;
dan pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada
semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian
dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
• Produk Akhir. Produk akhir berupa barang atau jasa harus dapat dijamin keselamatannya dalam
pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan serta pemusnahannya.
• Upaya Menghadapi Keadaan Darurat Kecelakaan dan Bencana Industri. Pada tahap ini
perusahaan harus memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan
bencana industri yang meliputi penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup
dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik; dan proses perawatan lanjutan.
• Rencana dan Pemulihan Keadaan Darurat. Dalam melaksanakan rencana dan pemulihan
keadaan darurat setiap perusahaan haru memiliki prosedur rencana pemulihan keadan darurat
secara cepat untuk mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga
kerja yang mengalami trauma.
• Prosedur menghadapi keadaan darurat harus diuji secara berkala oleh
personil yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang
mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi
terkait yang berwenang untuk mengetahui kehandalan pada saat
kejadian yang sebenarnya.
Sesuai PP No. 50 Tahun 2012 Lampiran I
4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
Pada tahap ini perusahaan harus memantau dan melakukan evaluasi Kinerja
K3. Pemantauan dan evaluasi Kinerja K3 ini meliputi 2 tahap, yaitu:
• Pemeriksaan, Pengujian dan Pengukuran. Pemeriksaan, Pengujian, dan
Pengukuran ini harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya sesuai dengan
tujuan dan sasaran K3 serta frekuensinya disesuaikan dengan obyek yang
mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
• Audit Internal SMK3. Audit Internal SMK3 harus dilakukan secara berkala
untuk mengetahui keefektifan penerapan SMK3. Audit SMK3 dilaksanakan
secara sistematik dan independen oleh personil yang memiliki kompetensi
kerja dengan menggunakan metodologi yang telah ditetapkan.
• Hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja serta
audit SMK3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk tindakan
perbaikan dan pencegahan. Pemantauan dan evaluasi kinerja serta
Audit SMK3 dijamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif
oleh pihak manajemen.
Sesuai PP No. 50 Tahun 2012 Lampiran I
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
• Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna
pencapaian tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau
tempat kerja harus melakukan tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3
secara berkala dan tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi
K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk
dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
• Tinjauan ulang penerapan SMK3 paling sedikit meliputi evaluasi terhadap
kebijakan K3; tujuan, sasaran dan kinerja K3; hasil temuan audit SMK3; dan
evaluasi efektifitas penerapan SMK3, dan kebutuhan untuk pengembangan
SMK3.
Terima kasih
Seri 12
AHLI K3 UMUM
12. AUDIT SMK3
• Sejak diberlakukan SMK3 ada beberapa kemajuan dimana jumlah
perusahaan yang diaudit dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Selain karena tingkat kesadaran meningkat, tuntutan pasar turut
mempengaruhi peningkatan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut,
maka audit SMK3 bertujuan untuk;
1. Menilai secara kritis dan sistematis semua potensi bahaya pada
kegiatan perusahaan
2. Memastikan bahwa pengelolaan K3 di perusahaan telah benar-
benar dilaksanakan sesuai ketentuan perundangan
3. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial
sebelum timbul gangguan atau kerugian.
Jenis-jenis Audit SMK3
Audit SMK3 merupakan alat untuk mengukur besarnya keberhasilan
pelaksanaan dan penerapan SMK3, secara sistematik, independent.
Berdasarkan pelaksanaan audit SMK3, jenis-jenis audit dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua), yaitu;

