Anda di halaman 1dari 7

ARTI EKOSISTEM

Istilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekologi berkebangsaan Inggris
barnama A. G. Tansley pada tahun 1935, meskipun tentu saja konsep itu sama sekali bukan
merupakan konsep yang baru. Terbukti bahwa sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan-
pernyataan resmi tentang istilah dan konsep yang berkaitan dengan ekosistem mulai terbitcukup
menarik dalam literature-literatur ekologi di Amerika, Eropa, dan Rusia.
Beberapa penulis lain telaah menggunakan istilah yang berbeda, tetapi maksudnya sama
dengan ekosistem. Misalnya pada tahun 1877 seorang ahli ekologi bangsa Jerman bernama Karl
Mobius telah menulis tentang komunitas organisme dalam batu karang, dan menggunakan istilah
yang mempunyai makna sama dengan ekosistem yaitu biocoenosis (biokoenosis). Pada tahun
1887 seorang ahli ekologi berkebangsaan Amerika bernama S. A. Forbes telah menulis karangan
kuno tentang danau, yang menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem,
yaitu microcosm (mikrokosm). Pada periode tahun 1846-1903 seorang ahli ekologi bangsa
Rusia bernama G. F. Morozov telah menaruh perhatian besar terhadap ekosistem dan
menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem yaitu
biokoenosis,sedangkan di kalangan ahli ekologi bangsa Rusia sering menggunakan istilah
geobiokeonosis yang memiliki makna sama dengan ekosistem antara lain: Friederichs pada tahun
1930 menggunakan istilah holocoen/holokoen, Thienemann pada tahun 1939 menggunakan
istilah biosystem/biosistem, Vernadsky pada tahun 1944 menggunakan istilah bionert body
(Odum, 1993).
Beberapa definisi tentang ekosistem dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Ekosistem yaitu suatu unit ekologi yang didalamnya terdpat struktur dan fungsi (A.G.
Tansley, 1935 dalam setiadi, 1983). Struktur yang dimaksudkan dalam definisi ekologi
tersebut adalah berhubungan dengan keanekaragaman spesies. Pada ekosistem yang
strukturnya kompleks meka akan memiliki keanekaragaman yang tinggi. Adapun kata
fungsi yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem menurut A.G. Tansley adalah
berhubungan dalam siklus materi dan arusenergi melalui komponen-komponen
ekosistem.
2. Ekosistem yaitu tatanan kesatuan secara kompeks didalamnya terdapat habitat,
tumbuhan, binatang yang dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga
semua akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energy. (Woodbury, 1954
dalam Setiadi 1983)
3. Ekosistem yaitu unit fungsional dasar dalam ekologi yang didalamnya tercangkup
organism dan lingkungannya (lingkungan biotic dan abiotik) dan diantara keduannya
saling mempengaruhi (Odum, 1993). Ekosistem dikatakan sebagai unit fungsional dasar
dalam ekologi karena merupakan satuan terkecil yang memiliki komponen secara
lengkap, memiliki relung ekologi secara lengkap, serta terdapat proses ekologi secara
lengkap, sehingga di dalam unit ini siklus materi dan arus energy terjadi sesuai dengan
kondisi ekosistemnya.
4. Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsure
lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (UU Lingkungan Hidup tahun 1997).
Unsure-unsur lingkungan hidup baik unsure biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup
maupun benda mati, semua tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing-
masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling berhubungan,
saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisah-pisah.
5. Ekosistem yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbale balik antara
mkhluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto, 1983). Tingkatan organisasi ini
dikatakan sebagai suatu sistem karena memiliki komponen-komponen dengan fungsi
bebeda yang terkoordinasi secara baik sehingga masing-masing komponen terjadi
hubungan timbal balik. Hubungan timbale balik terwujudkan dalam rantai makanan dan
jarring makanan yang pada setiap proses ini terjadi aliran energy dan siklus materi.

KOMPONEN EKOSISTEM
Semua ekosistem, baik ekosistem terrestrial (daratan) maupun akuatik (perairan) terdari
atas komponen-komponen yang dapat dikelompokkan berdasarkan segi struktur dasar ekosistem
(Odum 1993). Pengelompokan masing-msing komponen ekosistem dari tiap segi tersebut
diuraikan dibawah ini.
Berdasarkan atas segi struktur dasar ekosistem, maka komponen ekosistem terdiri atas dua jenis
sebgai berikut (Gopal dan Bhardwaj 1979; Setiadi, 1983).
1. Komponen biotic (komponen makhluk hidup), misalnya binatang, tumbuhan dan
mikroba.
2. Komponen abiotik (komponen benda mati), misalnya air, udara, tanah, dan energy
Berdasarkan segi trifik atau nutrisi, maka komonen biotic dalam ekosistem terdiri atas
dua jenis sebagai berikut.
1. Komponen autotrofik (autotrophic). Kata autotrofik berasal dari kata autos artinya
sendiri, dan trophikos artinya menyedikan makanan. Komponen autotrofik, yaitu
organisme yang mampu menyediakan atau mensistensi makanannya sendiri berupa bahan
organic berasal dari bahan-bahan onorganik dengan bantuan klorofil dan energy utama
berupa radiasi matahari. Oleh karena itu, organism yang mengandung klorofil termasuk
kedalam golongan autrotof dan pada umumnya golongan tetumbuhan. Pada komponen
autrotofik terjadi pengikatanenergi radiasi matahari dan sintesis bahan anorganikmenjadi
bahan organik kompleks.
2. Komponen heterotrifik (heterotrifhic). Kata hetetrotof berasal dari kata hetero artinya
berbeda atau lain. Dan trophikos artinya menyediakan makanan. Komponen heterotrofik,
yaitu organisme yang hidupnya selalu memanfaatkan bahan organic sebagai bahan
makanannya, sedangkan bahan organic yang dimanfaatkan itu disediakan oleh organism
lain. Jadi, komponen heterotrofik memperoleh makanan dari komponen autotrofik,
kemudian sebagian anggota komponen ini menguraikan bhan organik kompks ke dalam
bentuk bahan anorganik yang sederhana. Dengan demikian, binatang, jamur, jsad jenik
termasuk kedalam golongan heterotrofik.
Odum (1993) mengemukakan bahwa semua ekosistem apabila ditinjau dari segi struktur
dasarnya terdiri atas empat omponen. Pernyataan yang serupa juga dikemukakan oleh
Resosoedarmo dkk. (1986) bahwa ekosistem ditinjau dari segi penyusunnya terdiri atas
mencangkup produsen, konsumen, dan pengurai. Masing-masing dari empat komponen tersebut
diuraikan sebagai berikut.
1. Komponen abiotik (benda mati atu non hayati), yaitu komponen fisik dan kimia yang
terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebgainya yang berupa medium atau
substrat untuk berlangsunya kehidupan. Menurut Setiadi (1983), komponen biotic dari
suatu ekosistem dapat meliputi senyawa dari elemen inorganic misalnya, tanah, air,
kalsium, oksigen, karbonat, fosfat, dan berbagai ikatan senyawa organic. Selain itu juga
ada faktor-faktor fisik yang terlibat misalnya uap air, angin, dan radiasi matahari
2. Komponen produsen yaitu organism autotrofik yang pada umumnya berupa tumbuhan
hijau. Produsen menggunakan energy radiasi matahari dalam proses fotosintesis,
sehingga mampu mengasimilasi CO2 dan H2O mengahsilkan energy kimia yang
tersimpan dalam karbohidrat. Energy kimia inilah sebenarnya merupakan sumber energy
yang kaya senyawa karbon. Dalam proses fotosintesis tersebut, oksigen dikeluarkan dari
tumbuhan hijau kemudian dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup di dalam proses
pernafasan.
3. Komponen konsumen, yaitu organism heterotrofik misalnya binatang dan manusia yang
makan organism lain. Jadi, yang disebut sebagai konsumen adalah semua organism
dalam ekosistem yang menggunakan hasil sintesis (bahan organic) dari produsen atu dari
organism lainnya. Berdasarkan kategori tersebut, maka yang masuk konsumen adalah
semua jenis binatang dan manusia yang terdapat dalam suatu ekosistem. Konsumen dapat
digolongkan ke dalam: konsumen pertama, konsumen kedua, konsumen ketiga, dan
mikrokonsumen (Resosoedarmo dkk., 1986; Setiadi, 1983).
a. Konsumen pertama adalah golongan herbivore, yaitu binatang yang makan
tetumbuhan hijau. Contoh organisme yang termasuk herbivore adalah serangga,
rodensia, kelinci, kijang, sapi, kerbau, kambing, zooplankton, crustaceae, dan
molusca.
b. Konsumen kedua adalah golongan karnivora kecil dan omnivore. Karnivora kecil
adalah binatang yang berukuran tubuh lebih kecil dari karnivora besar dan memakan
binatang lain yang masih hidup, misalnya anjing, kucing, rubah anjing hutan, burung
perenjak, burung jalak, dan buru gagak. Omnivore, yaitu organisme yang memakan
herbivore dan tetumbuhan, misalnya manusia dan burung geraja.
c. Konsumen ketiga adalah golongan karnivora besar (karnivora tingkat tinggi).
Karnivors besar, yaitu binaang yang memakan atau memangsa karnivora kecil,
hebivora, maupun omnivore, misalnya singa, harimau, serigala, dan burung rjawali.
d. Mikrokonsumen adalah tumbuhan atau binatang yang hidupnya sebagai parasit,
scavenger, dan saprobe. Parasit tumbuhan maupun binatang hidunya tergantung
kepada sumber makanan dari inangnnya. Sedangkan scavenger dan saprobe hidup
dengan makan bangkai binatang dan tumbuhan yang telah mati.
4. Komponen pengurai, yaitu mikroorganisme yang hidupnya bergantung kepada bahan
organic dari organism mati (binatang, tumbuhan, dan manusia yang telah mati).
Mikroorganisme pengurai tersebut pada umumnya terdiri atas bakteri dan jamur.
Berdasarkan atas tahap dalam proses penguraian bahan organik dari organism mati, maka
organism pengurai terbagi atas atas decomposer dan transformer (Setiadi, 1983).
Decomposer, yaitu mikroorganisme yang menyerang bangkai hewan dan sisa tumbuhan
mati, kemudian memecah bahan organic kompleks ke dalam ikatan yang lebih sederhana,
ke dalam proses dekomposisi dengan mengubah ikatan organic sederhana kedalam
bentuk bahan anorganik yang siap dimanfaatkan lagi oleh produsen (tetumbuhan), dan
proses dekomposisi itu disebut mineralisasi yang menghasilkan zat hara.
Pada sumua ekosistem dengan tingkat organisasi yang berbeda-beda, didalamnya selalu
terdapat empat komponen utama. Selalu terjadi interaksi antar komponen, dan terdapat proses
ekologi yang secara umum sama (Resosoedarmo dkk., 1986). Perbedaan antar ekosistem yang
tingkat organisasinya berbeda itu hanya terletak pada beberapa hal antara lain:
1. Jumlah spesies organisme produsen yang menjadi komponen ekosistem
2. Jumlah spesies organism konsumen yang menjadi komponen ekosistem
3. Jumlah spesies organism pengurai yang menjadi komponen ekosistem
4. Jumlah dan jenis komponen abiotik yang terdapat dalam ekosistem
5. Kompleksitas atau kerumitan interaksi antar komponen dalam ekosistem, serta
6. Tiap-tiap proses ekologi yang berjalan dalam ekosistem

KESEIMBANGAN DALAM EKOSISTEM


Menurut irwan (1992), ekosistem itu mempunyai keturunan berbagai perwujudan dan
kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri, mengatur diri sendiri, dan dengan
sendirinya mengadakan keseimbangan kembali. Keseimbangan yang terdapat dalam suatu
ekosistemdisebut homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan
dalam sistem secara keseluruhan (Resosoedarmo dkk., 1986).
Homeostatis barasal dari kata homeo yang artinya sama, dan statis yang artinya berdiri
(Odum 1993). Oleh karena itu, homeostatis itu sesungguhnya adalah kestabilan yang dinamis,
karena perubahan-perubahan yang terjadi pada ekositem akan tetap mengarah kepada
tercapainya keseimbangan baru. Kesimbangan ekosistem itu diatur berbagai faktor yang sangat
kompleks (rumit). Faktor-faktor yang terlibat dalam mekanisme keseimbangan ekosistem antara
lain menangkup mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara,
pertumbuhan organism dan populasi, proses produksi, serta dekomposisi bahan-bahan organic.
Berdasarkan uraian tersebut maka kondisi ekosistem dalam keseimbangan (homeostatis)
mempunyai arti bahwa ekosistem itu talah mantap atau telah mencapai klimaks, sehingga
ekosistem mempunyai daya tahan yang besar untu menghadapi berbagai gangguan sangat
bergantung pada usia dari ekosistem tersebut. Ekosistem muda tentumempunyai daya tahan yang
lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem dewasa (tua).

Daya tahan ekositem yang besar menunjukkan bahwa ekositem mampu menghadapi
gangguan, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akibat gangguan itu masih ditolelir
bahkan ekosistem mampu pulih kembali dan menuju kepada kondisi keseimbangan. Berkaitan
dengan daya tahan ekositem seperti tersebut, di dalam ekologi terdapat istilah yang dikenal
dengan daya lenting. Menurut Soemarwoto (1983), daya lenting (resilience) menunjukkan
kemampuan ekosistem untuk pulih setelah terkena gangguan. Makin cepat kondisi ekositem
untuk pulih berarti makin pendek masa pulih., makin banyak gangguan yang dapat
ditanggulangi, sehingga berarti juga makin besar atau makin tinggi daya lentingnya.

Suatu ekositem yang ingin dipertahankan sifat-sifatnya seperti taman nasional, cagar
alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, taman hutan raya, serta jenis ekositem
lainnya, harus memiliki daya lenting yang tinggi. Irwan (1992) mengemukakan bahwa setiap
ekositem akam memberikan tanggapan (respons) terhadap sutu ganguan. Tnggapan ekositem
terhadap gangguan dilakukan sesuai dengan daya lentingnya. Menurut Irwan (1992), daya
lenting merupakan sifa suatu ekositem yang memberikan kemungkinan ekositem tersebut pulih
kembali ke keseimbangansemula setelahmengalami gangguan. Oleh karena itu, suatu ekositem
yang mendapat gangguan ada kemungkinan kembali kepada kondisi keseimbangan seperti
semula atau juga berkembang menuju kepada keseimbangan baru yang berbeda dengan kondisi
awal, hal demikian bergantung kepada besar kecilnya gangguan yang dialami dan bergantung
kepada besar kecilnya daya lenting yang memiliki ekosistem.

Gangguan yang jauh melebihi daya lenting suatu ekositem, akan menciptakan dinamika
yang mengarah kepada terbentunya kondisi ekositem yang menyimpang atau berbeda dengan
ekositem sebelumnya. Bahkan Resosoedarmo dkk. (1986) mengemukakan bahwa kendatipun
suatu ekositem itu mempunyai daya lenting (daya tahan) yang besar, tetapi pada umumnya batas
mekanisme keseimbangan dinamis (homeostatis) masih dapat diterobos oleh kegiatan manusia.
Misalnya aktivitas penebangan/eksploitasi hutan alam yang berlebihan, apalagi penebangan liar
serta perambahan yang dilakukan terhadap kawasan pelestarian alam (taman nasional, hutan
wisata, suaka alam, dan lain sebagainya), dan hutan lindung merupakan suatu kegiatan yang
seringkali melampaui batas mekanisme homeostatis dalam ekositem hutan. Kegiatan inilah yang
disebut dengan merusak hutan karena ekositem hutan dapat berubah secara permanen atau
bahkan rusak sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai