Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DISPEPSIA

PADA NY. A DI RUANG PENYAKIT DALAM

RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Program Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Oleh :
CACA HENDARTA
JNR0200005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2020/2021
1. Definisi

Dispepsia merupakan gejala klinik yang sering dijumpai dalam praktis sehari-hari.
(Arini & Malik, 2019). Menurut Konsensus Roma tahun 2000,dispepsia didefinisikan
sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.
Dispepsia sepakat didefinisikan oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah
kumpulan keluhan atau ketidaknyamanan yang dirasakan di daerah abdomen bagian
atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut,
regurgitas, kembung, perut terasa penuh cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual,
muntah, dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. (Bruno, 2019)

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2
liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus.
Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiribawah
lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,
mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi
lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter
kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi
makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan
mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung. Lambung terdiri dari
empat lapisan yaitu :

a. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.


b. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
1. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
2. Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot
sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
3. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari
orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor
(lengkung kelenjar).
4. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe.
5. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak
kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi
makanan
Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian
anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia.
Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan
pada hampir selurus korpuslambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-
sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi
pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan
faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus
halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel
mukus (leher)ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam
hidroklorida dan pepsinogen.Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah
enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan
tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-
serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan
dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat
gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa
(meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi
aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
b. Fisiologi
a. Mencerna makanan secara mekanikal.
b. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500– 3000 mL
gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL
(hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung
masuk kedalam aliran darah.
c. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah
menjadi polipeptida
d. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.
e. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh
HCL
f. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung)
kedalam deodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam deodenum, akan
terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
3. Manifestasi Kinis

Gejala dispepsia nonspesifik harus diklarifikasi dari proses perjalanan penyakitnya,


lokasi, dan kualitas dari ketidaknyamanan, dan hubungannya dengan makanan.
Ketidaknyamanan ditandai dengan satu atau lebih gejala abdomen atas termasuk
nyeri epigastrik atau sensasi terbakar, rasa kenyang, rasa penuh setelah makan,
kembung, mual, atau muntah. Kehilangan berat badan, muntah yang persisten, nyeri
yang konstan dan berat, disfagia, hematemesis, atau melena sebaiknya diperiksa
dengan endoskopi atau radiologi abdomen. Penggunaan obat yang potensial dan
penggunaan alkohol berlebihan harus diidentifikasi jika mungkin. Alasan pasien
mencari pengobatan harus diketahui. Perubahan pada pekerjaan, pernikahan yang
tidak harmonis, kekerasan fisik dan seksual, ansietas, depresi, dan rasa takut terhadap
penyakit mungkin menyebabkan perkembangan dari gejala. Pasien dispepsia
fungsional biasa pada usia muda, melaporkan variasi dari kelainan abdomen dan
ekstra abdomen, menunjukkan tanda ansietas atau depresi atau pada penggunaan
obat-obat psikotropik.
4. Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik dan
fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan di
saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan
lain- lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor
psikologis dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu
(Abdullah dan Gunawan, 2012). Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah :
a. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan bagian
atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
b. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
c. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung terasa
penuh atau bersendawa terus.
d. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia, seperti
minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat mengiritasi
dan mengikis permukaan lambung.
e. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs(NSAID) misalnya
aspirin, Ibuprofen dan Naproven

f. Pola makan

Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak
sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan
yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan
persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk menunda
makan (Rani, 2011).
Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan penyebab timbulnya
dispepsia (Djojoningrat, 2009). Penelitian Khotimah pada 74 mahasiswa Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi sindrom dispepsia menyatakan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia adalah keteraturan makan dan
jeda antara waktu makan (Khotimah, 2012). Jeda antara waktu makan merupakan
penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan yang baik yaitu
berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004).
5. Patofisiologi dan pathway
a. Patofisiologi
Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain
gangguan motilitas gastroduodenal, asam lambung, hipersensitivitas
viseral,dan faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang dapat berperan adalah
genetik, gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi gastrointestinal
sebelumnya Gangguan motilitas gastroduodenal
 Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan kapasitas
lambung dalam menerima makanan (impaired gastric accommodation) ,
inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan pengosongan lambung.
Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan salah satu mekanismeutama
dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan perasaan begah
setelah makan, yang dapat berupa distensi abdomen, kembung, danrasa
penuh.
 Helicobacter pylori Peran infeksi

Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti


dan diterima. Kekerapan infeksi H.Pyloriterdapatsekitar 50% pada dispepsia
fungsionaldan tidak berbeda padakelompok orang sehat. Mulai
terdapatkecenderungan untukmelakukan eradikasiH.Pyloripada dispepsia
fungsional dengan H.Pyloripositif yang gagal dengan pengobatan konservatif
baku (Djojoningrat, 2009).
 Faktor psikososial

Gangguan psikososial merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan


dalam dispepsia fungsional. Derajat beratnya gangguan psikososial sejalan
dengan tingkat keparahan dispepsia. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
depresi dan ansietas berperan pada terjadinya dispepsia fungsional.

 Asam lambung

Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dispepsia fungsional.


