SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana S-1
Disusun oleh
Maria Bekti Lestari
NIM: 034114026
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
Penulis
v
ABSTRAK
Lestari, Maria Bekti. 2008. Ideologi Pengarang Dalam Novel Kitab Omong Kosong
Karya Seno Gumira Ajidarma: Pendekatan Ekspresif. Skripsi S-1.
Yoyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.
vi
ABSTRACT
Lestari, Maria Bekti. 2008. The Author’s Ideology In Novel Kitab Omong Kosong
Written By Seno Gumira Ajidarma: An Expressive Approah. An
Undegraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters, Sanata Dharma
University.
This study examines the author’s ideology in the novel Kitab Omong Kosong
written by Seno Gumira Ajidarma using expressive approach. The structural analysis
is limited on the plot, the main charaters, and the characterization of the main
charaters. The step which are done are analyzing the plot, the main charaters, the
characterization of the main charaters, and the implied authour. Thus, using
expressive approach to understand the author’s ideology in the novel Kitab Omong
Kosong.
The main charaters are Satya, Maneka, Hanoman, Walmiki, dan Rama. The
main charaters in a literary work becomes an important tool of the author to convey
his idealism. The author usually take a role as the other person behind his work or
usually called as implied author. The existence of implied author is a way to
understand the author’s ideology. The plot, the main charater, the characterization of
the main charaters, and the implied authour becomes a tool to know the author’s
ideology.
The study about implied author examines the existence of the author as the
other character in his works. The implied author try to explain the perspective about
the world and its complexity. After analyzing the implied author in the novel Kitab
Omong Kosong, there are six primary ideologies of the author. Those six primary
ideologies are the author’s ideology about authority, about marginal people, about
women, about love, about freedom, and about knowledge.
Ideology is the trust system which becomes reference to explain every
problem in life.The author’s ideology about authority, the authority must be able to
differentiate between personal and national interest. The author’s ideology about
marginal people, they always become the victim of the authority’s action. The
author’s ideology about women that women always become the victim of every
incident.. The author’s ideology about love, love is pure, sacred, and has no proof. In
Seno’s ideology about freedom, people have a right to determine they way of life
and freedom must be struggled. In Seno’s ideology about knowledge, learning
process is way to get knowledge.
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta :
Nama : Maria Bekti Lestari
Nomor Mahasiswa : 034114026
demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
IDEOLOGI PENGARANG DALAM NOVEL KITAB OMONG KOSONG
KARYA SENO GUMIRA JIDARMA PENDEKATAN EKSPRESIF
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas,
dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 30 Juni 2008
Yang menyatakan,
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi ini. Penulis menusun skripsi ini
dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Sastra
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi menyempurnakan skripsi ini.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat
membimbing penulisan skripsi ini dan menjadi sosok yang bisa dijadikan
tempat mengadu.
memberikan spirit pada penulis untuk maju dan tidak berhenti di tengah
4. Seluruh dosen di Fakultas Sastra, terutama para dosen Program Studi Sastra
Indonesia. Pak Prap, Pak Ari, Pak San, Bu Candra, terima kasih atas ilmu
viii
5. Segenap keluarga besar Program Studi Sastra Indonesia untuk rasa nyaman
7. Bapak, Mamak, Mbak Ari, Apri. Terima kasih atas kepercayaan, dukungan,
dan cinta yang membuat penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
untuk cepat lulus. Terima kasih atas persahabatan indah kita yang telah
9. Pour mon coeur R. Adhitya Respati Maulidarma, terima kasih atas segala
rasa sayang, cinta, dukungan dan doanya. Terima kasih telah mengajarkan
10. Teman-teman di Sastra Indonesia 2003 yang telah mengisi kisah hidupku dan
11. Astri, Aning, Anton, Aic, Bayu, Dita, Doan, Diar, Ecix, Emak, Epita, Firla,
Gondhez, Helen ‘Teteh’, Icha, Jati, Rinto, Simply, Uci, Nenex, dan Yeni.
Nuwun atas persahabatan, tingkah aneh kalian yang selalu membuat penulis
ix
12. Teman-teman di Pik@ Grup. Terima kasih atas chatting yang membuat
penulis tidak jenuh. Mbak Wuri, Mas Made, terima kasih sudah
13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran penulisan
skripsi ini. Tidak ada kata yang mampu mengungkapkan syukur ini selain
Semoga Tuhan Yang Maha Kasih membalas semua kebaikan dan kasih
sayang yang telah diberikan. Penulis memohon maaf jika terjadi kesalahan yang
disengaja maupun yang tidak disengaja dalam penulisan skripsi ini. Segala bentuk
kesalahan yang terjadi dalam penulisan skripsi ini merupakan tanggung jawab
penulis. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
MOTO .................................................................................................................. iv
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ xi
xi
1.6.4 Ideologi............................................................................................ 17
1.7.3 Metode............................................................................................. 22
AJIDARMA ................................................................................................... 24
2.3.1 Maneka............................................................................................ 42
2.3.4 Walmiki........................................................................................... 57
2.4 Rangkuman Alur, Tokoh Utama, dan Penokohan Tokoh Utama ............ 66
xii
BAB III PENGARANG IMPLISIT DALAM NOVEL KITAB OMONG
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Kelahiran suatu karya sastra tidak bisa dipisahkan dari keberadaan karya-
karya sastra yang mendahuluinya, yang pernah dicerap oleh sang sastrawan (Pradopo,
1987: 228). Cerita inti Ramayana diperkirakan ditulis oleh Walmiki dari India
disekitar tahun 400 SM yang kisahnya dimulai antara 500 SM sampai tahun 200, dan
ramayana.html). Salah satu contoh bentuk akulturasi Ramayana adala h wayang yang
banyak menggunakan pakem atau cerita Ramayana. Ramayana juga diadaptasi oleh
R.A. Kosasih sebagai dasar cerita dalam komiknya yang berjudul Ramayana.
Sindhunata mengangkat cerita Ramayana dalam novelnya yang berjudul Anak Bajang
Menggiring Angin. Novel Kitab Omong Kosong (selanjutnya disingkat KOK) karya
Seno Gumira Ajidarma (selanjutnya Seno) juga menjadikan Ramayana sebagai dasar
cerita.
yang menuntut pemahaman dan pendala man para pembaca atau penikmatnya.
Hal ini bukanlah sesuatu yang tidak sengaja terjadi. Berbagai kejanggalan cerita ini
menjadi salah satu sarana pengarang untuk menuangkan ideologinya. Wellek dan
Austin Warren (1989: 134) mengungkapkan bahwa sastra sering dilihat sebagai suatu
1
2
bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam bentuk khusus. Jadi,
Ramayana sesuai dengan pakem-nya, tetapi diekspresikan melalui bahasa yang indah
dan puitis. Karena gaya bahasa sastranya yang khas, karena imajinasi simboliknya
yang kaya, dan karena penggalian makna- makna filosofis yang dalam, buku ini tak
dapat dianggap sebagai sekadar salah satu versi dari kisah Ramayana, melainkan
cara yang lebih unik. Seno memilih bahan dari kitab Ramayana yang tidak popular,
yaitu tragedi keluarga Rama setelah perang besar dengan Rahwana. Seno juga
memberi tafsir baru dalam cerita Ramayana. Rama yang biasanya merupakan tokoh
hero bagi masyarakat Jawa ditelanjanginya sebagai pemimpin yang tak menghargai
kesetiaan, ambisius, dan haus akan kekuasaan. Di tangan Seno, cerita-cerita dari
parwa terakhir Ramayana menjadi sangat membumi. Hal ini diwujudkan dengan
ditampilkannya dua tokoh dari kalangan rakyat biasa sebagai penggerak cerita.
kehadiran Satya dan Maneka membuat cerita Ramayana tidak lagi terfokus pada
interaksinya dengan diri sendiri, lingkungan, dan juga Tuhan. Karya sastra berisi
dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sebagai sebuah karya seni
(Nurgiyantoro, 1998: 3). Dalam proses kreatif penciptaan sebuah karya sastra,
seorang sastrawan tidak begitu saja menuliskan semuanya. Melalui hasil pengamatan
karya yang bisa dipertanggungjawabkan. Tidak jarang pula apa yang ditulis seorang
Seno Gumira Ajidarma dilahirkan di Boston, USA pada tanggal 19 Juni 1958.
Dia menyelesaikan program diploma dan S-1 dalam bidang film di Institut Kesenian
Jakarta (IKJ). Seno menempuh jenjang S-2 dalam bidang Filsafat di FIB UI. Dia
meraih gelar doktor dalam bidang Ilmu Susastra dengan disertasi berjudul Tiga Panji
proses kreatif KOK. Ide maupun gagasan yang tertuang dalam karya sastra tentu
tersendiri bagi pengarang untuk menuangkan seluruh ide dan gagasannya ke dalam
bentuk yang tidak nyata. Tidak nyata yang dimaksudkan di sini adalah
konsepsi rasional, yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan
manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk
metode menyebarkannya ke seluruh dunia. Metode yang digunakan Seno dalam KOK
tokoh Satya dan Maneka. Kedua tokoh dari kalangan rakyat biasa sebagai tokoh
utama dalam alur Ramayana merupakan cara Seno mengungk ap sisi lain sebuah
cerita.
Rasa seni atau sense of art pengaranglah yang sebenarnya membuat kenyataan
menjadi kisah yang menarik dalam fiksi. Dalam rasa ini, kreativitas mengambil
peranan. Seorang pengarang yang memiliki rasa seni tinggi atau kreatif, tidak akan
melihat kenyataan sebagai kenyataan begitu saja. Kenyataan yang ia lihat tidak ia beri
dapat melihat dengan sudut pandang yang berbeda, menciptakan dunia makna yang
tersendiri sehingga kenyataan atau pengalaman tersebut menjadi suatu hal yang
sebagai karya sastra memuat ideologi Seno sebagai pengarang. Hal tersebut tentu
saja berhubungan erat pula dengan proses kreatif yang dilalui Seno sebelum menulis
KOK. Kreativitas itu tampak pada penambahan tokoh sentral Maneka dan Satya,
selain Rama dan Sinta. Adanya beberapa perbedaan ini menunjukkan hasil
Seno tidak melihat Ramayana sebagai cerita yang mutlak harus diterima
jika ditemui beberapa bagian ya ng dirasa tidak sesuai sama sekali dengan cerita
aslinya. Salah satu ketidaksamaan itu salah satunya terdapat dalam kutipan berikut:
Dalam kutipan tersebut digambarkan bahwa di balik sifatnya yang perkasa, Rama
titisan Batara Wisnu juga maha menghancurkan. Dalam budaya Hindu, Wisnu adalah
Penjungkirbalikkan yang dilakukan Seno ini tentu berkaitan pula dengan ideologi dan
kepercayaan yang dianutnya. Ada maksud lain yang hendak disampaikan lewat cerita
ini. Seno (dalam Ajidarma, 2005: 42) mengatakan bahwa dengan mengatakan semua
ini, saya bukannya ingin menjadi pahlawan. Saya hanya ingin menjelaskan gagasan-
gagasan macam apa yang ada di kepala saya ketika menulis cerita-cerita itu.
membuat alur cerita yang logis bagi tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh yang dari awal
dicitrakan dengan sifat tertentu, tidak logis bila memerankan cerita yang di luar
kemampuannya. Tidak logis tokoh yang sejak awal dicitrakan berprilaku buruk
kemudian menjadi baik tanpa sebab. Tokoh-tokoh ciptaan itu harus dihormati
Keyakinan agama, pandangan hidup, bahkan ideologi politik seorang sastrawan juga
6
berpengaruh pada karyanya, tetapi kelogisan alur cerita harus dipertahankan oleh
sastrawan (Lubis, 1997: 4, 5, 7). Bukan tanpa sebab Seno menggambarkan tokoh
Rama sebagai dewa penghancur. Semula Rama seorang yang bijaksana dan lemah
lembut. Akan tetapi dia dibutakan oleh rasa cemburu dan kehilangan kepercayaannya
kepada Sinta sehingga Rama pun menjadi brutal dan kejam. Gelembung Rahwana
pembawa benih-benih kejahatan itupun mampu merasuk ke dalam diri Rama dan
kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh. Dengan
karya sastranya, sastrawan menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-
sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat itu
pada hakikatnya universal, artinya diyakini oleh semua manusia. Pembaca diharapkan
nyata (Nurgiyantoro, 1998: 321). Pengarang kadang menjelmakan diri sebagai tokoh
menuangkan ide maupun gagasan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penelitian ini akan menganalisis alur, tokoh, penokohan, dan pengarang implisit
sebelum menganalis ideologi pengarang dalam novel Kitab Omong Kosong karya
Seno Gumira Ajidarma. Tokoh-tokoh utama dalam sebuah karya sastra biasanya
biasa menjelma sebagai orang lain yang berada di belakang karyanya atau yang biasa
7
disebut sebagai pengarang implisit. Alur, tokoh, penokohan tokoh utama dan
Plot merupakan cerminan atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para
tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai
pemikirannya ikut berkembang pula. Dalam hal ini alur atau plot cerita berpengaruh
karyanya. Ideologi pengarang adalah suatu sistem kepercayaan yang dianut dan
dipercayai oleh seorang pengarang ketika dia hendak menuangkannya dalam karya
sastra. Althusser (dalam Barker, 2005: 76) mengatakan bahwa ideologi membentuk
karya Seno melalui pendekatan ekspresif. Topik ini dipilih sebagai bahan penelitian
karena selama ini studi sastra mempunyai kecenderungan hanya tertuju pada karya
sastra itu sendiri. Karya sastra secara menyeluruh setidaknya melibatkan empat
aspek, yaitu aspek semesta yang menjadi latar penciptaan, pencipta yang menciptakan
sebuah karya, pembaca yang mengapresiasi karya, dan karya sastra itu sendiri sebagai
hasil dari proses kreatif yang dilakukan oleh seorang pengarang. Oleh karena itu,
8
studi sastra yang ideal seharusnya tidak hanya tertuju pada karya sastra semata, tetapi
penciptaan karya sastra tersebut. Salah satu aspek yang selama ini kurang mendapat
perhatian peneliti sastra adalah penelitian terhadap karya sastra sebagai proses kreatif
1.2.1 Bagaimana alur, tokoh utama, dan penokohan tokoh utama dalam
kritik sastra dan ilmu sastra, khususnya dalam telaah sastra dengan
pendekatan ekspresif.
