Anda di halaman 1dari 10

A.

AIR
Air merupakan bahan esensial yang diperlukan dalam kehidupan. Manusia dan makhluk-
makhluk lain yang tidak hidup di dalam air senantiasa mencari tempat untuk tinggal yang
dekat dengan air supaya mudah mengambil air untuk keperluan hidupnya, maka desa atau
kota zaman dulu tumbuh di sekitar sumber air, baik di tepi sungai, maupun di tepi danau.
Sesudah peradaban manusia lebih maju, tempat tinggalnya tidak perlu dekat dengan
sumber air, karena sumber air yang jauh, dapat didistribusikan melalui pipa (Prawiro,
1989). Air adalah zat yang ada di alam yang dalam kondisi normal di atas permukaan
bumi ini berbentuk cair, akan membeku pada suhu di bawah 0 °C dan mendidih pada
suhu 100 °C. Ahli kimia mendefinisikannya terdiri dari dua unsur yaitu oksigen dengan
dua lengan menggandeng hidrogen membentuk satu kesatuan disebut molekul. Setiap
tetes air yang kita lihat terkandung di dalamnya bermilyar-milyar molekul tadi yang
saling tumpang-tindih, yang tidak dapat dilihat dengan mata kita. Indera kita hanya
mampu untuk melihat wujudnya sebagai zat cair, kita rasakan dengan tangan dan lidah
seperti layaknya air, kita 6 cium dengan hidung sebagai salah satu tanda bahwa di dalam
tubuh kita terdapat trilyunan molekul-molekul air tersisip dihampir semua organ tubuh
terutama otak, darah, paru-paru, jantung, ginjal, otot dan hati, yang secara total bisa
dikatakan lebih dari tujuh puluh persen bagian tubuh kita sebenarnya adalah air (Chandra,
2007).

Tapi, saat ini telah banyak sumber air bersih yang tercemar karena ulah manusia.
Bahkan, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang
dirilis pada tahun 2016, 68% kondisi air sungai di Indonesia masuk dalam kategori
tercemar berat.

PENCERNAAN
Sistem pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan
anus. Dimana semua organ itu merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Fungsi utama dari sistem pencernaan yaitu sebagai pencerna nutrisi tubuh.
Namun meskipun begitu, bukan  berarti sistem pencernaan pada tubuh manusia akan
selalu aman karena adanya nutrisi yang banyak. Pintu atau jalan masuknya zat dari luar
dengan bebas ternyata akan menimbulkan banyak gangguan atau penyakit pada sistem
pencernaan. Dimana penyakit tersebut akan mengganggu atau mengancam orang yang
menderitanya.

Kolera, disebabkan oleh bakteri vibrio chlorae saat Anda mengonsumsi air atau makanan yang
terkontaminasi oleh feses orang yang mengidap penyakit ini. Anda juga bisa terjangkit kolera jika
Anda mencuci bahan makanan dengan air yang terkontaminasi. Gejala termasuk: diare, muntah,
kram perut, dan sakit kepala.

Amoebiasis, atau Diare Pelancong, disebabkan oleh amoeba yang hidup di air tercemar. Amoeba ini
mengakibatkan infeksi pada usus besar dan hati. Gejala termasuk diare berdarah dan berlendir, bisa
ringan atau sangat parah.

Disentri, disebabkan oleh bakteri yang masuk dalam mulut melalui air atau makanan yang tercemar.
Tanda dan gejala disentri termasuk demam, muntah, sakit perut, diare berdarah dan berlendir parah.

Diare, diare infeksi adalah salah satu penyakit paling umum akibat bakteri dan parasit yang berdian
di air tercemar. Diare mengakibatkan feses encer/cair yang menyebabkan penderitanya mengalami
dehidrasi, bahkan kematian pada anak dan balita.
sistem pencernaan

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4631584/7-dampak-buruk-pencemaran-air-
terhadap-kesehatan
KULIT

