Anda di halaman 1dari 4

A.

Struktur kepemilikan
Di indinesia kebujakan penjualan aset, baik melalui privatisasi, melaluin
kementrian BUMN, maupun divestasi dibawah kendali badan penyehatan
perbankan nasional tidak memiliki perspektif jangka panjang.
Orientasinya selalu bertumpu pada usaha mendapatkan uang sebanyak-
banyaknya melalui penjualan dengan premium price. Maka strategi yang
di pilih adalah strategic sale. Padahal, penjualan bisa dilakukan di bursa
saham dengan cara initial public offering (IPO).
Dalam ideology pasar bebas seperti sekarang, masalah kepemilikan
samasekali tidak ada hubungannya dengan nasionalisme. Dalam usaha
penyehatan korporasi, sering terbersit argument, siapapun pemiliknya asal
berorientasi pada profesionalisme tidak masalah. Justru, dari pengalaman
selama ini, dunia korporasi di dunia amat syarat dengan moral hazard
sehingga mengalihkan kepemilikan kepada pihak asing adalah solusi
paling baik.
Meski demikian, struktur kepemilikan yang bersifat mayoritas tetap
mengandung kerawanan dalam jangka panjang. Dalam teori korporasi
modern, struktur kepemilikan akan mempengaruhi kinerja organisasi.
Sementara kinerja tiap korporasi akan menentukan tipikal struktur
industrinya,. Selanjutnya struktur industry merupakan salah satu pondasi
bagi bangunan ekonomi makro. Jadi masalah struktuk kepemilikan adalah
salah satu jantung masalah yang harus di benahi, manakala kita berniat
membangun fundamental ekonomi.
Prinsipnya amat sederhana, jika struktur kepemilikan korporasi hanya
di satu tangan (institutional investor), siapapun pemiliknya akan
berpeluang melakukan penyelewengan terhadap kinerja korporasi. Lain
halnya jika struktur kepemilikannya bersifat menyebar dan memiliki
investor individual (individuan investors) di pasar modal, kinerja
organisasi akan dikontrol pasar.
Bisa dimenerti jika invertor asing hanya mau membeli saham dalam
jumlah besar, agar mereka menjadi pemegang saham mayoritas.
Bagaimanapun, kepemilikan yang mayoritas akan menguntungkan karena
bisa mempengaruhi kebijakan dalam pembagian deviden, alokasi
keuntungan, strategi pengembangan dan sebagainya.
Masalah akan muncul jika suatu saat akan muncul konflik kepentingan
antara pemegang saham mayoritas (asing) dan kepentingan pengembangan
industry nasional. Misalnya, orientasi kredit mikro dalam bisnis
perbankan, perlindungan pasar traisional dalam kasus jaringan ritel atau
kelancaran sistem informasi dalam kasus industry telekomuniksi.
Gejala yang akhir-akhir ini muncul adalah kita tidak memiliki
rancangan besar pengembangan industry serta arah resrukrisasi korporasi
secara mikro. Semuanya di arahkan pada tujuan jangka pendek yang
pragmatis. Sekarang adalah saat yang tepat untuk mengarahkan perharian
pada restrukturisasi di tingkat mikro dengan tetap berpegang stabilitas
makro yang sudah mulai tertata.
Tanpa resrukrisasi di tingkat mikro, termasuk menata struktur
kepemilikan perusahaan, negeri kita bukan hanya akan terancam
deindustrialisasi, melainkan juga dinasionlisasi ekonomi. Dampak jangka
panjanganya, kita hanya akan menjadi pekerja kasar atau pengguna akhir
yang posisinya hanya “korban” kebjakan yang akan di ambil para pemilik
modal yang adalah pihak asing. Akibatnya, kita tidak saja akan kehilangan
merancang industry menurut cita-cita sendiri, tetapi negeri ini mungkin
akan menjadi “tanah jajahan” bagi pemodal asing.1
B. Pemilik
Pemilik merupakan istilah yang umum, dalam akuntansi dan bisnis.
IFRS 3 atau international Financial Reporting Standard 3 (2008),

1
A. prestyantoko, Krisis Finansial Dalam Perangkap Ekonomi Neoliberal (Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara,2009), hlm.13-15.
mendefinisikan pemilik (owner) mencakup pemegang kepentingan eekuitas
dalam entitas tang dimiliki investor (investor-owned entity) serta pemilik atau
anggota atau partisipan dalam entitas bersama (mutual entity).
Struktur pemilikan dalam perusahaan akan memiliki motivasi yang
berbeda dalam mengawasi atau memonitor perusahaan serta manajemen dan
dewan direksinya. Struktur pemilikan merupakan suatu mekanisme untuk
mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham, faisal (2005)
dalam Sabrina (2010). Struktur pemilikan di percaya memiliki kemampuan
untuk memengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat memengaruhi
kinerja suatu perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) dalam Sabrina (20110)
menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan dan kepemilikan institusional
adalah dua mekanisme yang dapat mengendalikan masalah keagenan yang ada
di suatu perusahaan.
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham olen manajemen
perusahaan yang di ukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh
manajemen, Sujono dan Soebiantoro (2007) dalam Sabrina (2010). Struktur
manajerial dapat di jelaskan melalui dua sudut pandang, yaitu pendekatan
keagenan dan pendekatan ketidakseimbangan. Pendekatan keagenan
menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu intrumen atau alat
yang digunakan untuk mengurabgi konflik keagenan diantara beberapa klaim
terhadap sebuah perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi
memandang mekanisme truktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara
untuk mengurangi ketidak seimbangan informasi antara insider dengan
outsider melalui pengungkapa informasi di dalam perusahaan.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pemerintah,
institusi keuangan, institusi berbadan hukum,institusi luar negeri, dana
perwalian, dan institusi lainnya pada akhir tahun (shien,et.al 2006)dalam
winanda (2009). Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kinerja perusahan
adalah pemilik institusional. Adanya kepemilikan institusional di suatu
perusahaan akan mendotong peningkatan pengawasan gar lebih optimal
terhadap kinerja manajemen,. Pengawasan yang dilakukan.
Peran utama terkain pengembangan produk adalah memastikan
perusahaan berkembang dan berdaptasi engan melakukan strategi
pengembangan produk yang tepat. Pemilik harus memastikan bahwa
perusahaan terus memiliki ide-ide baru untuk melakukan inovasi
pengembangan produk agar perusahaan dapat bertahan, berkompetisi, dan
berkembang lebih baik. Dengan demikian pemilik harus menjaga agar
investasinya untung, tumbuh, dan lestari sehingga nantinya perusahaan dapat
meningkatkan keuntungannya dan tingkat pengambilan investasi yang
dilakukan oleh para pemilik juga cukup tinggi.2

2
Subagyo,dkk., Akuntansi Manajemen Berbasis Desain (Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press, 2018), hlm.46-47.

Anda mungkin juga menyukai