Narasi mengatakan bahwa setelah Walmiki tiada, kisah Ramayana lalu menjelma
menjadi ilham bagi para pujangga untuk menyalin serta menyadurnya dalam cerita
yang terus memikat sepanjang zaman. Menurutnya Seno bisa dikategorikan menulis
cerita Ramayana dengan ”versi lain”. Dalam KOK, Seno tak saja membongkar alur
cerita Ramayana dan mencoba menjadikan kisah Ramayana sebagai entry point,
untuk merangkai peristiwa demi peristiwa, tetapi juga memberikan sisipan cerita
cerita, antara satu versi dengan versi yang lain, tetap saja inti dari kisah Ramayana
(karya Walmiki) tak terkurangi. Pesan dan nilai pelajaran itu, setidaknya bentuk
keteladanan tokoh utama yang bisa dijadikan cermin dalam menjalani hidup ini.
Sebab, di tengah ”krisis” keteladanan sekarang ini, figur Rama, Sinta (juga Maneka
dan Satya) telah memberikan gambaran akan sifat-sifat seorang ksatria, raja dan istri
11
sampai kapan pun membumbung terus sebelum bumi ini kiamat, dan tugas kesatria
beberapa hal, mencoba memberontak dan membongkar mitos dan nilai- nilai tentang
yang selama ini dipandang sebelah mata, yakni mereka yang tidak pernah dicatat
mengungkapkan bahwa munculnya tokoh baru, Satya dan Maneka, merupakan upaya
Mitos pewayangan Jawa adalah kebudayaan ksatria, dalam arti bahwa konsep
manusia ideal dalam budaya wayang adalah satriya pinandita, cita-cita ksatria.
Munculnya tokoh Satya dan Maneka sebagai tokoh protagonis dari rakyat jelata yang
Para satriya tak lebih mulia dari rakyat jelata. Rama, Laksmana, Wibisana, Sugriwa,
tak lebih luhur, lebih unggul, dan lebih mulia dibanding Satya anak petani atau
Masa Depan dan Omong Kosong Tentang Dunia, Membaca Kitab Omong Kosong
12
Karya Seno Gumira Ajidarma mengatakan bahwa karya Seno ini seolah
dalam Kitab Omong Kosong disebut Narendra pada praktiknya menjadi proyeksi
mengorupsi, menipu, serta menggoda. Hal itu akan terjadi jika pengetahuan
dihubungkan secara intim dengan hasrat. Namun hasrat manusia tidak selalu “jahat”.
Terkadang hasrat itu muncul semata karena keingintahuan manusia akan masa
depannya. Suatu hal yang tubuh manusia tak sanggup lakukan adalah mengetahui
masa depan dan hal itulah yang menjadi kelemahan utama tubuhnya, dengan berbagai
pengetahuan, semakin pula ia mengetahui bahwa masih sangat banyak hal yang
sepanjang hayat tentang masa depan kembali pada “desire”, maka tidak heran jika
Kitab Keheningan yang menjadi bagian penutup Kitab Omong Kosong itu
hanya berisi lembaran kosong. Siklus paranoia masa depan, hasrat dan pengetahuan
akan terulang. Pengetahuan diciptakan manusia untuk omong kosong belaka. Berarti,
novel KOK di atas, topik penelitian mengenai ideologi pengarang belum pernah
dibahas.
1.6.1 Alur
secara tradisional, orang juga sering mempergunakan istilah alur atau jalan
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu,
dalam sebuah cerita, sebuah teks naratif, tentulah ada awal kejadian, kejadian-
kejadian berikutnya dan barangkali ada pula akhirnya. Namun, plot sebuah
karya fiksi sering tak menyajikan urutan peristiwa secara kronologis dan
runtut, melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian
yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri
dengan kejadian awal dan kejadian (ter-)akhir. Dengan demikian, tahap awal
cerita tidak harus berada di awal cerita atau di bagian awal teks, melainkan
dalam dua kategori: kronologis dan tak kronologis. Yang pertama disebut
sebagai plot lurus, maju, atau dapat juga dinamakan progresif, sedang yang
15
kedua adalah sorot-balik, mundur, flash back, atau dapat juga disebut sebagai
regresif.
yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap
mungkin dari tahap tengah atau bahkan akhir, baru kemudian tahap awal
suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki
tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam
Pada novel- novel lain, tokoh utama tidak muncul dalam setiap
kejadian, atau tak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata dalam
kejadian atau bab tersebut tetap erat berkaitan, atau dapat dikaitkan, dengan
keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian dan
sebuah novel, mungkin lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tak
kalimatnya sesuai dengan intensi pengarang itu sendiri, namun intensi itu
pengarang dan dipakai pada saat menulikan karyanya (Taum, 1997: 28). Yang
oleh erita dan yang lain daripada juru cerita. Setiap cerita merupakan hasil
sebuah seleksi, evaluasi dan merupakan perpaduan dari unsur- unsur sosial,
dan pengarang sendiri. Juga disebut persona poetica yang lain dari persona
1.6.4 Ideologi
9).
untuk disusun kembali dan dikombinasikan dengan cara yang berbeda dengan
inti baru atau prinsip pokok. Sistem ideologi tidak bisa dibuat sekali jadi
dianut oleh suatu golongan tertentu dan yang dianggap tidak perlu dibuktikan
Di sini ideologi berarti ideologi yang sedang berkuasa tetapi yang keliru dan
ideologi tertentu itu. Adapun sarana-sarana itu misalnya tata hukum, sistem
19
pendidikan, kaidah-kaidah dalam dunia seni, norma estetik yang dianut, dan
sebagainya. Citra manusia ideal yang dianut Cicero dan kaum Humanis juga
kaum Marxis, sastra dapat juga menelanjangi ideologi yang sedang berkuasa.
Tetapi mau tidak mau kritik ideologi juga berpangkal pada suatu ideologi
keseluruhan sistem berpikir, nilai- nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah
persoalan dan harus berbuat apa untuk menyikapi persoalan tersebut. Dalam
diabaikan.
atau pandangan dunia inilah yang menjadi latar belakang bagi sudut pandang
20
yang diambil tokoh-tokoh cerita untuk melihat di dalam atau di luar dirinya
pengarang sebagai subjek pencipta, jadi sebagai data literer. Menurut Taum
bahwa ciri khas dan ukuran seni sastra yang bermutu adalah keluhuran (yang
luhur, agung, unggul, mulia) sebagai sumber utama pemikiran dan perasaan
21
daya wawasan yang agung, emosi yang mulia, retorika yang unggul,
teknik catat atau library search. Teknik catat atau library search dilakukan
catat atau library search yaitu teknik penyediaan data dengan cara mencatat
objek penelitian ini, yaitu ideologi pengarang dalam novel KOK karya Seno
1.7.2 Pendekatan
untuk telaah alur, tokoh dan penokohan. Telaah alur, tokoh dan penokohan
22
1.7.3 Metode
Keraf (1981) metode analisis merupakan cara membagi suatu objek yang
dilakukan.
Cetakan : Pertama
Penerbit : Bentang
23
Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Sistematika penyajian dalam
Bab II berisi analisis alur, tokoh utama, dan penokohan tokoh utama dalam
Bab III berisi analisis pengarang implisit dalam novel Kitab Omong Kosong
Bab IV berisi analisis ideologi pengarang yang terdapat dalam novel Kitab
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan hasil analisis data dan
Alur dan tokoh merupakan bagian penting dalam sebuah cerita. Melalui
tokohlah sebuah cerita dapat disampaikan kepada para pembaca. Melalui watak dan
seorang pengarang menyampaikan ide dan gagasannya. Berbagai hal yang mewakili
yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau dalam drama yang oleh pembaca
akan ditafsirkan secara moral. Penafsiran ini cenderung melihat pada ekspresi,
ucapan, dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh. Menurut Sudjiman (1988: 30)
cerita. Kehadiran tokoh utama menjadikan sebuah cerita lebih hidup dan penuh
24
25
antara tokoh utama dengan tokoh lain serta lingkungannya dalam perkembangan alur
membuat seorang tokoh memiliki pola pikir atau pandangan tertentu dalam
memahami masalah- masalah kehidupan. Interaksi tokoh utama dengan tokoh lain
bagaimana alur, tokoh utama dan penokohan kelima tokoh utama, yaitu Rama,
Maneka, Satya, Hanoman, dan Walmiki. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data
tentang cara berpikir, karakter dan ideologi para tokoh utama melalui ekspresi,
ucapan, dan tindakan yang dilakukannya. Melalui tokoh dan penokohan dapat dilihat
penelusuran alur, dapat dilihat bagaimana perkembangan pola pikir maupun karakter
2.1 Alur
KOK beralur maju. Cerita dalam KOK disusun urut dari awal sampai akhir.
Peristiwa dalam KOK disusun secara kronologis. Di bagian tengah novel ini,
diselipkan beberapa dongeng dan cerita yang dituturkan Satya. Akan tetapi, kehadiran
KOK dibagi dalam tiga bab. Bab I Persembahan Kuda, bab II Perjalanan
Maneka, bab III Kitab Omong Kosong. Tiap bab mempunyai fokus penceritaan yang
berbeda-beda, tetapi saling berhubungan. Bab I menceritakan riwayat Rama dan Sinta
meragukan kesetiaan Sinta. Sinta meyakinkan Rama dan seluruh rakyat Ayodya
bahwa dirinya masih suci dan cintanya tetap kepada Rama. Akan tetapi, rakyat
Sinta. Cinta dan kuasa, dilema bagi Rama, tetapi kuasalah akhirnya yang dipilih oleh
Rama.
Kuda untuk menaklukkan anak benua. Persembahan Kuda adalah upacara memantrai
dilewati oleh kuda yang telah dimantrai tersebut harus tunduk dan takhluk pada
negara atau raja yang melakukan Persembahan Kuda. Akibatnya, hancurlah semua
Persembahan Kuda tersebut berasal dari rajah di punggung seorang pelacur. Bab ini
juga menceritakan perpecahan yang mulai terjadi antara Rama dan Hanoman. Bab ini
berjalan terus hingga pasukan Ayodya dan balatentara Gua Kiskenda dikalahkan oleh
dua orang anak kembar berusia belasan tahun bernama Lawa dan Kusa yang tak lain
adalah anak kandung Rama. Bab ini ditutup dengan kematian Rama dan Sinta.
rajah kuda yang digunakan dalam Persembahan Kuda. Maneka bertemu Satya, anak
laki- laki berusia 16 tahun yang menjadi salah satu korban kekacauan Persembahan
. Bab ini berisi perjuangan Maneka dan Satya, dua orang anak muda yang
diungkap. Selama perjalanan ini pula mereka menemukan sebuah misi baru, yaitu
mencari Kitab Omong Kosong yang terbagi menjadi lima bagian. Bab ini ditutup
bertemu Hanoman yang menyimpan Kitab Omo ng Kosong. Selama pertemuan itu,
Hanoman memberi petunjuk tentang pencarian Kitab Omong Kosong. Setelah itu
Satya dan Maneka melanjutkan perjalanan untuk mencari bagian-bagian lain dari
Omong Kosong oleh Satya dan Maneka. Bab ini ditutup dengan kematian Hanoman
dilakukan Rama sebagai Raja Ayodya untuk menaklukkan anak benua. Awal cerita
dimulai dengan kegemparan yang diakibatkan balatentara Ayodya dan Goa Kiskenda
yang menghancurkan dan memusnahkan apa pun yang mereka lewati. Negara yang
tunduk dan mau menyerah akan aman, tetapi negara yang menolak untuk tunduk pada
28
(1) Dari atas bukit, anak-anak itu melihat seekor kuda putih berlari
melintasi padang rumput (Ajidarma, 2004: 9)
(2) Balatentara yang membuat bumi berge tar itu menyapu para
jagabaya dan penduduk desa bagaikan air bah. Orang-orang itu
mati dilindas kaki-kaki kuda tanpa sempat berteriak lagi, yang
masih berdiri dihujam sekian banyak tombak begitu rupa sehingga
tubuhnya terpancang tidak menyentuh bumi. Sejuta pasukan kuda
yang perkasa masuk desa, memburu siapa pun yang masih
berlarian dengan panah, tombak, maupun kelewang. Tanpa ampun
desa itu dibakar. Rumah-rumah diambrukkan, patung-atung
dilempar ke dalam api, tempat pemujaan dihancurkan, segalanya
dilenyapkan sampai tidak ada lagi yang tersisa. Sapi, kambing,
kucing, dan ayam pun dimusnahkan. Ketika desa itu mereka
tinggalkan, semuanya sudah rata dengan tanah. (Ajidarma, 2004:
13)
Cerita berlanjut dan dikisahkan Shinta yang terlunta- lunta di hutan setelah
dirinya pergi dari Ayodya karena kesetiaannya pada Rama diragukan rakyat Ayodya
dan oleh Rama sendiri. Sinta yang sedang mengandung putra Rama, menjadi
nasibnya seperti telihat dalam kutipan (3). Para siluman pun merasa iba dengan
keadaan Sinta yang sangat menyedihkan itu. Mereka membawa Sinta keluar dari
hutan dan meletakkannya di rumah seorang pertapa bernama Walmiki. Bagian ini
(3) Dari hari ke hari, dari malam ke malam, perempuan itu berjalan
tersaruk-saruk kadangkala bahkan merangkak-rangkak dan
merayap-rayap. (Ajidarma, 2004: 23)
(4) Maka para siluman yang tidak memiliki tubuh, tetapi memiliki
hati itu berusaha meringankan penderitaannya. Ketika perempuan
itu tertidur, mereka memindahkannya keluar dari rimba.