Hal ini didasari pada efektivitas terapi anti-sekretorik asam dari beberapa
penelitian pasien dyspepsia fungsional. Data penelitian mengenai sekresi asam
lambung masih kurang, dan laporan di Asia masih controversial.

b. Pathway
6. Komplikasi
Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung dan dapat
mengakibatkan kanker pada lambung (Djojoningrat, 2009). Komplikasi serius pada
nyeri ulu hati atau dispepsia sebenarnya jarang terjadi. Hanya saja, jika tidak segera
diatasi dapat menimbulkan luka pada lambung yang dalam atau melebar. Kondisi yang
akan terjadi tergantung dari berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Tapi
bisa dipastikan bahwa komplikasi bisa berakibat fatal karena penderita terancam
terkena kanker lambung. Namun penderita yang telah bertahun-tahun akan mengalami
komplikasi yaitu perdarahan, kanker lambung, muntah darah dan ulkus peptikum\

7. Pemeriksaan Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan
penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani,
juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam
batas normal.

 Radiologi
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
 Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya
normal atau sangat tidak spesifik.
 USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin faatkan untuk
membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien
yang beratpun dapat dimanfaatkan
 Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia
fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus. Terapi
Farmakologi
 Tes darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius.
Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum
namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan
8. Asuhan Keperawatan Teori

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data
fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih
di ulu hati, mual kadang- kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas
kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan
dari lambung secar tiba- tiba). (Mansjoer, 2000).
Menurut Tucker (1998), pengkajian pada klien dengan dispepsia adalah
sebagai berikut:
1) Biodata
Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
2) Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada depan
epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa kenyang

3) Riwayat kesehatan sekarang


Menurut Djojoningrat 2014 klien dengan Dispepsia meempunyai keluhan : Nyeri
perut (abdominal discomfort) , Rasa perih di ulu hati, Nafsu makan berkurang,
Rasa lekas kenyang, Perut kembung, Rasa panas didada dan perut .

4) Riwayat Kesehatan Dahulu


Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit gastritis, Hipertensi.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit saluran
pencernaan
6) Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur, makanan yang kurang
serat dan makan makanan yang merangsang selaput mukosa lambung, berat
badan sebelum dan sesudah sakit.
7) Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah
interpersonal yang bisa menyebabkan stress.
8) Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal, hal-hal
dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan pola makan.
9) Pemeriksaan Fisik Head to toe
 Kepala dan rambut

Bentuk kepala simetris, dapat digerakkan, kulit kepala bersih dan tidak rontok,
tidak ada uban dan rambut lurus.
 Mata

Visus/ ketajaman penglihatan tidak terkaji, sklera tidak ikterik. Konjungtiva


tidak anemis,posisi bola mata simetris dan penglihatan normal, tidak
menggunakan alat bantu.
 Hidung

Bentuk dan posisi simetris, tidak terdapat kotoran/ sekret. Fungsi penciuman
normal. Tidak terdapat peradangan pada mukosa dan tidak ada polip.
 Telinga
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik (jika dipanggil klien
langsung memberi respon), tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak
ada peradangan dan klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
 Mulut dan gigi
Inspeksi : Mukosa bibir kering dan terlihat berwarna pucat, tidak ada
peradangan pada mulut, klien tidak memakai gigi palsu, ada terdapat caries,
kebersihan cukup. Fungsi pengecapan normal (klien bisa membedakan rasa
manis dan pahit).
Palpasi : Terdapat atau tidaknya nyeri tekan.

 Leher
Simetris kiri dan kanan. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah

bening dan tiroid, pergerakan leher dapat bergerak ke kiri dan kanan, atas
dan bawah. Tidak terdapat massa.
 Thorax (fungsi pernafasan)

Inspeksi: Pergerakan dada normal, tidak menggunakan alat bantu dalam


bernapas.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi: Bunyi normal (sonor).
Auskultasi: Tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
 Abdomen
Inspeksi: Bentuk simetris dan tidak ada lesi
Auskultasi: Bising usus 5 kali/menit
Palpasi: Tidak benjolan, ada nyeri tekan
Perkusi: Tympani
 Genitalia
Apakah ada kelainan dan gangguan pada genitalia.

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), yaitu :


1. Nyeri akut

2. Defisit Nutrisi

3. Ansietas

C. Rencana Asuhan keperawatan


No Standar Diagnosis Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan
(SDKI) (SLKI) Indonesia
(SIKI)
Nyeri akut (D0077) b.d
Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
agen pencedera fisiologis
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam diharapkan nyeri pada
1. Identifikasi lokasi,
pasien berkurang dengan
karakteristik, durasi,
kriteria hasil : Tingkat Nyeri
frekuensi, kualitas,
1. Nyeri berkurang dengan
intsnsitas nyeri
skala 2
2. Identifikasi skala nyeri
2. Pasien tidak mengeluh
3. Identifikasi respon nyeri
nyeri
nonverbal
3. Pasien tampak tenang
4. Identifikasi faktor yang
4. Pasien dapat tdur dengan
memperingaan dan
tenang
memperberat nyeri
5. Frekuensi nadi dalam batas
5. Identifikasi pengetahuan
normal (60- 100x/menit)
dan keyakinan
6. Tekanan darah dalam
tentang nyeri
batas normal (90/60 6. Identifikasi
mmHg-120/80 mmHg) budaya terhadap
7. RR dalam batas normal (16 respon nyeri
-20x/menit) 7. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
Kontrol Nyeri pasien
1. Melaporkan bahwa nyeri 8. Monitor efek samping
berkurang dengan
penggunaan analgetik
menggunakan manajemen
9. Monitor keberhasilan
nyeri
terapi komplementer
2. Mampu meneganali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
Terapeutik
dan tanda nyeri)
1. Fasilitasi istirahat tidur

Status Kenyamanan 2. Kontrol lingkungan yang


memperberat nyeri (misal:
1. Menyatakan rasa nyaman
suhu ruangan,
setelah nyeri berkurang
pencahayaan dan
kebisingan)
3. Beri teknik non farmakologi
untuk meredakan nyeri)
aromaterapi, terapi
pijat,hypnosis,biofeedback,
teknik imajinasi terbimbing,
teknik tarik nafas dalam
dan kompres
hangat/dingin)
Edukasi

1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskuan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Defisit nutrisi (D.0019) b.d
Setelah dilakukan tidakan Manajemen nutrisi
ketiidakmampu an mencerna
keperawatan selama…x24 (I.03030)
makanan
jam diharapkan cairan dan Observasi
elektrolit klien seimbang
1. Identifikasi status
dengan kriteria :
mental
1. Porsi makan yang
2. Identifikasi alergi dan
dihabiskan
intoleransi aktivitas
2. Verbalisasi keinginan
3. Identifikasi makanan
untuk meningkatkan
yang disukai
nutrisi
4. Identifikasi kebutuhan
3. Nyeri abdomen
kalori dan nutrient
menurun
5. Monitor asupan
4. Frekuensi makan
makanan
meningkat
6. Monitor berat badan
5. Nafsu makan
7. Monitor hasil
meningkat
pemeriksaan
labolatorium
Terapeutik

1. Lakukan oral hygine


sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi pedoman diet

3. Sajikan makanan
secara menarik
4. Berikan
makanantinggi serat untuk
mencegah konstipasi

5. Berikan makanan tinggi


kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan mpemberian
makanan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat di toleransi
Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk


jika mampu
2. Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Monitor adanya mual
dan muntah
3. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori yang
dikonsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
Ansietas (D0080) b.d
Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314)
krisis situasional
keperawatan selama…x24
Observasi
jam
1. Identifikasi saat
diharapkan kecemasan
berubah
menurun atau dapat
2. Identifikasi kemampuan
tenang dengan criteria :
mengambil keputusan
3. Monitor tanda ansietas
Tingkat Ansietas
Terapeutik
1. Menyingkirkan
1. Ciptakan suasana
tanda kecemasan
Terapeutik untuk
2. Tidak terapat
menumbuhkan
perilaku gelisah
kepercayaan
3. Frekuensi
2. Temani klien untuk
napas menurun
mengurangi kecemasan
4. Frekuensi nadi
3. Pahami situasi yang
menurun
membuat ansietas
5. Menurunkan stimulasi
4. Dengarkan dengan
lingkungan ketika
penuh perhatian
cemas
5. Gunakan pendekatan
6. Menggunakan teknik
yangtenang dan
relaksasi
meyakinkan
untuk menurunkan
6. Motivas
cemas
mengidentifikasi
7. Konsentrasi membaik
situasi
8. Pola tidur membaik 7. Diskusikan peristiwa
yang akan dating
9. Dukungan Soisal
Edukasi
10. Bantuan
1.Jelaskan prosedur,
yang ditawarkan
termasuk sensasi yang
oleh orang lain
mungkin dialami
meningkat
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama klien
4. Latih penggunaan
mekanisme diri yang
tepat
5. Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian

obat ansietas, jika perlu

A. Implementasi Keperawatan
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama
yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai
dengan kondisi klien pada saat ini ( here and now). Hubungan saling percaya antara
perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan
tindakankeperawatan.
B. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien dan dilakukan terus-menerus pada respon klien.
(Muhith,2015). Evaluasi ada dua macam yaitu:

1. Evaluasi proses (formatif) : dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan


diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut dan
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan.

Evaluasi hasil (sumatif) : fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku
atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan yang dilakukan dengan
membandingkan respons pasien pada tujuankhusus dan umum yang telah ditetapkan.
Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna yang
bersifat objektif, fleksibel, dan efisien.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola
pikir :
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baaru.
P: Perencanaan tindakan lanjut berdasarkan hasil analisis respons klien.
DAFTAR PUSTAKA

Djojoningrat, 2014. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal . Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. InternaPublishing. Jakarta.
Dr.Mustofa, Z. 2015. Penyakit dispepsia/sakit maagh. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Klikdoker. Penyakit dyspepsia
Khotimah, 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi sindrom dispepsia . PPNI, T.P. 2018.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T.P. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T.P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI. Vernando,G. 2017. Laporan
studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Dispepsia Di Ruang Rawat Inap
Interne Pria Rsud Bukittinggi

Anda mungkin juga menyukai