Anda di halaman 1dari 16

Referat

TIROTOKSIKOSIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/KSM IPD
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :

Cut Mulya Mutia,


S.Ked
NIM : 150611004

Preseptor :
dr. Suhaemi, Sp. PD, FINASIM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulispanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Penyakit Graves” sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih banyak
kepada dr. Yenni Sulisma, Sp. PD sebagai pembimbing yang telah meluangkan
waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di bagian/KSM
Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan laporan
kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak.

Lhokseumawe, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3


2.1 Anatomi.........................................................................................................3
2.2 Definisi...........................................................................................................3
2.3 Epidemiologi..................................................................................................4
2.4 Etiologi...........................................................................................................4
2.5 Patogenesis dan patofisiologi.........................................................................4
2.6 Manifestasi Klinis...........................................................................................5
2.7 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang..................................................................6
2.8 Diagnosis........................................................................................................7
2.9 Tatalaksana....................................................................................................9
2.10 Komplikasi..................................................................................................10

BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB 1
PENDAHULUA
N

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi


hormon tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif (Kemenkes
RI, 2018). Kondisi ini menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental
maupun fisik seseorang. Hipertiroid ditandai dengan jumlah T4 dan T3 yang
berlebihan karena hiperaktivitas kelenjar tiroid. Salah satu penyakit hipertiroid
adalah Penyakit Graves (Syuhada and Rafie, R. 2015).
Penyakit Graves awalnya dijelaskan oleh dokter irlandia, Robert James
Graves tahun 1835, yaitu suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan
hipertiroidisme (produksi berlebihan dari kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam
sirkulasi darah, yang terdiri dari gejala gondok, palpitasi (takikardi) dan
eksoftalmus. Penyakit Graves lazim juga disebut penyakit Basedow. Struma
adalah istilah lain untuk pembesaran kelenjar gondok. Gondok atau goiter adalah
suatu pembengkakan atau pembesaran kelanjar tiroid yang abnormal yang
penyebabnya bisa bermacam-macam (Campi, I. and Salvi, M. 2018).
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit hipertiroid yang paling sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering
ditemukan pada wanita dari pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang
paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus),
tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/hipertiroidisme) dan sering disertai
oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti.
Namun demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan
dalam mekanisme yang belum diketahui secara pasti meningkatnya risiko
menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves
dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya
antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone Receptor
Antibody / TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.

1
2

Pasien yang menderita penyakit graves apabila tidak diobati akan beresiko
menurunnya kualitas hidup dan menimbulkan komplikasi salah satunya berupa
eksoftalmus. Oleh karena itu, diperlukan terapi untuk mengontrol kadar hormon
tiroid pada batasan normal, salah satunya dengan obat antitiroid. Pada pengelolaan
penyakit hipertiroid dikenal 3 modalitas terapi yaitu obat anti tiroid, yodium
radioaktif dan tiroidektomi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Kelenjar ini terletak di leher depan, berbentuk seperti huruh H, terdiri dari
2 lobus dan dihubungkan oleh istmus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Berada
setinggi VC5-VT1 (Paulsen, F. and Waschke, J. 2012).

Kelenjar tiroid tersusun atas dua macam sel sekretorik, yaitu:


a. Sel Folikel
Sel ini mensekresikan hormon tri-iodothyronin dan tetra-iodothyronin
(thyroxin).
b. Sel Parafolikuler (Sel C)
Sel ini mensekresikan hormon thyrocalcitonin yang membantu deposisi
garam- garam calcium pada tulang dan jaringan-jaringan lain. Efek ini
berlawanan dengan efek dari glandula parathyroidea.

Gambar Kelenjar Thyroid

2.2 Definisi
Penyakit Graves adalah salah satu jenis gangguan pada sistem kekebalan
tubuh yang menjadi penyebab umum hipertiroidisme atau produksi hormon tiroid
berlebih. Pada penderita Graves, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya
melindungi tubuh malah menyerang kelenjar tiroid (autoimun). Hal ini membuat
kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah yang lebih banyak dari
yang dibutuhkan tubuh (Putri, N. H. 2019).

3
4

2.3 Epidemiologi
Penyakit Grave menyumbang antara 60% sampai 80% dari pasien dengan
hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara usia 40 sampai 60 tahun.
Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa. Sampai saat ini belum ada didapatkan
angka yang pasti insidensi dan prevalensi penyakit Graves’ di Indonesia (Srikandi,
N. M. P. S. and Wayan, S. I. 2020).

2.4 Etiologi
Penyakit graves merupakan suatu penyakit autoimun yaitu saat tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu
sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih
belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang
mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan
sekresi hormon. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan
oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan (Anwar, R. 2005).

2.5 Patogenesis dan patofisiologi


Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap
antigen yang berada di dalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang
limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang
disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH di dalam membran sel tiroid
sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan
TSH-R antibody. Adanya antibodi di dalam sirkulasi darah mempunyai korelasi
yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas
merupakan faktor
penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati.
Terjadinya oftalmopati graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells)
dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang
berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata
dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan
inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan
otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia
Dermopati graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi
sitokin di dalam jaringan fibroblast di daerah pretibial yang akan menyebabkan
terjadinya akumulasi glikosaminoglikans.

2.6 Manifestasi Klinis


Gambaran klinik klasik dari penyakit graves adalah struma difusa,
oftalmopati, dan dermopati. Gejala lain yang mengiringi penyakit Graves,
diantaranya (Arthur, C. G. and John, E. H. 2011):
1) Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya peningkatan
metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan asupan makanan
yang lebih banyak untuk megimbanginya.
2) Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon tiroid
membuat tubuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik yang ada di
dalam otot untuk membentuk glukosa melalui proses glukoneogenesis.
Karena diambil dari otot, maka pemakaian senyawa glukogenik secara
terus- menerus dapat mengurangi massa otot sehingga berat badan pun bisa
mengalami penurunan
3) Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon tiroid dapat
merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan hormon-hormon yang
dibentuk medulla suprarenal, yaitu epinephrin dan norepinephrin. Kedua
hormon tersebut dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dengan cara
menstimulasi α dan β reseptor, terutama β reseptor yang berada di membran
plasma otot jantung
4) Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi getah
pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga hipertiroidisme
seringkali menyebabkan diare
Perubahan pada mata (oftalmopati Graves), menurut the American
Thyroid Association dapat dinilai menggunakan suatu metode yang dinamakan
NO SPECS (Farida, S. and Sakti, P. T. 2016):
0 = No signs or symptom
1 = Only signs (lid retraction or lag)
2 = Soft tissue involvement (periorbital edema)
3 = Proptosis (>22 mm)
4 = Extraocular muscle involvement (diplopia)
5 = Corneal involvement
6 = Sight loss
2.7 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan penyakit
graves, yaitu (Farida, S. and Sakti, P. T. 2016):
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perhatikan beberapa komponen berikut:
– Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, atau ismus
– Ukuran: besar/kecil, permukaan rata/noduler
– Jumlah: uninodusa atau multinodusa
– Bentuk: apakah difus (leher terlihat bengkak) atau berupa noduler lokal
– Gerakan: pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak
– Pulsasi: bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan
b. Palpasi
Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi:
– Perluasan dan tepi
– Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba
trakea dan kelenjarnya
– Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
– Limfonodi dan jaringan
sekitarnya Auskultasi
Bruit sound pada ujung bawah kelenjar tiroid.
Pemeriksaan khusus pada mata (Anwar, R 2005):
Test Cara pemeriksaan mata dan tanda hipertiroid
Joffroy Sign Tidak bisa mengangkat alis dan mengerutkan dahi
Von Stelwag Mata jarang berkedip
Von Grave Melihat kebawah, palpebral superior tidak dapat mengikuti bulbus okuli
sehingga antara palpebral superior dan cornea terlihat sklera bagian atas
Rosenbach Sign Memejam mata, tremor dari palpebra ketika mata tertutup
Moebius Sign Mengarahkan jari telunjuk mendekati mata pasien di medial, pasien sukar
mengadakan dan mempertahankan konvergensi
Exopthalmus Mata kelihatan menonjol keluar

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (Wirawati, I. A. P. 2017):
- FT4 meningkat, nilai normal: 0,82-1,51 ng/dL.
- TSH serum menurun, nilai normal: 0,27-4,20 mIU/L
b. Pemeriksaan penunjang lainnya untuk konfirmasi kelainan anatomis tiroid
dan etiologi: USG tiroid.
2.8 Diagnosis
a. Gejala Klinis: Indeks new castle dan wayne (berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik (Hayati, Z. et al. 2013).
b. Pemeriksaan fisik: Struma difus, tanda khas tirotoksikosis seperti oftalmopati
(eksoftalmus), dermopati (localized mixedema), acropachy. Gejala lain
seperti tekanan darah meningkat, takikardi, aritmia, tremor.
c. Laboratrium: FT4 dan TSHs.
d. Pemeriksaan penunjang lainnya: USG tiroid.
Tabel: Indeks Wayne
Gejala yang baru
Tidak
No ditemukan Nilai No Tanda Ada
ada
dan/bertambah berat
1. Sesak saat bekerja +1 1. Tiroid teraba +3 -3
2. Berdebar +2 2. Bising tiroid +2 -2
3. Kelelahan +2 3. Eksoftalmus +2 -
4. Suka udara panas -3 4. Kelopak mata +1 -
tertinggal
5. Suka udara dingin +3 5. Hiperkinetik +4 -2
6. Keringat berlebihan +3 6. Tremor halus +1 -
7. Gugup +2 7. Tangan panas +2 -2
8. Nafsu makan naik +3 8. Tangan basah +1 -1
9. Nafsu makan turun -3 9. Fibrilasi atrium +4 -
10. Berat badan naik -3 10. Nadi teratur
11. Berat badan turun +3 11. <80x/menit - -3
80-90x/menit - -
>90x/menit +3 -
Hipertiroid jika indeks Wayne ≥20

Tabel: Indeks New Castle


Tidak Tidak
No Tanda Ada No Tanda Ada
ada ada
1. Usia onset 15-24 7. Bruit tiroid Ada +18
25-34 Aberant 0
35-44
45-54
>55
2. Predisposisi Ada -3 8. Eksoftalmus Ada +9
psikologi Aberant 0 Aberant 0
3. Sering Ada -3 9. Lit retraksi Ada +2
memeriksa diri Aberant 0 Aberant 0
4. Ansietas Ada -3 10. Tremor halus Ada +7
Antisipasi berat Aberant 0 Aberant 0
5. Peningkatan Ada +5 11. Nadi Permenit >90 +16
nafsu makan Aberant 0 80-90 +8
<80 0
6. Goiter Ada +3 12.
Aberant 0
Hipertiroid jika indeks new castle 40-80
2.9 Tatalaksana
Penyakit Graves sering disebut sebagai “Remiting and Relapsing
Disease”karena sering sembuh dan kambuh ketika pengobatan dengan OAT
dihentikan. Sampai saat ini belum ada cara pengobatan yang terbaik, pilihannya
tergantung kepada pengalaman dokter dan kondisi pasien serta fasilitas yang
tersedia (PERKENI, 2017). Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan
yang dapat dilakukan pada penyakit Graves, yaitu: Obat anti tiroid, terapi yodium
radioaktif dan pembedahan (Sukrisman, L. et al. 2019).
a. Obat anti Tiroid (OAT)
OAT diberikan dengan dosis tinggi di awal sampai tercapai kondisi eutiroid,
dosis dikurangi hingga tercapai dosis kecil yang efektif hingga tercapai remisi.
Dosis awal pemberian PTU adalah 300-600 mg/hari maksimal 2000 mg/hari.
Dosis awal Metimazol dan Tiamazol adalah 20-40 mg/hari.
Pemberian OAT untuk penyakit graves sampai tercapai secara klinis eutiroid
dan dipertahankan selama 12-24 bulan sampai tercapai kondisi remisi. Relaps
biasa terjadi dalam 3-6 bulan setelah obat dihentikan. Apabila terjadi relaps, dapat
dipertimbangkan untuk diberikan OAT kembali, terapi bedah ataupun terapi
radioiodin.
b. Terapi yodium radioaktif
Radioiodin menggunakan yodium radioaktif untuk menghancurkan sel-sel
tiroid secara progresif. Radioiodin dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini
pertama maupun terapi lini kedua pada pasien yang mengalami relaps setelah
pengobatan OAT. Modalitas ini dikontraindikasikan pada ibu hamil dan
menyusui.
c. Pembedahan/tiroidektomi
Tindakan bedah dapat dipertimbangkan pada pasien yang sudah menjalani
pengobatan dengan oaT namun mengalami relaps. Tiroidektomi subtotal
merupakan terapi pilihan pada struma yang besar. Sebelum operasi, penderita
dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya
selama 6 minggu). Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada
pasein dengan oftalmopati Graves yang progresif dan berat.
2.10 Komplikasi
Krisis Tirotoksikosis ("thyroid strom") adalah eksaserbasi akut semua
gejala tirotoksikosis, sering terjadi sebagai suatu sindroma yang demikian berat
sehingga dapat menyebabkan kematian. Kadang-kadang krisis tiroid dapat ringan
dan nampak hanya sebagai reaksi febris yang tidak bisa dijelaskan (Yati, N. P. et
al. 2017).
 Manifestasi klinis
- Riwayat tirotoksikosis sebelumnya
- Gejala umum: hiperpireksia, banyak keringat, penurunan berat,distres napas,
mudah lelah, lemah.
- Gejala saluran cerna: mual, muntah,diare, nyeri perut, ikterus.
- Gejala kardiovaskuler: aritmia, takikardi, hipertensi bisa berakhir dengan
hipotensi, syok, dan gagal jantung.
- Gejala neurologis: agitasi, hiper-refleksi, tremor, kejang sampai koma
- Tanda tirotoksikosis: exophthalmus dan goiter
- Faktor pencetus: sepsis, pembedahan, anestesi, terapi iodium radioaktif, obat
(pseudoefedrin, salisilat, kemoterapi), pemberian hormon tiroid berlebihan,
penghentian terapi antitiroid, ketoasidosis diabetik, trauma langsung terhadap
kelenjar tiroid.
 Pemeriksaan laboratorium:
- Peningkatan T3, T4, FT4, kadar TSH menurun.
- Lekositosis dengan shift to the left.
- Tes fungsi hati menunjukkan kelainan yang tidak khas: peningkatan alanine
aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), alkaline
phosphatase, dan serum bilirubin.
 Pemeriksaan penunjang lain (sesuai indikasi):
- Radiografi toraks : untuk mendeteksi edema paru dan pembesaran
jantung (gagal jantung) dan juga adanya infeksi paru.
- EKG: untuk memonitor aritmia fibrilasi atrial dan takikardi
Ventricular
Tabel Skoring untuk mendiagnosis krisis tiroid
Kriteria Skor Kriteria SKOR
Gangguan Gangguan gastro-hepato
termoregulasi Manifestasi
Suhu (°C) • Tidakditemukan 0
5 •Sedang (diare, nyeri perut
• 37 – 37,7 10
10 mual/muntah)
• 37,8 – 38,2
15 • Berat (jaundice) 20
•38,3 – 38,8
• 38,9 – 39,3 20
• 39,4 – 39,9 25
• ≥40 30
Kardiovaskular Gangguan sistem saraf pusat
Takikardi Manifestasi
(x/menit) 5 • Tidak ditemukan
• 100 – 109 10 • Ringan (agitasi) 0
• 110 – 119 15 •Sedang(delirium,psikosis,ekstrim 10
• 120 – 129 20 letargi) 20
• 130 – 139 25 • Berat (kejang, koma)
30
• ≥140
Atrial fibrilasi 0
• Tidakditemukan
10
• Ditemukan
Gagal jantung
kongestif
• Tidak ditemukan 0
• Ringan 5
• Sedang 10
• Berat 20
Faktor Pencetus Total skor
Status • > 45 Krisis tiroid
• Positif 0 • 25-44 Impending storm
• Negatif • < 25 Bukan krisis
10
BAB 3
KESIMPULA
N

1. Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon

tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini

menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik

seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis. Hipertiroid ditandai dengan

jumlah T4 dan T3 yang berlebihan karena hiperaktivitas kelenjar tiroid. Salah

satu penyakit hipertiroid adalah Penyakit Graves

2. Gambaran klinik klasik dari penyakit graves adalah struma difusa,

oftalmopati, dan dermopati.

3. Penegakan diagnosis hipertiroid dapat menggunakan pemeriksaan kadar FT4,

TSH dan pemeriksaan USG

4. Ada tiga jenis pengobatan yang dapat dilakukan pada penyakit Graves, yaitu:

Obat anti tiroid, pembedahan dan terapi yodium radioaktif


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R. (2005) Fungsi dan kelainan kelenjar tiroid. Universitas Padjadjaran.

Arthur, C. G. and John E, H. (2011) Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. 12th edn. Jakarta: saunders Elsavier.

Campi, I. and Salvi, M. (2018) Graves Disease. 2nd edn, Encyclopedia of


Endocrine Diseases, 2nd Edition. 2nd edn. Elsevier Inc. doi:
10.1016/B978-0-12-801238-3.98495-2.

Farida, S. and Sakti, P. T. (2016) ‘Oftalmopati pada Penyakit Graves’, Jurnal


Kedokteran, 5(3), pp. 27–30.

Hayati, Z. et al. (2013) ‘Tim Pelaksana Skills Lab’, in Andalas, F. U. (ed.).


Padang: Universitas Andalas.

Kemenkes RI, (2018) Mengenal Hipertiroid, Kemenkes RI. Available at:


http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-diabetes-
melitus/page/13/mengenal-hipertiroid.

Paulsen, F. and Waschke, J. (2012) Sobotta, Atlas Anatomi Manusia. 23rd edn.
Jakarta: EGC

PERKENI, (2017) Pedoman Pengelolaan Penyakit Hipertiroid. Jakarta:

PERKENI. Putri, N. H. (2019) Penyakit Graves,

Sehatq.com. Available at:


https://www.sehatq.com/penyakit/penyakit-graves.

Srikandi, N. M. P. S. and Wayan, S. I. (2020) ‘Hipertiroidismee Graves Disease’,


Jurnal Kedokteran Raflesia, 6(1), pp. 30–35.

Sukrisman, L. et al. (2019) Indonesian Doctor’s Compendium. Jakarta: Primer


Koperasi IDI.

Syuhada and Rafie, R. (2015) ‘Korelasi Kadar Tiroksin (T4), Triiodotironin (T3)
dan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) Serum dengan Kadar
Kolesterol Total pada Pasien Hipertiroid Di Rsud Dr . H . Abdul
Moeloek Provinsi Lampung’, Jurnal Medika Malahayati, 2(4), pp. 200–
206.

Wirawati, I. A. P. (2017) Pemeriksaan Tiroid. Universitas Udayana.

Yati, N. P. et al. (2017) Diagnosis dan Tata Laksana Hipertiroid. 1st edn. Edited
by IDAI. Jakarta: IDAI.

Anda mungkin juga menyukai