Perempuan itu merasa seperti bermimpi ketika merasa dirinya
29
Hanoman yang tidak setuju dengan tindakan Rama mengusir Sinta dan melakukan
Persembahan Kuda, memutuskan untuk pergi dari Ayodya seperti terlihat dalam
kutipan (5). Pada bagian awal cerita juga mulai ditampilkan tokoh Satya dan Maneka
sebagai korban Persembahan Kuda. Pada bagian ini juga mulai diceritakan
Konflik berlanjut ketika pasukan Ayodya dan Goa Kiskenda mendapat lawan
yang tangguh. Mereka adalah Lawa dan Kusa yang tak lain putra kembar Rama dan
Sinta. Lawa dan Kusa yang berhasil mengalahkan pasukan Ayodya dan Goa
bahwa mereka adalah putranya dan berniat memboyong Lawa, Kusa dan Sinta
kembali ke Ayodya. Rama yang berniat membawa Sinta serta kedua putranya
mempertanyakan kesucian Sinta. Sinta marah sehingga dia moksa ke dalam bumi.
(6) Ketika melihat Lawa dan Kusa, Sugriwa merasa sangat kecewa.
Balatentara Ayodya dikalahkan dua remaja? (Ajidarma, 2004: 70)
(7) Di istana Ayodya, Lawa dan Kusa menembangkan Ramayana.
(Ajidarma, 2004: 79)
(8) Bumi bergetar dan awan di langit berputar-putar setelah Sinta
mengucapkan sumpahnya. Tanah di bawahnya merekah dan Sinta
melayang ke bawah tanpa suara. (Ajidarma, 2004: 89)
Cerita beralih pada Maneka, seorang pelacur yang malang. Maneka memiliki
rajah kuda di punggung. Rajah kuda itu adalah kuda yang digunakan Rama untuk
punggung Maneka. Akibatnya, seisi kota, pria maupun wanita, ingin tidur dengan
Maneka. Maneka mengalami konflik batin karena hal tersebut. Dia sebenarnya tidak
ingin menjadi seorang pelacur. Karena ayahnyalah dirinya menjadi pelacur. Maneka
dijual ke rumah bordil dan dijadikan pelacur karena ayahnya sangat miskin dan
membutuhkan uang. Maneka semakin tersiksa ketika penduduk kota berebut ingin
tidur dengannya, hanya karena dirinya memiliki rajah kuda yang digunakan untuk
Persembahan Kuda.
melarikan diri dari rumah pelacuran itu. Ditemani Sarita, sahabatnya dan seorang pria
bersorban yang tak dikenalnya, Maneka berhasil lari. Maneka berhasil lolos dari
31
kejaran pemilik rumah bordil, tetapi Sarita dan pria bersorban mati dan menjadi
korban. Maneka bertemu Satya yang menyelamatkannya dari derasnya arus sungai.
dan berniat menggugat jalan cerita yang telah dituliskan untuknya. Satya mulai
mengalami konflik batin karena dirinya jatuh cinta pada Maneka, tetapi Maneka tidak
arah senja. Akan tetapi, selama perjalanan mereka, keduanya selalu berselisih jalan
dengan Walmiki. Ketika keduanya tiba di suatu tempat, ternyata Walmiki telah
konflik batin terus melingkupi Satya dan Maneka. Satya yang menjadi korban
Persembahan Kuda semakin sedih dan perih hatinya menyaksikan kehancuran dan
kerusakan yang diakibatkannya. Satya yang memendam rasa cintanya pada Maneka,
semakin bertambah besar cintanya, tetapi cintanya tak berbalas. Sementara itu,
32
Maneka mengetahui perasaan yang dipendam Satya untuknya, tetapi masa lalunya
(13) ”Inilah jalan ke arah senja, jika kita masih mau mencari
Walmiki.” (Ajidarma, 2004: 131)
(14) ”Lihat,” kata Satya, ”itu orang-orang yang kehilangan
keluarganya. Tidak ada seorang pun di seluruh anak benua yang
tidak kehilangan keluarganya karena Persembahan Kuda.
Banyak keluarga yang habis musnah seluruhnya, meninggalkan
rumah-rumah kosong.” (Ajidarma, 2004: 155)
(15) Maneka dengan segala kepahitan pengalamannya, tak pernah
mampu mengarahkan perasaan dan pikiran ke arah percintaan.
Sementara Satya, yang meskipun darah mudanya terkadang
bergelora, dan sungguh memendam cinta diam-diam, sangat
rapat menahan diri dan menjaga kepribadian.” (Ajidarma, 2004:
161)
yang dituturkan Satya, sehingga Maneka selalu meminta Satya untuk mendongeng
untuknya. Maneka yang bodoh selalu ingin belajar membaca dan menulis, sehingga
dia tidak malu- malu meminta satya untuk mengajarinya. Konflik lain terjadi ketika
keduanya mulai kehabisan ongkos dalam perjalana n mencari Walmiki. Satya berhasil
(16) Setelah menjadi asisten tukang martabak, kurir toko sepatu, dan
asisten juru catat di pejagalan, Satya menjadi tim penyalin
naskah di perpustakaan negara. (Ajidarma, 2004: 159)
(17) Maka, berceritalah Satya tentang Lubdhaka...(Ajidarma, 2004:
168)
kuda yang memberi mereka sebuah peta yang menunjukkan keberadaan sebuah kitab
33
yang menjadi rebutan yaitu Kitab Omong Kosong. Kitab Omong Kosong disebut-
sebut sebagai kitab yang berisi segala ilmu pengetahuan sehingga mampu
Kuda. Barangsiapa berhasil mendapatkan kelima bagian dari Kitab Omong Kosong,
dia akan mampu menguasai dunia. Maneka merasa bahwa mereka berdua harus
mencari kitab tersebut. Sementara itu, Satya mengingatkan Maneka untuk fokus ke
tujuan awal mencari Walmiki. Maneka bersikeras bahwa mencari kitab terlebih
dahulu, kemudian mencari Walmiki. Mereka pun memutuskan untuk mencari kelima
bagian Kitab Omong Kosong, walaupun arah yang mereka tempuh berlawanan
(18) ”Tanda-tanda silang ini pasti suatu tempat yang penting, kalu
tidak mengapa ia harus menyelamatkannya sampai kehilangan
nyawa?” Satya bertanya-tanya.
”Ke selatan katanya,” Maneka menyahut, ”apa maksudnya?”
”Mungkin tempat-tempat ini ada di arah selatan.”
”Mungkin bukan selatan, tetapi orang yang harus menerima peta
ini ada di selatan.”
”Mungkin bukan semuanya, tapi ia meminta kita membawanya
ke selatan.”
”Tujuan kita ke arah matahari terbenam, apakah kita akan
berbelok ke selatan?” (Ajidarma, 2004: 194-195)
hanya ada dalam dongeng. Awalnya meraka ragu bisa menemukan tempat tersebut,
tetapi Satya dan Maneka memantapkan langkah dan tetap mencari kitab tersebut.
Bagian yang menceritakan riwayat Hanoman ini beralur mundur karena cerita
kembali ke masa sebelum Persembahan Kuda dan konflik antara Rama dan Hanoman
terjadi. Dikisahkan Hanoman yang perkasa berusaha membebaskan Sinta dari tangan
membawa Sinta kembali ke Ayodya. Akan tetapi, Rama justru meragukan kesetian
Cerita kembali pada Satya dan Maneka. Konflik semakin meningkat ketika
Maneka diculik oleh bandit-bandit Gurun Thar. Satya tidak menyadari saat Maneka
dibawa lari karena dirinya sedang tertidur lelap. Para bandit Gurun Thar ini berniat
berkuasa. Syarat agar suku mereka bisa kembali berkuasa adalah dengan
digunakan untuk Persembahan Kuda. Maneka sangat ketakutan seorang diri berada di
Karena rajah kuda itulah dirinya kembali mengalami peristiwa yang memb uatnya
Klimaks terjadi saat Hanoman mengubur semua orang Gurun Thar tersebut
dan menanamkan sebuah totem sebagai peringatan tentang orang jahat yang
terhukum. Dengan kemarahan yang luar biasa, Hanoman menghukum semua orang
Maneka, menyusuri lembah, bukit, dan sungai. Dalam pencariannya Satya tiba di
sebuah desa yang mengetahui kisah bandit Gurun Thar yang menculik Maneka. Satya
sebagai korban. Dia kembali terkejut karena ternyata mereka mencari perempuan
berajah kuda untuk dijadikan korban berdasarkan cerita Walmiki. Tanpa disengaja
Satya berhasil bertemu Walmiki di pasar. Satya pun mulai bercerita tentang Maneka
yang ingin menuntut nasibnya pada Walmiki sang penulis cerita. Walmiki terharu
dengan kisah Satya, padahal dirinya sendiri pun lupa telah menuliskan kisah yang
Cerita Satya tentang Maneka membuat Walmiki sadar betapa tiada berartinya
disuratkan. Walmiki berniat membebaskan mereka dari jalan cerita yang telah
ditulisnya dan memberi kebebasan pada tokoh-tokohnya untuk menulis jalan cerita
37
mereka sendiri. Walmiki pun menemui Maneka. Perbincangan antara Walmiki dan
Maneka berlangsung lama sekali karena banyak hal yang dijelaskan Maneka dan
Walmiki tidak mengerti. Maneka pun akhirnya berhasil undur diri dari cerita yang
ditulis Walmiki.
Maneka dan Satya akhirnya bertemu dan keduanya berhasil menemukan Kitab
Omong Kosong bagian pertama, Dunia Seperti Adanya Dunia. Setelah pertemuan
Walmiki dan Satya, ternyata Walmiki menuntun Satya agar dapat menemukan
Maneka dan demikian pula sebaliknya. Keduanya pun bertemu dalam suasana haru.
Dalam pertemuan itulah, tanpa sengaja keduanya berhasil menemukan Kitab Omong
Kosong.
(30) Maneka berlari ke luar dari hutan pinus dan melihat Satya. Ah,
benar-benar Satya! Ia sudah mengira! Satya menunggang kuda
zanggi yang perkasa dan sedang menuju ke arahnya. Keduanya
makin dekat. Angin menghembuskan bau tanah basah. Satya
melompat turun dan berlari. (Ajidarma, 2004: 378)
(31) Cahaya senja yang menipis berakhir pada sebuah keropak di atas
kotak batu setinggi satu meter. Satya mendekatinya, dan
membaca lembarannya yang pertama tanpa menyentuh.
Kitab Omong Kosong Bagian Pertama: Dunia Seperti Adanya
Dunia. (Ajidarma, 2004: 381-382)
Hanoman, Maneka dan Satya saling bertukar pikiran dengan Hanoman mengenai
38
Kedalisada dan mencari keempat bagian Kitab Omong Kosong yang lain.
Kitab Omong Kosong dan berhasil memahami isinya. Bagian kedua adalah Dunia
Seperti Dipandang Manusia. Bagian ini mengatakan bahwa segala hal yang dikatakan
manusia hanya dapat berlaku dalam cara pandang manusia. Tanpa disadari manusia,
keberadaan sebuah benda sebenarnya tidak pernah ada. Dunia menjadi ada, karena
omong kosong bila manusia mengatakan adanya dunia ketika ia sendiri berada di
dalamnya dan masih berusaha memahaminya. Hal ini merupakan penjelasan dari
menyatakannya ada. Jika mustahil manusia menyatakan dunia itu ada karena tidak
memahami dunia tanpa harus keluar darinya. Melalui “omong kosong” ini maka
Keheningan berupa sekumpulan halaman kosong, tanpa ada tulisan apa pun di
dalamnya. Ketika dunia telah dapat diadakan kembali maka tidak ada lagi apa-apa
yang dapat dilakukan terhadap dunia itu. Manusia dengan mudah dapat
menuntut untuk lepas dari cerita Walmiki. Walmiki pun memberi kebebasan pada
mereka untuk undur diri dan menulis cerita sendiri. Walmiki pun akhirnya
meninggal. Selesaian juga terjadi pada Hanoman. Hanoman yang sudah tua akhirnya
moksa.
(38) Setelah tiga hari tiga malam terus menerus diguyur hujan, Prabu
Somli mati di bawah pohon. Tubuhnya kaku kedinginan.
Walmiki menghela napas, apakah ia akan mati seperti Prabu
Somali? Udara makin lama makin terasa dingin dank abut tidak
juga berpendar. Walmiki sudah tidak bisa melihat lantai kapal,
40
Tokoh-tokoh utama dalam KOK adalah Rama, Satya, Maneka, Hanoman dan
tokoh utamalah biasanya seorang pengarang menjelmakan diri. Melalui tokoh utama
pula pengarang bebas berbicara tentang hal- hal yang disetujui maupun ditolaknya.
tinggi dalam sebuah cerita. Tokoh utama selalu diutamakan penceritaannya. Tokoh
utama biasanya hadir dalam peristiwa-peristiwa penting dalam cerita dan mengambil
bagian dalam peristiwa tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tokoh
Rama, Maneka, Satya, Hanoman, dan Walmiki digolongkan sebagai tokoh utama
karena mereka mengambil peranan penting dalam cerita. Tokoh-tokoh ini juga
Satya dan Maneka merupakan tokoh utama karena keduanya selalu hadir
dalam penceritaan. Satya dan Maneka diriwayatkan sejak awal dalam KOK sebagai
rakyat biasa yang menjadi korban Persembahan Kuda yang dilakukan Rama.
cerita. Sejak bab I sampai bab III, Satya dan Maneka terus- menerus diceritakan.
