Oleh :
CACA HENDARTA
JNR0200005
Dispepsia merupakan gejala klinik yang sering dijumpai dalam praktis sehari-hari.
(Arini & Malik, 2019). Menurut Konsensus Roma tahun 2000,dispepsia didefinisikan
sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.
Dispepsia sepakat didefinisikan oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah
kumpulan keluhan atau ketidaknyamanan yang dirasakan di daerah abdomen bagian
atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut,
regurgitas, kembung, perut terasa penuh cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual,
muntah, dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. (Bruno, 2019)
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2
liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus.
Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiribawah
lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,
mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi
lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter
kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi
makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan
mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung. Lambung terdiri dari
empat lapisan yaitu :
f. Pola makan
Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak
sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan
yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan
persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk menunda
makan (Rani, 2011).
Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan penyebab timbulnya
dispepsia (Djojoningrat, 2009). Penelitian Khotimah pada 74 mahasiswa Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi sindrom dispepsia menyatakan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia adalah keteraturan makan dan
jeda antara waktu makan (Khotimah, 2012). Jeda antara waktu makan merupakan
penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan yang baik yaitu
berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004).
5. Patofisiologi dan pathway
a. Patofisiologi
Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain
gangguan motilitas gastroduodenal, asam lambung, hipersensitivitas
viseral,dan faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang dapat berperan adalah
genetik, gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi gastrointestinal
sebelumnya Gangguan motilitas gastroduodenal
Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan kapasitas
lambung dalam menerima makanan (impaired gastric accommodation) ,
inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan pengosongan lambung.
Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan salah satu mekanismeutama
dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan perasaan begah
setelah makan, yang dapat berupa distensi abdomen, kembung, danrasa
penuh.
Helicobacter pylori Peran infeksi
Asam lambung
b. Pathway
6. Komplikasi
Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung dan dapat
mengakibatkan kanker pada lambung (Djojoningrat, 2009). Komplikasi serius pada
nyeri ulu hati atau dispepsia sebenarnya jarang terjadi. Hanya saja, jika tidak segera
diatasi dapat menimbulkan luka pada lambung yang dalam atau melebar. Kondisi yang
akan terjadi tergantung dari berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Tapi
bisa dipastikan bahwa komplikasi bisa berakibat fatal karena penderita terancam
terkena kanker lambung. Namun penderita yang telah bertahun-tahun akan mengalami
komplikasi yaitu perdarahan, kanker lambung, muntah darah dan ulkus peptikum\
7. Pemeriksaan Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan
penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani,
juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam
batas normal.
Radiologi
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya
normal atau sangat tidak spesifik.
USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin faatkan untuk
membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien
yang beratpun dapat dimanfaatkan
Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia
fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus. Terapi
Farmakologi
Tes darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius.
Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum
namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan
8. Asuhan Keperawatan Teori
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data
fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih
di ulu hati, mual kadang- kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas
kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan
dari lambung secar tiba- tiba). (Mansjoer, 2000).
Menurut Tucker (1998), pengkajian pada klien dengan dispepsia adalah
sebagai berikut:
1) Biodata
Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
2) Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada depan
epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa kenyang
Bentuk kepala simetris, dapat digerakkan, kulit kepala bersih dan tidak rontok,
tidak ada uban dan rambut lurus.
Mata
Bentuk dan posisi simetris, tidak terdapat kotoran/ sekret. Fungsi penciuman
normal. Tidak terdapat peradangan pada mukosa dan tidak ada polip.
Telinga
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik (jika dipanggil klien
langsung memberi respon), tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak
ada peradangan dan klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Mulut dan gigi
Inspeksi : Mukosa bibir kering dan terlihat berwarna pucat, tidak ada
peradangan pada mulut, klien tidak memakai gigi palsu, ada terdapat caries,
kebersihan cukup. Fungsi pengecapan normal (klien bisa membedakan rasa
manis dan pahit).
Palpasi : Terdapat atau tidaknya nyeri tekan.