1. Audit Internal
• Penilaian dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, yang bertujuan untuk
menilai efektifitas penerapan SMK3 serta memberi masukkan kepada
manajemen. Pelaksanaan internal audit, idealnya dilaksanakan 2 kali
setahun dengan melibatkan seluruh bagian perusahaan dengan metode uji
silang (cross check) lintas departemen atau bagian. Audit internal
dilaksanakan oleh personil yang independent, artinya bukan dari bagian
atau departemen personil audit/auditor.
• Audit dilaksanakan oleh suatu tim dengan anggota tetap ganjil dan
tidak melebihi 7 orang. Komposisi anggota tetap, sebagai berikut;
a. 1 orang tim manajemen senior
b. 2 orang anggota P2K3
c. 2 orang ahli dalam bidang operasi/produksi
d. 2 orang ahli K3 atau ahli lain yang ditunjuk
• Tim audit diangkat resmi oleh pimpinan perusahaan dan bertanggung
jawab langsung dan melaporkan hasil audit. Tim terdiri dari;
a. Ketua tim
b. Sekretaris tim
c. Anggota tetap
d. Anggota tidak tetap
• Tugas dan tanggung jawab tim audit, meliputi;
a. Menentukan sasaran, cakupan dan metode audit
b. Mengembangkan daftar periksa dan daftar pertanyaan
c. Melakukan pemeriksaan secara obyektif
d. Menyusun laporan audit
• Tahapan-tahapan audit, yaitu;
a. Mengkaji informasi yang didapat dari unit kerja yang diaudit
b. Menyiapkan lembar kerja audit
c. Memahami semua informasi-informasi penting
d. Menyiapkan rekomendasi
e. Menyiapkan rekomendasi akhir
f. Memberkas dan menyimpan semua lembaran kerja.
• Agar dapat melaksanakan audit dengan baik, maka setiap auditor harus
mengetahui dasar-dasar pengetahuan, antara lain;
a. Sifat-sifat dan bahaya-bahaya yang dapat timbul bahan baku, bahan pembantu
dll
b. Tata cara penyimpanan dan pengelolaan bahan baku
c. Proses dan peralatan produksi
d. Sistem transportasi dalam pabrik
e. Tata cara pembuangan limbah
f. dll

• Pelaksanaan audit, yaitu;


a. Persiapan
b. Pertemuan pra-audit dengan pimpinan setempat
c. Pemeriksaan lapangan
d. Pemeriksaan informasi
2. Audit Eksternal
• Adalah audit yang dilaksanakan oleh badan audit independent,
bertujuan untuk menunjukkan penilaian terhadap system manajemen
K3 di perusahaan secara obyektif dan menyeluruh sehingga diperoleh
pengakuan dari pemerintah atas penerapan SMK3. Fungsinya sebagai
umpan balik untuk mendukung pertumbuhan serta peningkatan
kualitas SMK3 perusahaan tersebut. Pada audit eksternal, akan
diberikan sertifikat dari Pemerintah. Audit eksternal merupakan
kegiatan yang komplek dan membutuhkan waktu lama.
• Hal-hal yang terkait dengan audit eksternal ini adalah;
a. Mekanisme pelaksaan audit
Perusahaan yang telah menerapkan SMK3 dapat mengajukan permohonan audit
kepada Dirjen Binawas, melalui disnaker setempat. Permohonan tersebut akan
diinventarisir dan dievaluasi, untuk perusahaan yang telah memenuhi criteria,
permohonan akan diteruskan ke Badan Audit
b. Pelaksanaan audit eksternal terhadap perusahaan Secara garis besar, adalah;
– Memberitahukan kepada perusahaan yang akan diaudit
– Pertemuan pra audit
– Kunjungan ke lapangan untuk orientasi
– Wawancara kepada manajemen
– Pemeriksaan semua informasi hasil wawancara
– Pemeriksaan dokumen
– Wawancara tenaga kerja
– Pemeriksaan kondisi fisik lapangan
– Pertemuan penutup (close of meeting)
c. Manfaat audit eksternal
– Memberikan suatu evaluasi yang kuat mengenai pelaksanaan K3
– Memberikan tata cara penyelenggaraan system pengawasan mandiri
– Memberikan pengetahuan dan ketrampilan kerja
– Membangkitkan daya saing positif
– Dll
Perbedaan antara inspeksi dan audit
• Inspeksi adalah kegiatan yang dilakukan secara periodic untuk memeriksa
kelengkapan secara teknik suatu tempat atau plant.
• Audit K3 adalah pengujian secara detail dari suatu obyek seperti, tempat
kerja, departemen atau bagian, unit mesin, instalasi atau proses.
Aspek yang mempengaruhi seberapa sering inspeksi dilakukan, adalah;
a. Potensi kecelakaan
b. Sejarah kecelakaan
c. Persyaratan perlengkapan
d. Usia peralatan
e. Persyaratan hukum
Elemen Audit SMK3
• Audit SMK3, baik internal maupun eksternal didasarkan pada 12 elemen
audit, yaitu;
1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
2. Srategi pendokumentasian
3. Peninjauan ulang perancangan
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian
6. Keamanan bekerja
7. Standar pemantauan
8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
9. Pengelolaan material
10. Pengumpulan dan penggunaan data
11. Audit SMK3
• Tingkat keberhasilan SMK3 dalam perusahaan diukur sebagai berikut;
a. Ukuran tingkat pencapaian penerapan 0 – 59 % dan pelanggaran
perundangan (non conformance) dikenai tindakan hokum
b. Untuk tingkat pencapaian 60 – 84 % diberikan sertifikat dan
bendera perak
c. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85 – 100 % diberikan
sertifikat dan bendera emas.
• Hasil audit dan evaluasi / Isi pokok suatu audit adalah;
– Hasil temuan ketidaksesuaian
– Kelemahan unsur system dan saran perbaikan.
Terima kasih
Seri 13
AHLI K3 UMUM
13. ANALISA KECELAKAAN KERJA
Fenomena Kecelakaan Kerja
• Kerugian kecelakaan kerja diilustrasikan sebagaimana gunung es di
permukaan laut dimana es yang terlihat di permukaan laut lebih kecil dari
pada ukuran es sesungguhnya secara keseluruhan. Begitu pula kerugian
pada kecelakaan kerjakerugian yang “tampak/terlihat” lebih kecil daripada
kerugian keseluruhan.
• Dalam hal ini kerugian yang “tampak” ialah terkait dengan biaya langsung
untuk penanganan/perawatan/pengobatan korban kecelakaan kerja tanpa
memperhatikan kerugian-kerugian lainnya yang bisa jadi berlipat-lipat
jumlahnya daripada biaya langsung untuk korban kecelakaan kerja.
Kerugian kecelakaan kerja yang sesungguhnya ialah jumlah kerugian untuk
korban kecelakaan kerja ditambahkan dengan kerugian-kerugian lainnya
(material/non-material) yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja tersebut.
Kerugian-kerugian (biaya-biaya) tersebut antara lain :
Biaya Langsung Kerugian Kecelakaan Kerja :
• Biaya Pengobatan & Perawatan Korban Kecelakaan Kerja.
• Biaya Kompensasi (yang tidak diasuransikan).