41
Dilihat dari hubungannya dengan tokoh-tokoh lain, Satya dan Maneka tidak
berhubungan secara langsung dengan Rama, tetapi memiliki hubungan secara tidak
langsung. Walaupun memiliki hubungan secara tidak langsung dengan Rama, Satya
dan Maneka mendapat imbas dari Persembahan Kuda yang dilakukan Rama. Karena
mereka. Maneka bahkan memiliki rajah kuda yang digunakan Rama untuk
Persembahan Kuda.
Rama merupakan tokoh utama, karena kehadiran Rama dalam cerita adalah
sebagai penyebab segala kejadian lain dalam KOK. Walaupun Rama diceritakan pada
awal saja, tetapi dia adalah tokoh yang menentukan perkembangan plot. Persembahan
bahkan meninggalkan Ayodya karena tidak sejalan lagi dengan Rama. Sinta yang
terlunta- lunta juga menjadi korban keragu-raguan Rama yang mulai terpengaruh
Gelembung Rahwana.
diceritakan dalam KOK, baik secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun
tidak muncul dalam setiap bab, Hanoman merupakan tokoh yang berpengaruh besar
dalam perkembangan plot. Dialah pemegang Kitab Omong Kosong yang selama ini
menjadi rebutan. Hanoman dicari-cari orang banyak, termasuk Satya dan Maneka.
kejiwaannya. Penokohan menjadi salah satu cara pemaknaan tokoh dalam sebuah
karya fiksi. Melalui penokohan pula dapat diungkap sikap-sikap yang mendasari
2.3.1 Maneka
sudah saling mengenal sejak keduanya sama-sama dijual ke rumah bordil dan
digambarkan sebagai perempuan yang mempunyai rasa ingin tahu yang begitu
besar. Walaupun dia bodoh dan tidak bisa membaca maupun menulis, Maneka
memiliki keinginan kuat untuk terus berkembang. Maneka juga sangat suka
sejak lahir ternyata adalah kuda yang digunakan dalam Persembahan Kuda
menanggung beban berat karena seluruh penduduk kota, laki- laki maupun
perempuan, berebut untuk tidur dengannya. Karena peristiwa ini pula Maneka
berusaha melarikan diri dari rumah bordil. Dibantu seorang pria bersorban
yang tak dikenal dan Sarita, Maneka memulai perjalanannya mencari Walmiki
Maneka tahu benar bahwa Satya menyimpan perasaan cinta padanya. Akan
tetapi, Maneka lebih suka menganggap Satya tidak lebih dari seorang teman.
Masa lalunya membuat Maneka trauma dan lebih berhati- hati dalam
Maneka memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar tentang segala hal.
Selain itu, dia juga memiliki jiwa petualang yang selalu haus akan
pemenuhan. Maneka adalah tipe orang yang percaya bahwa tujuan hidupnya
lain. Karena itulah, saat Maneka harus memilih antara mencari Kitab Omong
berhubungan dengan masa depan ilmu pengetahuan dan peradaban yang telah
(51) “Tapi adanya peta itu pasti bermakna,” ujar Maneka, “kalau
tidak, untuk apa peta itu ada?”
Mereka berdua memandangi peta itu.
“Kita tidak mempunyai kepentingan apa-apa dengan peta itu,”
kata Satya.
‘Tapi peta itu ikut menentukan nasib kita.” (Ajidarma, 2004:
205)
(52) “Bagaimana dengan Walmiki?”
Maneka termenung. Ia mencari Walmiki untuk mengubah
nasibnya. Menggugat sang empu ya ng telah menuliskan kodrat
46
hanya seorang bekas pelacur, dia tidak mau orang lain meremehkannya.
Maneka tidak mau memberikan apa pun pada para bandit itu.
2.2.2 Satya
dan sanak saudaranya telah mati terbunuh terbunuh saat balatentara Ayodya
yang tanpa harapan. Satya adalah gambaran pemuda yang selalu optimis
menghadapi masa depannya. Hal ini terbukti saat seluruh sanak saudaranya
telah mati, Satya tetap menjalankan kegiatannya sehari- hari seperti mencangkul
tetapi dia tidak mau larut dalam kesedihan dan berusaha melupakan semuanya.
menghancurkan semuanya.
(56) Setelah mencangkul seharian, rasanya tidak ada lagi yang bisa
dilakukan Satya. Untuk pertama kalinya tiba-tiba ia merasa puas.
Sudah lama perasaan seperti ini tidak dialaminya. Setidaknya
perlu satu tahun setelah bencana Persembahan Kuda itu berlalu,
ia merasa mulai bisa merasakan sesuatu yang berhubungan
dengan rasa senang. Sebelumnya dunia selalu terasa muram,
berat, dan menekan. Sampai sekarang masih terasa olehnya luka
ibarat sembilu menyilang, karena seluruh keluarga, kerabat, dan
handai taulan, lenyap musnah hilang dalam pembantaian desanya
oleh balatentara Ayodya. Betapa memilukan kehilangan orang-
orang tercinta dalam seketika karena pemb unuhan. (Ajidarma,
2004:91)
(57) Satya melihat kambing-kambingnya merumput. Ia tersenyum
riang. Bersama kawan-kawan sebayanya mereka berusaha
melupakan kesedihan. Mereka dirikan kembali pemukiman yang
telah rata dengan tanah, menjadi sesuatu mirip kehidupan. Satya
48
bijaksana dan penuh kesabaran. Hal ini terbukti setiap timbul permasalahan
antara Satya dan Maneka, Satya selalu mampu tampil sebagai pemecah
masalah. Satya juga mengajarkan banyak hal pada Maneka yang kurang
Maneka terbawa arus sungai, Satya sudah menyimpan rasa cinta yang
mendalam pada Maneka. Walaupun ia tahu cintanya tak berbalas, Satya tidak
pernah putus asa. Demi rasa cintanya pula, Satya memaksa menemani Maneka
Maneka. Rasa cintanya yang begitu besar pada Maneka membuat Satya sangat
kasih dan sayang pada perempuan itu. Satya sangat berhati- hati dalam menjaga
Maneka. Dia tidak mau Maneka kembali jatuh ke jalan kelam yang pernah
dilaluinya.
(59) Satya yang sejak semula telah jatuh cinta kepada Maneka
memaksakan diri mengantarnya. Ia tak bisa membayangkan,
bagaimana perempuan muda seperti Maneka akan mencari
Walmiki yang belum jelas ada di mana. (Ajidarma, 2004: 125)
(60) Namun Satya tahu bahwa menjadi pelacur adalah pekerjaan
merana, ia sangat khawatir Maneka terjebak dalam lingkaran
setan perbudakan berikutnya. (Ajidarma, 2004:125)
49
Satya adalah pemuda yang sabar dan penuh pengertian. Dia berusaha
memahami perasaan Maneka yang menutup diri pada laki- laki. Satya tidak mau
memaksakan rasa cintanya pada Maneka. Dia tahu masa lalu Maneka yang
wawasan yang luas. Dia juga gemar bercerita. Satya sering memperdengarkan
membuat Satya memiliki keropak di dalam peti yang berisi berbagai cerita.
Persembahan Kuda. Dia bahkan sangat menyukai pekerjaan barunya ini, bahkan
cintanya yang begitu besar pada Maneka, Satya memilih tinggal dan bekerja
(65) Setelah menjadi asisten tukang martabak, kurir toko sepatu, dan
asisten juru catat di pejagalan, Satya menjadi anggota tim
penyalin naskah di bekas perpustakaan Negara. (Ajidarma, 2004:
159)
(66) Satya senang dengan pekerjaannya ini karena merasa
kemampuannya membaca dan menulis ada gunanya. Selain itu ia
senang karena pebgetahuan yang didapatkan dari naskah-naskah
yang disalinnya. Kalau ia tidak ingat janjinya kepada Maneka,
untuk bersama-sama mencari Walmiki penulis Ramayana,
barangkali ia akan lebih suka tinggal di kota ini saja. (Ajidarma,
2004: 160)
(67) Satya memiliki keropak dalam peti, yang pernah ditunjukkan
kepada Maneka. Dari keropak itulahmengalir sebuah dunia yang
mungkin dijelajahi manusia. (Ajidarma, 2004:125)
(68) Maka, sembari bunyi genta sapi Benggala itu terdengar kluntang-
kluntung, Satya bercerita tentang perselingkuhan Trijata.
(Ajidarma, 2004: 209)
2.2.3 Hanoman
luar biasa. Dia adalah anak Dewi Anjani, cucu Resi Gotama. Sejak dia
menguasai segala macam ilmu dan menyerap tenaga alam secara alami.
Hanoman besar di swargaloka, tempat tinggal para dewa. Di sana dia dilatih
Rama yang tidak menuntut balasan. Hanoman selalu menuruti titah rajanya
52
itu, termasuk ketika dia dikirim ke Alengka untuk membebaskan Dewi Sinta
dari tangan Rahwana yang jahat. Hanoman setia menjalankan tugasnya dan
Sri Rama.
(74) Ia bisa terbang membawa terbang Sinta, tetapi bukan itu perintah
Sri Rama kepadanya. (Ajidarma, 2004: 277)
adalah makhluk yang sangat beradab. Disebutkan bahwa para dewa pun
mempelajari berbagai hal. Hanoman juga sangat suka berdiskusi dan berdebat.
dan tidak tertandingi. Dia pun sering terlihat bersama para dewa untuk
Hanoman dibakar, tetapi dia sama sekali tidak terbakar. Hanoman justru
junjungannya, dia tetap tidak bisa menerima tindakan Rama yang mulai
segalanya, meskipun dia harus berhadapan langsung dengan Rama sekali pun.
Rama mulai berkembang, Hanoman tetap bersikap ksatria dan tetap setia pada
rajanya itu. Hanoman menurut saja ketika Rama menyuruhnya untuk tidak
kitab yang menjadi kunci segala ilmu pengetahuan, Kitab Omong Kosong.
55
Hanoman adalah tokoh yang lemah lembut dan halus. Hanya Hanoman saja
Meski telah mengasingkan diri dari dunia luar dan melakukan tapa
manusia. Dia juga tetap merasa bertanggung jawab atas bencana besar yang
menimpa anak benua akibat Persembahan Kuda. Oleh karena itu, Hanoman
membangun kembali peradaban dan ilmu pengetahuan lebih singkat. Dia tidak
mau hanya menyimpan kitab tersebut. Hanoman juga ingin agar manusia
(86) “Sebelumnya tidak banyak yang tahu keberadaan peta itu. Tetapi
ketika kebudayaan runtuh dan semua perpustakaan hancur, orang
teringat tentang Kitab Omong Kosong itu, yang bisa menghemat
waktu proses pencarian kembali kesadaran manusia selama tiga
ratus tahun. Tentu tidak satupun yang tahu bagaimana bisa
membaca peta itu. ” (Ajidarma, 2004: 391)
(87) “Saya masih ingat peta itu. ”
Hanoman tertawa, seperti teringat sesuatu.
“Akulah yang membuatnya, karena aku tidak bisa
menyimpannya terus menerus. Sedangkan tempat ini terlalu
terpencil.” (Ajidarma, 2004: 390)
56
oleh Satya dan Maneka. Sebelum mati, Hanoman menulis sebuah kitab yang
menjunjung tinggi kebenaran, berani melawan arus jika hal yang diyakininya
2.2.4 Walmiki
Walmiki adalah seorang empu pencipta cerita Ramayana. Dia hidup di
sebuah gubuk di pingir hutan. Walmiki hidup bersama Sinta, Lawa, dan Kusa.
Walmiki menyelamatkan Sinta yang sedang hamil tua dan lari dari Ayodya.
(92) Di tepi sungai itu terdapat sebuah rumah panggung dengan teras
terbuka. Dewi Sinta sedang merenda, benang warna-warni di
hadapannya. Ia merenda sambil memerhatikan Walmiki
menggores- gores lembaran karas dengan alat tulis yang disebut
tanah. (Ajidarma, 2004: 47)
(93) Di rumah panggung, Sinta melihat Walmiki menggoreskan karas
dengan tanah, sambil menggumamkan apa yang ditulisnya.
(Ajidarma, 2004:63)
(94) “Sudah sampai di manakah Ramayana itu, Paman?” (Ajidarma,
2004: 47)
(95) Wamiki meneliti tumpukan karas itu, setelah meletakkan tanah
di sebelahnya. Sudah berminggu- minggu ia tenggelam dalam
penulisan Ramayana. (Ajidarma, 2004: 48)
Secara fisik, Walmiki digambarkan sebagai seorang laki- laki tua yang
memiliki paras yang cerah dan tatapan lembut yang mampu membuat hati
(97) Pada usia 71 tahun, tukang cerita itu masih sehat dan ternyata
masih mampu bergerak lincah mempertahankan diri dari
serangan bajak laut yang berlompatan di atas kapal. (Ajidarma,
2004: 593)
(98) Seorang tua yang cerah parasnya dan lembut matanya mengusap
kening perempuan itu. Tubuhnya serasa hancur, namun
pandangan orang tua it u membuat hatinya merasa damai.
(Ajidarma, 2004: 34)
olehnya. Ketika Sinta khawatir dengan keadaan Lawa dan Kusa yang sedang
semua ditentukan olehnya. Akan tetapi, dia sendiri sebenarnya juga tidak tahu
(101) Walmiki, orang tua itu, berkata kepada Rama yang masih saja
duduk di atas kudanya. ‘Kembalilah Raja, kalau engkau bisa
hidup 15 tahun tanpa Sinta, engkau akan mampu hidup tanpa
Sinta untuk seterusnya. Kembalilah ke Ayodya, aku masih harus
menamatkan cerita. (Ajidarma, 2004:89)
(102) “Bukan aku berteka-teki. Aku pun belum tahu apa yang akan
terjadi.” (Ajidarma, 2004:57)
59
mulai berusaha melepaskan diri dari jalinan ceritanya. Satu persatu tokoh
tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Walmiki membayangkan
bahwa dirinya akan mati dengan cara yang mengenaskan seperti Prabu
Somali yang mati setelah kehujanan selama tiga hari tiga malam.
saat dia masih bersama Sinta, Lawa, dan Kusa. Walmiki mengajarkan
2.2.5 Rama
Rama adalah Raja Ayodya yang sangat berkuasa dan dihormati.
Rama digambarkan sebagai sosok laki- laki yang lemah lembut dan
telinganya
Rahwana.
mengenakan cincin bukti kesetian dan membakar diri dalam api sebagai
bukti kesuciannya.
sosok raja yang sangat memperhatikan rakyatnya. Karena hal ini pulalah
suci. Rama tidak kuasa menolak keinginan rakyat untuk mengusir Sinta dari
Ayodya. Rama tidak berani mengambil kembali cintanya dari Sinta karena
Kuda ini pada akhirnya berujung pada penghancuran dan perusakan. Anak
benua rata dengan tanah akibat nafsu berkuasa Rama. Rama yang semula
kehilangan keluarga dan harta bendanya. Rama hampir gila karena diburu
65
rasa bersalah, tetapi tidak bias mengambil sikap bijaksana sebagai seorang
Pada akhirnya Rama bisa dikalahkan oleh Lawa dan Kusa. Lawa dan
kedua bocah itu adalah putranya, Rama meminta mereka untuk mengantarnya
menemui Sinta. Akan tetapi, lagi- lagi Rama meminta Sinta untuk
tanah. Sementara itu, Rama yang merasa putus asa dan tidak memiliki harapan
(130) “Sinta istriku, ibu anak-anakku, aku datang kemari tidak untuk
bertengkar. Aku tidak mempertaruhkan cinta untuk kekuasaan.
Baiklah kutanyakan saja sekarang, apakah engkau bisa
membuktikan kesucian?” (Ajidarma, 2004: 88)
66
disimpulkan bahwa Rama adalah sosok raja yang penuh keraguan, ambisius,
dan arogan.
Analisis alur, tokoh utama, dan penokohan tokoh utama dalam KOK dapat
disimpulkan secara umum. Alur yang digunakan dalam KOK adalah alur maju.
Bagian awal cerita yang berisi perkenalan dimulai dengan peristiwa Persembahan
Kuda yang dilakukan Rama sebagai Raja Ayodya untuk menaklukkan anak benua.
Balatentara Ayodya dan Goa Kiskenda menghancurkan dan memusnahkan apa pun
yang mereka lewati. Konflik berlanjut ketika pasukan Ayodya dan Goa Kiskenda
mendapat lawan yang tangguh. Mereka adalah Lawa dan Kusa yang tak lain adalah
putra kembar Rama dan Sinta. Konflik juga terjadi pada Satya dan Maneka yang
menjadi korban Persembahan Kuda. Satya dan Maneka yang bertemu secara tidak
semakin meningkat ketika Satya dan Maneka memutuskan untuk mencari Kitab
67
Omong Kosong. Konflik batin juga terjadi pada Satya dan Maneka. Satya diam-diam
karena trauma akan masa lalunya sebagai pelacur. Konflik memuncak ketika Maneka
diculik para bandit Gurun Thar dan hampir dijadikan korban persembahan.
Klimaks terjadi saat Hanoman mengubur semua orang Gurun Thar tersebut dan
menanamkan sebuah totem sebagai peringatan tentang orang jahat yang terhukum.
Dengan kemarahan yang luar biasa, Hanoman menghukum semua orang Gurun Thar
tanpa ampun. Klimaks menurun saat Satya dan Maneka akhirnya bertemu. Mereka
juga berhasil menemui Walmiki dan meminta undur diri dari cerita yang ditulisnya.
Satya dan Maneka juga berhasil bertemu dengan Hanoman . Penyelesaian terjadi
ketika Satya dan Maneka berhasil menemukan semua bagian dari Kitab Omong
Tokoh utama dalam KOK adalah Satya, Maneka, Hanoman, Walmiki, dan
Rama. Maneka adalah seorang perempuan bekas pelacur berusia 20 tahun yang
segala hal, pemberontak, dan tertutup dalam menanggapi cinta. Satya adalah seorang
pemuda berusia 16 tahun yang sabar, penuh pengertian, pandai, berkemauan kuat, dan
sangat menghargai kesucian cinta. Hanoman adalah wanara putih yang pemberani,
setia, menjunjung tinggi kebenaran, berani melawan arus jika hal yang diyakininya
yang sangat termashur. Dia adalah orang tua yang bijaksana, penuh pengertian, dan
kesepian. Rama adalah sosok raja yang penuh keraguan, ambisius, dan arogan.
BAB III
PENGARANG IMPLISIT
Implied author atau pengarang implisit adalah seseorang yang ada di balik
pengarang dan dipakai pada saat menuliskan karyanya (Taum, 1997: 28). Seno
sebagai pengarang nyata melibatkan diri dalam karya yang ditulisnya. Penulis nyata
adalah pengarang sendiri yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap kalimat-
kalimat yang diajukan dalam karyanya itu. Jadi kalimat-kalimatnya sesuai dengan
intensi pengarang itu sendiri, namun intensi itu bukanlah rencana yang dipikirkan
sebelum penciptaan atau motif yang mendorong penulisan, melainkan apa yang
diniatkan oleh kata-kata yang dipergunakan dalam karyanya (Taum, 1997: 29).
Tamba dalam tulisannya yang berjudul Wayang dalam Sastra: Tertawa Versus
Ketegangan mengatakan bahwa dalam novel KOK, Seno mencoba mengukuhkan mitos
mendekontruksi mitos dan nilai- nilai tentang lakon Ramayana yang sudah mengakar
di masyarakat. Upaya pembongkaran ini pertama sekali terletak pada penyusunan alur
cerita. Kalau kitab Ramayana asli dibagi dalam urut-urutan tujuh kanda, yakni Bala
Kanda, Ayodya Kanda, Aranya Kanda, Kiskenda Kanda, Sundara Kanda, Yudha
Kanda dan Utara Kanda, dalam novel KOK, Seno justru memulai dari ide cerita Utara
68
69
Kanda yang justru merupakan bagian akhir Ramayana yang tidak populer di Jawa
(http://www.ppsjs.com.htm)
Seno sebagai pengarang nyata (real author) berada dalam karyanya sebagai
sosok lain, yaitu pengarang implisit (implied author). Seno Gumira Ajidarma
dilahirkan di Boston pada tanal 19 Juni 1958 dan dibesarkan di Yogyakarta. Ayahnya
Prof. Dr. MSA Sastromidjojo adalah guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah
Mada. Tapi, lain ayah, lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang
dengan pemikiran sang ayah. Walau nilai untuk pelajaran ilmu pasti tidak jelek-jelek
amat, ia tak suka aljabar, ilmu ukur, dan berhitung. “Entah kenapa. Ilmu pasti itu kan
harus pasti semua dan itu tidak menyenangkan,” ujar Seno (http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2006/012006/26/kampus/buku.htm).
Dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, Seno gemar membangkang
yang terjadi di sekolahnya. “Aku pernah diskors karena membolos,” tutur Seno.
Imajinasinya liar. Setelah lulus SMP, Seno tidak mau sekolah. Terpengaruh cerita
petualangan Old Shatterhand di rimba suku Apache, karya pengarang asal Jerman
Bulaksumur yang gela rnya profesor doktor. Sampai akhirnya jadi buruh pabrik
kerupuk di Medan. Karena kehabisan uang, ia minta duit pada ibunya. Tapi ibunya
mengirim tiket untuk pulang. Seno pulang dan meneruskan sekolah (ibid).
70
Ketika SMA ia sengaja memilih SMA yang tidak memakai seragam. “Jadi
aku bisa pakai celana jeans, rambut gondrong.” Komunitas yang dipilih sesuai
Bulaksumur UGM, tetapi komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran dan
ngebut di Malioboro. “Aku suka itu karena liar, bebas, dan tidak ada aturan.” (ibid).
Seno mengalami banyak hal selama berkarir sebagai seorang wartawan. Seno
dikenal sebagai wartawan yang berani mengungkapkan fakta dalam setiap tulisannya.
menyatakan bahwa ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara, karena jika
jurnalisme bersumber dari fakta, maka sastra bersumber dari kebenaran (Ajidarma,
2005: 40).
alat penindasan. Hal tersebut terlihat saat Rama menggunakan kekuasaannya dengan
semena- mena. Penaklukan anak benua yang dilakukan dengan berbagai perusakan
dianggap suatu hal yang sah. Seno sebagai pengarang implisit tidak setuju dengan hal
KOK juga tercermin dalam kehidupan Seno sebagai pengarang nyata. Seno adalah
sosok yang tidak suka dengan tindakan semena-mena penguasa yang kadang
meremehkan rakyat kecil. Seno juga sosok ayah yang sangat menyayangi anaknya.
Jiwa Seno kembali terusik ketika Timur Angin, anaknya, menjadi salah satu korban.
Timur Angin terlibat demonstrasi di boulevard UGM pada 3 April 1998 yang
somasi kepada Panglima ABRI yang saat itu berkuasa untuk meminta maaf secara
terbuka. Kutipan berikut merupakan penggalan surat terbuka Seno yang ditujukan
Pada usia 17 tahun ia bergabung dengan Teater Alam pimpinan Azwar A.N.
sejak itu , ia terus terlibat dalam dunia kesenian. Seno memulai kegiatan sastranya
dengan menulis puisi, cerita pendek, baru kemudian menulis esai. Puisinya yang
pertama dimuat dalam rubrik Puisi Lugu majalah Aktuil asuhan Remy Silado.
Cerpennya yang pertama dimuat di surat kabar Berita Nasional dan esainya yang
rakyat.com/cetak/2006/012006/26/kampus/buku.htm).
Sinematografi Lembaga Kesenian Jakarta (kini Institut Kesenian Jakarta). Pada tahun
yang sama Seno mulai bekerja sebagai wartawan lepas pada surat kabar Merdeka.
Tidak lama kemudian ia menerbitkan majalah kampus bernama Cikini dan majalah
film bernama Sinema Indonesia. Setelah itu, ia juga menerbitkan mingguan Zaman
dan ikut menerbitkan majalah berita Jakarta-Jakarta pada tahun 1985. Pekerjaan
sebagai wartawan terus dijalani Seno sambil tetap menulis cerpen dan esai (ibid).
Jakarta-Jakarta berkaitan dengan pemberitaan tentang insiden Dili pada tahun 1991.
Selama menganggur, Seno kembali ke kampus, yang ketika itu telah menjadi Fakultas
Televisi dan Film, Institut Kesenian Jakarta. Ia menamatkan studinya dua tahun
kemudian. Setelah sempat diperbantukan di tabloid Citra pada akhir tahun 1993,
73
Seno kembali diminta memimpin Jakarta Jakarta yang telah berubah menjadi
penguasa tidak harus diterima dengan rasa takut, tetapi dilawan. Hal ini terlihat dari
tokoh Hanoman yang berani melawan Rama yang sudah mulai dibutakan oleh
yang selama ini dijunjungnya, karena Rama tidak lagi menjadi penguasa yang
berani melawan arus, walaupun dengan konsekuensi dia harus meninggalkan Ayodya
karena prinsipnya.
Seno dalam KOK melihat kaum miskin dan terpinggirkan sebagai kaum yang
istimewa. Hal ini terlihat dari cara Seno mengangkat Satya dan Maneka ke dalam alur
cerita Ramayana-nya. Seno sebagai pengarang implisit membuat Satya dan Maneka
yang semula hanya tokoh tak berarti menjadi bagian penting dalam perjuangan
Satya dan Maneka ini, pengarang implisit hendak menegaskan betapa pentingnya
peran kaum terpinggirkan dalam dunia ini, walaupun kehadiran mereka banyak
mereka. Akan tetapi, betapa pun pentingnya kehadiran kaum terpinggirkan ini,
mereka selalu menjadi korban atas segala tindakan penguasa. Kutipan berikut
Melalui perjalanan Maneka dan Satya dalam mencari Walmiki dan Kitab
Omong Kosong, terlihat usaha pengarang implisit untuk memperlihatkan usaha kaum
terpinggirkan dalam mengubah nasibnya. Maneka dan Satya diceritakan begitu gigih
dalam mencari Walmiki untuk menuntut perubahan jalan hidupnya. Mereka juga
sangat total dalam mencari Kitab Omong Kosong. Kedua hal tersebut mereka jalani
walaupun jalan berliku harus dilewati. Tak jarang mereka menghadapi masalah dalam
perjalanan, bahkan Maneka sampai diculik oleh para bandit Gurun Thar dan hampir
dijadikan korban persembahan. Usaha keras keduanya bukannya tanpa hasil. Mereka
berhasil menemukan Walmiki dan menuntut keluar dari jalan ceritanya. Mereka juga
berhasil menemui Hanoman dan menemukan Kitab Omong Kosong, bahkan berhasil
memahami isinya. Akan tetapi, segala perjalanan dan lika- liku yang ditempuh seakan
tidak menunjukkan hasil yang luar biasa. Hal tersebut tidak lantas membuat mereka
menjadi orang yang paling berkuasa atau orang yang paling pandai. Keduanya
menjalani kehidupan biasa setelah berhasil melewati semua itu. Perbedaannya, kini
mereka bisa menjalani kehidupan yang lebih baik. Maneka tidak lagi tersiksa dengan
masa lalunya sebagai pelacur dan bisa menjalani kehidupan normal, demikian juga
dunia. Walaupun hal tersebut tidak disadari orang, toh rakyat kecil juga ikut ambil
Di bagian paling akhir KOK, diketahui bahwa ternyata Togog- lah yang
menuliskan cerita ini. Togog dikenal sebagai abdi para tokoh jahat dalam dunia
pewayangan. Dia adalah saudara Sema r. Togog selalu mengabdi pada tokoh-tokoh
yang memiliki sifat buruk. Tugasnya adalah menjadi penasihat bagi para tuannya
yang jahat agar bisa melaksanakan setiap niat liciknya. Akan tetapi, Togog juga
selalu diabaikan dan dianggap tidak penting. Di sini, Seno sebagai pengarang implisit
didengarkan. Tidak selamanya tokoh yang dianggap jahat selamanya memiliki sifat
buruk dan tokoh yang baik memiliki sifat yang terpuji. Tokoh yang dianggap buruk
(141) Saya Togog, penulis cerita ini, mohon maaf kepada Pembaca
yang Budiman, telah menghabiskan waktu Pembaca sekian lama
untuk mengikuti cerita ini. Saya Togog hanyalah tukang cerita
yang bodoh tidak diberkati para dewa. Saya Togog, hanyalah
orang terbuang, tidak disayang seperti Semar, memang tidak
layak diperhatikan, buruk rupa, terlalu banyak bicara, banyak
bohong, berpanjang-panjang mengarang cerita (Ajidarma, 2004
618).
masalah perempuan. Sinta dan Maneka adalah dua tokoh perempuan yang tertindas.
