Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK


(PPOK)

• Defenisi
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) adalah istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price, Sylvia Anderson : 2011).

 Menurut Snider (2013), PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif


dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya. Biasanya
ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas. Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan
emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus. Penyakit
paru obstruksi kronik juga merupakan kelainan yang terjadi pada paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya
penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi
beberapa waktu.

• Anatomi dan Fisiologi


Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai alat
respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk terjadinya
pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini terjadi pada
alveolus–alveolus di paru melalui sistem kapiler.
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru sebelah kiri.
Pada paru kanan lobus–lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan lobus
inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior. Namun
pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang analog dengan lobus
medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus–lobus paru
kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara
lobus superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua.
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk mengembang
dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembang dan mengempis
ini di sebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2.
Namun selain itu mengembang dan mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot–
otot dinding thoraks dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di
dalam cavum pleura.
• Cavum thoraks
Paru terletak pada sebuah ruangan di tubuh manusia yang di kenal sebagai cavum
thoraks. Karena paru memiliki fungsi yang sangat vital dan penting, maka cavum
thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi paru, terutama dari trauma
fisik. Cavum thoraks memiliki dinding yang kuat yang tersusun atas 12 pasang costa
beserta cartilago costalisnya, 12 tulang vertebra tho racalis, sternum, dan otot–otot
rongga dada. Otot–otot yang menempel di luar cavum thoraks berfungsi untuk
membantu respirasi dan alat gerak untuk extremitas superior.
• Pleura
Selain mendapatkan perlindungan dari dinding cavum thoraks, paru juga dibungkus
oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa bangunan embriologi dari coelom extra-
embryonal yakni pleura. Pleura sendiri dibagi menjadi 3 yakni pleura parietal,
pleura visceral dan pleura bagian penghubung. Pleura visceral adalah pleura yang
menempel erat dengan substansi paru itu sendiri. Sementara pleura parietal adalah
lapisan pleura yang paling luar dan tidak menempel langsung dengan paru. Pelura
bagian penghubung yakni pleura yang melapisi radiks pulmonis, pleura ini
merupakan pelura yang menghubungkan pleura parietal dan pleura visceral.
Pleura parietal memiliki beberapa bagian antara lain yakni pleura diafragmatika,
pelura mediastinalis, pleura sternocostalis dan cupula pleura. Pleura diafragmatika
yakni pleura parietal yang menghadap ke diafragma. Pleura mediastinalis merupakan
pleura yang menghadap ke mediastinum thoraks, pleura sternocostalis adalah pleura
yang berhadapan dengan costa dan sternum.
Sementara cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura thoracis superior.
Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan pleura
melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura.
Di antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan yang disebut
cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting pada proses
respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada cavum
pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika diafragma dan
dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang begitu juga
sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi
dinding dalam pleura.
• Etiologi
Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
menurut Arief Mansjoer (2012) adalah :
• Kebiasaan merokok
• Polusi Udara
• Paparan Debu, asap
• Gas-gas kimiawi akibat kerja
• Riwayat infeki saluran nafas
• Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan  penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff
(2012) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi
akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus
influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama  menurut   Neil F. Gordan (2013)
bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit
PPOK, yaitu :
• Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
• Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
• Merokok
• Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
• Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap  rokok dan debu
• Polusi udara
• Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
• Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi
kronik.
• Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:

• Bronchitis Kronis

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan


mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis
dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut –
turut (Bruner & Suddarth, 2002).

Penyebab dari bronchitis kronik adalah; infeksi dari virus/bakteri stafilokokus,


sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae; Alergi; Rangsang,
misalnya asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dan lain-lain.

Sebagai manifestasi klinis dari PPOK adalah terjadinya peningkatan ukuran dan
jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan meningkatkan produksi
mukus, sehingga mukus menjadi lebih kental. Kerusakan fungsi cilliary dapat terjadi
sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu,
"mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan
untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi
dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.

Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi
mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit
saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus
besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan
pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan
nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-
paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.

