Ahli k3 umum
1 : Perundang-undangan K3
Perundang – undangan K3
• Perundang-undangan K3 ialah salah satu alat kerja yang penting bagi para Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) guna
menerapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja.
• Kumpulan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Republik Indonesia tersebut antara lain:
1. Undang – undang K3
2. Peraturan Pemerintah terkait K3
3. Peraturan Mentri terkait K3
4. Keputusan Mentri terkait K3
5. Instruksi Mentri terkait K3
6. Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Indistrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3
Undang – undang K3
• Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
• Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
• Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang
Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah terkait K3
• Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
• Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
• peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
• Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Menteri terkait K3
• Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi
Dokter Perusahaan.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
• Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta
Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan
Kerja.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen Perusahaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan.
• Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
• Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
• Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
• Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
• Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
• Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.
• Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
• Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
• Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
• Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara
Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
• Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
• Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
• Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur Petir.
• Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
• Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
• Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
• Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja
dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
• Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
• Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.
• Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk
Pengangkutan Orang dan Barang.
Keputusan Menteri terkait K3
• Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
• Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No
104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
• Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan Kerja.
• Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
• Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
• Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
• Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
• Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
• Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI)
No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat
Kerja.
• Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan
Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
• Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di
Tempat Kerja.
Intruksi Menteri terkait K3
• Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus K3
Penanggulangan Kebakaran.
Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan terkait K3
• Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara Pengisian Formulir
Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.
• Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
• Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi
Listrik.
Terima kasih
Seri 2
Ahli K3 umum
2. UU Nomor 1 tahun 1970
Bab 1 Istilah - istilah
• Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di
mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam
pasal 2.
• Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut.
• “Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
• “Pengusaha” ialah
a. orang atau badan hukum yang menjalankan seseuatu usaha milik sendiri dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan
miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud
pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
• “Direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undangundang ini.
• “Pegawai Pengawas” ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja
yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
• “Ahli Keselamatan Kerja” ialah tenaga tehnis yang berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undangundang
ini.
Bab III Syarat – syarat Keselamatan Kerja
Pasal 3
(1) Dengan peraturan perundangan-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. mencegah dan mengurangi kecela- kaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadiankejadian lain yang
berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses
kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat,
perlakuan dan penyimpanan
barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di
kemudian hari.
Bab IV Pengawasan
Pasal 5
• (1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini,
sedangkan para pegawai
pengawas kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya
Undangundang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan
kerja dalam
melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
• (1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara
berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
Bab V Pembinaan
Pasal 9
• (1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam semua tempat
kerjanya;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa
tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama
dalam kecelakaan.
(4) Pengurusa diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
Bab VI Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Pasal 10
• (1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan
Kesehatan Kerja guna
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau
pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan
tugas dan
kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam
rangka melancarkan
usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan
lain-lainnya ditetapkan
oleh Menteri Tenaga Kerja.
Bab VII Kecelakaan
• Pasal 11
• (1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1)
diatur dengan peraturan perundangan.
Bab VIII Kewajiban dan Hak Pekerja
Pasal 12
• Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja;
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agas dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal
khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih
dapat
dipertanggung-jawabkan.
Bab IX Kewajiban Bila Memasuki tempat Kerja
Pasal 13
• Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
Bab X Kewajiban Pengurus
Pasal 14
• Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang
berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
Bab XI Ketentuan – Ketentuan Penutup
Pasal 15
• (1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur
lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan
ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya
3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Terima kasih
Seri 3
AHLI K3 UMUM
3. Konsep Dasar K3
Lambang K3
Arti (Makna) Tanda Palang
Bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).
Keilmuan
Semua ilmu dan penerapannya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran,
peledakan dan pencemaran lingkungan.
Dasar Hukum Penerapan K3 Di Tempat Kerja
• UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3. Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Kecelakaan Kerja
Insiden yang menyebabkan cedera, penyakit akibat kerja (PAK)
Kecelakaan Kerja ataupun kefatalan (kematian).
Setiap Terjadi
1 Kecelakaan Fatal/Kematian
Penyebab
Penyebab Penyebab Kecelakaan
Tidak Kerugian
Dasar Langsung Kerja
Langsung
Biaya Langsung
1. Biaya Pengobatan & Perawatan.
Rp. 1 Juta 2. Biaya Kompensasi (Asuransi).
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Biaya Tidak Langsung
{
1. Kerusakan Bangunan.
Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja 2. Kerusakan Alat dan Mesin.
Rp. 5 – 50 Juta 3. Kerusakan Produk dan Bahan/Material.
(Biaya Kerusakan Aset 4. Gangguan/Terhentinya Produksi.
Yang Tidak Diasuransikan) 5. Biaya Administrasi.
6. Pengeluaran Sarana dan Prasarana Darurat.
{
7. Waktu untuk Investigasi.
8. Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang .
Rp. 5 – 3Juta 9. Biaya Perekrutan dan Pelatihan.
(Biaya Lain-lain 10. Biaya Lembur.
Yang Tidak Diasuransikan) 11. Biaya Ekstra Pengawas.
12. Waktu untuk Administrasi.
13. Penurunan Kemampuan Tenaga Kerja yang
Kembali karena Cedera.
14. Kerugian Bisnis dan Nama Baik.
Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja
• Identifikasi dan Pengendalian Bahaya Di
Tempat Kerja
1. Pemantauan Kondisi Tidak Aman.
2. Pemantauan Tindakan Tidak Aman.
• Sistem Manajemen
1. Prosedur dan Aturan.
2. Penyediaan Sarana dan Prasarana.
3. Penghargaan dan Sanksi.
Bahaya K3
Pengertian Faktor
Semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang 1. Biologi (Bakteri, Virus, Jamur, Tanaman,
berpotensi menimbulkan cedera dan atau Binatang).
penyakit akibat kerja (PAK). 2. Kimia
(Bahan/Material/Cairan/Gas/Uap/Debu
Sumber Beracun, Reaktif, Radioaktif, Mudah
1. Manusia. Meledak/Terbakar, Iritan, Korosif).
2. Mesin. 3. Fisik/Mekanik (Ketinggian, Konstruksi,
3. Material. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat, Ruang
4. Metode. Terbatas, Tekanan, Kebisingan, Suhu,
5. Lingkungan. Cahaya, Listrik, Getaran, Radiasi).
4. Biomekanik (Gerakan Berulang,
Postur/Posisi Kerja, Pengangkutan Manual,
Jenis Desain Tempat Keja/Alat/Mesin).
1. Tindakan. 5. Psikologi/Sosial (Stress, Kekerasan,
2. Kondisi. Pelecehan, Pengucilan, Lingkungan, Emosi
Negatif).
Resiko K3
Pengertian Keparahan
Potensi kerugian yang bisa
Sedang
Sangat
Sangat
Ringan
Ringan
Berat
Berat
diakibatkan apabila terdapat kontak
dengan suatu bahaya (contoh : luka
Sangat
bakar, patah tulang, kram, asbetosis, Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim Ekstrim
Sering
dsb).
Sering Sedang Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim
Frekuensi
Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Ekstrim
Penilaian dan Kategori
Perkalian antara nilai frekuensi dengan Jarang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
nilai keparahan suatu resiko. Sangat
Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi
Jarang
PERLINDUNGAN
KEHANDALAN
Modifikasi Alat/Mesin/Tempat
Perancangan
Kerja yang Lebih Aman
Tujuan
Untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas tempat kerja.
Manfaat
1. Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang
lebih efisien.
2. Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan
luas.
3. Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja
yang bagus/baik.
4. Menambah penghematan karena menghilangkan pemborosan-
pemborosan di tempat kerja.
Langkah-Langkah Penerapan 5R
Ringkas
1. Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
2. Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
3. Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
4. Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.
Rapi
1. Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
2. Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaannya,
keseragaman, fungsi dan batas waktu.
3. Pengaturan tanda visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan.
Resik
1. Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
2. Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
3. Meminimalisir sumber-sumber sampah dan kotoran.
4. Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak (peremajaan).
Rawat
Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.
Rajin
Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.
Penerapan Budaya 5R Di Tempat Kerja
Makna Rambu Di Tempat Kerja
Tanda Sarana
Tanda Sarana Keselamatan,
P3K dan Tanda Sarana /
Darurat Fasilitas Umum
Kebakaran Evakuasi Darurat
Label Kemasan Bahan Beracun Dan
Berbahaya (B3)
GHS (Globally Harmonized System) – UN (United Nations) Pemicu Iritasi Gas Bertekanan Pencemar
Lingkungan
Label Transportasi Bahan Beracun Dan
Berbahaya (B3)
LABEL PIPA
Gas Bertekanan.
LABEL PIPA
LABEL PIPA
Bahan Mudah Terbakar.
LABEL PIPA
LABEL PIPA Air Yang Dapat Diminum, Air Pendingin, Air
LABEL PIPA Umpan Boiler.
LABEL PIPA Bahan Beracun & Korosif.
LABEL PIPA
LABEL PIPA
Media Pemadam Kebakaran.
LABEL PIPA
LABEL PIPA
Bahan Mudah Menyala.
LABEL PIPA
Sumber : ANSI (American National Standards Intitute) Amerika
Tanda Dan Makna Papan Informasi Di
Tempat Kerja
Zona Berbahaya.
Contoh Dokumentasi Penerapan 5R Di
Tempat Kerja
LOTO (Lockout – Tagout)
Pengertian
Suatu prosedur untuk menjamin mesin/alat
berbahaya secara tepat telah dimatikan dan
tidak akan menyala kembali selama
pekerjaan berbahaya ataupun pekerjaan
perbaikan dan perawatan berlangsung
sampai dengan pekerjaan tersebut berakhir.
Prosedur Umum
1. Mengidentifikasi sumber energi.
Peralatan LOTO
2. Mengisolasi dan mematikan sumber
energi.
3. Mengunci dan memberi tanda bahaya
pada sumber energi.
4. Memastikan keefektifan isolasi sumber
energi.
Kelengkapan
wajib yang
digunakan saat Pelindung Kepala Pelindung Mata dan Muka Pelindung Pendengaran
bekerja sesuai
dengan bahaya
dan resiko kerja
untuk menjaga Pelindung Pernafasan Pelindung Tangan Pelindung Kaki
keselamatan
tenaga kerja itu
sendiri maupun
orang lain di Rompi Nyala
tempat kerja.
Pelindung Jatuh
Pelampung
Jas Hujan
Pelindung Tubuh
Sabuk Keselamatan
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Pengertian
Gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan dan
atau diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan
dengan pekerjaan.
Contoh
Anthrax, Silicosis, Asbestosis, Low Back Pain, White Finger Syndrom, dsb.
Faktor Penyebab
Biologi (Bakteri, Virus Jamur, Binatang, Tanaman) ; Kimia (Bahan Beracun
dan Berbahaya/Radioaktif) ; Fisik (Tekanan, Suhu, Kebisingan, Cahaya) ;
Biomekanik (Postur, Gerakan Berulang, Pengangkutan Manual) ; Psikologi
(Stress, dsb).
Pencegahan
1. Pemeriksaan Kesehatan Berkala.
2. Pemeriksaan Kesehatan Khusus.
3. Pelayanan Kesehatan.
4. Penyedian Sarana dan Prasarana.
Kesehatan Kerja
Pengertian
Penyelenggaraan dan pemeliharaan derajat
yang setinggi-tingginya dari kesehatan fisik,
mental dan sosial dari tenaga kerja pada
semua pekerjaan, pencegahan gangguan
kesehatan pada tenaga kerja yang disebabkan
oleh kondisi kerjanya, perlindungan tenaga
kerja dari resiko akibat faktor-faktor yang
mengganggu kesehatan, penempatan dan
pemeliharaan tenaga kerja dalam suatu
lingkungan kerja yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikologisnya, dan
sebagai kesimpulannya merupakan
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan
manusia kepada pekerjaanya.
Sumber : Joint ILO-WHO Committee 1995
Dasar Hukum
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 8.
2. Permenakertrans 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
3. Permenakertrans 1/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
4. Permenakertrans 3/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
5. Kepmenaker 333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
6. Kepmenaker 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
7. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
8. Permenaker 1/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga
Kerja Dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.
9. Surar Edaran Menakertrans 01/MEN/1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Tempat
Makan.
10. Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan
dalam Tempat Kerja.
Ruang Lingkup
1. Penyelenggaraaan pelayanan kesehatan kerja :
o Sarana.
o Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter perusahaan dan paramedis
perusahaan).
o Organisasi (pimpinan unit PKK, pengesahan penyelenggaraan PKK).
2. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan kerja tenaga kerja (Awal, Berkala, Khusus dan Purna
Bakti)
3. Pelaksanaan P3K (Petugas P3K, Kotak P3k dan Isi Kotak P3K).
4. Pelaksanaan gizi kerja (pemeriksaan gizi dan makanan tenaga kerja, kantin, katering
pengelola makanan tenaga kerja , pengelola dan petugas katering).
5. Pelaksanaan pemeriksaan syarat-syarat ergonomi.
6. Pelaksanaan pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja,
Penyakit Akibat Kerja)
Tanggap Darurat
4. P2K3
Struktur Susunan dan Tugas Organisasi Tim
P2K3
• Dasar hukum pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) ialah Permenaker RI Nomor
PER.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
• Disebutkan pada pasal 2 (dua) bahwa tempat kerja dimana
pengusaha/pengurus memperkerjakan 100 (seratus) orang atau lebih,
atau tempat kerja dimana pengusaha/pengurus memperkerjakan
kurang dari 100 (seratus) tenaga kerja namun menggunakan bahan,
proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya
peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif
pengusaha/pengurus wajib membentuk P2K3.
• Pada pasal 3 (tiga) disebutkan bahwa unsur keanggotaan P2K3 terdiri
dari pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari ketua,
sekretaris dan anggota serta sekretaris P2K3 ialah ahli keselamatan
kerja dari perusahaan yang bersangkutan.
• Pengertian P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
menurut Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 ialah badan
pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling
pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan K3.
• Tugas P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ialah
memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak
kepada pengusaha mengenai masalah K3 (berdasarkan pasal 4
(empat) Permenaker RI Nomor PER 04/MEN/1987).
Fungsi P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) antara lain :
1. Menghimpun dan mengolah data mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
tempat kerja.
2. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja mengenai :
• Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3 termasuk
bahaya kebakaran dan peledakan serta cara menanggulanginya.
• Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
• Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
• Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
3. Membantu Pengusaha/Pengurus dalam :
• Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
• Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
• Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja (PAK) serta mengambil langkah-
langkah yang diperlukan.
• Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, higiene perusahaan,
kesehatan kerja dan ergonomi.
• Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanan di perusahaan.
• Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.
• Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
• Mengembangkan laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja, melakukan pemeriksaan laboratorium
dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan.
• Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja.
• Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan pedoman kerja dalam
rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi
kerja. (berdasarkan pasal 4 (empat) Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987).
Peran, tanggung Jawab dan Wewenang P2K3
Peran Wewenang
h) Perkiraan Biaya
1. Estimasi biaya bahan dan pemasangan
2. Estimasi biaya tak terduga
Sistem Proteksi Untuk Keselamatan listrik
2. Alat Pengaman
• Alat pengaman ialah semua alat perlengkapan bejana tekanan yang
ditujukan untuk melengkapi bejana agar pemakaiannya dapat digunakan
dengan aman.
Jenis-jenis Bejana Tekan
Bejana Tekanan dikelompokkan menjadi 4 ( empat) macam, sebagai berikut ;
Konstruksinya
Konstruksi Bejana Tekan yang memenuhi syarat indikasinya antara lain sbb ;
a. Jenis material memenuhi standar yang berlaku.
b. Tebal material tidak kurang dari hasil perhitungan kekuatan konstruksi berdasarkan formula yang
diakui.
c. Kondisi material tidak terdapat cacat yang melebihi batas.
d. Sambungan las memenuhi syarat.
e. Untuk ketebalan pelat drum dan head dengan ketebalan tertentu telah dilakukan heat treatmen
setelah seluruh pengelasan selesai.
f. Pada hydrostatic Test tidak ditemui kebocoran, rembesan, keretakan atau perubahan bentuk
yang menetap.
Alat pengaman
Alat pengamannya harus lengkap, kondisinya / ukurannya memenuhi standar dan
berfungsi dengan baik.
Alat pengaman pada botol baja harus terdiri dari sbb;
• Katup penutup ; Katup penutup ini berfungsi mengendalikan tekanan, dimana
manakala tekanan udara/gas dalam botol baja melebihi tekanan kerja yang
diizinkan maka sebagian gas/udara akan keluar dari tabung sehingga tekanan
turun kembali ke tekanan kerja yang diizinkan.
• Kap pelindung ; Kap atau tutup pelindung ini harus kuat dan baik dan diberi
lubang dengan garis tengah sekurang-kurangnya 6,5 mm atau apabila diberi dua
lubang maka garis tengahnya masing-masing tidak boleh kurang dari 5
mm. Harus didesign sedemikian rupa sehingga jarak antara bagian dalam Kup
pelindung dengan katup penutup tidak kurang dari 3 mm. Kap pelindung ini harus
selalu dipasangkan kecuali jika botol baja sedang dipergunakan.
• Alat anti guling ; Untuk menghindarkan menggelindingnya botol –
botol baja yang dapat mengakibatkan cacat, maka alat anti
guling sangat penting ada pada botol baja.
Tanda pengenal ini harus permanen ( slugh letter ) pada head bejana tekan, tetapi untuk pelat bejana tekan
yang ketebalannya kurang dari 4 mm adalah dilarang dan dapat digantikan dengan pelat nama.
Standar Warna
• Untuk secara visual dapat membedakan isi media dalam suatu bejana tekan
sehingga sesuai dengan peruntukan yang dikehendaki, maka setiap botol baja
harus dicat dengan warna yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan
perundangan K3 atau standar yang berlaku.
• Dapat kita bayangkan bagaimana sendainya botol baja bercat warna abu-abu
yang tentunya berisi Nitrogen, kemudian oleh perusahaan distributor gas dikirim
ke rumah sakit yang semestinya yang dibutuhkan oleh rumah sakit untuk pasien
bukan nitrogen tetapi oksigen, maka akibatnya dapat kita bayangkan.
• Bejana tekan yang dipergunakan untuk menampung zat asam harus dicat warna
biru muda, untuk menampung gas yang mudah terbakar harus dicat berwarna
merah, untuk menampung gas beracun harus dicat berwarna kuning dan untuk
menampung gas beracun yang juga mudah terbakar harus dicat berwarna kuning
dan merah.
Warna cat untuk botol baja atau tabung gas
Pemeriksaan wajib bagi setiap bejana tekan
• Pemeriksaan pada fabrikasi ; Setelah gambar rencana sesuatu Bejana
Tekan disyahkan oleh Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI, maka
proses pembuatannya di pabrik pembuat Bejana Tekan dapat mulai
dikerjakan. Pada saat mulai proses pembuatan Bejana Tekan di
Indonesia, seharusnya dilakukan pengawasannya secara continue
oleh Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap & Bejana
tekan atau Ahli K3 spesialis pesawat uap & bejana tekan yang
memiliki SKP dari Menteri Tenaga Kerja. Pengujian non destructine
test ( NDT) dengan metode radiogaphy test atau ultrasonic test hanya
boleh dilaksanakan oleh pihak ketiga yang memiliki SKP yang
syah dari Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi R.I.
• Pemeriksaan pertama ; Pemeriksaan ini wajib dilaksanakan sesuai standar
pemeriksaan yang berlaku sebelum sesuatu Bejana Tekan diterbitkan
Pengesahan pemakaiannya oleh instansi yang berwenang ( Depnakertrans /
Disnakertrans ). Pada pemeriksaan pertama ini, kegiatan yang dilaksanakan
oleh petugas pemeriksa/penguji tersebut meliputi ;
a. Pemeriksaan kelengkapan berkas permohonan.
b. Pemeriksaan visual konstruksi dan alat pengamannya.
c. Recalculation perhitungan kekuatan konstruksi dengan menggunakan
formula yang diakui.
d. NDT kembali jika dianggap perlu dengan bantuan pihak ketiga.
e. Hydrostatic test
f. Pengujian katup penutup / tingkap pengaman.
• Pemeriksaan Berkala ; Pemeriksaan berkala untuk Bejana Tekan wajib dilaksanakan sekali setiap
lima tahun, untuk Bejana Tekan penampung Chlorine atau senyawa chlorine minimal sekali setiap
dua tahun.
• Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus ini wajib dilaksanakan apabila ;
a. Terdapat kerusakan / reparasi
b. Modifikasi
c. Terjadi peledakan pada Bejana Tekannya.
Pemeriksaan awal, berkala dan atau khusus tersebut menurut peraturan perundangan yang berlaku
adalah wewenang Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap & Bejana Tekan
DEPNAKER/DISNAKER dan atau AK3U spesialis Pesawat Uap & Bejana Tekan dari PJK3 yang ber SKP
dari Menteri Tenaga Kerja.
Penangan botol baja ditempat kerja
• Kadangkala kita jumpai penanganan botol-botol baja di tempat-
tempat kerja masih sedemikian rupa dan membahayakan
keselamatan pekerja beserta investasi perusahaan, sebagai contoh
; menempatkan botol baja yang masih berisi di lapangan yang
langsung terkena sinar matahari, terlalu dekat dengan sumber panas /
api, memindahkan dengan cara sembarangan dsb.
Pemeriksaan visual rutin internal
• Batas wewenang pemeriksaan ;
Pemeriksaan awal, berkala dan khusus Bejana Tekan, berdasarkan peraturan perundangan
K3 yang berlaku adalah wewenang Pengawas Ketenagakerjaan spesialis pesawat uap &
bejana tekan dari DEPNAKER/DISNAKER dan AK3 spesialis pesawat uap & bejana tekan dari
PJK3 yang ber SKP syah dari Menteri Tenaga Kerja.
Dengan pemeriksaan visual rutin ini maka manakala terjadi kelainan pada konstruksi atau
alat pengaman Bejana Tekan tersebut secara dini dapat diketahui yang selanjutnya melalui
pimpinan perusahaan dilaporkan ke Disnaker setempat atau PJK3 untuk dilakukan
pemeriksaan khusus.
• Formulir pemeriksaan visual rutin-internal
Untuk mempermudah AK3U dalam melaksanakan tugas pemeriksaan
visual rutin internal suatu Bejana Tekan di tempat tugasnya ,dapat
menggunakan formulir pemeriksaan visual rutin-internal sebagaimana
terlampir pada modul ini.
Fe Tidak nyata
Hal-hal yang mempengaruhi efisiensi boiler adalah bahan bakar dan kualitas air umpan boiler.Parameter-
parameter yang mempengaruhi kualitas air umpan boiler antara lain:
• Oksigen terlarut, dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan korosi pada peralatan boiler.
• Kekeruhan, dapat mengenda pada perpipaan dan peralatan proses serta mengganggu proses.
• PH bila tidak sesuai dengan standar kualitas air umpan boiler dapat menyebabkan korosi pada peralatan
• Kesadahan, merupakan kandungan ion Ca dan Mg yang dapat menyebabkan kerak pada peralatan serta
perpipaan boiler sehingga menimbulkan local overheating
• Fe, dapat menyebabkan air bewarna dan mengendap disaluran air dan boiler bila teroksidasi oleh oksigen
Secara umum air yang akan digunakan sebagai umpan boiler adalah air yang tidak mengandung unsur yang
dapat menyebabkan terjadinya endapan yang dapat membentuk kerak pada boiler dan air yang tidak
mengandung unsur yang dapat menyebabkan korosi boiler.
Karakteristik air Boiler
• PH
Merupakan indikasi untuk keasaman suatu zat . PH (Pondus hidrogenium) ditentukan oleh jumlah hydrogen bebas (H+) dalam suatu zat. PH adalah factor logaritmik, ketika sebuah
larutan menjadi 10x lebih asam, PH akan jatuh oleh satu unit.
• Alkalinitas
Didefinisikan sebagai jumlah anion dalam air yang akan bereaksi untuk menetralkan ion H+ . Harga alkalinitas tinggi tidak dikehendaki untuk umpan air boiler karena dapat
menimbulkan pembusaan dan carryover.
PH unit 10,5-11,5
P-Alkalinity ppm -
T - Hardness Ppm -
- Manometer ; Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan kerja ketel dinyatakan dalam kg/cm2, Psi atau Atm.
- Peluit bahaya ; Fungsi untuk Memberi isyarat suara atau melindungi ketel
karena kekurangan air (batas minimal).
- Peralatan pembagi tekanan uap ; Untuk mengatur tekanan kerja dari ketel,
Katup pengatur tekanan senantiasa terbuka bila tekanan uap dibawah tekanan
kerja maka katup pengatur tekanan menutup akibat adanya tarikan pegas dan
aliran sampai pada tekanan kerja kembali, maka katup pengatur tekanan akan
terbuka kembali.
Persyaratan operator pesawat uap
Untuk pelayanan pemakaian pesawat uap harus dilayani oleh OPERATOR PESAWAT UAP kelas I dan atau kelas II sesuai kapasitas pesawat uap
a. Pemeriksaan/pengujian berkala pewasat uap
1. Persiapan pesawat untuk diperiksa / diuji dan tenaga kerja.
2. Pelaksanaan pemeriksaan / pengujian dan kesimpulan pemeriksaan / pengujian
b. Pemeriksaan Khusus
• Terhadap pesawat uap yang mengalami kerusakan / kelainan-kelainanyang ditemukan oleh pemakai atau oleh pegawai pengawas / ahli K3 saat inspeksi atau berumur 35 tahun,
tidak memiliki identitas yang lengkap, atau mengalami kerusakan karena terbakar, harus diadakan pemeriksaan khusus.
• Teknik / methode pemeriksaan khusus tergantung kondisi penyebab kerusakan.
• Disamping itu masih terdapat satu penggerak mula yang ada di luar,
penggolongan tersebut diatas yaitu Turbin Air.
TURBIN.
• Turbin adalah mesin penggerak, dimana energi fluida kerja dipergunakan langsung untuk memutar roda turbin.
• Jadi berbeda dengan yang terjadi pada mesin tanak, karena dada turbin tidak terdapat bagian mesin yang bergerak translasi.
• Dimana bagian turbin yang berputar disebut rotor atau roda turbin sedangkan bagian yang tidak berputar disebut sletor atau
rumah turbin. Roda turbin yang terletak dalam rumah turbin memutar poros yang selanjutnya menggerakkan generator, pompa,
kompressor, baling-baling atau mesin lainnya. Fluida kerja dalam turbin mengalami proses expansi yaitu proses penurunan
tekanan, dan mengalir secara kontinu.
• Adapun fluida kerja tersebut dapat berupa air, uap air atau gas. dengan demikian, turbin dapat digolongkan menjadi 3 macam,
yaitu:
a). Turbin Air
b). Turbin Uap clan
c). Turbin Gas
• oleh karena karakteristik uap, gas dan air tidak sama maka kondisi operasi dan karakteristik turbin uap, gas dan air juga berbeda
dan mempunyai ciri, keuntungan, kerugian serta kegunaan yang khas.
PERLENGKAPAN TRANSMISI TENAGA MEKANIK
• Pemindahan daya dan putaran mesin baik putarannya berlawanan atau searah dapat dilakukan dengan menggunakan Speed Reducer.
• Bila peristilahan Speed Reducer ditinjau dari macamnya dan dikaitkan dengan Per. Men. No. 04/Men/1985 dapat disimpulkan bahwa speed reducer tersebut juga merupakan
perlengkapan transmisi tenaga mekanik. Untuk bahan analisa lebih lanjut tentang sumber bahaya yang ditimbulkannya kiranya perlu diketahui macam-macam speed reducer
yaitu:
a). Pulli dengan ban mesin
- Daya maximum yang ditransmisikan ± 500 Kw.
b). Roda gigi dengan roda gigi
- Daya yang ditransmisikan relatif besar dan pada putaran yang tepat.
c). Rantai dengan piringan roda gigi
- Daya maximum yang ditransmisikan ± 500 Kw
d). Batang berulir dengan roda gigi
- Daya yang ditransmisikan
e). Roda-roda gesek
- Daya yang ditransmisikan relatif kecil pada putaran yang kurang tepat.
Adapun keuntungan-keuntungannya adalah:
a). Dapat menurunkan putaran mesin dari yang cepat ke lambat tanpa merubah konstruksi mesin/pesawat
penggerak.
b). Dapat memindahkan daya dengan cepat dan tepat.
c). Dapat menghasilkan suatu putaran mesin search atau berlawanan arah dengan mesin/pesawat
penggeraknya
d). Dapat menghasilkan kedudukan poros sejajar sating tegak lurus maupun vertikal dan membentuk sudut
antara poros penggerak dengan yang digerakkan lebih kecil 90° dan Iebih besar 900 tetapi lebih kecil 180°.
Karena kecepatan yang tinggi dituntut dalam operasi penggerindaan, yang berarti roda gerinda harus berputar cepat. Sedang perputaran ini
menimbulkan gaya centrifugal yang besar, maka roda gerinda haruslah balans dan tentu saja cara memasang pada poros utama harus
dilakukan secermat mungkin untuk mencapai tingkat balans yang tinggi.
Syarat-syarat perpasangan batu roda gerinda:
1). Sebelum dipasang harus diperiksa, ada atau tidaknya keretakan batu roda gerinda.
2). Pemasangan harus dengan dua flens.
3). Diameter flens sekurang-kurangnya 1/3 dari diameter batu roda gerinda.
4). Flens harus mampu menahan tegangan lengkung yang terjadi.
5). Flens harus dibuat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengeklem hanya bagian tepi luarnya.
6). Kedua permukaan flens yaitu pada bagian yang mengeklem harus berdiameter dalam dan luar sama besar.
7). Flens harus seimbang.
8). a). Batu roda gerinda tidak boleh berhubungan Iangsung dengan poros.
b). Batu roda gerinda harus terpasang pas pada porosnya.
c) Ruang mainan antara batu gerinda dengan poros tidak boleh Iebih besar dari 0,1 mm.
9). Pemasangan batu roda gerinda pada poros harus dengan suatu bus dari logam lemah (timbel), timbel tidak
boleh mencuat keluar lobang poros batu gerinda. Bila ukuran lobang bus terlampau kecil maka harus
disesuaikan dengan menggunakan tiner (tidak diperbolehkan menggunakan baja pengorek).
10). Antara batu flens dan batu gerinda harus dipasang pelapis yang Iemah dengan ukuran tebal sekurang-
kurangnya 0,5 mm.
11). Mur penekan dens pada batu gerinda harus dikeraskan secara merata tanpa hentakan. Mur tersebut harus
mempunyai ulir yang berlawanan dengan arah putaran batu gerinda dan dilengkapi dengan ring penjamin
berupa ring per.
12). Salah satu flens harus terikat pada poros.
13). Roda gerinda yang terpasang pada poros utama mesin gerinda harus dilengkapi dengan alat-alat
perlindungan yaitu:
MESIN PRES
• Mesin pres (pon) ialah mesin yang digerakkan secara mekanis atau dengan bantuan kaki dan tangan operator dan digunakan untuk
memotong, melobangi, membentuk atau merangkaikan bahan-bahan logam atau bukan logam dengan mempergunakan stempel-
stempel yang dipasang pada batang-batang luncur atau gisiran-gisiran.
• Ditinjau dari cara pemasukan benda-benda kerja mesin pres (pon) dibagi menjadi 3 yaitu:
a). Cara Otomatis:
Digunakan untuk pekerjaan yang banyak dan terus-menerus, bahan/benda kerja ditempatkan di bawah stempel, pada tiap jalan
turun. Stempel dengan suatu mekanisme yang tidak memerlukan pelayanan dari operator.
b). Cara semi Otomatis:
Bahan ditempatkan di bawah stempel dengan peralatan mekanis yang memerlukan pelayanan dari operator pada tiap jalan turun dari
stempel.
c). Cara Manual:
Bahan ditempatkan dibawah stempel dengan tangan atau memakai alat-alat bantu.
• Dilihat dari cara mesin pres (pon) maka sumber-sumber bahaya yang ditimbulkan adalah bagian-bagian yang bergerak dan daerah
kerja antara dudukan dan stempel, maka untuk mengelimir sumber-sumber bahaya tersebut harus dilakukan
perlindungan/pengamanan yang memenuhi syarat sehingga tidak menimbulkan kecelakaan.
• Untuk mesin pres (pon) cara otomatis stempel harus dikurung tetap dan jarak jalan luncur
stempel harus dibatasi atau dengan memasang perlindungan pintu geser bagi tempat kerja
stempel.
• Sedangkan cara semi otomatis, perlindungan dapat dilakukan seperti pada cara otomatis.
• Dan cara manual perlindungan-perlindungan yang dipasang harus benar-benar dapat
mengamankan pekerja/operator dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh mesin pres (pon)
antara lain dapat dilakukan dengan:
a). Kurungan pada stempel
b). Membatasi jarak jalan luncur stempel
c). Perlindungan pintu geser yang terkunci oleh mekanisme pengendaliannya.
d). Knop tekan dua tangan.
e). Pengaman tarik dua tangan/pengaman cambuk.
f). Alat-alat bantu yang dilengkapi dengan perlindungan-perlindungan yang memenuhi syarat.
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
• Pesawat angkat dan angkut adalah suatu pesawat atau alat yang
dgunakan untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau
barang atau orang secara vertical dan atau horizontal dalam jarak
yang ditentukan.
PESAWAT ANGKAT
• Peralatan angkat adalah alat yang dikonstruksi atau dibuat khusus
untuk mengangkat naik dan menurunkan muatan.
• Peralatan angkat antara lain adalah lier, takel, peralatan angkat listrik,
pesawat pneumatic, gondola, keran angkat, keran magnit, keran
lokomotif, keran dinding dan keran sumbu putar.
PESAWAT ANGKUT
• Pesawat angkutan ialah pesawat atau alat yang digunakan untuk
memindahkan muatan atau orang dengan menggunakan kemudi baik
di dalam atau di luar pesawat dan bergerak di atas suatu landasan
maupun permukaan.
• Pesawat angkut antara lain adalah: truk, truk derek, traktor, gerobak,
forklift dan kereta gantung.
Sumber Bahaya Mekanik
1. Pesawat tenaga dan produksi
• Penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat dan mesin-mesin di tempat
kerja dapat mengakibatkan kecelakaan.
2. Pesawat angkat dan angkut
• Ada 2 jenis sumber bahaya pesawat angkat dan angkut, yaitu sumber
bahaya umum dan sumber bahaya khusus.
• a. Sumber bahaya umum:
– Kesalahan design
– Kesalahan pemasangan
– Kesalahan pemakaian
– Kesalahan perawatan
– Tidak pernah diperiksa dan diuji kelaikannya
• b. Sumber bahaya khusus:
– Bagian-bagian berputar; poros, roda, puli, roda, dll
– Bagian-bagian bergerak; Gerak vertical, horizontal, maju dan mundur.
Bagian-bagian yang menanggung beban antara lain; pondasi, kolom-
kolom, chasis/kerangka, dll
– Tenaga penggerak; peledakan, suhu tinggi, kebisingan, getaran.
Pencegahan Kecelakaan Mekanik
1. Pesawat tenaga dan produksi
a. Aturan umum keselamatan kerja:
· Tangan operator senantiasa harus sejauh mungkin dari titik
operasi suatu mesin
· Peralatan harus memenuhi standar keselamatan
· Bagi berbagai mesin dan operasi dapat diadakan asas-asas
keselamatan kerja umum dan dikontrol.
b. Penanggulangan Lingkungan dan Bahan;
• · Tata letak mesin
• · Lantai harus dirawat baik
• · Lorong-lorong terusan harus ditandai
• · Ruang kerja disekitar mesin harus cukup
• · Penempatan mesin-mesin harus sesuai terkait dengan pencahayaan
• · Harus dibuat ketentuan-ketentuan untuk membuang limbah.
c. Pemeliharaan dan Pengawasan
• Harus diadakan suatu sistem pemeliharaan dan pengawasan secara
berkala, melarang perbaikan pada mesin yang sedang beroperasi dan
setiap pergantian shift, operator harus terlebih dahulu memeriksa
kondisi mesin.
2. Pesawat angkat dan angkut
• Hal-hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan pesawat angkut,
yaitu;
• · Tahapan sebelum mengoperasikan crane
• · Sebelum crane beroperasi
• · Selama crane operasi
• · Prosedur pengangkatan beban normal
• · Prosedur pengangkatan beban kritis
• · Pekerjaan berbahaya
• · Keselamatan selama beroperasi
Yang harus diperhatikan dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja
adalah Sertifikat layak pakai pesawat yang akan digunakan juga
sertifikat layak kerja bagi operator yang menjalankan pesawat yang
bersangkutan.
Terima kasih
Seri 9
AHLI K3 UMUM
9. K3 KONTRUKSI BANGUNAN
Dasar Hukum :
• UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
• UU Nomor 1/1970 tentang Keselamatan Kerja
• UU Nomor 18/1999 tentang Jasa Konstruksi
• SKB Menaker & PU No.174/104/86-K3 tentang Kontruksi
• Permenaker Nomor 5/1996 tentang SMK3
• Inst Menaker No.01/1992 tentang Pemeriksaaan Unit Organisasi K3
Dasar pemikiran
• Kegiatan Konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan.
Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak
diinginkan antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan
lingkungan. Kegiatan konstruksi harus dikelola dengan
memperhatikan standar dan ketentuan K3L yang berlaku.
Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi
-Memiliki masa kerja terbatas
-Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar
-Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan
relatif rendah
-Memiliki intensitas kerja yang tinggi
-Bersifat multidisiplin dan multi crafts
-Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan
kondisinya
-Memerlukan mobilisasi yang tinggi (peralatan, material dan tenaga
kerja)
Jenis Bahaya Konstruksi
• Physical Hazards
• Chemical Hazards
• Electrical Hazards
• Mechanical Hazards
• Physiological Hazards
• Biological Hazards
• Ergonomic
• Unsur Terkait dalam Proyek Konstruksi
K3 dalam Proyek Konstruksi meliputi safety
engineering, construction safety, personl safety
Pencegahan Kecelakaan KonstruksiI
1. Faktor Manusia
– Sangat dominan dilingkungan konstruksi.
– Pekerja Heterogen, Tingkat skill dan edukasi berbeda, Pengetahuan
tentang keselamatan rendah.
– Perlu penanganan khusus
2. Faktor Teknis
– Berkaitan dengan kegiatan kerja Proyek seperti penggunaan peralatan
dan alat berat, penggalian, pembangunan, pengangkutan dsb.
– Disebabkan kondisi teknis dan metoda kerja yang tidak memenuhi
standar keselamatan (substandards condition)
3. Pencegahan Faktor Manusia
– Pemilihan Tenaga Kerja
– Pelatihan sebelum mulai kerja
– Pembinaan dan pengawasan selama kegiatan berlangsung
4. Pencegahan Faktor Teknis
– Perencanaan Kerja yang baik.
– Pemeliharaan dan perawatan peralatan
– Pengawasan dan pengujian peralatan kerja
– Penggunaan metoda dan teknik konstruksi yang aman
– Penerapan Sistim Manajemen Mutu
Strategi Penerapan K3 di Proyek Konstruksi
• Identification
• Evaluation
• Develop the Plan
• Implementation
• Monitoring
Implementasi K3 dalam Kegiatan Proyek
Dikembangkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain
:
• Skala Proyek
• Jumlah Tenaga Kerja
• Lokasi Kegiatan
• Potensi dan Resiko Bahaya
• Peraturan dan standar yang berlaku
• Teknologi proyek yang digunakan
Elemen Program K3 Proyek
1. Kebijakan K3
• Merupakan landasan keberhasilan K3 dalam proyek
• Memuat komitment dan dukungan manajemen puncak terhadap
pelaksanaan K3 dalam proyek
• Harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja dan digunakan sebagai
landasan kebijakan proyek lainnya.
2. Administratif dan Prosedur
• Sebelum memulai suatu pekerjaan,harus dilakukan Identifikasi Bahaya guna mengetahui potensi
bahaya dalam setiap pekerjaan.
• Identifikasi Bahaya dilakukan bersama pengawas pekerjaan dan Safety Departement.
• Identifikasi Bahaya menggunakan teknik yang sudah baku seperti Check List, What If, Hazops, dsb.
Semua hasil identifikasi Bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan dijadikan sebagai
pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
Identifikasi Bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang meliputi :
• Design Phase
• Procurement
• Konstruksi
• Commisioning dan Start-up
• Penyerahan kepada pemilik
4. Project Safety Review
Sesuai perkembangan proyek dilakukan kajian K3 yang mencakup
kehandalan K3 dalam rancangan dan pelaksanaan pembangunannya.
Kajian K3 dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa proyek dibangun
dengan standar keselamatan yang baik sesuai dengan persyaratan.
Project Safety Review bertujuan untuk mengevaluasi potensi bahaya
dalam setiap tahapan project secara sistimatis.
5. Pembinaan dan Pelatihan
Pembinaan dan Pelatihan K3 untuk semua pekerja dari level terendah
sampai level tertinggi. Dilakukan pada saat proyek dimulai dan
dilakukan secara berkala.
Pokok Pembinaan dan Latihan :
• Kebijakan K3 proyek
• Cara melakukan pekerjaan dengan aman
• Cara penyelamatan dan penanggulangan darurat
6. Safety Committee (Panitia Pembina K3)
Panitia Pembina K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan K3
dalam perusahaan. Panitia Pembina K3 merupakan saluran untuk
membina keterlibatan dan kepedulian semua unsur terhadap K3
Kontraktor harus membentuk Panitia Pembina K3 atau Komite K3
(Safety Committee). Komite K3 beranggotakan wakil dari masing-
masing fungsi yang ada dalam kegiatan kerja.
Komite K3 membahas permasalahan K3 dalam perusahaan serta
memberikan masukan dan pertimbangan kepada manajemen untuk
peningkatan K3 dalam perusahaan.
7. Promosi K3
Selama kegiatan proyek berlangsung diselenggarakan program-program
Promosi K3 bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan
awareness para pekerja proyek. Kegiatan Promosi berupa poster,
spanduk, buletin, lomba K3 dsb. Sebanyak mungkin keterlibatan
pekerja
8. Safe Working Practices
Harus disusun pedoman keselamatan untuk setiap pekerjaan
berbahaya dilingkungan proyek misalnya :
• Pekerjaan Pengelasan
• Scaffolding
• Bekerja diketinggian
• Penggunaan Bahan Kimia berbahaya
• Bekerja diruangan tertutup
• Bekerja diperalatan mekanis dsb.
9. Sistim Ijin Kerja
Untuk mencegah kecelakaan dari berbagai kegiatan berbahaya, perlu
dikembangkan sistim ijin kerja. Semua pekerjaan berbahaya hanya
boleh dimulai jika telah memiliki ijin kerja yang dikeluarkan oleh fungsi
berwenang (pengawas proyek atau K3) Ijin Kerja memuat cara
melakukan pekerjaan, safety precaution dan peralatan keselamatan
yang diperlukan
10. Safety Inspection
Merupakan program penting dalam phase konstruksi untuk
meyakinkan bahwa tidak ada “unsafe act dan unsafe Condition”
dilingkungan proyek. Inspeksi dilakukan secara berkala. Dapat dilakukan
oleh Petugas K3 atau dibentuk Joint Inspection semua unsur dan Sub
Kontraktor
11. Equipment Inspection
Semua peralatan (mekanis,power tools,alat berat dsb) harus diperiksa
oleh ahlinya sebelum diijinkan digunakan dalam proyek. Semua alat
yang telah diperiksa harus diberi sertifikat penggunaan dilengkapi
dengan label khusus.
Pemeriksaan dilakukan secara berkala.
12. Keselamatan Kontraktor (Contractor Safety)
Harus disusun pedoman Keselamatan Konstraktor/Sub Kontraktor
Subkontrakktor harus memenuhi standar keselamatan yang telah
ditetapkan
Setiap sub kontraktor harus memiliki petugas K3.
Pencegahan :
• Pemilihan tenaga kerja
• Pelatihan sebelum mulai kerja
• Pembinaan dan Pengawasan selama kegiatan kerja berlangsung
Faktor tehnik (Bahan material, Peralatan, dan Lingkungan kerja)
• Berkaitan dengan proses kegiatan kerja proyek seperti penggunaan peralatan dan
alat berat, penggalian, pembangunan, pengangkutan, dsb.
• Disebabkan kondisi teknis dan metode kerja yang tidak memenuhi standar
keselamatan.
Pencegahan :
• Perencanaan kerja yang baik
• Pemeliharaan dan perawatan peralatan
• Pengawasan dan pengujian peralatan kerja
• Penggunaan metode dan Teknik kontruksi yang aman
• Penerapan system manajemen mutu
Terima kasih
Seri 10
AHLI K3 UMUM
10. PENGAWASAN KESEHATAN KERJA
Dasar Hukum
• UU Nomor 1/1970 tentang Keselamatan Kerja
• Permenaker Nomor 3/1982 tentang Risk Base Program
• UU Nomor 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
• PP Nomor 14/1993 tentang Jamsostek
• Kepres RI Nomor 22/1993 tentang Penyakit yang timbul karena
hubungan kerja
• Peraturan Mentri Perburuhan Nomor 7/1964 tentang Syarat
Kesehatan, kebersihan, serta penerangan dalam tempat kerja
Hak dan Kewajiban
• Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan Kesehatan kerja
• Pengurus wajib memberikan pelayanan Kesehatan kerja sesuai
dengan kemajuan ilmu dan teknologi
Pengertian dan Latar Belakang
• Pengawasan Kesehatan Kerja adalah Serangkaian kegiatan
pengawasan yang dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan
atau petugas lain yang ditunjuk, terhadap pemenuhan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan atas objek pengawasan kesehatan kerja.
• Setiap tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya terjadinya
kecelakaan dan PAK sesuai dengan jenis atau karakteristik perusahaan
tempatnyabekerja.
Kasus kecelakaan dan PAK akan memberikan dampak yang sangat
merugikan bagi tenaga kerja, perusahaan dan masyarakat pada
umumnya. Kasus kecelakaan dan PAK dapat dicegah melalui
pengawasan ketenagakerjaan di bidang K3 umumnya dan kesehatan kerja
khususnya.
Objek pengawasan kesehatan kerja meliputi :
• Memberi bantuan pada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental
• Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja
• Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
tenaga kerja
• Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
tenaga kerja yang menderita
2. Tugas pokok PKK
2. Tujuan
• Diagnosa dan memberikan terapi bagi tenaga kerja yang menderita
penyakit umum
• Pencegahan dan diagnosis penyakit akibat kerja dan menentukan
derajat kecacatan
3. Teknis pemeriksaan tenaga kerja
• Golongan fisik
• Golongan kimia
• Golongan biologi
• Golongan fisiologi
• Golongan mental psikologi
3. Cara deteksi Penyakit Akibat Kerja
• Karbohidrat
• Lemak
• Protein
• Vitamin
• Mineral
• Air
3. Kebutuhan zat gizi seseorang berbeda-beda yang ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu :
• Ukuran tubuh
• Usia
• Jenis kelamin
• Kondisi tubuh tertentu
• Iklim dan kondisi lingkungan kerja
• Tingkat aktivitas
Ergonomi
• Adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan
tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan manusia seoptimalnya
P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
• Merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada
tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak
di tempat kerja dengan cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke
tempat rujukan, yang bertujuan untuk:
1. Menyelamatkan nyawa korban
2. Meringankan penderitaan korban
3. Mencegah penyakit menjadi lebih parah
4. Mempertahankan daya tahan korban
5. Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut
Toksikologi
1. Definisi
Ilmu yang mempelajari tentang racun, efek racun terhadap manusia dan
makhluk hidup, cara mendeteksi/mengatur serta mempelajari zat
penawarnya
2. Bahan-bahan beracun
• Biological toxicant
Racun yang dihasilkan oleh makhluk hidup
• Bacterial toxicant
Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri
• Botanical toxicant
Racun yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan
• Chemical toxicant
Bahan-bahan kimia umum yang sering menimbulkan keracunan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas zat kimia
• Sifat-sifat fisik
• Sifat-sifat kimiawi
• Lama pemajanan
• Port D’entre (jalan masuk ke dalam tubuh)
• Kerentanan individu
• Dosis beracun
4. Klasifikasi racun
• Zat dengan toksisitas rendah
• Zat dengan toksisitas sedang
• Zat dengan toksisitas tinggi
5. Proses fisiologis
• Penyebaran racun dalam badan
• Cara kerja racun
• Fungsi detoksikasi
• Pengeluaran racun dari tubuh
• Pengaruh bahan kimia yang ada di udara
6. Gejala-gejala keracunan
• Gejala non spesifik : pusing, mual, muntah, gemetar, lemah badan,
dsb
• Gejala spesifik : kulit merah, kejang, air liur berlebihan, dsb
Terima kasih
Seri 11
AHLI K3 UMUM
11. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
• SMK3 adalah singkatan dari Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. SMK3 di Indonesia telah ada sejak tahun 1996
melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 05 Tahun
1996. Dalam rangka meningkatkan penerapan SMK3, maka pada
tahun 2012, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan
Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja agar dapat diterapkan
diseluruh aspek kehidupan bermasyarakat.
Pengertian dan Penjelasan SMK3
Pengertian SMK3 Menurut Para Ahli
Menurut beberapa literatur, SMK3 dapat diartikan sebagai berikut:
• Menurut PP No. 50 Tahun 2012, SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
• Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2014 tentang SMK3
Konstruksi Bidang PU adalah bagian dari sistem manajemen organisasi pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dalam rangka pengendalian resiko K3 pada setiap pekerjaan
konstruksi bidang Pekerjaan Umum.
• Menurut ILO (International Labour Organization), SMK3 adalah ilmu yang bertujuan
untuk mengantisipasi, mengevaluasi dan sebagai pengendalian bahaya yang timbul di
dalam dan atau dari tempat kerja yang dapat mengganggu kesehatan dan kesejahteraan
pekerja, dengan mempertimbangkan kemungkinan dampak pada masyarakat sekitar dan
lingkungan umum.
Dasar Hukum
Penerapan SMK3 di Indonesia diatur melalui serangkaian Undang – Undang dan turunannya. SMK3
wajib diterapkan kepada seluruh perusahaan di Indonesia baik itu besar maupun kecil. Dasar Hukum
Penerapan SMK3 di Indonesia antara lain:
• Undang – Undang No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
• Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
• Undang – Undang No. 02 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
• Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penilaian
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum; dan
• Peraturan Menteri Kesehatan No. 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit.
• Berdasarkan peraturan diatas, maka Perusahaan wajib menerapkan SMK3 di
tempat kerja dengan menintegrasikan sistemnya dengan SMK3. Kewajiban
tersebut berlaku bagi perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja paling
sedikit 100 (seratus) orang atau kurang dari 100 orang namun dikategorikan
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
• Di sektor Konstruksi, melalui Permen PU No. 05 Tahun 2014 seluruh perusahaan
bidang konstruksi WAJIB menerapkan SMK3. Tujuannya adalah agar dapat
meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi; dapat mencegah dan mengurangi
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja; serta menciptakan tempat kerja yang
aman, nyaman dan efisien untuk mendorong produktifitas.
• Di Sektor Pelayanan Publik misalnya, Menteri Kesehatan melalui Permenkes No.
66 Tahun 2016 meminta seluruh layanan kesehatan baik itu Klinik, Posyandu,
Puskesmas, hingga Rumah Sakit wajib menerapkan SMK3.
Maksud dan Tujuan Penerapan SMK3
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, tujuan dari
Penerapan SMK3 ini adalah:
• Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi;
• Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau
serikat pekerja/serikat buruh; serta
• menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk
mendorong produktivitas.
Kewajiban Penerapan SMK3 di Perusahaan
• Akhir – akhir ini kita sering mendengar dan melihat peristiwa di media nasional
mengenai berita Kecelakaan Kerja. Beragam faktor menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat terjadi oleh faktor manusia, faktor
lingkungan maupun faktor peralatan kerja. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja maka perusahaan wajib menerapkan SMK3 di tempat kerjanya.
• Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap perusahaan
wajib menerapkan SMK3. Kewajiban itu apabila tidak dilaksanakan dengan baik
maka perusahaan dapat diberikan sanksi oleh Pemerintah seperti yang diatur
dalam Pasal 190 Undang – Undang tersebut. Sanksi tersebut berupa surat teguran
hingga pencabutan ijin usaha.
• Tentu tidak ada perusahaan yang ingin Ijin Usahanya dicabut. Tentu juga tidak ada
perusahaan yang ingin Pimpinan Perusahaannya harus berurusan dengan hukum.
Untuk itu, mau tidak mau, perusahaan harus berkomitmen untuk menerapkan
SMK3.
5 Tingkatan Penerapan SMK3 di Perusahaan
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 menjelaskan bahwa untuk melaksanakan penerapan SMK3 dengan baik di tempat kerja
perlu melalui 5 tahapan. Yaitu meliputi:
1. Penetapan Kebijakan K3
• Perusahaan dalam menetapkan Kebijakan K3 perlu menyusun terlebih dahulu tinjauan awal kondisi K3 di tempat kerja. Seiring
dengan proses tinjauan awal kondisi K3, proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja juga perlu dilakukan sebelum
menetapkan kebijakan tersebut. Tujuannya agar dalam menetapkan kebijakan, kebijakan yang diambil telah mengakomodir
kepentingan pekerja dan kepentingan perusahaan.
• Kebijakan K3 yang telah dibuat kemudian perlu disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan. Kebijakan itu juga harus secara jelas
menyatakan tujuan dan sasaran K3. Kemudian kebijakan yang telah ditandatangani perlu disosialisasikan kepada seluruh tenaga
kerja, tamu, kontraktor, pemasok dan pelanggan. Selain itu, kebijakan K3 tersebut nantinya perlu ditinjau secara berkala. Hal ini
perlu dilakukan untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
• Agar kebijakan K3 tersebut berjalan dengan optimal, komitmen perusahaan perlu ditingkatan dengan cara menempatkan
organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan; menyediakan anggaran, menyediakan tenaga kerja yang
berkualitas, dan menyediakan sarana – sarana pendukung yang diperlukan di bidang K3; Selain itu perusahaan juga perlu
menetapkan personil yang memiliki tanggung jawab, memiliki wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3.
Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan
pelaksanaan K3.
Sesuai PP No. 50 Tahun 2012 Lampiran I
2. Perencanaan K3
Pada tahapan ini perusahaan diminta melakukan perencanaan yang matang dalam penerapan K3-
nya. Penyusunan rencana K3 yang dilakukan oleh perusahaan harus didasarkan pada 4 hal, yaitu:
• Hasil Penelaahan Awal. Pada tahap ini perencanaan K3 didasari dari hasil tinjauan awal kondisi
K3 pada saat penyusunan Kebijakan K3 di depan.
• Identifikasi Potensi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko. Pada tahap ini perusahaan
terlebih dahulu perlu melakukan identifikasi potensi bahaya, sebelum dilakukan penilaian resiko
dan pengendalian apa yang harus dilakukan. Identifikasi ini perlu dipertimbangkan dalam
merumuskan rencana K3 nantinya.
• Peraturan Perundang-Undangan dan Persyaratan Lainnya. Pada tahap ini perusahaan harus
menginvetarisasi dan mengidentifikasi peraturan mana yang relevan dengan kondisi dan aktivitas
perusahaan. Peraturan yang telah di identifikasi tersebut kemudian di evaluasi kepatuhannya dan
disosialisasikan hasilnya kepada pekerja.
• Sumber Daya yang Dimiliki. Pada tahap ini perusahaan harus mempertimbangkan sumber daya
yang dimiliki baik itu sumber daya manusia yang kompeten maupun sarana prasarana serta
dukungan dana dari perusahaan.
3. Pelaksanaan Rencana K3
Pada tahapan ini perusahaan diminta untuk mengimplementasikan Perencanaan K3 yang telah disusun sebelumnya. Pelaksanaan
rencana K3 ini harus dilaksanakan oleh perusahaan dengan menyediakan sumber daya manusia yang kompeten dan mempunyai
kualifikasi serta menyediakan prasarana dan sarana yang memadai.
Dalam Pelaksanaan Rencana K3 ini paling sedikit meliputi 8 poin kegiatan penting. yaitu:
• Tindakan Pengendalian. Tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan terhadap kegiatan – kegiatan,
produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
• Perancangan dan Rekayasa. Dalam pelaksanaan perancangan dan rekayasa harus memperhatikan unsur – unsur seperti
identifikasi potensi bahaya; prosedur penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja; serta personil yang
memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberikan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi
persyaratan SMK3.
• Prosedur dan Instruksi Kerja. Prosedur dan instruksi kerja harus dilaksanakan dan ditinjau ulang secara berkala terutama jika
terjadi perubahan peralatan, proses atau bahan baku yang digunakan oleh personal dengan melibatkan para pelaksana yang
memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur.
• Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan. Perusahaan yang mengalihdayakan pekerjaannya kepada pihak lain harus
menjamin bahwa perusahaan lain tersebut memenuhi persyaratan K3. Verifikasi terhadap persyaratan K3 tersebut dilakukan oleh
personal yang kompeten dan berwenang serta mempunyai tanggung jawab yang jelas.
• Pembelian/Pengadaan Barang dan Jasa. Sistem pembelian/pengadaan barang dan jasa harus
terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja;
menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3;
dan pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada
semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian
dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
• Produk Akhir. Produk akhir berupa barang atau jasa harus dapat dijamin keselamatannya dalam
pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan serta pemusnahannya.
• Upaya Menghadapi Keadaan Darurat Kecelakaan dan Bencana Industri. Pada tahap ini
perusahaan harus memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan
bencana industri yang meliputi penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup
dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik; dan proses perawatan lanjutan.
• Rencana dan Pemulihan Keadaan Darurat. Dalam melaksanakan rencana dan pemulihan
keadaan darurat setiap perusahaan haru memiliki prosedur rencana pemulihan keadan darurat
secara cepat untuk mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga
kerja yang mengalami trauma.
• Prosedur menghadapi keadaan darurat harus diuji secara berkala oleh
personil yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang
mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi
terkait yang berwenang untuk mengetahui kehandalan pada saat
kejadian yang sebenarnya.
Sesuai PP No. 50 Tahun 2012 Lampiran I
4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
Pada tahap ini perusahaan harus memantau dan melakukan evaluasi Kinerja
K3. Pemantauan dan evaluasi Kinerja K3 ini meliputi 2 tahap, yaitu:
• Pemeriksaan, Pengujian dan Pengukuran. Pemeriksaan, Pengujian, dan
Pengukuran ini harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya sesuai dengan
tujuan dan sasaran K3 serta frekuensinya disesuaikan dengan obyek yang
mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
• Audit Internal SMK3. Audit Internal SMK3 harus dilakukan secara berkala
untuk mengetahui keefektifan penerapan SMK3. Audit SMK3 dilaksanakan
secara sistematik dan independen oleh personil yang memiliki kompetensi
kerja dengan menggunakan metodologi yang telah ditetapkan.
• Hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja serta
audit SMK3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk tindakan
perbaikan dan pencegahan. Pemantauan dan evaluasi kinerja serta
Audit SMK3 dijamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif
oleh pihak manajemen.
Sesuai PP No. 50 Tahun 2012 Lampiran I
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
• Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna
pencapaian tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau
tempat kerja harus melakukan tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3
secara berkala dan tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi
K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk
dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
• Tinjauan ulang penerapan SMK3 paling sedikit meliputi evaluasi terhadap
kebijakan K3; tujuan, sasaran dan kinerja K3; hasil temuan audit SMK3; dan
evaluasi efektifitas penerapan SMK3, dan kebutuhan untuk pengembangan
SMK3.
Terima kasih
Seri 12
AHLI K3 UMUM
12. AUDIT SMK3
• Sejak diberlakukan SMK3 ada beberapa kemajuan dimana jumlah
perusahaan yang diaudit dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Selain karena tingkat kesadaran meningkat, tuntutan pasar turut
mempengaruhi peningkatan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut,
maka audit SMK3 bertujuan untuk;
1. Menilai secara kritis dan sistematis semua potensi bahaya pada
kegiatan perusahaan
2. Memastikan bahwa pengelolaan K3 di perusahaan telah benar-
benar dilaksanakan sesuai ketentuan perundangan
3. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial
sebelum timbul gangguan atau kerugian.
Jenis-jenis Audit SMK3
Audit SMK3 merupakan alat untuk mengukur besarnya keberhasilan
pelaksanaan dan penerapan SMK3, secara sistematik, independent.
Berdasarkan pelaksanaan audit SMK3, jenis-jenis audit dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua), yaitu;
1. Audit Internal
• Penilaian dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, yang bertujuan untuk
menilai efektifitas penerapan SMK3 serta memberi masukkan kepada
manajemen. Pelaksanaan internal audit, idealnya dilaksanakan 2 kali
setahun dengan melibatkan seluruh bagian perusahaan dengan metode uji
silang (cross check) lintas departemen atau bagian. Audit internal
dilaksanakan oleh personil yang independent, artinya bukan dari bagian
atau departemen personil audit/auditor.
• Audit dilaksanakan oleh suatu tim dengan anggota tetap ganjil dan
tidak melebihi 7 orang. Komposisi anggota tetap, sebagai berikut;
a. 1 orang tim manajemen senior
b. 2 orang anggota P2K3
c. 2 orang ahli dalam bidang operasi/produksi
d. 2 orang ahli K3 atau ahli lain yang ditunjuk
• Tim audit diangkat resmi oleh pimpinan perusahaan dan bertanggung
jawab langsung dan melaporkan hasil audit. Tim terdiri dari;
a. Ketua tim
b. Sekretaris tim
c. Anggota tetap
d. Anggota tidak tetap
• Tugas dan tanggung jawab tim audit, meliputi;
a. Menentukan sasaran, cakupan dan metode audit
b. Mengembangkan daftar periksa dan daftar pertanyaan
c. Melakukan pemeriksaan secara obyektif
d. Menyusun laporan audit
• Tahapan-tahapan audit, yaitu;
a. Mengkaji informasi yang didapat dari unit kerja yang diaudit
b. Menyiapkan lembar kerja audit
c. Memahami semua informasi-informasi penting
d. Menyiapkan rekomendasi
e. Menyiapkan rekomendasi akhir
f. Memberkas dan menyimpan semua lembaran kerja.
• Agar dapat melaksanakan audit dengan baik, maka setiap auditor harus
mengetahui dasar-dasar pengetahuan, antara lain;
a. Sifat-sifat dan bahaya-bahaya yang dapat timbul bahan baku, bahan pembantu
dll
b. Tata cara penyimpanan dan pengelolaan bahan baku
c. Proses dan peralatan produksi
d. Sistem transportasi dalam pabrik
e. Tata cara pembuangan limbah
f. dll