Sinta adalah istri Rama yang harus pergi meninggalkan Ayodya dan terlunta- lunta di
hutan akibat ketidakpercayaan suaminya sendiri. Maneka adalah pelacur malang yang
menderita akibat rajah kuda yang dimilikinya sama dengan kuda yang digunakan
Rama dalam Persembahan Kuda. Sinta dan Maneka adalah dua wanita dari dua kelas
sosial yang berbeda, tetapi mengalami nasib yang hampir sama. Keduanya menjadi
76
tawanan Rahwana. Sementara itu, Rama justru terpengaruh dengan hasutan rakyat
dan mengusir Sinta dari Ayodya karena menganggapnya sudah tidak suci lagi. Di sini
Pengarang implisit juga melihat kompleksnya cinta yang harus dijalani Sinta,
Satya, dan Maneka. Bagi sebagian orang, cinta dan kesetian harus mampu dibuktikan.
Hal ini juga yang dituntut Rama. Dia ingin istrinya membuktikan bahwa dirinya
masih suci. Sementara itu, cinta yang dipendam Satya pada Maneka adalah cinta yang
kebebasannya untuk menuliskan Insiden Dili dalam pemberitaan telah dipasung, Seno
berusaha menuliskannya ke dalam bentuk lain yaitu sastra. Dari sinilah lahir
kumpulan cerpen Saksi Mata dan sebuah novel Jazz, Parfum, dan Insiden yang
berlatar belakang insiden Dili. Menulis cerpen merupakan usaha lain untuk
Sastra Harus Bicara, Seno mengungkapkan proses kreatifnya perihal cerpen dan
novelnya yang berlatar insiden Dili. Dalam bukunya ini, Seno dengan juga
77
pemerintah Orde Baru atas Jakarta Jakarta. Kutipan berikut menunjukkan pengakuan
Seno seputar pemberhentiannya dari Jakarta Jakarta dan usaha perlawanan yan
Seno yang berjiwa bebas juga tercermin dalam karyanya. Seno sebagai
pengarang implisit berbicara mengenai kebebasan. Satya dan Maneka adalah dua
tokoh yang menuntut perubahan dalam jalan hidupnya. Keduanya mencari Walmiki
untuk menuntut jalan cerita yang telah dituliskan untuk mereka. Satya dan Maneka
bukan satu-satunya tokoh yang minta keluar dari jalinan cerita yang ditulis Walmiki.
78
Ada Talamariam, Kapi Moda, dan beberapa tokoh tak bernama yang menemui
Walmiki dan minta undur diri untuk menuliskan cerita mereka sendiri. Tokoh-tokoh
yang dikisahkan menggugat Walmiki ini adalah tokoh-tokoh kecil dalam alur cerita
Ramayana. Seno sebagai pengarang implisit melihat bagaimana tokoh kecil atau
ada kebutuhan. Teori juga begitu. Mereka lahir dari yang sudah ada. Posmodernisme
utama membangun peradaban yang hancur akibat bencana Persembahan Kuda. Kitab
Omong Kosong menjadi kunci untuk menyatukan lagi segala ilmu pengetahuan dan
membangun peradaban yang telah hancur. Akan tetapi, ilmu pengetahuan menjadi
sebagai pengarang implisit melihat ilmu pengetahuan dalam KOK menjadi salah satu
Pengarang implisit dalam KOK menuturkan berbagai hal yang mewakili cara
pandangnya dalam melihat setiap permasalahan yang ada dalam KOK. Seno sebagai
pengarang implisit melihat kekuasaan yang dijalankan Rama sebagai sebuah usaha
rakyat kecil harus bisa dilawan. Penguasa sering lupa akan peran rakyat kecil atau
Melalui tokoh Satya dan Maneka ini, pengarang implisit hendak menegaskan
betapa pentingnya peran kaum terpinggirkan dalam dunia ini, walaupun kehadiran
mereka banyak terlupakan. Akan tetapi, betapa pun pentingnya kehadiran kaum
terpinggirkan ini, mereka selalu menjadi korban atas segala tindakan penguasa.
80
Pengarang implisit menampilkan perempuan dari dua strata sosial yang berbeda,
tetapi mengalami kemiripan nasib. Cinta Sinta yang begitu besar pada Rama, ternyata
Sementara itu, Satya yang memendam rasa cinta pada Maneka tidak menuntut banyak
melihat bahwa usaha yang dilakukan Satya dan Maneka untuk mengubah suratan
takdirnya merupakan usaha yang patut dicontoh. Hidup memang harus selalu
diperjuangkan. Melalui Kitab Omong Kosong yang berusaha mereka pahami, Satya
kebebasan yang mereka idam- idamkan. Akan tetapi, dala m perjalanan mencari Kitab
Omong Kosong banyak hal yang mereka pahami. Pengarang implisit menuturkan
bagaimana ilmu pengetahuan yang diincar banyak orang dalam Kitab Omong Kosong
IDEOLOGI PENGARANG
pada “ilmu tentang gagasan” (Sobur, 2004: 211). Seorang pengarang memiliki cara
umumnya. Jiwa yang selalu gelisah, benturan antarnilai akibat kompleksitas cara
sastra.
tokoh ini kemudian membentuk suatu kesatuan yang saling menguatkan tentang
adanya pola berpikir atau ideologi mereka. Penelitian ini hanya mengkaji ideologi
pengarang jika dihubungkan dengan alur, tokoh utama, dan penokohan tokoh utama
dalam KOK karya Seno kemudian dicari hubungannya dengan pengarang impisit.
Tokoh utama yang diteliti yaitu Rama, Maneka, Satya, Hanoman, dan Walmiki.
Kelima tokoh ini dianggap mampu mewakili pemikiran pengarang. Kelima tokoh ini
juga menjadi sentral penceritaan dalam KOK. Sebelum mengkaji ideologi pengarang,
penulis mencoba mengkaji implied author (pengarang implisit) sebaga i jembatan atau
81
82
penghubung. Analisis mengenai pengarang implisit ini merupakan suatu cara untuk
melihat diri lain pengarang dalam karyanya sebelum masuk dalam analisis ideologi.
keberadaannya dalam proses penciptaan karya sastra. Karya sastra merupakan hasil
Kenangan dan harapan kita membuat kita hidup tidak hanya bersama apa yang
kita pandang, tidak cuma yang kita alami, tapi juga termasuk apa yang kita impikan.
Begitulah mimpi- mimpi menjadi bagian dari dunia konkret seorang penulis. Bukan
hanya penulis sebetulnya, setiap manusia, namun bagi seorang penulis semua hal
abstrak ini menjadi dunia nyata yang bisa dijelajahi – yang tidak lebih dan tidak
Rama sebagai seorang penguasa. Sementara itu, melalui Satya dan Maneka,
Seno hendak menunjukkan kehidupan rakyat kecil yang tertindas akibat ulah
kemauan penguasa. Hanoman dikenal sebagai bawahan Rama yang setia dan
selalu mengikuti setiap perintah tuannya itu. Akan tetapi, dalam KOK
meninggalkan Ayodya untuk bertapa karena tidak sejalan lagi dengan Rama.
Hanoman tidak setuju dengan sikap Rama yang meragukan kesetiaan Sinta.
84
sangat menghormati Rama, tetapi hatinya tidak bisa menerima tindakan Rama
Ayodya dan tidak ikut campur lagi dengan semua permasalahan Ayodya.
Rama, Hanoman seharusnya membela dan membantu setiap hal yang dilakukan
selamanya benar. Segala hal yang mulai menyimpang dan mulai berada di luar
penguasa harus diikuti. Rakyat harus mampu mengambil sikap atas segala
tindakan penguasa. Hal tersebut juga tercermin dari sikap Hanoman yang
sejalan dengan Rama. Hanoman merasa bahwa dirinya benar. Walaupun Rama
adalah atasannya, Hanoman tidak mau begitu saja menyetujui setiap tindakan
setiap keputusan Rama sebagai pemimpin. Hal-hal yang dirasanya tidak pantas
dan membawa dampak buruk akan ditolak Hanoman. Jika sikap penguasa dan
keyakinan yang dianutnya mulai tidak sejalan dan bertentangan, Hanoman tidak
Hanoman pada Rama, walaupun dirinya tak lagi sejalan dengan rajanya itu.
86
maupun dalam cinta – para pengkhianat selalu akan lebih menderita daripada
yang dikhianatinya (Ajidarma, 2002: 51). Sikap Hanoman yang demikian bagi
nuraninya, dia harus mulai berani memutuskan. Sebesar apa pun pengaruh
merugikan rakyat. Akan tetapi, terkadang manusia terlena dan menjadi lupa diri.
darah tak membuat tenang. Seno ingin menunjukkan hal tersebut dalam KOK.
Persembahan Kuda.
(159) “Biarlah Sinta jauh dari Ayodya, toh Rama pun tak mencarinya.”
Namun diburu perasaan bersalah sampai hampir gila.
87
kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah, mencari-cari siapa tahu ada orang
2002:153). Itulah yang terjadi pada Rama yang mulai sibuk memikirkan bisik-
bisik rakyatnya tentang Sinta. Antara rasa cinta dan kecurigaan membuat
Rama bingung memikirkan kemungkinan bahwa Sinta sudah tidak suci lagi.
penguasa mulai gelisah ketika dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Pada
ketika harus memilih antara istrinya dan rakyatnya. Hal yang sulit dilakukan,
tetapi Rama harus memilih. Bumi cuma sebesar biji merica, lebih kecil lagi
sebagai alat pemenuh hasrat menguasai dan bukan untuk membuat kehidupan
rakyat menjadi lebih baik. Penguasa sering terjebak pada memenuhi keinginan
Rama. Dalam ideologi Seno, kekuasaan harus bisa dijalankan dengan penuh
mata, yakni mereka yang tidak pernah dicatat bahkan cenderung disepelekan,
menceritakan nasib kaum terpinggirkan itu (Widijanto, 2007: 25). Satya dan
Maneka merupakan dua tokoh yang mewakili kaum terpinggirkan yang dibela
akibat rajah kuda di punggungnya. Maneka ingin keluar dari cerita yang telah
pemuda lugu yang menjadi korban Persembahan Kuda. Keluarga dan hartanya
memporakporandakan kampungnya.
cerita. Bahkan, mereka diberi tanggung jawab besar. Satya dan Maneka,
dalam alur cerita Ramayana. Satya dan Maneka adalah dua orang anak muda
dari golongan rakyat biasa yang menjadi tokoh utama di cerita ini. Melalui
kaum terpinggirkan. Kaum kecil dan terpinggirkan pun bisa ambil bagian
dalam kisah yang luar biasa ini, bahkan menjadi tokoh utama yang
tokoh Satya dan Maneka yang semula tak berarti menjadi penentu jalannya
cerita. Maneka dan Satya diberi tanggung jawab besar untuk menemukan
Dalam pandangan Seno, rakyat kecil pun berhak menuntut haknya. Tidak
selamanya rakyat kecil hanya menerima segala perlakuan dari penguasa. Seno (dalam
Ajidarma, 2002:145) mengatakan bahwa kursi kekuasaan, seperti yang ditulis banyak
orang, adalah tempat yang paling sepi di dunia. Seseorang yang jatuh dari kursi
kekuasaan akan lebih tahu makna: betapa ia ternyata lahir dan mati sendiri, tanpa
orang-orang di sekitarnya.
disimpulkan ideologi Seno dalam menyikapi masalah kaum pinggiran dalam KOK.
Dalam KOK, kaum pinggiran atau rakyat kecil adalah kaum yang paling merasakan
imbas dari setiap kebijakan. Rakyat kecil seringkali menjadi korban atas setiap
kebijakan yang diambil oleh para penguasa. Dalam ideologi Seno, kaum pinggiran
pun berhak menyuarakan aspirasinya atas setiap kebijakan yang dibuat oleh
cenderung dianggap tidak penting, padahal justru dari merekalah segala hal penting
berasal. Dalam ideologi Seno, kaum pinggiran harus mampu bangkit dari
terjebak pada keterbatasan, tetapi dalam ideologi Seno, kaum terpinggirkan ini harus
adalah salah satu tokoh perempuan utama perempuan yang hadir sebagai
penentu jalannya cerita. Maneka adalah tokoh perempuan yang ditunjuk Seno
Seno menjadikan Maneka yang hanya seorang pelacur dan berasal dari
kaum pinggiran menjadi sosok yang istimewa dalam karyanya. Kuda yang
digunakan dalam Persembahan Kuda pun bersal dari rajah kuda di punggung
(166) Bodoh kamu! Dasar pelacur tidak sekolah! Semua orang melihat
sendiri kuda putih itu datang dari padang terbuka, berlari masuk
kota, berderap di lorong- lorong, lantas melompat ke kamarmu
lewat jendela!” (Ajidarma, 2004: 104)
(167) “Kuda itu, semua terjadi setelah peristiwa kuda yang melompat
jendela lantas menempel ke punggungk u.” (Ajidarma, 2004:
108)
dikisahkan di sini. Sinta hidup terlunta- lunta karena ulah Rama, suaminya
sendiri.
Sinta. Keduanya berasal dari kelas sosia l yang jelas berbeda, tetapi mengalami
nasibnya.
tokoh utama atau tokoh sentral, terlihat dari usaha Seno mengangkat
adalah kaum yang harus mampu melawan tindakan semena- mena dan
atas setiap peristiwa, seperti yang dialami Maneka dan Sinta. Keduanya
cinta yang muluk- muluk. Maneka sudah terlalu lama bergelut dengan dunia
itu cinta. Hal ini juga yang membuatnya tidak begitu menanggapi cinta Satya,
Bagi Maneka, cinta tidak bisa dipaksakan. Cinta hadir tanpa dibuat-
buat. Semuanya berjalan wajar dan alami. Itu juga yang dirasakannya saat
palsu para lelaki yang hanya menginginkan tubuhnya. Jauh di dalam lubuk
hatinya, Maneka juga berharap dapat menemukan sebuah cinta yang tak
Satya tidak mau menyerah begitu saja dalam menggapai cinta Maneka.
Bagi Satya, cinta adalah sesuatu yang harus diperjuangkan. Satya tahu bahwa
patah semangat. Justru hal inilah yang membuat Satya semakin mencintai
96
Maneka. Satya sadar luka yang pernah dialami Maneka, membuatnya sulit
menerima cinta laki- laki mana pun, termasuk dirinya. Menurut Satya, cinta
bandit-bandit Gurun Thar, Satya mencarinya tanpa mengenal lelah dan tidak
peduli berapa lama waktu yang harus dilaluinya untuk menemukan Maneka
(173) Dengan hati yang tiba-tiba kosong dan tersayat Satya meluncur
menuruni bukit. Ia terus menyeberangi padang alang-alang
bermaksud mencari sebuah desa untuk menyisir kembali jejak
Maneka. Pasti setidaknya ada orang yang pernah melihat
Maneka, pikir Satya, betapapun ia harus menemukan Maneka,
meskipun akan makan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun,
dan berpuluh-puluh tahun – sampai mati pun akan mencari
Maneka. (Ajidarma, 2004: 357)
(174) Orang muda bernama Satya ini mengembara meinggalkan
kampung halamannya hanya demi mengantarkan Maneka,
seorang pelacur malang yang terlantar dan terlunta- lunta karena
ingin mempertanyakan suratan nasibnya. Walmiki telah menulis
kisah cinta Rama dan Sinta yang membanjirkan darah, namun ia
merasa lebih tersentuh oleh cinta Satya yang tak terucapkan.
Cinta yang hanya memberi, dan tidak pernah sekali pun
meminta. (Ajidarma, 2004: 370)
dengan orang tua itu. Bukannya mempertanyakan jalan cerita yang ditulis
Bagi Satya tidak ada yang lebih penting dari Maneka. Bagi Satya cinta hanya
memberi dan tidak pernah sekali pun meminta. Karena prinsip itulah Satya
banyak orang. Lewat bercerita pula Walmiki mananamkan makna cinta dan
Sinta sudah merupakan takdir yang sudah digariskan oleh Sang Pencipta sejak
awal mula. Akan tetapi, bagi Walmiki cinta Rama tidak lebih mulia daripada
cinta rakyat jelata. Cinta yang sesungguhnya tidak meminta korban. Kutipan
memandang cinta sebagai sesuatu yang mulia dan penuh kesetiaan. Ketika
nafsu menguasai muncul dalam cinta, maka cinta tidak lagi bisa disebut cinta.
Menurut Wamiki cinta murni adanya tanpa campur tangan hal- hal lain,
termasuk kekuasaan.
rasa dendam sekaligus cintanya pada Sinta. Seno melihat bahwa Rama terlalu
Seno dalam memandang cinta. Dalam ideologi Seno, cinta adalah sesuatu
yang suci dan sakral seperti yang dituliskan Walmiki dalam Ramayana-nya.
adalah cinta yang harus diterima apa adanya dan tanpa pertanyaan. Ketika
99
sebenarnya.
mempunyai potensi untuk baik dan jahat sekaligus (Widijanto, 2007: 25).
Dalam KOK kebaikan dan kejahatan justru menjadi kabur dan tidak jelas.
melulu baik dan jahat, tetapi bisa menjadi baik dan jahat sekaligus. Tokoh
siapa yang sebenarnya baik dan jahat di muka bumi ini. Celakanya, memang
ada kekuasaan yang bisa menentukan siapa yang bisa disebut jahat dan siapa
oran baik-baik. Penguasa itu tentu saja akan selalu secara resmi tergolong
keinginan kuat untuk mengubah nasibnya. Dia tidak ingin nasibnya yang
bahwa dengan menemukan Walmiki, jalan hidupnya bisa diubah. Dengan kata
baik dari sebelumnya. Akan tetapi, terkadang manusia harus mau menerima
suratan takdir yang sudah digariskan. Sama halnya dengan Maneka dan Satya
akibat rajah kuda di punggungnya. Maneka ingin keluar dari cerita yang telah
(181) “Kuda itu, semua ini terjadi setelah peristiwa kuda yang
melompat jendela lantas menempel di punggungku. Kalau nasib
pelacur miskin seperti kita, itu cerita biasa dan kita tidak perlu
menderita. Tapi peristiwa kuda itu luar biasa.” (Ajidarma, 2004:
108)
Maneka memiliki tekad yang kuat. Dia tidak mau terus menerus
asalkan dia bisa bertemu dengan Walmiki. Pada akhirnya Maneka bisa
bertemu Walmiki dan bisa menggugat jalan cerita yang dituliskan untuknya.
Di sini Maneka mulai memahami bahwa nasib setiap orang bisa berubah
101
pantang menyerah.
jalan hidupnya dan memperoleh kebahagiaan atas pilihan hidupnya. Hal ini
terlihat saat Satya, Maneka, Hanoman dan beberapa tokoh lain berusaha
melepaskan diri dari jalan cerita Ramayana yang ditulis Walmiki dan menulis
kebebasan pada para tokohnya untuk keluar dari alur cerita Ramayana dan
menulis cerita mereka sendiri. Terlihat jelas di sini bagaimana ideologi Seno
melihat jalan hidup seseorang merupakan suatu pilihan yang harus dijalani
dilakukan Maneka.
Seorang rakyat kecil pun berhak mendapat kehidupan yang lebih baik. Usaha
yang terus- menerus mampu membuat kita lepas dari keterpurukkan. Seno
tahu, apa yang telah menjadi suratan takdir – tapi, itu bukan berarti kita tidak
perlu berbuat apa-apa toh? Rakyat, yang paling kecil pun, tidak perlu nrimo
dan hitam dapat bercampur, manusia bisa saja tak pernah mau mengalah pada
kejahatan, namun juga tak dapat dipaksa menyandang kebaikan itu sendiri.
Adakalanya yang jahat bisa demikian berkuasa dan yang baik bisa sangat
lebih unik. Tidak selamanya orang yang dianggap baik akan selamanya
menjadi orang baik. Orang baik pun ternyata memiliki sisi negatifnya sendiri.
memenjarakan dirinya dalam dendam dan kebencian, dan dengan itu hidupnya
menjadi kurang bahagia, sehingga tak salah jika kita berpikir orang-orang
(Ajidarma, 2002:101). Rama yang telah buta hatinya karena rasa cemburu
103
berakhir. Rasa cintanya kepada Sinta telah membaur dengan kebencian dan
yang ditulisnya. Dalam hal ini Walmiki memberi kebebasan kepada mereka
tanpa harus ditentukan oleh orang lain. Walmiki memandang bahwa manusia
Cara pandang Walmiki ini mewakili ideologi Seno dalam memandang takdir
memberi kebebasan kepada para tokohnya untuk keluar dari ceritanya dan
seseorang bisa sama sekali tidak melihat peluang lain dalam hidup ini, selain
sudah takdir. Sebagai manusia beragama, kita semua menerima takdir bukan?
Begitulah kita semua memang harus selalu siap, untuk sebuah perpisahan,
duka – dan rasa kehilangan itu (Ajidarma, 2002: 35). Rama dengan segala
keraguannya pada Sinta ternyata tetap tidak bisa menghapus rasa ragunya,
diyakininya. Rama telah kehilangan Sinta untuk kedua kalinya. Seno (dalam
Ajidarma, 2002: 29) mengatakan bahwa setiap orang di dunia ini sudah
mempunyai panggilan tugas hidupnya masing- masing, dan apapun tugas itu,
diperjuangkan. Setiap hal yang telah dipilih dalam kehidupan harus bisa
untuk bisa membaca dan menulis. Keinginannya ini bukan tanpa sebab.
Menurut Maneka, segala ilmu pengetahuan bisa dipelajari jika dia bisa
nasib. Walaupun bodoh, Maneka tidak mau terpuruk dalam kebodohan dan
atau membacakan berbagai hal yang ingin diketahuinya. Di sini dapat dilihat
(188) “Kalau aku bisa menulis seperti Walmiki, kukira aku bisa
mengubah perjalanan hidupku,” katanya.. (Ajidarma, 2004: 126)
(189) Di balik keluguannya Maneka sebetulnya terus- menerus berpikir,
seperti mengebor ladang minyak di laut, sangat bernafsu
menemukan pengetahuan baru. (Ajidarma, 2004: 206)
Maneka yang hanya rakyat kecil merasa iba dan kasihan setiap kali
harta benda mereka. Maneka melihatnya sebagai suatu hal yang harus
pandai dalam berargumentasi. Pola pikir Maneka pun berkembang sejak Satya
Hal ini terlihat saat Maneka dan Satya berdiskusi mengenai penciptaan. Bagi
Maneka bukanlah suatu hal yang salah jika seseorang hanya mampu menjadi
(192) “Dalam hal itulah engkau telah memperkaya dunia Satya, karena
dalam penerjemahan berlangsung penciptaan. Bukankah itu
berarti kamu menciptakan kembali sebuah dunia?” (Ajidarma,
2001: 165)
dari para tukang cerita semakin memperkaya wawasan dan pandangannya atas
dunia. Hal ini menyebabkan pola pikir Satya yang maju. Karena itulah Satya
tumbuh menjadi pemuda yang tidak mempercayai hal-hal mistis tanpa adanya
pembuktian secara ilmiah. Bagi Satya, segala pertanyaan atas dunia bisa
dijelaskan tanpa harus melibatkan hal- hal mistis. Satya adalah orang yang
realistis sehingga dia menganggap bodoh segala hal yang dirasanya tidak
Tulisan itu sendiri tidak penting, karena tulisan hanyalah suatu produk.
Yang penting adalah prosesnya, karena dalam proses itu seorang penulis
manusia ditempa untuk menjadi lebih tahan uji. Apa pun hasil yang diperoleh,
proses menuju hasil inilah yang paling penting dalam keseluruhan proses
belajar.
tetapi lebih kepada pengetahuan akan dunia dan is inya. Dengan mempelajari
baru tentang dunia. Melalui Kitab Omong Kosong, dapat dilihat ideologi Seno
Segala hal mengenai dunia dicatat dengan rinci, seperti “umur sebuah pohon
kelapa dan berapa buah kelapa akan dihasilkan oleh pohon tersebut”
Seperti Dipandang Manusia. Bagian ini mengatakan bahwa segala hal yang
dikatakan manusia hanya dapat berlaku dalam cara pandang manusia. Tanpa
ketiga, Dunia Yang Tidak Ada. Manusia hanya dapat memahami cara
menyatakan dunia itu ada karena tidak pernah sungguh-sungguh keluar dari
dalamnya, maka dibuatlah cara untuk memahami dunia tanpa harus keluar
darinya. Melalui “omong kosong” ini maka manusia menemukan cara untuk
Ketika dunia telah dapat diadakan kembali maka tidak ada lagi apa-apa yang
(Ajidarma, 2002: 36). Kitab Omong Kosong yang selama ini diyakini mampu
orang lain demi mendapatkannya. Para pencari kitab ini yakin dan percaya
bahwa siapa saja yang memiliki Kitab Omong Kosong, dia akan menguasai
dunia. Mereka menganggap Kitab Omong Kosong berisi ilmu yang mampu
Kita hidup di dalam dunia makna, segala sesuatu adalah simbol yang
masih selalu bisa ditafsirkan kembali secara kritis (Ajidarma, 2005: 158).
sendiri dan mulai mengatur manusia. Seno ( dalam Ajidarma, 2005: 153)
Kitab Omong Kosong yang ada pada Hano man adalah satu-
bergantung pada pengetahuan yang ada dalam buku itu. Akan tetapi, buku
pun dikatakan tidak ada. Oleh karena itu, dunia harus dibuat ada terlebih
dahulu agar masa depan me njadi ada. Seno (dalam Ajidarma, 2005: 163-164)
mampu menengok seberang cakrawala itu, sedangkan apa yang saya ketahui
antara diri saya sampai di batas cakrawala itu, seberapa ilmiah pun, hanyalah
merupakan pengetahuan manusiawi – dan saya tak pernah tahu pasti seberapa
jauh sudut pandang manusiawi ini sahih, meskipun untuk secuil saja dari
kebenaran itu.
ilmu pengetahuan. Dalam ideologi Seno, proses belajar adalah salah satu jalan
ditempa untuk menjadi lebih tahan uji. Apa pun hasil yang diperoleh, proses
menuju hasil inilah yang paling penting dalam keseluruhan proses belajar.
pokok ideologi pengarang dalam KOK. Keenam pokok ideologi tersebut yaitu
ilmu pengetahuan.
dijadikan sebagai alat pemenuh hasrat menguasai dan bukan untuk membuat
kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Penguasa sering terjebak pada memenuhi
keinginan rakyat yang keliru atau mempertahankan kebenaran, seperti yang dialami
Rama. Dalam ideologi Seno, kekuasaan harus bisa dijalankan dengan penuh
kebijakan sehingga setiap keputusan yang dilaksanakan tidak berakibat buruk bagi
harus mampu memilah dan membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan negara
Kaum pinggiran atau rakyat kecil adalah kaum yang paling merasakan imbas
dari setiap kebijakan. Dalam ideologi Seno, kaum pinggiran harus mampu bangkit
terjebak pada keterbatasan, tetapi dalam ideologi Seno, kaum terpinggirkan ini harus
seringkali menjadi korban atas setiap kebijakan yang diambil oleh para penguasa.
113
Dalam ideologi Seno, kaum pinggiran pun berhak menyuarakan aspirasinya atas
Dalam ideologi Seno, perempuan adalah tokoh utama atau tokoh sentral,
terlihat dari usaha Seno mengangkat perempuan sebagai ‘pejuang’ dalam KOK.
Perempuan dari berbagai kalangan adalah kaum yang harus mampu bangkit dari
perempuan sebagai kaum lemah yang sering menjadi korban harus mampu
menunjukkan kekuatannya untuk melawan setiap tindakan semena- mena yang sering
mereka terima
Dalam ideologi Seno, cinta adalah sesuatu yang suci dan sakral seperti yang
menuntut banyak hal seperti yang ditunjukkan Satya pada Maneka. Cinta tidak
membutuhkan pembuktian. Cinta adalah cinta yang harus diterima apa adanya dan
tanpa pertanyaan. Ketika cinta mulai dipertanyakan, maka cinta mulai kehilangan
sendiri dan kebebasan yang diharapkan harus diperjuangkan. Setiap hal yang telah
dipilih dalam kehidupan harus bisa dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Kebebasan merupakan hak asasi setiap manusia. Seno memandang orang paling
terlupakan sekalipun, seperti Satya dan Maneka, juga berhak menuntut kebebasannya.
Dalam ideologi Seno, proses belajar adalah salah satu jalan memperoleh
114
pengetahuan. Selama menjalani proses inilah seorang manusia ditempa untuk menjadi
lebih tahan uji. Apa pun hasil yang diperoleh, proses menuju hasil inilah yang paling
penting dalam keseluruhan proses belajar. Dalam ideologi Seno, ilmu pengetahuan
adalah alat untuk membawa perubahan yang baik dalam masyarakat bukan alat untuk
menguasai.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Novel KOK karya Seno ini merupakan novel yang mengangkat cerita
Ramayana sebagai dasar cerita. Cerita dalam KOK dimulai setelah Sinta berhasil
diselamatkan Hanoman dari cengkraman Rahwana. Dalam novel ini, kisah Ramayana
banyak me ngalami perubahan. Seno menambahkan tokoh utama dari kalangan rakyat
biasa, Satya dan Maneka, dalam novelnya. Rama yang dalam Ramayana dikenal
sebagai raja yang arif bijaksana menjadi raja yang haus akan kekuasaan dalam KOK.
Sebenarnya setiap cerpen, atau karya apa pun, lahir karena obsesi: sesuatu
yang terpikirkan terus menerus (Ajidarma, 2005: 45). Novel KOK merupakan hasil
dalam novel ini. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis meneliti lebih jauh
bagaimana ideoloi pengarang dalam KOK dengan melihat alur, tokoh utama, dan
penokohan tokoh utamanya. Pengarang sering menjelmakan diri sebagai tokoh dalam
alur cerita dapat dilihat perkembangan pola pikir tokoh maupun pengarang. Tokoh-
tokoh utama dalam sebuah karya sastra biasanya menjadi alat penting pengarang
lain yang berada di belakang karyanya atau yang biasa disebut sebagai pengarang
115
116
implisit. Alur, tokoh, penokohan tokoh utama dan keberadaan pengarang implisit
menjadi alat untuk mengetahui ideologi pengarang. Pengarang juga menjelma sebagai
Berdasarkan analisis alur yang telah dilakukan, KOK beralur maju. Peristiwa
tersususun urut dari awal sampai akhir cerita. Alur KOK terdiri dari bagian awal,
tengah dan akhir. Ba gian awal adalah tahap perkenalan. Bagian tengah menampilkan
konflik mulai muncul, konflik memuncak, dan klimaks. Ba gian akhir berisi peleraian.
Kuda yang dilakukan Rama. Persembahan Kuda ini meminta banyak korban serta
menghancurkan ilmu pengetahuan dan peradaban. Pada bagian tengah cerita, konflik
muncul ketika Sinta terlunta- lunta di hutan setelah diusir dari Ayodya serta awal
perselisihan antara Hanoman dan Rama. Perkenalan konflik juga terjadi saat Maneka,
seorang pelacur, yang ingin ditiduri seisi kota karena dia memiliki rajah kuda di
punggung. Maneka pun melarikan diri serta berniat mencari Walmiki untuk
Walmiki. Konflik meningkat Satya dan Maneka menemukan tujuan baru untuk
mencari Kitab Omong Kosong. Maneka bahkan diculik oleh para bandit Gurun Thar.
Klimaks terjadi saat Satya dan Maneka saling bertemu dan mereka berhasil
menemukan Kitab Omong Kosong baian pertama. Bagian akhir cerita yang berisi
peleraian dan pemecahan masalah terjadi saat Satya dan Maneka berhasil menemui
Hanoman. Keduanya juga berhasil menemui Walmiki dan mengundurkan diri dari
cerita yang ditulis Walmiki. Pada baian ini Hanoman akhirnya moksa dan Walmiki
117
mati. Satya dan Maneka berhasil menemukan seluruh bagian Kitab Omong Kosong
Berdasarkan analisis tokoh yang telah dilakukan, yang termasuk dalam tokoh
utama adalah Maneka, Satya, Hanoman, Walmiki, dan Rama. Kelima tokoh ini
menjadi tokoh utama karena intensitas kemunculannya dalam cerita serta interaksinya
dengan tokoh lain, baik langsung maupun tidak langsung. Kelima tokoh ini memiliki
porsi penceritaan yang paling besar dalam KOK. Kehadiran mereka juga berpengaruh
tiap tokoh. Maneka adalah seorang perempuan berusia 20 tahun yang menjadi pelacur
sejak kecil karena dijual oleh ayahnya. Maneka adala h perempuan yang gigih dan
pantang menyerah. Dengan penuh tekad, dia mencari Walmiki untuk mengubah
nasibnya. Akan tetapi, Maneka agak tertutup dalam menanggapi cinta lawan jenisnya.
Satya adalah seorang pemuda petani berusia 16 tahun. Satya pandai bercerita dan dia
pintar. Satya digambarkan sebagai tokoh yang tenang dalam menghadapi setiap
masalah. Dia juga memendam rasa cinta pada Maneka. Hanoman berwujud seekor
kera putih, tingginya 180 cm, dan memiliki kesaktian yang luar biasa. Hanoman
digambarkan sebagai tokoh yang setia dan mengabdi dengan penuh ketulusan.
Hanoman adalah wanara agung yang bijaksana. Walmiki adalah seorang empu
pencipta cerita Ramayana. Walmiki digambarkan sebagai seorang laki- laki tua yang
memiliki paras yang cerah dan tatapan lembut yang mampu membuat hati damai.
Walmiki adalah seorang pengembara. Dia mulai mengembara saat masih berusia 21
118
tahun dan telah 50 tahun melakukan pengembaraan. Secara fisik, Rama berwajah
tampan dengan rambut sebahu. Rama digambarkan sebagai tokoh yang lemah lembut
dan tenang. Akan tetapi, Rama kemudian berubah menjadi tokoh yang haus akan
Hasil analisis alur, tokoh utama, dan penokohan tokoh utama tersebut
digunakan sebagai dasar untuk menganalisis ideologi pengarang dalam novel KOK
karya Seno. Selanjutnya penulis meneliti pengarang implisit dalam KOK. Penelitian
untuk melihat hubungan antara pengarang nyata dengan pengarang implisit. Seno
sebagai pengarang nyata (real author) berada dalam karyanya sebagai sosok lain,
yaitu pengarang implisit (implied author). Penulis melihat bahwa Seno sebagai
dilakukan, Seno melihat kekuasaan cenderung dijadikan sebagai alat pemenuh hasrat
menguasai dan bukan untuk membuat kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Penguasa
sering terjebak pada memenuhi keinginan rakyat yang keliru atau mempertahankan
119
kebenaran, seperti yang dialami Rama. Dalam ideologi Seno, kekuasaan harus bisa
tidak berakibat buruk bagi masyarakat, seperti yang dilakukan Rama dengan
disimpulkan ideologi Seno dalam menyikapi masalah kaum pinggiran dalam KOK.
Dalam KOK, kaum pinggiran atau rakyat kecil adalah kaum yang paling merasakan
imbas dari setiap kebijakan. Rakyat kecil seringkali menjadi korban atas setiap
kebijakan yang diambil oleh para penguasa. Dalam ideologi Seno, kaum pinggiran
pun berhak menyuarakan aspirasinya atas setiap kebijakan yang dibuat oleh
cenderung dianggap tidak penting, padahal justru dari merekalah segala hal penting
berasal. Dalam ideologi Seno, kaum pinggiran harus mampu bangkit dari
terjebak pada keterbatasan, tetapi dalam ideologi Seno, kaum terpinggirkan ini harus
Perempuan dalam KOK adalah tokoh utama atau tokoh sentral, terlihat dari
usaha Seno mengangkat perempuan sebagai ‘pejuang’ dalam KOK. Perempuan dari
berbagai kalangan adalah kaum yang harus mampu melawan tindakan semena-mena
dan membangun kembali hidup mereka. Perempuan seringkali menjadi korban atas
120
setiap peristiwa, seperti yang dialami Maneka dan Sinta. Keduanya adalah korban
kehancuran. Dalam ideologi Seno, perempuan sebagai kaum le mah yang sering
Dalam ideologi Seno, cinta adalah sesuatu yang suci dan sakral seperti yang
menuntut banyak hal seperti yang ditunjukkan Satya pada Maneka. Cinta tidak
membutuhkan pembuktian. Cinta adalah cinta yang harus diterima apa adanya dan
tanpa pertanyaan. Ketika cinta mulai dipertanyakan, maka cinta mulai kehilangan
dilakukan, dapat dilihat ideologi Seno dalam menyikapi masalah kebebasan dalam
KOK. Dalam ideologi Seno, setiap manusia berhak menentukan jalan hidupnya
sendiri dan kebebasan yang diharapkan harus diperjuangkan. Setiap hal yang telah
dipilih dalam kehidupan harus bisa dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
satu jalan memperoleh pengetahuan. Selama menjalani proses inilah seorang manusia
ditempa untuk menjadi lebih tahan uji. Apa pun hasil yang diperoleh, proses menuju
hasil inilah yang paling penting dalam keseluruhan proses belajar. Dalam ideologi
Seno, ilmu pengetahuan adalah alat untuk membawa perubahan yang baik dalam
5.2 Saran
Indonesia. Novel ini sangat menarik untuk dijadikan bahan bacaan dan pembelajaran
karena isinya sarat dengan ajaran-ajaran yang menambah wawasan pembaca. Cerita-
cerita yang dituturkan dalam novel ini dikemas dengan bahasa yang indah dan
mengalir.
Novel ini mengangkat cerita Ramayana sebagai dasar cerita. Banyak novel
atau karya sastra lain yang juga mengangkat Ramayana sebagai dasar cerita. Penulis
menyadari masih banyak hal yang bisa dipelajari dalam KOK dan dapat dijadikan
sebagai bahan penelitian selanjutnya. Akan sangat baik jika dalam penelitian
dengan meneliti karya sastra lain yang juga mengangkat Ramayana sebagai dasar
cerita, lalu dibandingkan dengan KOK yang juga mengangkat Ramayana sebagai
dasar cerita. Tentunya dengan adanya banyak penelitian mengenai novel ini akan
Ajidarma, Seno Gumira. 2002. Surat Dari Palmerah, Indonesia dalam Politik
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Bandung: PT Bentang
Pustaka.
Budiman, Kris. 1994. Wacana Sastra dan Ideologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahana, Radhar Panca. 2001. Kebenaran Dan Dusta Dalam Sastra. Magelang:
Indonesia Tera.
Keraf,Gorys. 1981. Eksposisi dan Deskripsi. Flores: Nusa Indah dan Kanisius.
Lubis, Mochtar. 1997. Sastra dan Tekniknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Luxemburg, Jan Van. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko.
Jakarta: Gramedia.
122
123
______ . 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1988. Beberapa Gagasan Dalam Bidang Kritik Sastra
Indonesia Modern. Yogyakarta: Penerbit Lukman.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Flores: Nusa Indah.
Wellek, Renne dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani
Budianta. Jakarta: PT Gramedia.
Widijanto, Tjahjono. 2007. “Membongkar Mitos Wayang Kitab Omong Kosong Seno
Gumira Ajidarma”. Horison Edisi September 2007. Jakarta: PT Metro
Pos.
Internet:
Ajidarma, Seno Gumira. 1998. “Apakah Teror Sudah Dimulai: Surat Terbuka Seno
Gumira Ajidarma”.
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/04/08/0027.html.
Download Juli 2007.
124
Narendra, Yuka Dian. 2007. “Pengetahuan, Paranoia Masa Depan Dan Omong
Kosong Tentang Dunia, Membaca Kitab Omong Kosong Karya Seno
Gumira Ajidarma”. http://www.jccs-online.info/index. Download 16
Januari 2008.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/26/kampus/buku.htm. Download
Juli 2007.
Novelnya yang berjudul Galaniza diterbitkan oleh Andi Ofset. Pada Juni 2008
mendapatkan gelar Sarjana Sastra dari Universitas Sanata Dharma dengan skripsi
yang berjudul Ideologi Pengarang Dalam Novel Kitab Omong Kosong Karya
125