Klien dengan PPOK dapat mengalami kekurangan oksigen jaringan, ratio ventilasi


perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia,
maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat,
diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.

• Emfisema

Emfisema merupakan perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran


dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth,
2002). Dapat disebabkan karena merokok, polusi udara, serta peridsposisi genetik.

Klien dengan emfisema ditandai dengan dispnea, takipnea, inspeksi : barrel chest,
penggunaan otot bantu pernapasan, perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada
seluruh bidang paru, auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi,
hipoksemia, hiperkapnia, anoreksia, penurunan berat badan, serta terjadinya kelemahan.
• Asthma Bronchiale

Merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran
nafas (Bruner & Suddarth, 2002). Dapat disebabkan oleh alergen (debu, bulu binatang,
kulit, dll), infeksi saluran  nafas, stress, olahraga (kegiatan jasmani berat), obat-obatan,
polusi udara.

Tanda dan gejala dari penderita asthma bronchial terjadi dispnea, pada permulaan
serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat), wheezing, batuk non
produktif, takikardi, serta takipnea.

• Manifestasi Klinis
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan
sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan
mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.

Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang


hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang
biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat
saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

1)      Batuk bertambah berat

2)      Produksi sputum bertambah

3)      Sputum berubah warna

4)      Sesak nafas bertambah berat

5)      Bertambahnya keterbatasan aktifitas

6)      Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis

7)      Penurunan kesadaran


• Komplikasi
• Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

• Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul


antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

• Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan


rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

• Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.

• Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.

• Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini


sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.

• Penatalaksanaan
• Pemeriksaan Diagnostik
• Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ;
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal; Corak paru yang bertambah.
• Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow
rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas
lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada
saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
• Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
• Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
• Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
• Laboratorium darah lengkap.
Sumber: (Wajan Juni Udjianti, 2010)
• Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
1. Diamati bentuk thorax, apakah biasa/normal ataukah ada kelainan bentuk seperti;
• Kifosis, Iordosis, scoliosis gibbus (kiposis yang ekstrim).

• Bentuk dada burung (pigeon chest)-sternum menonjol

• Bentuk dada tukang sepatu/cekung (funnel chest)

• Barrel chest (besar-mengembung muka-belakang)

2. Diamati pernapasan pasien seperti:


• Terdengar stridor inspirasi/ekspirasi

• Menghitung frekuensi pernapasan, yang normalnya 16-24x/menit dan juga ada


perbandingan frekuensi napas, dengan HR yang kira-kira  1 : 4. Napas lebih dari 24x/menit
disebut Tachypnea. Bila kurang dari 16 disebut Bradipnea.

• Catat pola/irama pernapasannya. Teratur, periodic ceynes stokes, periodic biot, Kussmaul
( cepat-dalam), Hiperventilasi (hanya dalam) atau irama satu-satu pada pasien sebelum
meninggal.

• Amati ada tidaknya Dyspnea (setiap ketidaknyamanan bernapas dalam bentuk apapun);
– Tanda-tanda retraksi intercostals
– Tanda-tanda retraksi supra sterna
– Pernapasan cuping hidung
– D’effort inspirasi seperti pada disteria.
– D’effort ekspirasi seperti pada asthma bronchiale
– Orthopnea, lebih nyaman bernapas pada posisi duduk.

3. Ada 2  hal lain yang dihubungkan dengan fungsi pernapasan adalah;


• Pengamatan Cyanosis disekitar bibir, mulut dan dasar kuku

• Clubbing of the fingers (seperti ujung pemukul genderang).

4. Amati suara batuk yang kita dengar (produktif, kering, whooping, pendek-pendek/dehem-
dehem)

Palpasi

Palpasi pada dinding thorax menggunakan seluruh telapak tangan dan jari kiri dan kanan
dengan maksud meraba dan merasakan getaran dinding dada sewaktu pasien mengucapkan
kata “tujuh puluh tujuh…….” berulang-ulang. Getaran yang dirasakan disebut: Vocal
fremitus, perabaan dilakukan diseluruh permukaan dada (kiri, kanan, depan dan belakang).
Umumnya pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau
kurang bergetar. Pemadatan jaringan baru (Pneumonia, keganasan) akan terasa lebih bergetar.
Pleural effusion dan pneumo thorax akan terasa kurang bergetar.

Perkusi

Perkusi dinding thorax, dengan cara mengetuk dengan jari tengah tangan kanan pada jari
tengah-tangan kiri yang ditempelkan dengan erat di dinding dada dicelah intercosta (kecuali
pemeriksa kidal tentu sebaliknya). Ilmu ini meniru para pembuat anggur yang bisa memeriksa
tong-tong anggur yang mereka perkusi dan memastikan dimana batas permukaan cairan
anggur mereka karena memberikan getaran suara yang jelas berbeda.

Pada  praktek laboratorium dan bangsal, diminta berlatih baik sampai trampil dengan cara
yang benar. Penilaian suara yang ditimbulkan oleh perkusi:

• Sonor adalahsuara perkusi jaringan paru yang normal.

• Redup adalahsuara perkusi jaringan yang lebih padat/konsolidasi paru-paru seperti


pneumonia.
• Pekak adalah suara perkusi jaringan yang padat seperti pada;
• Adanya cairan di rongga pleura
• Perkusi daerah jantung
• Perkusi daerah hepar
• Hipersonor/tympany adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong
seperti : daerah Caverne-caverne paru, penderita asthma kronik terutama dengan bentuk dada
barrel-chest akan terdengar seperti ketukan benda-benda kosong, bergema. Perkusi dilakukan
dengan cara membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan thorax.

Auskultasi
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax dengan menggunakn
stetoskop, caranya : pasien diminta bernafas cukup dalam dengan mulut terbuka dan letakan
stetoskop secara sistematik dari atas kebawah dengan membandingkan kiri-kanan.

Ada  3 suara yang di dengar pada pemeriksaan auskultasi :

 1. Suara nafas :

• Vesicular, suara nafas vesicular terdengar di semua lapangan paru yang normal. Barsifat
halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.

• broncho-vesicular, suara nafas broncho-vesicular terdengar di daerah percabangan


broncus dan trache. Jadi sekitar sternum dan region interscapular, nadanya sedang lebih kasar
di bandingkan vesicular, inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.

• bronchial, suara nafas bronchial terdengar di daerah trachea (leher) dan supra sternal
notch. Bersifat kasar, nada tinggi/inspirasi lebih pendek di bandingkan dengan ekspirasi.
2. Suara ucapan (= vocal resonans)

Penderita diminta mengucapkan “tujuh puluh tujuh…” berulang-ulang setiap sesudah


inspirasi secara berbisik dengan intonasi yang sama kuat. Pemeriksa mendengarkan dengan
stetoskop secara sistematik di semua lapangan paru serta membandingkannya kiri dankanan.

• Suara normal, perlu mengenal atau membiasakan mendengar pada orang sehat. Intensitas
dan kualitas di kiri sama dengan kanan

• Brochoponi, suara terdengar jelas ucapannya dan lebih keras dibandingkan daerah sisi
lain. Umumnya, ini akibat dari adanya proses pemadatan/konsolidasi paru.

• Pectoriloquy, suara terdengar “jauh” dan tidak jelas (= ngereyem). Bisa terdapat pada
effusion atau atelaktasis.

• Egophony, sura bergema seperti seorang yang hidungnya tersumbat(= bindeng) dan terasa
dekat. Suara semacam ini bisa didapat pada pemadatan paru yang disertai caverne/berongga-
rongga besar.

Tidak jarang ditemui pada sebuah paru sekaligus ada daerah effusion, ada daerah konsolidasi,
mempunyai caverne ada daerah yang masih normal maka vocal resonansnya bercampur sesuai
distribusi kelainan parunya.

3. Suara tambahan

Pada pernfasan normal tidak didapati suara tambahan. Suara tambahan menun jukan ada
kelainan. Macam-macam suara tambahan :

• Rales, bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluran-saluran halus pernfasan
mengembang pada inspirasi :

• Ronchi, ciri khas ronchi adalah pada rendah dan sangat kasar terdengar baik pada
inspirasi maupun ekspirasi. Ciri lain ronchi adalah akan hilang bila pasien disuruh batuk.
Ronchi terjadi akibat terkumpulnya cairan mucus dalam trachea atau bronchus-bronchus besar
(misalnya pada edema paru).

• Wheezing, adalah bunyi musical terdengar “ngiii….ik” atau pendek ngiik. Yang bisa
didapat  pada fase inspirasi dan atau ekspirasi, bahkan biasanya lebih jelas pada ekspirasi.
Wheezing terjadi karena adanya exsudat lengket tertiup aliran udara dan bergetar nyaring.

• Pleural Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar “kering” persis seperti suara gosokan
Amplas pada kayu. (catatan;Rales dan Ronchi terdengar “basah” karena seperti gemercik
cairan), pleural friction –rub terjadi karena  peradangan  pleura  terdengar sepanjang  fase
pernapasan  (inspirasi sepenuhnya). Paling jelas suara ini terdengar di daerah posteri-lateral
bawah dinding thorax.
8. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
• Biodata klien
• Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah klien memiliki riwayat penyakit genetik seperti hipertensi, diabetes, sakit
jantung.
• Riwayat kesehatan sekarang
• Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
• Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah
meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
• Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
• Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit
jelek dan membran mukosa kering.
• Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
• Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan
sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman.
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan
memori, afasia, anisokor, nistagmus, ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda
brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal
menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
• Nyeri/keamanan
Gejala : Nyeri pada dada. Tanda : gelisah,  menangis.
• Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
Pola Fungsional Gordon
• Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
pada pola ini kita mengkaji:
• Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
• Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-
obatan tertentu?
• Bagaimanakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan? Biasanya
klien tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya dan bagaimana
penyakit ini terjadi. Klien akan menganggap biasa gejala penyakit yang
dirasakan.
•  Pola nutrisi – metabolisme

pada pola ini kita mengkaji:

• Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di
rumah sakit?

• Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?

• Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?

• Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?

• Apakah klien mengalami mual dan muntah?

• Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?

Biasanya klien mengalami susah menelan, anoreksia, mual, muntah,


stomatitis, mukolitis, dyspepsia atau disfagia, BB menurun.

• Pola eliminasi

pada pola ini kita mengkaji:

• Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?

• Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?

• Kaji konsistensi BAB dan BAK klien

• Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?


Kebanyakan klien tidak mengalami gangguan dalam pola eliminasi.
Gangguan biasanya pada ketergantungan klien pada bantuan keluarga untuk
melakukan eliminasi.

• Pola aktivitas – latihan

pada pola ini kita mengkaji

• Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?

• Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri

• Kaji tingkat ketergantungan klien

0 = mandiri

1 = membutuhkan alat bantu

2 = membutuhkan pengawasan

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain

4 = ketergantungan

• Apakah klien mengeluh mudah lelah?

Biasanya klien akan mengalami Dispnea, suara nafas menurun/menghilang &


adanya suara tambahan seperti rale (krekels), mengi, ronki dengan auskultasi.
Nadi cepat dan tekanan darah menurun.

• Pola istirahat – tidur

pada pola ini kita mengkaji:

• Apakah klien mengalami gangguang tidur?

• Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?

• Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?

Biasanya klien akan mengalami gangguan tidur karena nyeri yang dirasakan
di telinga.

• Pola kognitif – persepsi


pada pola ini kita mengkaji:

• Kaji tingkat kesadaran klien

• Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami


perubahan?

• Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?

• Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?

Fungsi indra pendengaran klien akan terganggu, ada yang terasa berdenging
atau sudah tuli. Fungsi indra lain biasanya tidak mengalami gangguan.

• Pola persepsi diri - konsep diri

Pada pola ini kita mengkaji:

• Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?

• Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?

• Apakah klien merasa rendah diri?

Gangguan konsep diri yang dialami klien akan terjadi bila klien sudah
mengalami gangguan atau kehilangan fungsi pendengarannya.

• Pola peran – hubungan

pada pola ini kita mengkaji:

• Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?

• Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?

• Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?

Biasanya klien akan terganggu dalam berhubungan dengan pasangan serta


akan sulit berperan dengan baik dalam keluarga, khususnya.

• Pola reproduksi dan seksualitas


Pada pola ini kita mengkaji:

• Bagaimanakah status reproduksi klien?

• Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?

• Klien tidak mengalami gangguan dalam reproduksi dan seksualitasnya

• Pola koping dan toleransi stress

Pada pola ini kita mengkaji:

• Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?

• Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?

• Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

Biasanya klien akan mengalami cemas dengan  penyakit yang dideritanya.

• Pola nilai dan kepercayaan

Pada pola ini kita mengakaji:

• Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien

• Apakah terjadi perusbahan pola dalam beribadah klien

9. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/
Rencana keperawatan Intervensi
Masalah Kolaborasi

Bersihan Jalan Nafas tidak NOC:


efektif berhubungan dengan: • Respiratory status : • Pastikan kebutuhan oral /
• Infeksi, disfungsi Ventilation tracheal suctioning.
neuromuskular, hiperplasia • Respiratory status : • Berikan O2 ……l/mnt,
dinding bronkus, alergi jalan Airway patency metode………
nafas, asma, trauma • Aspiration Control • Anjurkan pasien untuk
• Obstruksi jalan nafas : Setelah dilakukan tindakan istirahat dan napas dalam
spasme jalan nafas, sekresi keperawatan selama • Posisikan pasien untuk
tertahan, banyaknya mukus, …………..pasien memaksimalkan ventilasi
adanya jalan nafas buatan, menunjukkan keefektifan • Lakukan fisioterapi dada
sekresi bronkus, adanya jalan nafas dibuktikan jika perlu
eksudat di alveolus, adanya dengan kriteria hasil : • Keluarkan sekret dengan
benda asing di jalan nafas. • Mendemonstrasikan batuk atau suction
DS: batuk efektif dan suara • Auskultasi suara nafas,
nafas yang bersih, tidak catat adanya suara
• Dispneu ada sianosis dan tambahan
DO: dyspneu (mampu • Berikan bronkodilator :
• Penurunan suara nafas mengeluarkan sputum, • ………………………
• Orthopneu bernafas dengan mudah, • ……………………….
• Cyanosis tidak ada pursed lips) • ………………………
• Kelainan suara nafas (rales, • Menunjukkan jalan nafas • Monitor status
wheezing) yang paten (klien tidak hemodinamik
• Kesulitan berbicara merasa tercekik, irama • Berikan pelembab udara
• Batuk, tidak efekotif atau nafas, frekuensi Kassa basah NaCl
tidak ada pernafasan dalam Lembab
• Produksi sputum rentang normal, tidak ada • Berikan antibiotik :
• Gelisah suara nafas abnormal) …………………….
• Perubahan frekuensi dan • Mampu …………………….
irama nafas mengidentifikasikan dan • Atur intake untuk cairan
mencegah faktor yang mengoptimalkan
penyebab. keseimbangan.
• Saturasi O2 dalam batas • Monitor respirasi dan
normal status O2
• Foto thorak dalam batas • Pertahankan hidrasi yang
normal adekuat untuk
mengencerkan sekret
• Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.

Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : • Respiratory status : • Posisikan pasien untuk
• Hiperventilasi Ventilation memaksimalkan ventilasi
• Penurunan energi/kelelahan • Respiratory status : • Pasang mayo bila perlu
• Perusakan/pelemahan Airway patency • Lakukan fisioterapi dada
muskulo-skeletal • Vital sign Status jika perlu
• Kelelahan otot pernafasan • Keluarkan sekret dengan
• Hipoventilasi sindrom Setelah dilakukan tindakan batuk atau suction
• Nyeri keperawatan selama • Auskultasi suara nafas,
• Kecemasan ………..pasien menunjukkan catat adanya suara
• Disfungsi Neuromuskuler keefektifan pola nafas, tambahan
• Obesitas dibuktikan dengan kriteria • Berikan bronkodilator :
• Injuri tulang belakang hasil: -…………………..
• Mendemonstrasikan batuk …………………….
DS: efektif dan suara nafas • Berikan pelembab udara
• Dyspnea yang bersih, tidak ada Kassa basah NaCl Lembab
• Nafas pendek sianosis dan dyspneu • Atur intake untuk cairan
DO: (mampu mengeluarkan mengoptimalkan
• Penurunan tekanan sputum, mampu bernafas keseimbangan.
inspirasi/ekspirasi dg mudah, tidakada • Monitor respirasi dan status
• Penurunan pertukaran pursed lips) O2
udara per menit • Menunjukkan jalan nafas • Bersihkan mulut, hidung
• Menggunakan otot yang paten (klien tidak dan secret trakea
pernafasan tambahan merasa tercekik, irama • Pertahankan jalan nafas
• Orthopnea nafas, frekuensi yang paten
• Pernafasan pursed-lip pernafasan dalam rentang • Observasi adanya tanda
• Tahap ekspirasi normal, tidak ada suara tanda hipoventilasi
berlangsung sangat lama nafas abnormal) • Monitor adanya
• Penurunan kapasitas • Tanda Tanda vital dalam kecemasan pasien
vital rentang normal (tekanan terhadap oksigenasi
• Respirasi: < 11 – 24 darah, nadi, pernafasan) • Monitor vital sign
x /mnt • Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
• Ajarkan bagaimana batuk
efektif
• Monitor pola nafas

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan/ Intervensi
Hasil
Masalah Kolaborasi
Ketidakseimbangan NOC: NIC:
nutrisi kurang dari • Nutritional status: • Monitor Nutrisi:
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient • Berat badan dalam batas
Berhubungan dengan : • Nutritional Status : normal
Ketidakmampuan food and Fluid Intake • Monitor adanya penurunan
untuk memasukkan • Weight Control BB dan gula darah
atau mencerna nutrisi Setelah dilakukan • Monitor tipe dan jumlah
oleh karena faktor tindakan keperawatan aktivitas yang biasa
biologis, psikologis selama….nutrisi kurang dilakukan
atau ekonomi. teratasi dengan indikator: • Monitor turgor kulit
DS: •Albumin serum • Monitor kekeringan, rambut
• Nyeri abdomen •Pre albumin serum kusam, total protein, Hb dan
• Muntah •Hematokrit kadar Ht
• Kejang perut •Hemoglobin • Kaji makanan kesukaan
• Rasa penuh tiba-tiba •Total iron binding • Monitor intake nuntrisi
setelah makan capacity • Monitor pucat, kemerahan,
DO: • Jumlah limfosit dan kekeringan jaringan
• Diare konjungtiva
• Rontok rambut yang • Manajemen Nutrisi:
berlebih • Mengkaji adanya alergi
• Kurang nafsu makan makanan
• Bising usus berlebih • Kolaborasi dengan ahli gizi
• Konjungtiva pucat untuk menentukan jumlah
• Denyut nadi lemah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
• Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
• Monitor lingkungan selama
makan
• Monitor mual dan muntah
• Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
• Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
• Pertahankan terapi IV line

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2008. Nursing
Interventions Classification (NIC) : Fifth Edition. Missouri : Mosby Elsevie.
Mansjoer, Arif Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Mark. H. Swart.2012. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta:EGC.
Moorhead, Sue., Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC) : Fourth Edition. Missouri : Mosby Elsevier
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Wiley, John dan Sons Ltd. 2009. NANDA International : 2009-2011. United Kingdom : Markono
Print Media

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.Jakarta:EGC.


Reeves, Charlene J., dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai