Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

Disusun Oleh :

Revi Arinta (2018.01.014)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

TAHUN 2021
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PROFESI
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
ONLINE

LEMBAR PENGESAHAN
FRAKTUR FEMUR
Telah disetujui dan Di Periksa Sebagai Tugas Individu
Praktik Klinik Keperawatan Program Studi D3 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi
ONLINE
Periode 19 Juli 2021 sd 7 Agustus 2021

Nama Mahasiwa,

Revi Arinta
NIM 2018.01.014

BANYUWANGI, JULI 2021


MENYETUJUI,

Pembimbing

Ns. Atik Pramesti Wilujeng, M.Kep


NIDN. 0730018504
Hiperbilirubinemia

A. Defenisi
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah
(level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna
kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.(Doenges,
Marilyn E., Maternal.1988).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R.
Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis
pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa
dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efeK
pathologis.(Markum, 1991:314)

Kesimpulan:
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.

B. Klasifikasi

a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan
konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan
kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang
tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi
retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam
serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin
dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam
memproses bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek
pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus  Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV

C. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
2. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
4. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
6. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
7. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,
dan hipoksia.
E. WOC
Peningkatan Gangguan Gangguan Gangguan Peningkatan
produksi fungsi hati transportasi ekskresi sirkulasi
bilirubin enterohepatik

HIPERBILIRUBIN

Bilirubin Indirek Fototerapi Peningkatan


pemecahan bilirubin

Toksik bagi Perubahan Pemisahan bayi Pengeluaran cairan


jaringan suhu dg orang tua empedu di usus
lingkungan

MK: KERUSAKAN
Peristaltic usus
INTEGRITAS KULIT
Saraf Aferen Gangguan
peran orang tua

Diare
Hipotalamus
MK:
PERUBAHAN
PERAN ORANG
vasokonstriksi TUA Pengeluaran volume
cairan dan intake

Penguapan
MK: RESIKO
KEKURANGAN VOLUME
CAIRAN

MK:
HIPERTERMI
F. Manifestasi klinis
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada
hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.

G. Komplikasi
1. Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius )
Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan
benar dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi
akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di
ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel.
Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan
kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang
terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular.
Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum dengan
ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang
mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan
dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang
disebabkannya.
2. Retardasi mental - Kerusakan neurologi.
Efek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel
saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi.
Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu
sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan
konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan
gejala sisa berupa tuli saraf.
3. Gangguan pendengaran dan penglihatan
4. Asfiksia
5. Hipotermi
6. Hipoglikemi
7. Terjadi kernicterus.
Terjadi kernikterus yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus,
nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.
8. Kernikterus
Kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
9. Kematian.

H. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1. Visual
- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari
dengan cahaya matahari) karena ikterus  bias terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan yang kurang.
- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna
dibawah kulit dan jaringan subkutan.
- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun
pada hari pertama dan terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki
pada hari kedua, maka digoongkan sebagai ikterus sangat berat dan
memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
2. Pemeriksaan laboratorium.
- Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
- Hasil positif dari test Coomb  direk menandakan adanya sensitisasi
( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
- Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
- Bilirubin total
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam
24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau
1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
- Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
- Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan
(< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
- Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
- Daya ikat karbon dioksida Penurunan kadar menunjukkan hemolisis 
- Meter ikterik transkutan Mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
- Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis
- Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
- Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
3. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
4. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
5. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.

I. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.      Menghilangkan Anemia
2.      Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3.      Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.      Menurunkan Serum Bilirubin
   Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

J. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in
the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin
tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke
Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5
mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
di Fototherapi dengan konsentrasiBilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah

Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
10. Transfusi Pengganti digunakan untuk :
11. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
12. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
13. Menghilangkan Serum Bilirubin
14. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
   Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat
    Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi
Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:


1.      Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
a. Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
b. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang
Bakteri)
c. Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
d. Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
e. Kadar Bilirubin Serum berkala.
f. Darah tepi lengkap.
g. Golongan darah ibu dan bayi. bila perlu.
h. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar.
i. Test Coombs.
2.   Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah
ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD
atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis
perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub
kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka
pemeriksaan yang perlu dilakukan:
a. Pemeriksaan darah tepi.
b. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
c. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
d. Pemeriksaan lain bila perlu.
3.   Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama.
a. Sepsis.
b. Dehidrasi dan Asidosis.
c. Defisiensi Enzim G6PD.
d. Pengaruh obat-obat.
e. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4.   Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:


a. Karena ikterus obstruktif.
b. Hipotiroidisme
c. Breast milk Jaundice.
d. Infeksi.
e. Hepatitis Neonatal.
f. Galaktosemia.
g. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
h. Pemeriksaan Bilirubin berkala.
i. Pemeriksaan darah tepi.
j. Skrining Enzim G6PD.
k. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

K. PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
a. Nasehati Ibu :
1. Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu
mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal inin karena
berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
2. Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk
menghindari zzat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada
bayi(contoh : obat anti malaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,dll)
b. pengawasan antenatal yang baik
c. menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh : Sulfaforazol, Novobiosin, oksitosin.
d. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
e. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.
f. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir.
g. Pemberian makanan yang dini.
h. Pencegahan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.

Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan


Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
LEMBAR KONSUL

N TGL REVISI PARAF


O

Anda mungkin juga menyukai