Leher
Simetris kiri dan kanan. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah
bening dan tiroid, pergerakan leher dapat bergerak ke kiri dan kanan, atas
dan bawah. Tidak terdapat massa.
Thorax (fungsi pernafasan)
B. Diagnosa Keperawatan
2. Defisit Nutrisi
3. Ansietas
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskuan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Defisit nutrisi (D.0019) b.d
Setelah dilakukan tidakan Manajemen nutrisi
ketiidakmampu an mencerna
keperawatan selama…x24 (I.03030)
makanan
jam diharapkan cairan dan Observasi
elektrolit klien seimbang
1. Identifikasi status
dengan kriteria :
mental
1. Porsi makan yang
2. Identifikasi alergi dan
dihabiskan
intoleransi aktivitas
2. Verbalisasi keinginan
3. Identifikasi makanan
untuk meningkatkan
yang disukai
nutrisi
4. Identifikasi kebutuhan
3. Nyeri abdomen
kalori dan nutrient
menurun
5. Monitor asupan
4. Frekuensi makan
makanan
meningkat
6. Monitor berat badan
5. Nafsu makan
7. Monitor hasil
meningkat
pemeriksaan
labolatorium
Terapeutik
3. Sajikan makanan
secara menarik
4. Berikan
makanantinggi serat untuk
mencegah konstipasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Monitor adanya mual
dan muntah
3. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori yang
dikonsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
Ansietas (D0080) b.d
Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314)
krisis situasional
keperawatan selama…x24
Observasi
jam
1. Identifikasi saat
diharapkan kecemasan
berubah
menurun atau dapat
2. Identifikasi kemampuan
tenang dengan criteria :
mengambil keputusan
3. Monitor tanda ansietas
Tingkat Ansietas
Terapeutik
1. Menyingkirkan
1. Ciptakan suasana
tanda kecemasan
Terapeutik untuk
2. Tidak terapat
menumbuhkan
perilaku gelisah
kepercayaan
3. Frekuensi
2. Temani klien untuk
napas menurun
mengurangi kecemasan
4. Frekuensi nadi
3. Pahami situasi yang
menurun
membuat ansietas
5. Menurunkan stimulasi
4. Dengarkan dengan
lingkungan ketika
penuh perhatian
cemas
5. Gunakan pendekatan
6. Menggunakan teknik
yangtenang dan
relaksasi
meyakinkan
untuk menurunkan
6. Motivas
cemas
mengidentifikasi
7. Konsentrasi membaik
situasi
8. Pola tidur membaik 7. Diskusikan peristiwa
yang akan dating
9. Dukungan Soisal
Edukasi
10. Bantuan
1.Jelaskan prosedur,
yang ditawarkan
termasuk sensasi yang
oleh orang lain
mungkin dialami
meningkat
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama klien
4. Latih penggunaan
mekanisme diri yang
tepat
5. Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
A. Implementasi Keperawatan
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama
yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai
dengan kondisi klien pada saat ini ( here and now). Hubungan saling percaya antara
perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan
tindakankeperawatan.
B. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien dan dilakukan terus-menerus pada respon klien.
(Muhith,2015). Evaluasi ada dua macam yaitu:
Evaluasi hasil (sumatif) : fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku
atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan yang dilakukan dengan
membandingkan respons pasien pada tujuankhusus dan umum yang telah ditetapkan.
Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna yang
bersifat objektif, fleksibel, dan efisien.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola
pikir :
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baaru.
P: Perencanaan tindakan lanjut berdasarkan hasil analisis respons klien.
DAFTAR PUSTAKA
Djojoningrat, 2014. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal . Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. InternaPublishing. Jakarta.
Dr.Mustofa, Z. 2015. Penyakit dispepsia/sakit maagh. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Klikdoker. Penyakit dyspepsia
Khotimah, 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi sindrom dispepsia . PPNI, T.P. 2018.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T.P. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T.P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI. Vernando,G. 2017. Laporan
studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Dispepsia Di Ruang Rawat Inap
Interne Pria Rsud Bukittinggi