Anda di halaman 1dari 3

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN :

1. Pendahuluan
Indonesia secara alamiah adalah negara pertanian dengan budaya pertanian
yang kuat. Bertani, beternak, berburu ikan dilaut adalah keahlian turun-
menurun yang sudah mendarah daging. Teknologi dasar ini sudah dikuasai
sejak jaman nenek moyang. Karena budaya pertanian telah mendarah daging
maka sebagai akibatnya, bahwa dengan usaha yang cukup minimal, sektor
pertanian kita sebenarnya dapat dipacu untuk berproduksi sebesar-besarnya.

Gambar 1 Produksi pangan dunia

Eropa memiliki seperempat (24%) populasi dunia, tetapi menghasilkan


hampir separuh (48%) jumlah total persediaan makanan, demikian juga
Amerika Utara yang hanya memiliki 8% penduduk dunia, tetapi menghasilkan
20% persediaan makanan dunia. Sebaliknya Timur jauh, termasuk Indonesia
yang memiliki 40% penduduk dunia hanya menyediakan 14% persediaan
makanan dunia.
Salah satu masalah produksi tersebut di Indonesia adalah ketidak mampuan
kita menyediakan “teknologi pasca panen”, yang mengakibatkan :
1. Produk pertanian seperti buah-buahan cepat jenuh, sehingga harga
mudah jatuh di musim panen, sehingga pengembangan nya secara
intensif besar-besaran tidak dimungkinkan.
2. Bargaining power petani sangat lemah menghadapi tengkulak, sehingga
kehidupan, kesejahteraan dan “daya beli pada teknologi” akan selalu
tetap lemah
3. Kemampuan pengawetan, pengepakan, sehingga bisa menjadikan
“produk kualitas ekspor” andalan masih sangat tergantung pada
teknologi luar negeri, sehingga ketergantungan terhadap produk, uluran
tangan dan teknologi akan terjadi selamanya
4. Bila Indonesia menguasai, dan mampu mengembangkan teknologi
“setara dengan teknologi dunia”, tidak mustahil produk pertanian bisa di
maksimalkan menjadi komoditi ekspor andalan Indonesia, sehingga
kemajuan teknologi bisa lainnya bisa berlangsung dan maju pesat.
Beberapa produk pertanian yang saat ini berhasil berkembang cukup berarti di
Indonesia antara lain :
a. Tepung, beras, ubi kayu, jagung, gandum
b. Buah-buahan : jeruk, pisang, mangga, dll
c. Sayur-sayuran: kubis, kentang
d. Kacang-kacangan: kacang tanah, kedelai
e. Ikan segar, udang, telur, susu, dairy produk
f. Daging ayam, sapi, kerbau
g. Makanan jadi, minuman
h. Ternak, hasil peternakan, makanan ternak
Teknologi pasca panen untuk produk-produk di atas memang sebagian sudah
tersedia di Indonesia, akan tetapi penguasaan pakar Indonesia terhadap
manufaktur, riset dan pengembangan teknologi ini masih sangat lemah. Oleh
sebab itu sulit bagi teknologi ini di Indonesia untuk bisa menjadi “tulang
punggung” produk-produk pertanian, sehingga menjadi komoditi ekspor
unggulan Indonesia.
Teknologi ini harus dikuasai, walaupun harus bertahap. Dengan pengembangan
produk dari yang sederhana hingga produk yang kompleks, dari skala kecil
hingga skala industri, dan dengan akumulasi langkah-langkah perbaikan
berkesinambungan, yang melibatkan usaha multi-disiplin, teknologi ini akan
menjadi teknologi yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar produk pertanian
Indonesia, yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan
volume ekspor non-migas, dan sekaligus ikut berkontribusi cukup berarti dalam
menyelesaikan persoalan pengangguran di Indonesia.

2. Latar Belakang
Teknologi pasca panen adalah teknologi multidisiplin, yang melibatkan pakar-
pakar, seperti pakar bahan, manufakturing, teknologi pengolahan pangan, kimia,
pengukuran, gizi, agro-kompleks dan lingkungan.
Kelemahan pengembangan teknologi di Indonesia adalah sinergi antar disiplin
ilmu yang masih sangat rendah. Sinergi adalah akumulasi usaha difusi dari
berbagai ilmu dan teknologi, yang sangat membutuhkan energi, sehingga untuk
mendapatkan produk yang canggih, modern dan berkehandalan tinggi perlu
langkah dan tahapan sistematik, yang memerlukan dukungan politik dan dana
pemerintah dan perguruan tinggi.
Keberpihakan pemerintah terhadap teknologi rakyat perlu ditegaskan, karena
kuat sekali indikasi pemerintah yang lebih mengutamakan akumulasi kekuatan
ekonomi pemerintah dan sektor swasta dari pada pemberdayaan teknologi
produksi rakyat dan penyelesaian pengangguran, yang memang memerlukan
usaha sedikit lebih serius dari pemerintah.
Teknologi pasca panen haruslah dibuktikan oleh UGM pada pemerintah sebagai
teknologi pemberdayaan bagi kemampuan produktivitas rakyat, yang bisa
mendorong ekspor pertanian rakyat sebagai sumber devisa negara, dan
merupakan salah satu langkah strategis menyelesaikan pengangguran.
Oleh sebab itu di dalam metodologi pengembangannya perlu diperhatikan
strategi implikasi kebutuhan dana, potensi pertanian rakyat, sustainability,
potensi ekspor, potensi penyelesaian pengengguran, keterlibatan sektor swasta
dan daya serap teknologi oleh rakyat.

3. Metodologi
Metodologi pelaksanaan pengembangan teknologi pasca panen adalah sebagai
berikut:
a. pemilihan prioritas: jenis teknologi, skala teknologi
b. perhitungan dampak terhadap: kebutuhan dana, potensi pertanian rakyat,
sustainability, potensi ekspor, potensi penyelesaian pengengguran,
keterlibatan sektor swasta dan daya serap teknologi oleh rakyat
c. penjadwalan pengembangan teknologi
d. pelaksanaan pengembangan teknologi
e. Strategi implementasi teknologi.

4. Pelaksanaan

Pengembangan teknologi pasca panen ini memerlukan dukungan dari berbagai


pihak.
a. Pakar perguruan tinggi: sebagai penyedia teknologi & human resources
b. Mitra industri (mungkin internal UGM): yang akan berpartisipasi dalam
program produksi awal hingga produksi massa.
c. Pemerintah daerah: akan menyediakan daerah sebagai pelaksanaan
program implementasi, yang akan masuk dalam scheme anggaran Pemda
dalam pelaksanaannya

5. Pengusul
Sutrisno dan teman-teman Klaster Sains & Teknologi
(Untuk Ditanggapi oleh Para Peneliti di Klaster AGRO)

Anda mungkin juga menyukai