Biaya Tidak Langsung :


• Kerusakan Bangunan
• Kerusakan Alat dan Mesin
• Kerusakan Produk dan Bahan/Material
• Gangguan dan Terhentinya Produksi
• Biaya Administratif
• Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang
Studi Rasio Kecelakaan
• Pada tahun 1969 dilakukan penelitian kecelakaan yang mengakibatkan
kerugian fisik maupun harta benda, yang memberikan hasil sebagai
berikut:

• Dikemukakan bahwa setiap satu kecelakaan berat atau meninggal diserati


10 kecelakaan ringan, 30 kerusakan harta benda dan 600 nyaris celaka.
Anatomi Kecelakaan Kerja
• Setiap kecelakaan tidak terjadi begitu saja, pasti ada penyebabnya.
• Faktor penyebab umumnya majemuk (multi causality), resikonya beragam
(wide spectrum).
• Kecelakaan suatu kejadian tiba – tiba dan tidak dikehendaki.
• Kecelakaan terjadi karena kondisi tidak aman atau tindakan tidak aman.
Kecelakaan menimbulkan kerugian fisik, kerusakan material/alat atau
gangguan pada proses produksi.
Beberapa energi yang sering menimbulkan kecelakaan adalah :
• Terbentur / tertabrak suatu benda.
• Terbentur / tertabrak banda/alat yang bergerak.
• Jatuh ke tingkat yang lebih rendah.
• Jatuh pada tingkat yang sama (tergelincir, tersandung, terpeleset).
• Terjepit ke dalam barang yang berputar.
• Terjepit diantara dua benda.
• Kontak dengan listrik, panas, dingin, radiasi, bahan beracun dan sebagainya.

Penyebab langsung dari kecelakaan adalah sesuatu yang secara langsung


menyebabkan kontak. Penyebab langsung tersebut berupa perbuatan atau
tindakan yang sub standar dan kondisi yang sub standar.
Lima (5) faktor urutan terjadinya kecelakaan ini mengambarkan :
• Faktor keturunan atau lingkungan sosial, cenderungan menyebabkan
seseorang
• Melakukan kesalahan, sehingga menjadi penyebab utama terjadinya
• Tindakan tidak aman dan / atau kondisi tidak aman, sehingga
menyebabkan
• Terjadinya kecelakaa, yang mengakibatkan
• Luka atau kerugian lainnya
Keadaan Tidak Aman dan Tindakan Tidak
Aman
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa kecelakaan hanya dapat terjadi bila timbul
Keadaan tidak aman dan atau Tindakan tidak aman, dua penyebab utama
terjadinya kecelakaan ini muncul (exist) antara lain karena sikap dan perilaku
karyawan yang bersangkutan yaitu :
• Tidak tahu (adanya bahaya) : karena tidak pernah diberitahu oleh pimpinannya
tentang bahaya dan resiko ditempat kerjanya sehingga tidak tanggap terhadap
bahaya juga mempunyai keterampilan menghindari bahaya tersebut.
• Tidak mau tahu (adanya ancaman bahay) : karena tidak mempunyai perhatian
pada K3 sehingga berperilaku sembrono mungkin juga karena lemahnya
pengawasan
• Tidak mampu (menghadapi bahaya) : karena tidak pernah dilatih K3 sehingga
tidak berpengalaman melaksanakan pekerjaan dengan cara – cara aman dan
selamat.
Butir – butir tersebut di atas merupakan Tindakan tidak aman
• Faktor penyebab kecelakaan berikutnya adalah Keadaan tidak aman
dan justru sesungguhnya faktor ini merupakan temuan awal dari H.W.
Heinrich seorang pakar K3, yang pada tahun 1931 membuat
kesimpulan tersebut di atas setelah mengadakan analisis terhadap
1750 kasus kecelakaan yang dilaporkan oleh beberapa perusahaan.
Dari temuan inilah dikembangkan suatu teknik pencegahan
kecelakaan dengan cara memasang alat pelindung mesin. Upaya ini
memang cukup berhasil menurunkan jumlah kecelakaan, namun
kemudian kecelakaan tidak terkendali lagi seiring dengan
perkembangan mekanisasi dan automatisasi mesin – mesin.
Pengendalian dan Pencegahan Kecelakaan
Tahapan pengendalian dibagi dalam tiga tahapan :
Pre contact :
• Upaya pengendalian sebelum terjadi kecelakaan. Tahap ini sangat penting sebagai tindakan preventif. Segala
upaya dilakukan agar sumber bahaya dapat dikendalikan dengan baik.
Contact :
• Bila masih mungkin terjadi kontak sumber energi, diupayakan agar akibatnya lebih ringan :
• Substitusi proses / bahan yang berbahaya
• Manual handling diganti dengan mechanical handling
• Mengurangi jumlah energi yang keluar
Post contact :
• Setelah terjadi kecelakaan, diupayakan agar kerugian yang diderita dapat ditekan sekecil mungkin :
• Kesiagaan menghadapi keadaan darurat
• P3K yang tepat dan cepat
• Kesiagaan menanggulangi kebakaran
• Perbaikan alat yang rusak secepatnya
• Kesiapan mengatasi pencemaran
4 Elemen Penyebab Terjadinya Kecelakaan
Manusia
• Termasuk manajemen, karyawan, kontraktor, pelanggan, tamu, pemasok
dan masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa manusia termasuk
sebagian besar penyebab kecelakaan. Konsep lama menyatakan 85% atau
lebih kecelakaan disebabkan oleh kesalahan para pekerja yang akan
menjadi analisa yang lebih kritis dalam pengetahuan dan pengalaman yang
modern.
• Seperti ditunjukkan di atas, ada penambahan bukti bahwa sedikitnya 80%
kesalahan yang dibuat manusia melibatkan sesuatu yang hanya dapat
dilakukan oleh manajemen. Memimpin manusia dan interaksi manusia
dengan unsur lainnya merupakan suatu yang sangat berarti dari
pengendalian yang efektif
Peralatan
• Unsur ini mencakup semua alat dan mesin yang mana manusia bekerja didekat
dan dengan mesin – mesin yang fixed, kendaraan, alat untuk menangani material
dan lain – lain. Barang – barang di atas dimana manusia bekerja dengannya
merupakan sumber potensi cidera dan kematian. Mereka telah memakan waktu
lama untuk menetapkan peraturan berkenaan dengan pelindung mesin.
Perhatian berkembang untuk memasukkan masalah yang lebih besar pada
ergonomi (hubungan antara manusia dan alat kerja). Ini melibatkan rancangan
dan tempat kerja untuk menyesuaikan kemampuan manusia sesuai ukuran, gerak
daya tahan dan lain – lain. Kegagalan mengenali kondisi yang tidak standar
dimasa lalu biasanya mengarah pada klasifikasi penyebab kecelakaan sebagai
tindakan tak aman. Goal/sasaran yang utama adalah membuat pekerjaan
manusia lebih alami dan nyaman dan untuk mencegah kebingungan, keletihan,
frustasi/beban kerja yang berlebihan, kesalahan dan kecelakaan.
Material
• Unsur ini termasuk bahan baku, bahan kimia dan bahan – bahan lainnya
dimana digunakan oleh manusia dan mereka yang bekerja dengannya.
Material juga merupakan sumber penyebab kecelakaan. Di banyak
perusahaan kecelakaan dalam menangani material menunjukkan 20
sampai 30% dari seluruh kecelakaan. Demikian juga banyak kerusakan
harta benda yang melibatkan material yang ditumpuk, berkarat, terbakar
atau meledak.
• Hal ini memperoleh perhatian manajemen yang lebih besar akhir – akhir
ini. Jarang kita mendapatkan seorang manajer yang tidak menyadari
Material Safety Data Sheet dan tindakan penanganan bahan berbahaya
yang aman. Tak ada manajer yang melakukan pengendalian kerugian
kecelakaan dengan baik kecuali dia secara efektif memimpin penanganan
bahan/material dengan aman dan benar.
Lingkungan
• Unsur ini mencakup semua bagian yang ada disekeliling bangunan, peralatan dan
material, permukaan dimana suatu tempat digunakan untuk berdiri dan
berpindah, cairan dan udara yang mengelilingi unsur – unsur lain, bahaya –
bahaya bahan kimia seperti mist/embun, uap gas, fume dan debu, cuaca dan
udara, bahaya biologis seperti jamur, bakteri dan virus dan keadaan fisikal seperti
penerangan, kebisingan, panas, dingin, tekanan, kelembaban dan radiasi.
• Bagian sistem perusahaan ini menunjukkan sumber penyebab penambahan
sejumlah penyakit yang berhubungan dengan kondisi. Ini tidak saja menyangkut
masalah kecelakaan dan sakit karena pekerjaan, tetapi juga kerugian – kerugian
lainnya seperti mangkir, produk yang berkualitas rendah dan kurangnya
produktivitas. Tentu saja, perhatian yang lebih banyak harus diberikan kepada
yang keluar pabrik atau menuju lingkungan masyarakat yang dapat terpengaruh
oleh udara, polusi buangan dari tempat kerja.
Langkah-Langkah Penyidikan Kecelakaan
• Tanggap, cepat dan positif pada keadaan darurat; Segera ketempat kejadian, lokalisir tempat
kejadian, ambil tanggung jawab dan beri instruksi pada orang tertentu (upayakan penyelamatan /
bila perlu). Kontrol potensi kecelakaan kedua
• Kumpulkan keterangan & informasi yang berhubungan dengan kec. Tanyakan pada diri anda
sendiri beberapa pertanyaan mendasar ; Apa saja yang nampak setelah kejadian, siapa yang harus
diwawancarai, apa yang rusak, apa saja yang seharusnya tidak ada