Keluhan Kesehatan Akibat Penggunaan Air

2.1. Kulit Gatal-Gatal, Merah dan Panas

Proses toksikan diserap melalui kulit, zat kimia tersebut harus menembus sel-sel epidermis, sel-sel
kelenjar keringat, atau kelenjar-kelenjar, atau masuk melalui follikelfollikel rambut. Meskipun jalan
follikel bisa membolehkan masuknya sejumlah kecil toksikan dengan segera, kebanyakan zat kimia
menembus sel-sel epidermis, yang menyusun daerah permukaan yang besar dari kulit. Kelenjar-kelenjar
keringat dan folikel-folikel rambut tersebar diseluruh kulit dalam jumlah yang beragam tetapi secara
perbandingan berupa jarang luas penampang lintang total mereka adalah mungkin diantara 0,1 dan 1,0
% dari luas kulit (Mansur, 2002).

Kulit gatal, panas dan merah merupakan gejala dermatitis dan merupakan respons kulit terhadap agens-
agens yang beraneka ragam. Respons tersebut biasanya berhubungan dengan alergi (Djuanda, 1990).
Dermatitis kontak adalah dermatitis (peradangan kulit) yang disertai dengan adanya edema interseluler
pada epiderrmis karena kulit berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan kulit.
Bahan-bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik

Kualitas Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat

Air yang tercemar oleh organisme patogen seperti bakteri atau virus dapat secara langsung
mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Tipe pencemaran yang disebabkan zat racun yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia dapat diamati melalui, (Sunu, 2001) :

(1) Pengaruh zat racun pada benda hidup , seharusnya diuji dari dua aspek:

a. Kemungkinan hidup organisme tertentu dalam air yang mengandung zat racun tertentu dan batas
konsentrasinya

b. Proses konsentrasi zat racun oleh berbagai organisme bagian dari ekosistem umum melalui rantai
makanan
(2) Pengaruh zat racun pada kesehatan manusia

a. Pengaruh keracunan akibat meminum air yang tercemar secara langsung

b. Pengaruh keracunan akibat makan ikan atau produksi laut yang lain dimana zat racun sudah
diakumulasi.

c. Pengaruh akibat makan produksi pertanian yang zat racunnya telah diakumulasi dengan cara air irigasi
atau tanah tercemar. Kualitas air baik fisik, kimia dan biologis berdampak terhadap kesehatan
masyarakat. Penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan berimplikasi terhadap keluhan
penyakit bagi penggunanya. Berikut ini dapat dijelaskan beberapa dampak kualitas air terhadap keluhan
kesehatan, yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas Fisik Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat

Kualitas fisik air dapat dilihat dari indikator bau, rasa, kekeruhan, suhu, warna dan jumlah zat padat
terlarut. Jumlah zat padat terlarut biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut.
Bila jumlah zat padat terlarut bertambah, maka kesadahan air akan naik, dan akhirnya berdampak
terhadap kesehatan. Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat
organik, maupun anorganik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan tanaman atau hewan, dan
buangan industri juga berdampak terhadap kekeruhan air, sedangkan zat organik dapat menjadi
makanan bakteri, sehingga mendukung pembiakannya, dan dapat tersuspensi dan menambah
kekeruhan air. Air yang keruh sulit didisinfeksi,karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut,
sehingga berdampak terhadap kesehatan, bila mikroba terlindung menjadi patogen (Soemirat, 2001).

Berdasarkan aspek suhu air, diketahui bahwa suhu air yang tidak sejuk atau berlebihan dari suhu air
yang normal akan mempermudah reaksi zat kimia, sehingga secara tidak langsung berimplikasi terhadap
keadaan kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).

Warna dapat disebabkan adanya tanin dan asam humat atau zat organik, sehingga bila terbentuk
bersama klor dapat membentuk senyawa kloroform yang beracun, sehingga berdampak terhadap
kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).

2. Kualitas Kimia Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat Kualitas kimia air dapat bersifat kimia
organik dan anorganik. Kedua jenis kimia ini dapat berdampak terhadap kesehatan pengguna air. Berikut
ini beberapa jenis kimia organic
yang lazim terdapat dalam air dan berhubungan dengan terjadinya penyakit pada pengguna air, yaitu:

(1) Hg (Air Raksa)

Air raksa atau mercury adalah unsur logam yang termasuk logam berat yang bersifat racun terhadap
tubuh manusia. Biasanya secara alami ada dalam air dengan konsentrasi yang sangat kecil. Pencemaran
air atau sumber air oleh merkuri umumnya akibat limbah yang berasal dari industri (Soemirat, 2001).

Adsorpsi metil merkuri ditubuh mencapai 95%, kontaminasi Hg pada manusia bisa terjadi melalui
makanan, minuman, dan pernafasan, serta kontak kulit. Paparan jalur kulit biasanya berupa senyawa
HgCl2 atau K2HgI4. Toksisitas HgCl2 atau garam merkuri yang larut bisa menyebabkan kerusakan
membran alat pencernaan, eksantema pada kulit, dekomposisi eritrosit dan menurunkan tekanan darah.
(Widowati, 2008)

(2) Aluminium (Al)

Aluminium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk, dan karenanya banyak digunakan, sehingga terdapat
banyak di lingkungan. Sumber alamiah Al adalah bauxit dan cryolit. Industri pengguna Al antara lain
industri kilang minyak, peleburan metal, serta lain-lain. Al juga dapat meyebabkan iritasi kulit, selaput
lendir, dan saluran pernapasan (Soemirat, 2001) (3) Arsen (As) Arsen (As) adalah logam yang mudah
patah, berwarna keperakan dan sangat toxik. As elemental didapat di alam dalam jumlah tinggi sangat
terbatas; terdapat bersama-sama Cu, sehingga didapatkan produk sampingan pabrik peleburan Cu.
Secara kronis keracunan arsen dapat menimbulkan anorexia, kolk, mual, diare atau konstipasi,
pendarahan pada ginjal, dan kanker kulit. Arsen (As) dapat menimbulkan iritasi, alergi, dan cacat
bawaan. Dimasa lampau, Arsen (As) dalam dosis kecil digunakan sebagai campuran tonikum, tetapi
kemudian ternyata bahwa Arsen (As) ini dapat menimbulkan kanker kulit pada peminumnya (Soemirat,
2001). Paparan As an organik melalui kulit dapat menyebabkan kulit membengkak dan kemerahan.
Senyawa arsenik yang mengenai kulit akan diekskresikan melalui deskuamasi kulit dan melalui keringat.
As dikulit akan mengakibatkan terjadinya Mee’s line (perubahan pita putih melintang pada kuku jari)
yang akan muncul setelah kurang lebih 6 minggu terpapar As (Widowati, 2008).

(3) Berilium (Be)

Berilium (Be) adalah logam berwarna abu-abu, berbentuk padat pada suhu kamar, kuat, ringan dan
mudah pecah. Be. Banyak digunakan dari berbagai jenis industri karena memiliki sifat titik lebur tinggi,
sangat kuat, dan bisa menjadi konduktor listrik yang baik. Berbagai jenis industri menggunakan Be,
diantaranya sebagai pelapis panas (thermal cating), brake system, tabung x-ray, dental plate, stamping
and cutting (alat stempel dan pemotong), dan handling/assembly, industri peralatan olahraga, industri
keramik (Widowati,2008). Pencemaran Be berasal dari industri logam non ferrous, industri logam
aluminium, pemrosesan Be, penyulingan petroleum, dan akhirnya mencemari tanah, air dan udara.
Absorpsi Be lewat kulit dipengaruhi oleh bentuk dan senyawa Be (Widowati, 2008). Paparan Be larut air
melalui kulit akan mengakibatkan reaksi alergi pada kulit atau lesi papulovesikuler pada kulit. Membran
kelopak mata bisa mengalami peradangan bila kulit wajah mengalami dermatitis karena paparan Be. Jika
mata terpercik larutan Be, mata bisa terbakar atau menunjukkan tanda kemerahan di sekitar mata. Be
dapat menyebabkan iritasi, edema, dan peradangan pada jaringan tempat kontak Be (Widowati, 2008).

(4) Kesadahan

Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi
dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan
(korosi), juga dapat menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. Kesadahan yang tinggi di
sebabkan sebagian besar oleh Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum. Masalah yang timbul adalah
sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat tidak suka memanfaatkan penyediaan air bersih
tersebut.

(5) Klorida

Klorida adalah senyawa hologen Klor (Cl). Toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya. Misalnya
NaCL sangat tidak beracun, tetapi karboksil klorida sangat beracun. Di Indonesia, Klor digunakan sebagai
desinfektan dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak, klorida akan menimbulkan rasa asin,
korosif pada pipa sistem penyediaan air panas. Clorida sebagai desinfektan, sisa klor didalam
penyediaan air sengaja dipertahankan dengan konsentrasi sekitar 0,1 mg/l untuk mencegah terjadinya
rekontaminasi oleh mikroorganisme patogen, tetapi klor ini dapat terikat senyawa organik berbentuk
hologenhidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa karsinogenik. Oleh karena itu,
di berbagai negara maju sekarang ini, klorinisasi sebagai proses desinfektan tidak lagi digunakan. Cl
dapat mengakibatkan reaksi terhadap mata menjadi merah bila terjadi kontak dengan air yang
mengadung Cl.
(6) Mangan (Mn)

Mangan (Mn) adalah metal abu-abu-kemerahan. Keracunan seringkali bersifat kronis sebagai akibat
inhalasi debu dan uap logam. Didalam penyediaan air, seperti halnya Fe (besi), Mn (mangan) juga
menimbulkan masalah warna, hanya warnanya ungu/hitam. Paparan Mn dalam kulit bisa
mengakibatkan tremor, kegagalan koordinasi, dan dapat mengakibatkan munculnya tumor.

(7) Selenium (Se)

Selenium adalah logam berat yang berbau bawang putih. Selenium juga didapat antara lain pada
industri gelas, kimia, plastik, dan semikonduktor. Selenium dalam air dengan konsentrasi yang agak
tinggi biasanya terdapat di daerah seleniferous. Absorpsi Se organik melebihi 50% karena lebih
mudah di absorpsi oleh alat pecernaan, sedangkan absorpsi lewat kulit sangat rendah dan terbatas.
Parparan lewat kulit bisa menyebabkan kulit terbakar, bercak merah, serta pembengkakan.
(Widowati, 2008)

(8) Nikel (Ni)

Nikel adalah logam berwarna putih perak. Ni merupakan logam yang resisten terhadap korosi dan
oksidasi pada temperatur tnggi sehingga bisa dipergunakan untuk memproduksi stainless steel. Berbagai
macam industri menggunakan bahan baku Ni atau garam nikel antara lain industri kimia, industri
elektronik, serta industri logam.

Paparan Ni lewat kulit secara kronis bisa menimbulkan gejala antara lain dermatitis nikel berupa eksema
(kulit kemerahan, gatal) pada jari-jari tanga, pergelangan tangan, lengan dan alergi kulit. Sebesar 4-9%
orang yang terpapar Ni akan menunjukkan dermatitis alergi (Widowati, 2008).

(9) Cobalt (Co)

Cobalt adalah logam yang berwarna abu-abu perak dan terdapat dialam melalui sumber alam dan
aktivitas manusia. Logam ini juga dipergunakan pada industri plastik serta iradiasi pada industri pangan
untuk membunuh mikroorganisme dan mengawetkan pangan sebagai desinfektan berbagai macam
buah dan biji-bijian, untuk menunda pemasakan buah, mempertahankan kesegaran produk pertanian,
serta menunda pertunasan pada kentang dan bawang. Paparan Co bisa tejadi melalui inhalasi, kontak
kulit, mata ataupun per oral. Paparan lewat kulit berupa kulit kering, bengkak dan dermatitis. Paparan
lewat mata bisa menyebaban mata kemerahan. Kontak dengan Co bisa menimbulkan alergi pada
penderita gagal rotesis sehingga mengakibatkan dislokasi, lepas dan tulang fraktur. Hal tersebut terjadi
karena iritasi dan dermatitis yang meluas

3. Hubungan Kualitas Biologis Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat

Berdasarkan aspek parameter biologis, diketahui parameter yang mempunyai dampak langsung
terhadap kesehatan adalah adanya kandungan bakteri dan mikroba. Kelompok protozoa dalam air
seperti cacing dan tungau merupakan jenis kuman parasitik yang berdampak terhadap kesehatan seperti
kecacingan, skabies, sedangkan air yang terkontaminasi dengan bakteri dan virus juga dapat
menyebabkan masalah kesehatan bagi penggunanya. Bakteri penyebab bawaan air terbanyak adalah
salmonella thypi/parathypi, Shigella, dan vebrio cholera, sedangkan penyakit bersumber virus seperti
Rotavirus, virus Hepatitis A, poliomyelitis, dan virus trachoma. Eschericia coli adalah salah satu bakteri
patogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan
sehingga Eschericia coli digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran
hewan berdarah panas (Fardiaz,1992).

Menurut Achmadi (2008) perilaku pemajanan (behavioural exposure) adalah hubungan interaktif antara
komponen lingkungan dengan penduduknya berikut perilakunya. Perilaku pemajanan adalah jumlah
kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent
penyakit). Berdasarkan pendapat Achmadi tersebut, penggunaan air sungai yang tercemar bahan kimia
berpotensi menyebabkan keluhan kesehatan. Semakin sering frekuensi kontak serta semakin lama
durasi (waktu) setiap kali kontak dengan potensi bahaya penyakit (air sungai yang tercemar)
menyebabkan peluang terjadinya gangguan kesehatan semakin besar Lama Tinggal di Daerah Aliran
Sungai Kelompok risiko tinggi (high risk group) terkena suatu penyakit adalah sub kelompok dari suatu
kelompok yang mempunyai risiko lebih besar serta dampaknya lebih besar atau lebih berat apabila
terpajan (exposed) zat penyebab penyakit yang lebih besar (Achmadi, 2010).

Penelitian Karim (2010) tentang Pengaruh Penataan Bantaran Sungai Bau-Bau terhadap Pola Hunian
Masyarakat di Kelurahan Tomba dan Bataraguru Kota Bau-Bau, menemukan bahwa di sepanjang Daerah
Aliran Sungai Bau-Bau telah lama tumbuh permukiman masyarakat, dimana 55,4% penduduk telah
bermukim lebih dari 10 tahun. Adanya peristiwa bencana banjir besar pada tahun 1980-an yang
disebabkan oleh meluapnya air Sungai Bau-Bau sehingga menggenangi kawasan sekitarnya, membuat
pemerintah Kabupaten Buton pada waktu itu melakukan upaya pencegahan dengan cara meninggikan
bantaran sungai agar kejadian banjir besar tidak terulang lagi. Upaya tersebut membuat pembangunan
perumahan pada kawasan tersebut tumbuh kembali. Pertumbuhan perumahan pada kawasan bantaran
sungai berkembang dengan pesat.

2.2.2 Frekuensi Kontak dengan Air Sungai

Menurut Achmadi (2009), sistem komunitas dengan kejadian penyakit terdapat aspek yang disebut
faktor risiko kependudukan terhadap penyakit yaitu ada atribut manusia yang menentukan risiko
penyakit. Atribut tersebut merupakan hal-hal yang menyertai kehidupan seseorang atau kelompok.
Budaya atau kebiasaan masyarakat mempengaruhi dosis pemajanan terhadap potensi bahaya penyakit
(Achmadi, 2009), misalnya perilaku penggunaan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari untuk mandi
dan cuci. Semakin sering masyarakat menggunakan air sungai maka semakin tinggi pula dosis
pemajanan zat-zat kimia yang mencemari air sungai terhadap kulit.

2.2.3 Lama Waktu Kontak dengan Air Sungai

Paradigma kesehatan lingkungan menggambarkan model yang mempelajari hubungan antara


komponen lingkungan yang berperan dalam timbulnya gangguan kesehatan (penyakit) terhadap
masyarakat dalam suatu wilayah. Tujuan dari paradigma tersebut adalah melakukan pencegahan atau
meminimalisasi risiko terjadinya penyakit (misalnya dalam manajemen penyakit berbasis lingkungan).
Dalam paradigma ini disebutkan bahwa komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan
akan terkait dengan komunitas manusia (khususnya perilaku dalam lingkungan). Atribut komunitas
masyarakat yang berperilaku tidak baik terhadap lingkungan akan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit (Achmadi, 2010)

http://eporsitory.usu.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai