TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu, auto berarti sendiri, nomos berarti rumah
tangga atau urusan pemerintahan. Otonomi dengan demikian berarti mengurus
rumah tangga sendiri. Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,
maka istilah mengurus rumah tangga sendiri mengandung makna memperoleh
kekuasaan dari pusat dalam mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga
pemerintahan daerah sendiri.
kebijakan
regional
dan
lokal
untuk
mengoptimalkan
17
daerah
sebagai
perwujudan
sistem
penyelenggaraan
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
18
2.1.2
19
diberikan
kebebasan
dalam
menangani
berbagai
urusan
pusat ke daerah.
Desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan.
Desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan
daerah pemerintahan.
Menurut (Kartasapoetra dalam Busrizalti, 2013 : 75), desentralisasi
diartikan sebagai penyerahan urusan dari pemerintah pusat kepada daerah
menjadi urusan rumah tangganya. Penyerahan ini bertujuan untuk
mencegah pemusatan kekuasaan, keuangan,serta pendemokratisasian
pemerintahan, untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
2. Asas dekosentrasi
Menurut (Zakaria dalam Busrizalti, 2013 : 79), dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang dari pemerintahan kepada daerah otonom sebagai
20
melaksanakan
peraturan-peraturan
yang
ruang
lingkup
daerahnya
sepanjang
peraturan
mengharuskannya
daerah
otonom
ditujukan
untuk
mengoptimalkan
21
berbagai dimensinya. Daerah otonom yang memiliki otonomi luas dan utuh
diperuntukkan guna menciptakan pemerintahan daerah yang lebih mampu
mengoptimalkan pelayanan publik dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat
lokal dalam skala yang lebih luas. Oleh karena itu, pemekaran daerah seharusnya
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan obyektif yang bertujuan untuk
tercapainya
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat.
Akan
tetapi,
tujuan
kehidupan dan reproduksi sosial mereka. Semakin lama ikatan antara masyarakat
dan wilayahnya menjadi sangat dalam, sehingga melahirkan ldentitas sosial
khusus kepada masyarakat.
3. Dimensi Sosial Budaya
Aspek sosial budaya mengasumsikan, jika suatu masyarakat terikat dengan
suatu sistem budaya tersendiri yang memberi perbedaan identitas budaya dengan
masyarakat lain, maka secara politis ikatan kesatuan masyarakat tersebut akan
lebih kuat. Aspek ini secara langsung terkait dengan persoalan etnisitas dan
keagamaan. Faktor ini sebetulnya terkait pula dengan faktor geografi, karena
faktor etnisitas tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Pembentukan sebuah
identitas etnis merupakan proses yang sangat panjang terkait dengan faktor-faktor
geografis dan demografis secara langsung. Disamping itu seringkali suatu etnis
atau masyarakat tertentu lebih merupakan komunitas moral dan politik dari
sekedar kelompok masyarakat keturunan atapun bahasa. Faktor-faktor yang
menekan secara politis ataupun ekonomipun bisa kian mendorong dominasi etnik
dari suatu komunitas tertentu. Berdasarkan sejarah, agama, bahasa dan budaya
tradisional suatu komunitas membedakan atau membuat perbedaan antara bagian
suatu masyarakat yang satu terhadap masyarakat yang lainnya. Tak jarang,
polarisasi etnisitas mengarah sebagai upaya-upaya perebutan sumber daya suatu
etnis masyarakat tertentu dari komunitas besarnya. wilayah dengan corak sosial
dan budaya itu membentuk suatu identitas tersendiri yang menimbulkan
keragaman dalam daerah otonom. Perasaan yang bersatu sebagai konsekuensi dan
perasaan kebersamaan yang terikat dengan kekuatan yang tidak hanya diantara
mereka sendiri tetapi juga antar pemerintah daerah dengan masyarakat daerah
(Smith dalam Tang, 2010 :25).
2.2.1
24
2.2.2
25
daerah.
Pemekaran
tentunya
akan
mendorong
pembangunan
26
Konsep Pemekaran
Wilayah diartikan sebagai suatu kesatuan ruang yang dikelompokan
yang
baru
diasumsikan
akan
lebih
dapat
27
ekonomi
daerah
berbasiskan
potensi
lokal
(Hermanislamet, 2005).
28
29
Untuk daerah kabupaten harus ada analisa kelayakan yang mendalam tentang
potensi ekonomi dan SDA oleh suatu lembaga independen yang terakreditasi
sebelum diusulkan untuk menjadi Daerah Persiapan. Sehingga pemekaran
wilayah akan benar-benar menciptakan tatanan pembangunan yang lebih
baik.
jelas, kurang lengkap, dan terlalu mengandalkan pada pendekatan teknis yang
kompleks (terlalu banyak indikator yang kurang menyentuh), dan kuantitatif
namun dengan rumusan simplistis dan mekanistis, maka persyaratan pembentukan
daerah hanya akan mencakup (Effendy, 2008:12) :
1. Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat
setempat untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan melakukan
kajian daerah terhadap rencana pembentukan daerah.
2. Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi,
potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya
otonomi
daerah.Adapun faktor
30
untuk
melalui
jalur
tersebut.
Dengan
demikian,
potensi
31
Bahan baku
Manajemen
Lingkungan bisnis : kebijakan pemerintah.
Faktor kesejarahan : jika suatu lokasi memiliki sejarah maka akan
2.3.2
perubahan model yang disebabkan karena tidak setiap variabel bisa dikontrol serta
keputusan lokasi yang tidak hanya ditentukan oleh keputusan yang sepihak saja
dan dikarenakan tidak terkontrolnya setiap variabel yang ada. Dan pendekatan
teori lokasi sebagai dasar analisis, antara lain :
32
a
b
c
d
e
2.3.4
33
dibelah dua dengan garis lurus. Maksudnya agar penduduk dapat berbelanja dapat
memilih tempat (kota) yang paling dekat dengan lokasi tempat tinggalnya.
Teori Christaller didasarkan pada konsep range (jangkauan) dan
threshold (ambang). Range (jangkauan) adalah jarak tempuh yang diperlukan
untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan masyarakat, sedangkan threshold
(ambang) adalah jumlah minimal masyarakat yang diperlukan untuk menjaga
keseimbangan supply barang. Menurut Christaller, tempat yang menjadi pusat
secara hierarki dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Tempat sentral yang berhierarki 3 (K = 3), merupakan pusat pelayanan
berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah
sekitarnya, atau disebut juga kasus pasar optimal.
2. Tempat sentral yang berhierarki 4 (K = 4), merupakan situasi lalu
lintas
yang
optimum.
Artinya,
tempat
sentral
ini
34
lingkaran-lingkaran
berupa
range
dari
35
potensi tersebut. Dalam perrencanaan wilayah, model ini sering di jadikan alat
untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas kepentingan umum telah berada
pada tempat yang benar. Selain itu, apabila kita ingin membangun suatu fasilitas
yang baru maka model ini dapat di gunakan sesuai kapasitasnya. Model gravitasi
berfungsi ganda, yaitu sebagai teori lokasi dan sebagai alat dalam perencanaan.
Berbeda dengan teori lokasi lain yang diturunkan secara deduktif maka model
gravitasi dikembangkan dari hasil pengamatan di lapangan (secara induktif). Pada
abad ke-19, carey dan ravenstein
bahwa
jumlah migrasi ke suatu kota sangat terkait dengan hukum gravitasi newton.
Artinya, banyaknya migrasi masuk ke suatu kota sangat terkait dengan besarnya
kota tujuan, besarnya kota asal, dan jauhnya jarak kedua kota tersebut. John
Q.stewart dan kelompoknya pada school of social physics menerapkan secara
sistematik model gravitasi untuk menganalisis interaksi sosial dan ekonomi.
Sebuah kota dapat diukur dari jumlah penduduk, banyaknya lapangan kerja,
total pendapatan (nilai tambah), jumlah/luas bangunan, banyaknya fasilitas
kepentingan umum dan lain-lain. Mungkin karena mudah mendapatkan datanya
maka ukuran yang sering digunakan adalah jumlah penduduk, karena jumlah
penduduk sangat terkait langsung dnegan berbagai ukuran lain yang di
kembangkan di atas. Jarak juga mempengaruhi keinginan orang untuk bepergian
karena untuk menempuh jarak tersebut diperlukan waktu,tenaga dan biaya. Makin
jauh jarak yang memisahkan kedua lokasi, makin rendah keinginan orang untuk
bepergian. Selain dalam hal jarak,orang mengamati bahwa minat orang bepergian
menurun drastis apabila jarak itu semakin jauh, artinya penurunan minat itu tidak
proposional dengan pertambahan jarak, melainkan eksponensial. Rumus gravitasi
secara umum adalah sebagai berikut.
T ij =
Pi P j
D bij
Keterangan :
T ij
Pi
36
Pj
= Penduduk Kota j
Dij
37
2.
Daerah inti meneruskan secara sistematis dorongandorongan inovasi ke daerah-daerah di sekitarnya yang terletak dalam wilayah
pengaruhnya.
3.
tetapi
dapat
digunakan
untuk
menjelaskan
keterhubungan
dan
38
sangat penting karena adanya suatu hal mendasarkan yaitu bahwa perbesaran
penduduk dalam suatu wilayah sangatlah tidak merata. Dalam metode analisis ini
untuk menentukan suatu lokasi pusa pelayanan maka harus ditentukan terlebih
dahulu titik-titik permintaan terhadap pusat pelayanan tersebut.
P-median adalah salah satu jenis modal optimasi. Model ini pada dasarnya
bertujuan untuk menentukan lokasi fasilitas pelayanan atau pusat pelaanan
(supply centre) agar tingkat pelayanan yang diberikan oleh fasilitas dan pusat
tersebut kepada penduduk (demand point) yang terbesar secara tidak merata
dalam suatu area dapat optimal. Metode P-median tidak hanya menggambarkan
ranking setiap pusat pertumbuhan dapat menjalankan perkembangan ke daerah
belakangnya (Hakimi dalam modul MAP II : 1-7).
Kaidah yang harus terpenuhi dalam penentuan lokasi optimum ini adalah
kaidan most accesible. Secara umum kaidah ini dapat diartikan bahwa lokasi yang
optimum adalah lokasi yang paling mudah dicapai dibandingkan lokasi lainnya
yang ada pada wilayah tersebut. Terdapat kriteria kriteria yang tercantum dalam
kaidah most accesible yaitu :
1. Kriteria minimasi jarak (aggregat distance minimization criterion)
jarak total yang ditempuh oleh seluruh penduduk dari tiap titik permintaan
ke pusat pelayanan terdekat adalah minimum.
2. Kriteria minimasi jarak rata-rata (average distance criterion)
Jarak rata-rata yang ditempuh oleh seluruh penduduk dari tiap titik
permintaan ke pusat pelayanan terdekat adalah minimum.
3. Kriteria minimasi jarak terjauh (minimax distance criterion)
Jarak yang ditempuh oleh seluruh penduduk dari titik permintaan adalah
menempatkan lokasi pusat pelayanan dengannya adalah minimum. Dalam
beberapa jenis masalah lokasi, hal ini yang penting adalah menempatkan
suatu lokasi pusat pelayanan sedemikian rupa sehingga jarak minimum
dari setiap titik permintaan yang ada.
4. Kriteria pembebanan merata (equal assignment criterion)
Jumlah penduduk yang ada di sekitar tiap pusat pelayanan adalah sama
besar. Hal ini diasumsikan bahwa seluruh penduduk tersebut akan
menggunakan fasilitas di pusat pelayanan yang terdekat dengan mereka.
39
Penempatan
Pusat
Pelayanan
dalam area
tanpa
jaringan
utama
penentuan
lokasi
optimal
dari
pusat-pusat
pelayanan dalam area tanpa jaringan adalah bahwa lokasi optimal tersebut
dapat berlokasi di manapun di dalam area, dapat dikatakan bahwa akan
terdapat kemungkinan titik lokasi optimal yang tidak terbatas jumlahnya.
40
d(pi, X) =
dengan
link
(garing
penghubung
node),
hal ini
41
utama adalah memilih m titik permintaan dari n titik permintaan untuk dijadikan
pusat pelayanan bagi n titik permintaan
2.4 Kriteria Penentuan Calon Lokasi Ibu Kota
Dalam melakukan kajian penentuan lokasi ibukota yang baru, diperlukan
suatu syarat dan pertimbangan untuk mengetahui lokasi ibu kota. syarat dan
pertimbangan tersebut diperoleh dengan cara mengumpulkan dari berbagai teori
dan peraturan perundang undangan mengenai ketentuan lokasi ibu kota agar
lokasi tersebut dapat berlangsung secara optimal serta lokasi yang telah disiapkan
dapat menjadi lokasi yang representatif. syarat dan pertimbangan yang digunakan
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2.1
Syarat dan Pertimbangan Penentuan Lokasi Ibu Kota
No
Syarat
Syarat
Administratif
Pertimbangan
pemilihan
lokasi
ibu
kota,
mempertimbangkan
kemudahan
pengelolaannya,
kemampuan
pembiayaannya,
aspek
hukum,
hankamnas dan lain-lainnya
Syarat Teknis
Syarat Fisik
pemilihan lokasi ibu kota kabupaten
Kewilayahan/st
Keterangan
Kota atau lokasi yang dipilih
harus terjangkau dari seluruh
wilayah untuk kelancaran
dalam pelayanan pemerintah
Kota atau lokasi yang dipilih
tidak terlalu dekat dengan
ibukota
kabupaten
sebelumnya agar lokasi
tersebut dapat menjalankan
fungsinya.
Kota atau lokasi yang dipilih
adalah kota yang mudah
menerima
pembangunan
sebagai ibu kota kabupaten
seperti halnya ketersediaan
lahan, keadaan topografi,
dan kemampuan tanah yang
dapat
mendukung
pembangunan kota.
Kota atau lokasi yang dipilih
sebaiknya yang memiliki
persoalan terkecil seperti
banjir, erosi, dan bencana
alam lainnya.
Kota atau lokasi yang dipilih
harus lebih baik dalam
penyediaan fasilitas dan
utilitas kota
Kota atau lokasi yang dipilih
sebaiknya
mempunyai
Sumber
UUD No 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan
daerah
kutipan (Ilhami, 1990:38)
dalam Jurnal
Administrasi Publik
(JAP), Vol. 3, No. 12,
Hal. 2094-2100
42
No
Syarat
rategis
Pertimbangan
Keterangan
kemampuan tumbuh dan
berkembang, baik dalam
pengertian sekarang maupun
yang akan dating.
Kota dan lokasi yang dipilih
harus untuk menciptakan
pemerataan perkembangan
yaitu
sebagai
pusat
pengembangan
wilayah
yang
relatif
kurang
berkembang.
Kota atau lokasi yang dipilih
diharapkan
tidak
bertentangan dengan strategi
pengembangan
kota-kota
dalam lingkup yang lebih
luas (RSTRP), tapi harus
merupakan pengisian dari
konsep tersebut
Sumber
Sumber : UUD No 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Dan Jurnal Administrasi Publik (JAP),Vol.3
No.12, Hal.2094-2100.
kabupaten
dengan
fungsinya
sebagai
pusat
administrasi
pemerintahan terkait erat juga sebagai pusat pelayanan bagi masyarakat. Sektor
pemerintahan disini harus dapat secara dominan memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tersebut mengikuti
hirarki administrasi pemerintahan sehingga antara pusat pemerintahan dengan
pusat pelayanan masyarakat terkait erat. Lokasi antara keduanya sangat
mempengaruhi hubungan keduanya, semakin dekat jarak kedua lokasi tersebut
maka semakin mudah pula bagi masyarakat untuk dapat memperoleh apa yang
diinginkan terhadap lokasi tersebut. Pusat pemerintahan tersebut terjadi karena
43
Indikator
Keterjangkauan
Pelayanan
(affordability)
Kecukupan Pelayanan
(Recoverability)
Kesesuaian Pelayanan
(Replicability)
4
6
Faktor Lingkungan
Makro
Faktor Endowment
Daerah
Keterangan
sebuah wilayah bisa menjadi pusat lokasi ibu kota
adalah kemampuan wilayah itu untuk menjangkau
titik terluar wilayah administrasinya dengan
pelayanan, Keterjangkauan tidak hanya terkait
dengan jarak yang mampu terlayani tetapi juga
pelayananan/barang/jasa tersebut terjangkau untuk
kemampuan ekonomi masyarakat
Pusat yang tersebar melalui permodelan wilayah
heksagonal akan membuat masyarakat semakin
dekat dengan pusat pelayanan. Akan tetapi pusatpusat yang tersebar tersebut dapat menutup
kebutuhan masyarakat. Menutup dalam arti secara
wilayah dan menutup permintaan barang atau jasa
dari masyarakat.
Pusat terbesar akan mengakomodasi masyarakat
dalam jangkauan yang lebih luas, sehingga
jenis pelayanan juga harus disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat secara umum. Sementara
pusat-pusat yang lebih kecil akan mengakomodasi
sesuai kebutuhan masyarakat lebih spesifik
dorongan lingkungan baik dari dalam maupun
dari luar seperti dorongan ketersediaan ruang atau
lahan untuk menjadikan ibu kota kabupaten sebagai
pusat pemerintahan, pusat pengendalian dan
pertumbuhan pembangunan
ketersediaan SDM yang memadai dan SDA yang
potensial serta tingkat pengetahuan masyarakat
yang cukup sebagai calon warga ibukota kabupaten,
sedangkan yang dimaksudkan dengan SDA yang
potensial adalah ketersediaan sumber air, tanah dan
lain sebagainya
Sumber
44
No
Indikator
Keterangan
Faktor Budaya
Faktor Aksesibilitas
Faktor Kesesuaian
Lahan
10
Faktor Sosial
11
Faktor Anggaran
Penyediaan Lokasi
Sumber
Sumber : Jurnal retno yuniar tahun (2016) Critical Review Jurnal Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten
Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya.
Faktor
Kependudukan
Indikator
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk
PDRB non migas perkapita
Kemampuan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
Kontribusi PDRB non migas
Potensi daerah
45
N
o
Faktor
Indikator
Rasio pasar per 10.000 penduduk
Rasio sekolah SD per penduduk usia SD.
Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP.
Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA.
Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk.
Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk
Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan
bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor
Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga.
Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor.
Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA
terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas.
Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1
terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas.
Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk.
Jumlah PDS
Kemampuan keuangan
Sosial budaya
Sosial politik
Luas daerah
Pertahanan
Keamanan
10
Tingkat kesejahteraan
masyarakat
Rentang kendali
11
46
dan sumber air, akses kemudahan pelayanan serta ketersediaan infrastruktur dasar
seperti jalan raya yang ada sehingga dapat meringankan beban pembiayaan
infrastruktur dan sekaligus telah berfungsi dengan dimulainya pembangunan
sarana pemerintahan didalam wilayah ibukota kabupaten.
Dengan pertimbangan kriteria dan indikator di atas maka untuk di jadikan
sebagai bahan referensi untuk menentuan daerah otonom di suatu kabupaten
dengan melihat kondisi wilayah di negara indonesia yang berbeda-beda dari sosial
budaya dan fisik kewilayahan tidak semuanya bisa di jadikan acuan sebagai
penentuan lokasi untuk calon ibukota oleh karena itu di bawah ini telah di pilih
indikator umum sebagai acuan untuk menentukan calon lokasi ibukota sehingga
diharapkan akan bisa melayani pembangunan msyarakat dengan segala kegiatan
usahanya dan kegiatan sosial budayanya, indikator tersebut dapat di lihat pada
tabel di bawah ini
Tabel 2.4
Indikator Penentuan calon lokasi ibukota
No
Kriteria
Parameter Tolok
Ukur
Keterangan
Struktur
Ruang
Aspek Tata
Ruang
Pola Ruang
Calon
lokasi
ibukota
harus
memperhatikan
Fungsi
serta
kedudukan kota tersebut di dalam
wilayah untuk menentukan seberapa
besar perkembangan kota akan terjadi,
serta fasilitas-fasilitas apa yang harus
disediakan oleh kota yang sifatnya
melayani wilayah yang melingkupinya
sehingga pembagian ruang dalam
wilayah yang akan dijadikan ibu kota
dapat
mempermudah
pola
investasi,arah perkembangan, pola
pengendalian,
keserasian
dan
keseimbangan lingkungan.
Sumber
Undang-undang No 26
tahun 2007 tentang
penataan ruang.
47
No
Kriteria
Parameter Tolok
Ukur
Fasilitas Umum
2
Ketersediaan
Fasilitas
Fasilitas Sosial
Jangkauan
masyarakat
Aksesibilitas
Transportasi
umum
Keterangan
Kondisi, letak
dan luas daerah
Kondisi daerah
Letak Daerah
Sumber
Kutipan
(Sujarto,
1989) dalam jurnal
arahan
penyediaan
fasilitas
pelayanan
kota di daerah urban
sprawl
Surabaya
hal:10.
Peraturan Pemerintah
No.78 Tahun 2007
tentang
Pemekaran
Daerah
48
No
Kriteria
Parameter Tolok
Ukur
Luas Daerah
Kependudukan
Sosial
Ekonomi
Keterangan
Sumber
Jumlah
Penduduk
Kota
merupakan
tempat
terkonsentrasinya penduduk sehingga
jumlah penduduk diperkotaan jauh
lebih besar dibanding jumlah penduduk
yang ada di pedesaan, banyaknya
jumlah
penduduk
diperkotaan
disebabkan oleh pertumbuhan secara
alami dan urbanisasi.
Kepadatan
Penduduk
Kemampuan
Ekonomi
Potensi
Daerah
Kemampuan
Keuangan
Tingkat
Kesejahteraan
masyarakat
Calon
lokasi
ibukota
harus
memperhatikan tingkat pendidikan,
kesehatan dan pendapatan masyarakat
yang dapat diukur dengan indeks
pembangunan manusia untuk mencapai
Demografi
Umum
menurut
Prof.Ida
Bagoes Mantra (2003 :
78)
Peraturan Pemerintah
No.78 Tahun 2007
tentang Pemekaran
Daerah
49
No
Kriteria
Parameter Tolok
Keterangan
Ukur
Sumber
Sosial Politik
dan budaya
Penduduk
yang
ikut
pemilu
Organisasi
Masyarakat
Organisasi
masyarakat
yang
mempunyai tujuan tertentu di bidang
sosial dan kemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah
No.78 Tahun 2007
tentang Pemekaran
Daerah
Sumber : Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang, Kutipan (Sujarto, 1989) dalam jurnal
arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota di daerah urban sprawl Surabaya hal:10, Robinson Tarigan
(2005 : 78), Hurriyati (2010 : 57), Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2007 tentang Pemekaran Daerah,
Demografi Umum menurut Prof.Ida Bagoes Mantra (2003 :78).
50
2.
3.
Identifikasi
tingkat
perkembangan
kecamatan
berdasarkan
Penilaian
Kinerja
pengembangan
wilayah
per
kecamatan
kependudukan,
tingkat
kesejahteraan
masyarakat,
sarana
nilai
indeks
total
tersebut
dijumlahkan
dan
dilakukan
51
dapat
menciptakan
kemandirian
daerah.
Tujuan
pemekaran
jiwa,
mengalami
pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan titik berat pada sektor pertanian dan
pariwisata. Letak Kabupaten Cianjur yang sangat strategis, berbatasan dengan
Kabupaten Bogor, Purwakarta, Bandung, Garut,
dan
berdekatan
dengan
52
memperhatikan
potensi,
permasalahan,
dan
kecenderungan
53
dengan
perolehan
total
nilai
indikator faktor kependudukan sebesar 100, faktor ekonomi 60, faktor potensi
daerah 60 dan faktor kemampuan keuangan 65. Sementara skor total Kabupaten
Cianjur induk, berdasarkan data yang diperoleh adalah sebesar 406 (mampu),
dengan perolehan total nilai indikator faktor kependudukan sebesar 100, faktor
ekonomi 70, faktor potensi daerah 60 dan faktor kemampuan keuangan 45.
Kabupaten Cianjur (induk) maupun calon Kota Cipanas, secara total nilai
keseluruhan faktor masuk kategori mampu untuk dijadikan daerah otonom.
Namun, secara normatif berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007, dinyatakan bahwa
apabila ada salah satu faktor dari 4 faktor penentu pembentukan daerah otonom
baru (faktor kependudukan kurang dari 80 atau faktor kemampuan ekonomi
kurang dari 60, atau faktor potensi daerah kurang dari 60, atau faktor kemampuan
keuangan kurang dari 60), baik daerah otonom induk dan/atau calon daerah
otonom baru, maka proses pembentukan daerah otonom baru belum dapat
dilanjutkan.
Hasil
pengkajian
menunjukkan
bahwa total
nilai
faktor
kemampuan
konsultasi
dengan
DPRD
Kabupaten
Cianjur,
strategis
untuk
memacu
pertumbuhan
54
berpegang
pada
prinsip
efisiensi
dan
efektivitas
55
Tabel 2.5
Matrik Kajian Studi Terdahulu
No
1
Penulis
Syamba Fauzi
Judul
Penilaian Kinerja
Pengembangan
Wilayah Garut Selatan
Sebagai Masukan Bagi
Pemekaran Wilayah.
Tujuan
Studi ini bertujuan untuk
mengetahui kelayakan
Wilayah Garut Selatan
untuk menjadi suatu
wilayah yang mandiri
atau menjadi kabupaten
yang baru dengan menilai
kinerja pengembangan
Wilayah Garut Selatan.
Metode
Metode analisis yang digunakan dalam
studi ini yaitu :
1.
Penentuan
bobot
antar parameter menggunakan AHP.
2.
Penilaian
yang
digunakan menggunakan system
scoring
3.
Identifikasi tingkat
perkembangan
kecamatan
berdasarkan kemampuan ekonomi,
kependudukan,
tingkat
kesejahteraan dan sarana dan
prasarana serta sosial politik di
wilayah menggunakan panduan
standar
pelayanan
minimal
(Kepmen 534 Tahun 2001 untuk
sarana dan prasarana) Penilaian
Kinerja pengembangan wilayah per
kecamatan berdasarkan hasil tingkat
perkembangan kecamatan dari
kemampuan
ekonomi,
kependudukan,
tingkat
kesejahteraan masyarakat, sarana
prasarana dan sosial politik.
penilaian
menggunakan
pembobotan sederhana dimana nilai
indeks total tersebut dijumlahkan
dan dilakukan pengelompokan (rank
Hasil
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu
Pembentukan daerah otonom ditujukan
untuk mengoptimalkan penyelenggaraan
pemerintahan dengan suatu lingkungan
kerja yang ideal dalam berbagai
dimensinya.
Daerah
otonom
yang
memiliki otonomi luas dan utuh
diperuntukkan
guna
menciptakan
pemerintahan daerah yang lebih mampu
mengoptimalkan pelayanan publik dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat
lokal dalam skala yang lebih luas. Oleh
karena itu, pemekaran daerah seharusnya
didasarkan
pada
pertimbanganpertimbangan obyektif yang bertujuan
untuk
tercapainya
peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi,
tujuan pembentukan daerah otonom tidak
dapat dilihat semata-mata dari dimensi
administrasi
dalam
arti
untuk
meningkatkan
penyelenggaraan
pemerintahan yang efisien dan efektif,
tetapi juga dari aspek ekonomi, politik dan
sosial budaya.
56
No
Penulis
Judul
Studi Kelayakan
Pemekaran Wilayah
Kabupaten Cianjur
Tujuan
Kegiatan
ini
dimaksudkan
untuk
melakukan
penelitian
pemekaran
Kabupaten
Cianjur yang berfokus
pada studi potensi calon
Kota
Cipanas
di
Kabupaten
Cianjur.
Secara rinci tujuannya
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis
potensi wilayah
calon
Kota
Cipanas.
2. Menganalisis
kemungkinan
pemekaran
Kabupaten
Cianjur sesuai
dengan
indikator dalam
PP No. 78
Tahun
2007
tentang
Tata
Cara
Pembentukan,
Penghapusan,
dan
Penggabungan
Metode
yang terdiri dari baik, menengah,
dan buruk).
Metode analisis untuk memprediksi
kelayakan
pemekaran
Kabupaten
Cianjur menggunakan metode analisis
biaya dan manfaat (cost and benefit)
dengan
memperhatikan
potensi,
permasalahan,
dan
kecenderungan
perkembangan wilayah calon Kota
Cipanas dikaitkan dengan kondisi
Kabupaten Cianjur.
Hasil
1.
2.
57
No
Penulis
Judul
Tujuan
Daerah.
3. Menganalisis
kelayakan
pemekaran
Kabupaten
Cianjur
dari
sisi biaya dan
manfaat.
Metode
Hasil
memacu
pertumbuhan
setiap
kecamatan
di
masing-masing wilayah,
antara
lain
dengan
melakukan
pemerataan
pembangunan di seluruh
wilayah agar tidak terjadi
kesenjangan dan di sisi
lain,
dapat
memacu
lahirnya
pusat-pusat
perekonomian baru di
kota yang baru terbentuk.
Melakukan
penataan
kelembagaan organisasi
pemerintahan
daerah
dengan berpegang pada
prinsip
efisiensi
dan
efektivitas
dalam
pelayanan
publik,
sehingga jumlah aparat
birokrasi yang diperlukan
tidak terlampau banyak,
tetapi
memiliki
kualifikasi
dan
kompetensi
yang
memadai
58
59