• Analisa semua penyebab :


* Kenali kerusakan & cidera
* Temukan faktor penyebab & tindakan bahaya
* Tentukan penyebab utama

• Kembangkan dan lakukan tindakan perbaikan


• Tinjau dan periksa penemuan dan rekomendasi
• Beritahu para manajer ybs, kembangkan dan lakukan tindakan perbaikan.
Terima kasih
Seri 14
AHLI K3 UMUM
14. JOB SAFETY ANALYSIS
Pengertian
• Job Safety Analysis (JSA) atau dikenal juga dengan Job Hazard Analysis
merupakan upaya untuk mempelajari/menganalisa dan serta
pencatatan tiap-tiap urutan langkah kerja suatu pekerjaan,
dilanjutkan dengan identifikasi potensi-potensi bahaya di dalamnya
kenudian diselesaikan dengan menentukan upaya terbaik untuk
mengurangi ataupun menghilangkan/mengendalikan bahaya-bahaya
pada pekerjaan yang dianalisa tersebut. Dengan
menyusun/menerbitkan dan mensosialisasikan Job Safety Analysis
pada tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja.
Langkah-Langkah Menyusun JSA
• Menentuan Jenis PekerjaanPekerjaan yang memiliki riwayat kecelakaan
kerja paling parah ataupun sering merupakan prioritas utama untuk
dianalisa keselamatannya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan pekerjaan yang akan dianalisa ialah sebagai berikut :
• Tingkat keseringan kecelakaan kerja.
• Tingkat kecelakaan yang menyebabkan cacat.
• Potensi keparahan kecelakaan kerja.
• Pekerjaan yang bersifat baru.
• Pekerjaan yang memiliki riwayat hampir celaka (nearmiss).
• Merinci urutan-urutan / langkah-langkah pekerjaan dari awal dimulai
pekerjaan sampai dengan selesainya pekerjaan.
• Mengidentifikasi bahaya dan potensi kecelakaan kerja terhadap tiap-tiap
urutan kerja yang dilakukan.
• Menentukan langkah pengendalian terhadap bahaya-bahaya tiap urutan
kerja yang dilakukan.
Siapa Saja yang Wajib Membuat dan
Menerapkan JSA
• Baik supervisor maupun pekerja, mereka harus bekerja sama untuk
menerapkan JSA. Umumnya, supervisor bertanggung jawab untuk
membuat JSA, mendokumentasikan berkas JSA, memberi pelatihan
kepada seluruh pekerja sesuai yang tercantum di JSA, dan
menegakkan prosedur kerja yang aman dan efisien. Namun, pekerja
juga didorong untuk terlibat dalam pembuatan dan penerapan JSA,
karena mereka yang paling mengetahui tentang bahaya serta
bagaimana cara mengontrol dan mengendalikan bahaya yang
terdapat di area kerja mereka.
Mengapa JSA Begitu Penting?
• Menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di perusahaan menjadi hal
penting untuk menciptakan lingkungan kerja aman dan menekan angka
kecelakaan kerja. Dengan membentuk operasi kerja yang sistematis, membangun
prosedur kerja yang tepat, dan memastikan setiap pekerja sudah mendapatkan
pelatihan dengan benar, Anda dapat membantu mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja (PAK) di tempat kerja.
• Salah satu cara terbaik untuk menentukan prosedur kerja yang tepat adalah
dengan melakukan analisis bahaya yang terdapat di area kerja. Supervisor dapat
menggunakan hasil analisis tersebut untuk menghilangkan dan mencegah bahaya
di area kerja. Hal ini mungkin akan berdampak pada berkurangnya jumlah cedera
dan PAK, berkurangnya absen pekerja, biaya kompensasi pekerja jadi lebih
rendah, bahkan meningkatkan produktivitas. JSA juga menjadi alat yang sangat
penting untuk melatih pekerja baru dalam melakukan langkah-langkah pekerjaan
dengan aman.
Pekerjaan Apa Saja Yang Membutuhkan JSA?
• ampir semua jenis pekerjaan membutuhkan JSA. Namun, ada beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pekerjaan yang akan di
analisa, diantaranya:
• Pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja atau PAK
• Pekerjaan yang berpotensi menyebabkan cedera serius atau PAK yang
mematikan, bahkan untuk pekerjaan yang tidak ada riwayat kecelakaan
sebelumnya
• Pekerjaan dimana satu kelalaian kecil yang dilakukan pekerja dapat
menyebabkan kecelakaan fatal atau cedera serius
• Setiap pekerjaan baru atau pekerjaan yang telah mengalami perubahan
proses dan prosedur kerja
• Pekerjaan yang cukup kompleks dan membutuhkan instruksi tertulis
Contoh Job Safety Analysis
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai