Anda di halaman 1dari 32

Referat

ALAT BANTU DENGAR

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu Kesehatan THT KL
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara

Oleh:
Cut Mulya Mutia, S.Ked
NIM: 150611004

Preseptor :
Dr. dr. Indra Zachraeni, Sp.THT-KL (K), FISCM

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN THT-KL RUMAH SAKIT UMUM CUT


MEUTIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan

hidayahnya sehingga dapat menyelasaikan tugas ini dengan baik dan lancar. Shalawat

dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta

keluarga dan para sahabat-Nya hingga akhir zaman.

Penyusunan referat tentang “Alat Bantu Dengar” ini merupakan persyaratan

penilaian selama mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan

THT-KL RSU Cut Meutia Aceh Utara dan juga untuk menambah ilmu pengetahuan

saya selaku penulis tentunya.

Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Dr. dr. Indra Zachraeni, Sp.THT-KL(K) selaku pembimbing

dalam penulisan sari pustaka ini yang telah membimbing saya dengan tulus ikhlas

dengan segenap keilmuannya selama mengikuti KKS di bagian Ilmu Kesehatan THT-

KL RSU Cut Meutia. Dan rasa terima kasih saya kepada seluruh staf RSU Cut Meutia

yang telah mendukung kami dalam menjalani kepaniteraan klinik senior ini.

Penulis menyadari sepenuhnya didalam penulisan referat ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya penulis sangat berharap

kritik dan saran yang membangun. Semoga refarat ini dapat berguna dan bermanfaat

bagi semua pihak.


Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2
2.1 Anatomi Telinga..........................................................................
2.2 Fisiologi Telinga..........................................................................
2.3 Gangguan Pendengaran.............................................................
2.3.1 Derajat gangguan gendegaran.............................................
2.4 Alat Bantu Dengar......................................................................
2.4.1 Klasifikasi alat bantu dengar...............................................
BAB 3. KESIMPULAN.................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 32
BAB 1
PENDAHULUAN

Gangguan pendengaran dibedakan menjadi tuli sebagian (hearing impaired)

dan tuli total (deaf child). Tuli sebagian adalah keadaan fungsi pendengaran

berkurang namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi. Sedangkan tuli

total adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian terganggunya sehingga

tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat perkerasan bunyi. 1 Di USA sekitar

12.000 bayi baru lahir dengan gangguan pendengaran ditemukan setiap tahunnya

menurut The National Institute On Deafness and Other Communication Disorders.

Didapatkan juga sekitar 4000 – 6000 bayi dan anak dibawah usia 3 tahun yang telah

melewati tes skrinning, mendapatkan late onset hearing loss, sehingga sekitar 16.000-

18.000 bayi dan anak diidentifikasi menderita gangguan pendengaran setiap tahunnya

yang akan menyebabkan gangguan pendengaran sebagai cacat lahir yang paling

sering ditemukan.2 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jika gangguan

pendengaran, pada semua tingkat tidak berhasil didiagnosis dan ditangani dengan

baik, maka akan dapat berakibat buruk pada kemampuan bicara, bahasa, akademik,

emosional dan perkembangan psikososial anak tersebut.2

Gangguan pendengaran lazimnya diklasifikasikan menurut sifat dari gangguan

transmisi suara. Gangguan konduktif terjadi karena adanya masalah dengan transmisi

energi mekanik menuju koklea yang melibatkan struktur telinga luar dan telinga

tengah. Gangguan sensori terjadi karena adanya gangguan pada proses transduksi
energi hidrolik ke energi elektrik yang melibatkan koklea. Sedangkan gangguan

pendengaran neural terjadi karena gangguan transmisi sinyal elektrik menuju otak,

yang melibatkan nervus kranial dan Central Auditory Nervous System.3

Pemasangan Alat Bantu Dengar (ABD) merupakan upaya pertama dalam

habilitasi pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi wicara atau terapi

audio verbal. Proses habilitasi pasien tunarungu membutuhkan kerjasama dari

beberapa disiplin, antara lain dokter spesialis THT, audiologist, ahli madya audiologi,

ahli terapi wicara, psikolog anak, guru khusus untuk tunarungu dan keluarga

penderita. 4,5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga adalah alat penerima gelombang suara atau gelombang udara

kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi impuls listrik dan diteruskan ke

korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga merupakan organ

pendengaran dan keseimbangan. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan

gelombang bunyi ke otak dimana bunyi tersebut akan dianalisa dan diinterpretasikan.

Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:1

Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan

dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani.

Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat

ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan

jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan

gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.1,2


Gambar 1. Potongan frontal telinga Gambar 2. Pembagian telinga 1

Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular.

Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius

eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus

panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago

dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang

dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani.

Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang

mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri

telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen

nampaknya mempunyai sifat anti bakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.1,2,3
Telinga Tengah

Telinga tengah tersusun atas membran timpani di sebelah lateral dan kapsul

otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua membrana timpani

terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga,

Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan

translusen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi

osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring

berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. 1,2

Gambar 3. Membran Timpani 2

Gambar 4. Tulang-tulang Pendengaran, Kanal semisirkularis, dan Potongan Koklea 2


Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus

stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen yang

membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial

telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian

dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.

Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh

membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau

struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah

mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke

telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm panjangnya sekitar 35 mm,

menghubungkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup namun

dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver valsalva atau

menguap/menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan

menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer. 1,2

Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk

pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial

VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan

bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun

tulang labirin. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral terletak
membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang

berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini distimulasi oleh

perubahan kecepatan arah dan gerakan seseorang.

Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan

dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,

dinamakan organ corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya,

labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang

berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus

koklearis. 1,2

Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis

semisirkularis, duktus koklearis, dan organ corti. Labirin membranosa memegang

cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara

perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam banyak kelainan telinga dalam terjadi

bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam

cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merangsang sel-sel rambut labirin

membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang

vestibular nervus kranialis VIII ke otak. 1,3

Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut

utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak

oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis

yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus

kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius

internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus

membawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak. 1,5

Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting.

Jendela oval dibatasi oleh anulare fleksibel dari stapes dan membran yang sangat

lentur, memungkinkan gerakan penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi,

getaran stapes menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada

sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh membran

timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi

gelombang suara. Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang

jendela oval dulu, dan terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela

bulat. Namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani

yang cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela

oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat

gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel

rambut pada organ corti, akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran. 1,4
Gambar 5. Organ Corti 1

Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikulus telinga

tengah yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam

labirin di telinga dalam. Gelombang cairan ini akan mengakibatkan gerakan

membrana basilaris yang akan merangsang sel-sel rambut organ corti, dan koklea

yang bergerak seperti gelombang. Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik

yang akan merangsang berbagai daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls

saraf yang telah dikode dan kemudian dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak,

dan kemudian diubah menjadi pesan bunyi.6

Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui

telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang

dihantarkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi

tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien, namun

adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan
memutuskan konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio tekanan

suara dan kehilangan pendengaran konduktif. 1,2,3,6

2.2 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.

Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah

melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui

daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani

dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke

stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimf pada skala vestibuli

bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimf,

sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran

tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan

ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel

rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 1,2

2.3 Gangguan Pendengaran

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,

sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf, yang terbagi atas tuli
koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan

telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa

aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.(1,2)

Antara inkus dan maleus berjalan cabang nervus facialis yang disebut korda

timpan. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani

terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam terdapat alat

keseimbangan dan alat pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis,

sehingga saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli saraf. Setelah pemakaian obat

ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli

saraf dan gangguan keseimbangan.1

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural deafness) serta tuli

campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara,

disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Pada tuli

saraf (perseptif, sensorineural) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus

VII atau di pusat pendengaran sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli

konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya tumor

nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).

Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan. Suara yang didengar dapat

dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising. Bunyi (frekuensi 20 Hz - 18.000 Hz)

merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh telinga normal. Nada

murni (pure tone), hanya satu frekueni, misalnya dari garpu tala, piano.
Bising (noise) disebabkan antara lain: Narrow Band (NB), terdiri atas beberapa

frekuensi, spektrumnya terbatas dan White Nose (WN), yang terdiri dari banyak

frekuensi.1

2.3.1 Derajat Gangguan Pendengaran / Ketulian Menurut ISO 1

Derajat Pendengaran Kehilangan Pendengaran


Normal 0-25 dB
Ringan 26 – 40 dB
Sedang 41 – 55 dB
Sedang Berat 56 – 70 dB
Berat 71 – 90 dB
Sangat berat >90 dB

2.4 Alat Bantu Dengar

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan

baterai, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa

berjalan dengan lancar.6

Alat bantu dengar terdiri dari: 

 Microphone, bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah

sinyal suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke amplifier.

 Amplifier, berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi

listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver.

 Receiver atau loudspeaker, mengubah energi listrik yang telah diperbesar

amplifier menjadi energi bunyi kembali dan meneruskannya ke liang telinga.

 Baterai, sebagai sumber tenaga. 7,8


Gambar 6. Komponen Alat Bantu Dengar 8

Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan

apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum. Alat bantu dengar

sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita

penurunan fungsi pendengaran sensorineural. 

Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan

mempertimbangkan hal-hal berikut: 8,9

- Kemampuan mendengar penderita 

- Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja 

- Keterbatasan fisik 

- Keadaan medis 

- Penampilan 

- Harga.
Pemrosesan Suara Pada Alat Bantu Dengar

Saat ini sebagian besar alat bantu dengar sudah memakai teknologi digital,

artinya sinyal suara yang ditangkap oleh mikrofon dirubah (konversi) menjadi kode-

kode digital, yang kemudian diproses menggunakan perhitungan matematis.

Pemrosesan suara secara digital memungkinkan untuk melakukan “teknik

memanipulasi sinyal” contohnya: memisahkan sinyal suara percakapan dengan sinyal

bising. Sebagian besar alat bantu dengar saat ini memiliki kemampuan (dalam

memproses) lebih baik dibanding komputer desktop, tidak seperti alat bantu dengar

yang ada di beberapa tahun lalu yang tidak lebih dari sekedar amplifier. 8

Algoritma yang kompleks dapat memisahkan suara/bunyi ke beberapa frekuensi

dan mengamplifikasi  tergantung dari program yang diberlakukan pada alat bantu

dengar yang sesuai dengan kondisi gangguan pendengaran klien. Dengan metode

algoritma  juga memungkinkan untuk membedakan jumlah amplifikasi antara suara

yang pelan, sedang dan keras. Dengan cara tersebut diharapkan suara yang pelan

dapat terdengar, namun suara yang keras tidak terasa menyakitkan telinga (over

amplifikasi). Dan pemrosesan digital memastikan replika sinyal asal secara presisi

dengan distorsi yang minimal agar menghasilkam kualitas suara yang bagus. 1,9
2.4.1 Klasifikasi Alat Bantu Dengar

1. Menurut sistem kerjanya

a. Analog

Prinsip sistem analog adalah memperkeras suara yang masuk telinga melalui

komponen mekanik dasar yang sederhana. Sirkuit ABD ini telah diatur dari pabrik

sehingga kemampuan pengaturan yang lebih individual sangat terbatas atau kurang

fleksibel. Sistim ini mudah mengalami distorsi, terjadi noise (bising) pada rangkaian

komponen dan rentan terhadap bising di sekitarnya.

b. Digital

Sistem analog merupakan ABD yang menggunakan chip komputer yang

menganalisa suara yang masuk. Setelah suara diamplifikasi, teknologi digital akan

memilih suara yang perlu diteruskan ke dalam telinga dan menyingkirkan suara yang

tidak diharapkan (noise). ABD Sistem digital bisa menerima program komputer

tertentu yang dapat memilih frekuensi yang sesuai dengan kebutuhan. ABD Sistem

digital menjadi sangat fleksibel karena secara otomatis dapat beradaptasi dengan

suara yang keras atau halus, sehingga tidak terjadi perkerasan yang berlebihan.7,10

2. Menurut hantarannya

Berdasarkan jenis hantaran suaranya, ABD dapat dibedakan menjadi 2 macam:

a. ABD jenis hantaran tulang

Bone conduction aid digunakan pada gangguan pendengaran jenis hantaran

(konduktif). Biasanya dimanfaatkan pada kasus atresia liang telinga. Selain itu, jenis
ini juga digunakan pada kasus dimana sewaktu-waktu liang telinga terisi cairan yang

berasal dari infeksi telinga tengah. ABD jenis hantaran tulang dibedakan menjadi:

1) ABD hantaran tulang konvensional

Suara dari luar akan yang ditangkap akan mengaktifkan bone vibrator. Getaran

tulang dihasilkan oleh bone vibrator yang ditempelkan pada tulang mastoid dengan

bantuan ikat kepala khusus, kaca mata, atau plastik mirip bando. Kerugian ABD jenis

ini adalah tidak praktis, penampulan kurang menarik (kosmetik), butuh amplifikasi

besar dan timbul lecet pada kulit yang menempel dengan bone vibrator. Pilihan model

ABD pada sistim ini adalah jenis saku atau BTE.

2) ABD jenis BAHA (Bone Anchored Hearing Aid)

ABD yang mirip jenis saku dihubungkan melalui kabel dengan penggetar

tulang (bone vibrator) yang dapat dipasang dan dilepas melalui sistim sekrup baut

dengan lempengan logam dari bahan titanium yang telah ditanam ke dalam tulang

mastoid melalui tindakan operasi. Hantaran tulang lebih efektif dibandingkan ABD

jenis hantaran tulang.

b. ABD jenis hantaran udara

ABD jenis hantaran udara merupakan ABD yang lebih lazim ditemukan dan

tersedia dalam berbagai bentuk. ABD jenis ini bekerja dengan prinsip mengurangi

jarak dari sumber suara dengan cara meletakkan loudspeaker di telinga penderita. 7,9
3. Menurut bentuknya

Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing.

Berikut adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini:

a. ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type)

ABD jenis ini dapat dianggap sebagai ABD jenis terbesar. Mikrofon dan

amplifier berada dalam satu unit berbentuk kotak, sedangkan receiver terpisah dan

berada di liang telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier, dan baterai) dengan

receiver dihubungkan melalui kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku baju atau

kantung khusus yang digantungkan pada dada. Pada ABD jenis saku penempatan

terpisah ini dimaksudkan agar pengguna dapat leluasa memperbesar output tanpa

khawatir timbulnya bunyi feedback.

Jadi ABD jenis saku ini diperlukan oleh penderita tuli berat atau sangat berat

yang membutuhkan perkerasan bunyi atau output yang besar. Hal ini dianggap

sebagai faktor yang menguntungkan untuk ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah

dapat menggunakan baterai silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga

mudah didapat. Selain itu, tombol pengatur juga mudah disesuaikan.

Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku:

- Penampilan kosmetik kurang baik

- Kemampuan mikrofon melokalisir bunyi dari belakang terhalang oleh tubuh

- Tidak praktis karena ukuran relatif besar


- Kabel dapat putus

- Dapat timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain saku

b. ABD Jenis Belakang Telinga (BT) / Behind The Ear (BTE)

ABD ini dipasang pada lekukan daun telinga bagian belakang, dengan mikrofon

mengarah ke depan. Posisi ini cukup baik karena selain selalu mengikuti gerakan

kepala juga menghadap lawan bicara. Suara yang telah diperkeras (output) disalurkan

melalui pipa plastik (tubing) yang terhubung dengan ear mould di concha daun

telinga, untuk selanjutnya diteruskan ke liang telinga.

Kemampuan amplifikasinya cukup besar, juga tersedia jenis super power.

Dalam hal mencegah bunyi feedback masih sedikit dibawah jenis saku. Sumber

tenaga berupa batere yang bentuknya pipih dan tipis (disc). Penyetelan tombol

pengatur juga relatif lebih mudah dibandingkan ABD jenis lain yang lebih kecil.

c. Open-fit mini BTE

ABD jenis ini merupakan alat yang paling baru dikembangkan. ABD jenis ini

mengkombinasikan kelebihan akustik dari ABD berukuran besar dan kelebihan

kosmetik dari ABD berukuran kecil. Open-fit mini BTE terdiri dari alat BTE yang

kecil, tuba kurus tersembunyi yang berfungsi sebagai pengait daun telinga, dan

receiver yang halus dan tidak sampai menutupi liang telinga. Hasilnya, efek oklusi

yang dialami pasien berkurang, baterai dan amplifier yang lebih baik dibandingkan

tipe yang lebih kecil, tampilan kosmetik yang lebih baik dibanding ABD tipe besar
lainnya, dan pemakaian yang lebih singkat karena tidak memerlukan cetakan personal

yang presisi sebagaimana ABD tipe BTE dan ITE butuhkan.

d. ABD Jenis Dalam Telinga (DT) / In The Ear (ITE)

ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE. Dipasang

pada bagian concha daun telinga. Komponen ABD menyatu dengan ear mould.

Karena ukurannya yang relatif kecil berarti jarak antara mikrofon dengan receiver

juga lebih pendek, akibatnya kemampuan amplifikasinya terbatas sehingga hanya

cocok untuk ketulian derajat sedang.

e. ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completely In Canal (CIC)

ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC. ABD jenis ITC

ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE. Pemasangan sampai setengah bagian

luar liang telinga. Amplifikasi suara baik untuk frekuensi tinggi, karena dipasang

cukup dalam pada liang telinga. Akan tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya

bermanfaat untuk tuli derajat sedang. Selain itu juga terdapat jenis CIC yang

merupakan ABD terkecil dan dipasang pada sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat

dengan gendang telinga. Permukaan luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk

mempermudah memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana halnya dengan jenis

ITC, pengaturan secara manual lebih sulit. Namun hal ini dapat diatasi pada model

terbaru yang telah dilengkapi dengan remote control.

f. ABD jenis kacamata (Spectacle Aid)


ABD ditempatkan pada tangkai kaca mata bagian belakang. Umumnya jenis

BTE, namun dapat juga jenis bone conduction. Manfaat cara ini untuk ABD jenis

hantaran tulang kurang efektif karena tekanan bone vibrator tidak stabil 7,10

Pemakaian Alat Bantu Dengar

Kandidat pemakai alat bantu dengar

Setiap orang dengan kesulitan mendengar atau memahami pembicaraan harus

mempertimbangkan penggunaan alat amplifikasi pendengaran. Hal ini terutama

sangat dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran, dimana intervensi

harus dianjurkan sedini mungkin. Gangguan pendengaran dapat secara umum

dikelompokkan menjadi:

1. Mild Hearing Loss (20-40 dB)

Penggunaan alat bantu dengar dapat membantu kemampuan komunikasi pasien.

Beberapa pasien dapat mempertimbangkan pemakaian alat bantu dengar paruh

waktu/pada kondisi-kondisi tertentu saja.

2. Moderate Hearing Loss (45-65 dB)

Penggunaan alat bantu dengar sudah menjadi kebutuhan bagi pasien dalam

kategori ini. Pada umumnya alat bantu dengar memberikan hasil yang baik bila

dipakai dengan strategi pemakaian yang sesuai.

3. Severe Hearing Loss (70-85 dB)


Alat bantu dengar harus digunakan bila pasien masih ingin berkomunikasi

dengan suara sebagai media penerimaan primernya. Pada beberapa kasus pasien

dengan tingkat gangguan pendengaran ini membutuhkan implantasi koklea.

4. Profound Hearing Loss (>85 dB)

Keberhasilan penggunaan alat bantu dengar pada pasien ini berbeda-beda

tergantung umur dan berbagai faktor lainnya. Pada kasus yang baik, kemampuan

komunikasi pasien dapat membaik, dan pada kasus terburuk pun, setidaknya alat

bantu dengar masih dapat membantu sebagai warning device. Pasien dengan

gangguan pendengaran jenis ini merupakan kandidat kuat untuk implantasi koklea.

Selain tipe dan derajat ketulian, ada beberapa faktor lainnya yang perlu

diperhitungkan mengenai apakah seorang pasien membutuhkan alat bantu dengar,

antara lain: 1,7,10

1. Umur dan kondisi kesehatan mental dan fisik pasien secara umum

2. Motivasi pasien (Bukan keluarga atau pihak lain).

3. Kondisi keuangan pasien.

4. Pertimbangan estetik.

5. Kebutuhan pasien akan komunikasi, terutama dalam kehidupan dan pekerjaan.

Pemilihan alat bantu dengar

Setelah ditentukan bahwa kandidat akan sangat tertolong dengan pemakaian

alat bantu dengar, maka harus diseleksi spesifikasi alat tersebut. Untuk tujuan ini
telah dikembangkan sejumlah metode dan rumusan. Umumnya tiap prosedur

pemilihan membutuhkan informasi audiometrik berupa:

1) Ambang pendengaran/Threshold (T)

2) Tingkat Pendengaran paling nyaman/Most Comfortable Level (MCL)

3) Tingkat kekerasan yang mengganggu/Loudness Discomfort Level (LDL)

Setelah itu, klinisi harus menentukan apakah pasien membutuhkan alat bantu

pendengaran pada satu atau kedua telinga. Jika mungkin sangat dianjurkan

menggunakan alat bantu pada kedua telinga (binaural)

Keuntungan amplifikasi binaural antara lain :

1. Minimalisasi / Eliminasi efek bayangan kepala (Head Shadow)

Efek bayangan kepala adalah berkurangnya intensitas sinyal dari sisi kepala

yang berlawanan dari lokasi pemakaian alat bantu dengar. Dengan pemakaian

binaural, hal ini dapat membaik atau bahkan hilang seluruhnya.

2. Peningkatan kemampuan lokalisasi

Dengan perbedaan intensitas dan waktu masuknya sinyal ke alat bantu dengar

binaural, penderita dapat dengan lebih mudah menentukan lokasi sumber suara

(lokalisasi).

3. Penekanan bising latar belakang atau “Efek peredam” (Binaural squelch)

Binaural squelch adalah kemampuan otak untuk memisahkan suara dengan

bising. Hal ini disebut juga sebagai central masking dan dapat bekerja dengan lebih

baik dengan membandingkan suara dari dua telinga.


4. Sumasi binaural (Binaural loudness summation)

Sumasi binaural adalah kemampuan otak untuk memproses suara dengan lebih

baik melalui informasi yang repetitif, dalam hal ini melalui sinyal suara yang serupa

dari kedua telinga. Pemahaman yang dianut sekarang adalah jika memungkinkan

sangat dianjurkan menggunakan pendengaran binaural. Akan tetapi, untuk alasan

pribadi ataupun audiologik, pada beberapa pasien tidak dapat dilakukan amplifikasi

binaural. Dengan demikian perlu dilakukan pemilihan salah satu telinga yang paling

diuntungkan dengan teknik amplifikasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa telinga

yang terpilih adalah telinga dengan diskriminasi bicara yang lebih baik dan dengan

rentang dinamik yang lebih luas. Rentang dinamik adalah perbedaan antara tingkat

ambang pendengaran dengan ambang ketidaknyamanan pendengaran. 5,6,7,9

Gangguan pendengaran unilateral

Untuk pasien dengan gangguan pendengaran unilateral, diberlakukan

penanganan yang berbeda. Bila ketulian unilateral tidak melampaui kehilangan

sebesar 60-70 dB, atau bila diskriminasi bicara relatif baik dan jika bunyi yang

diperbesar ditoleransi dengan baik, maka dapat dilakukan amplifikasi pada telinga

yang terganggu. Akan tetapi bila telinga yang terganggu tidak memenuhi kriteria

diatas, dapat digunakan alat bantu dengar CROS (Contralateral Routing Of Signals =

Pengalihan sinyal kontralateral). Mikrofon diletakkan pada satu alat bantu sementara

amplifier dan penerima ditempatkan pada alat bantu kedua. Penataan seperti ini dapat

pula diterapkan pada kacamata. Maka sinyal akan dihantarkan dari telinga yang
terganggu ke telinga dengan pendengaran normal. Suatu sirkuit frekuensi radio dapat

digunakan untuk menghantarkan bunyi dari satu sisi ke sisi lainnya. Meskipun alat

bantu dengar CROS hanya sedikit membantu dalam memperbaiki lokalisasi, namun

alat ini kadang terbukti bermanfaat pada beberapa kondisi mendengar suara bising

dan juga meminimalkan efek bayangan kepala. 9

Berbagai variasi CROS yang disebut Bi-CROS atau Multi-CROS dapat

digunakan bila terdapat gangguan pendengaran yang cukup bermakna pada telinga

yang lebih baik, sedangkan telinga yang lebih buruk tidak sesuai untuk teknik

amplifikasi. Tipe Bi-CROS memiliki mikrofon pada masing-masing alat bantu dan

suatu pemasok bunyi amplifier pada telinga yang lebih baik. 3,4

Setelah itu, klinisi menentukan jenis alat bantu pendengaran yang sesuai dengan

jenis gangguan pendengaran pasien dan mempertimbangkan keuntungan dan

kerugian dari berbagai jenis alat bantu pendengaran, baik dari aspek medis maupun

pribadi pasien. 5,7

Berikut tabel ringkas keuntungan dan kerugian macam-macam ABD: 8,9,10

Jenis alat bantu pendengaran Keuntungan Kerugian


Harga murah Bentuk besar
Baterai tahan lama dan Ada kabel
mudah didapat Bunyi gesekan dengan kain
Body Worn Type Feedback tidak ada Selit menangkap suara dari
Amplifikasi lebih kuat belakang
Pengaturan manual mudah Dapat rusak oleh sekret
telinga pasien
Amplifikasi kuat Membutuhkan ear mould
Feedback minimal Memberikan efek oklusi
Behind-the-ear type
Pengaturan manual relatif Dapat rusak oleh sekresi
telinga pasien
Sulit terlihat Amplifikasi terbatas
In-the-ear type
Membutuhkan ear mould
Sulit terlihat Rentan terhadap feedback
In-the-canal type Amplifikasi cukup baik Pengaturan manual sulit
karena terpasang dalam
Tidak terlihat kecuali melihat Pengaturan manual sulit
langsung ke liang telinga Rentan feedback
Completely-in-canal
pemakai Fitur tertentu tidak dapat
digunakan
Secara kosmetik lebih dapat Letak receiver menjadi relatif
Spectacle aid
diterima tidak stabil
Baterai relatif lebih tahan Harga mahal
Amplifikasi kuat Ketersediaan masih terbatas
Feedback minimal karena merupakan teknologi
Pengaturan mudah baru
Sulit terlihat
Open-fit mini BTE
Tidak perlu ear mould
Tidak menimbulkan efek
oklusi
Memungkinkan keluarnya
sekret telinga pasien

Gambar 7. Tipe Alat Bantu Dengar. 8


Gambar 8. Alat Bantu Dengar tipe Spectacle 9

Gambar 9. Alat Bantu Dengar tipe Body Worn 4


BAB 3
KESIMPULAN

Alat Bantu Dengar (ABD) adalah Alat suatu perangkat elektronik yang

berguna untuk memperkeras (mengamplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga,

sehingga si pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya. Pada

umumnya, mekanisme kerja ABD berupa: masuknya suara melalui mikrofon,

pengerasan suara oleh amplifier, dan penyampaian ulang suara oleh

receiver/loudspeaker yang mana keseluruhan sistemnya diperdayai oleh suatu

komponen baterai. Terdapat berbagai macam jenis ABD: Menurut sistem kerjanya,

menurut jenis hantarannya, dan menurut bentuknya yang memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing.

Pemakaian alat bantu pendengaran: mengidentifikasi derajat ketulian

penderita, mengenali jenis ketuliannya, menentukan TL, MCL, dan LDL,

menentukan jumlah alat bantu dengar yang sebaiknya digunakan oleh pasien, baru

kemudian bersama pasien mempertimbangkan bentuk ABD yang akan digunakan

beserta kelebihan, kekurangan, dan faktor-faktor lain dari diri pasien. Seringkali ABD

sendiri tidak cukup untuk mengembalikan kualitas hidup pasien secara sempurna..

Setelah Pemakaian ABD, perlu dilakukan penilaian ulang untuk menentukan

keberhasilan pemakaian ABD dengan beberapa tes, seperti Assessment of Word

Recognition & Sound Quality, Probe Tube Measure, dan Subjective Scaling.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty A. et al. (2016). Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

2. Wattamwar, K. et al. (2017). Increases in the Rate of Age-Related Hearing Loss


in the Older Old. JAMA Otolaryngology-Head & Neck Surgery. SAGE
Publication. 143(1) 41-45.

3. Moller, Aage R. (2014). Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the


Auditory System Second Edition. California: Academic Press.

4. Yetter, Carol J. (2015) A Hearing Aid Primer. WROCC Outreach Site. Western
Oregon University. (www.wou.edu) diakses tanggal 13 Juli 2020.
5. Rahman, Sukri. et al. (2014). Neuropati Auditori. Jurnal Kesehatan Andalas.
(http://jurnal.fk.unand.ac.id) diakses tanggal 13 Juli 2020.
6. Ekberg, K., Grenness, C., and Hickson, L. (2016) Application of the
transtheoretical model of behaviour change for identifying older clients’
readiness for hearing rehabilitation during history-taking in audiology
appointments. International Journal of Audiology. 55(1) 42-51.
7. Peng, Shu-Chen. (2015). Hearing Aids: The Basic Information You Need to
Know pada Scientific Reviewer in Audiology Center for Device and
Radiological Health. (www.fda.gov) diakses tanggal 13 Juli 2020.
8. Keidser, G. and Convery, E. (2016). Self-Fitting Hearing Aids: Status Quo and
Future Predictions. Trends in Hearing. SAGE Publication. 20 (1) 1-15.
9. Mehta, K. et al. (2017). Role of Cortical Auditory Evoked Potentials in
Reducing the Age at Hearing Aid Fitting in Children With Hearing Loss
Identified by Newborn Hearing Screening. Trends in Hearing. SAGE
Publication. 21(1) 1-16.
10. Kimball, Suzanne H. et al. 2015. Hearing Aids (www.medscape.com) diakses
tanggal 13 Juli 2020.

Anda mungkin juga menyukai