Anda di halaman 1dari 9

TUGAS I

MATA KULIAH PERUNDANG – UNDANGAN GEOSPASIAL

“Sejarah dan Perjalanan Terbentuknya

Undang - Undang Informasi Geospasial”

Disusun oleh :

Andri Crestianto

NIM. 4122.3.16.13.0011

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS WINAYA MUKTI

BANDUNG

2017
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ................................................................................................................. 2
I.2. Tujuan ................................................................................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN


II.1. Disusun Sejak Tahun 1990 ......................................................................................... 3
II.2. Proses Harmonisasi Mulai Tahun 2008 ................................................................. 4
II.3. Memasuki Prolegnas Tahun 2010 ........................................................................... 5
II.4. Diajukan Pemerintah Kepada DPR RI pada 16 Februari 2010 ..................... 5
II.5. Disetujui Komisi VII DPR RI pada 30 Maret 2011 ............................................. 6
II.6. Disetujui DPR RI dan Pemerintah pada 5 April 2011 ....................................... 6
II.7. Diundangkan Oleh Presiden pada 21 April 2011 ............................................... 6

BAB III. PENUTUP


III.1. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………. 7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………... 8

1
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lain serta
penanggulangan bencana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dan wilayah yuridisnya diperlukan informasi geospasial, dan agar dapat
terselenggara dengan tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna sehingga
terjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum, maka perlu pengaturan
mengenai penyelenggaraan informasi geospasial yang diatur oleh undang-undang.
Karena di tengah peran pentingnya, pada kenyataannya pengembangan informasi
geospasial masih terhambat dikarenakan belum adanya aturan yang jelas tentang
penyelenggaraan informasi geospasial. Sedemikian banyaknya data dan informasi
yang ada menyebabkan terjadinya tumpang tindih kewenangan di antara pihak
yang menyelenggarakan kegiatan yang terkait informasi geospasial.

Maka dari itu ditetapkanlahlah sebuah standar yang bertujuan mengatur


informasi geospasial sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan
dapat diintegrasikan dengan informasi geospasial lainnya serta dapat
dipertukarkan oleh berbagai pihak sehingga pemanfaatannya menjadi lebih
optimal. Mengingat pentingnya pemahaman mengenai undang-undang tersebut,
maka sebelum terlampau jauh mendalaminya terlebih dahulu membahas tentang
sejarah terbentuknya Undang-Undang Informasi Geospasial tersebut.

I.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan paper ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui dan
memahami sejarah dan perjalanan terbentuknya Undang - Undang Informasi Geospasial
di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Berikut ini merupakan proses pembentukan Undang – Undang Informasi


Geospasial di Indonesia.

II.1. Disusun Sejak Tahun 1990

Sejak tahun 1990 sudah muncul gagasan berupa Rancangan Undang-Undang


(RUU) dengan nama RUU Survei dan Pemetaan yang diusulkan oleh
BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei Pemetaan). Dalam sebuah RUU harus
terdapat Naskah Akademis (NA), maka ditunjuklah para senior di dunia survei dan
pemetaan yang berasal dari beberapa perguruan tinggi terkemuka untuk membuat
NA tersebut. Sayangnya nama RUU yang dibuat BAKOSURTANAL tersebut sama
dengan yang diusung oleh TNI, sehingga digantilah namanya menjadi RUU Tata
Informasi Geografi Nasional (TIGNAS).

RUU TIGNAS sebenarnya telah masuk dalam Program Legislasi Nasional


(Prolegnas) yang dibahas di Kementerian Hukum & HAM. Bahkan menurut
informasi lebih lanjut, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah mengirim surat
kepada DPR, yang menyatakan bahwa DPD (ditanda tangani oleh Sarwono
Kusumaatmadja) mendukung agar RUU TIGNAS ini segera menjadi Undang-
Undang. Namun dalam perjalanannya masih belum membuahkan hasil final berupa
Undang-Undang.

Pada tahun 2007 mulai muncul kembali semangat untuk membuat NA, dengan
dibentuknya sebuah tim beranggotakan enam orang pakar geodesi dan geografi
yang kesemuanya lulusan luar negeri serta didampingi oleh pendamping dari biro
hukum. Semua proses pembuatan Undang-Undang diulang lagi dari awal, proses
awal ini disebut legal drafting, yang alurnya dapat dilihat pada Gambar 1.

3
Mencari permasalahan-permasalahan
Metode
di Indonesia yang kelak ingin dibantu
brainstorming
dengan UU ini

Kemudian dikolaborasi dengan


permasalahan teknis di berbagai
Lalu dituangkan
negara lainnya (misal : Amerika
dalam sebuah RUU,
Serikat, Kanada, Belanda, Jerman,
yang diberi nama
Jepang, dll)
RUU Informasi
+
Geospasial (RUUIG)
Studi literatur UU dan RUU yang
beserta NA-nya
terkait (misal : UU Statistik, UU
Sipteknas, UU Kebencanaan, dll)

Gambar 1. Alur tahapan legal drafting.

II.2. Proses Harmonisasi Mulai Tahun 2008

Proses harmonisasi dilakukan oleh Kementerian Hukum & HAM, dengan


mengundang biro hukum dari semua Kementerian dan Lembaga yang terkait.
Maksud dari pengharmonisasian peraturan perundang-undangan adalah sebagai
upaya untuk menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan dan membulatkan
konsepsi suatu rancangan peraturan perundang-undangan dengan peraturan
perundang-undangan lain, baik yang lebih tinggi, sederajat, maupun yang lebih
rendah, dan hal-hal lain selain peraturan perundang-undangan, sehingga tersusun
secara sistematis, tidak saling bertentangan atau tumpang tindih (overlaping). Hal
ini merupakan konsekuensi dari adanya hierarki peraturan perundang-undangan.

Hasil dari proses ini yaitu usulan untuk membentuk sebuah tim kecil yang
terdiri dari instansi pengusul (BAKOSURTANAL) serta para pakar legal drafter dari
Kementerian Hukum & HAM dan Sekretaris Negara. Pembentukan tim kecil
tersebut dimaksudkan untuk merevisi kembali RUUIG. Beberapa hal yang dirombak
antara lain di bagian : substansi yang bersifat teknis dan sanksi bagi pelanggar.

Setelah melalui proses panjang selama satu tahun lebih, masih ada satu
pekerjaan yang perlu dituntaskan, yaitu meyakinkan bahwa RUUIG ini nantinya
tidak berbenturan dengan kepentingan BPN (Badan Pertanahan Nasional).
Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa RUUIG tersebut tidak berbenturan dengan
4
kepentingan BPN, yang merupakan badan dengan tanggungjawab mengurusi
pertanahan bukan pembuat peta.

II.3. Memasuki Prolegnas Tahun 2010

Pada pertengahan tahun 2010, RUUIG tersebut kembali melalui tahapan


berupa Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR, khususnya oleh Komisi-7.
Dalam kesempatan tersebut DPR turut mengundang perwakilan masyarakat,
seperti orang-orang dari : perguruan tinggi, kalangan praktisi, serta LSM atau
organisasi profesi. Program yang dilaksanakan tersebut ditujukan untuk
melakukan serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan untuk
menyimpulkan bahwa RUUIG ini perlu serta mendesak. Program tersebut diikuti
dengan pembentukan Panja dan tim-tim ahli lainnya. Proses RDPU berjalan sangat
alot, belum lagi juga memakan waktu yang lama karena setiap ayat dalam RUUIG
dibahas kurang lebih selama 1 jam. Setelah semua pasal dibahas, RUUIG tidak
begitu saja langsung diketok palu, dikarenakan ada satu lagi syarat menurut Tata
Tertib DPR yang harus dipenuhi, yaitu studi banding. Studi banding dilakukan di
negara USA dan Jerman. Setelah melakukan studi banding, draft RUUIG masih
digodok kembali untuk yang terakhir kali oleh Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi,
dengan catatan tidak boleh ada perubahan pada substansi. Terdapat juga Tim Ahli
Bahasa yang bertugas untuk memastikan bahwa pilihan kata yang digunakan sudah
benar. Kemudian ada pakar UU yang memastikan bahwa UU ini nantinya sinkron
dengan semua UU lainnya yang telah ada.

Beberapa hari sebelum masa sidang habis, dilakukan pertemuan yang


menghadirkan unsur Kementerian Hukum & HAM serta TNI. Para jenderal yang
hadir antara lain dari : Dinas Topografi Angkatan Darat (Dittopad), Dinas
Hidrooseanografi Angkatan Laut (Dishisdros-AL), serta Dinas Survei dan
Pemotretan Udara Angkatan Udara (Dissupotrud-AU).

II.4. Diajukan Pemerintah Kepada DPR RI pada 16 Februari 2010

Setelah melalui proses perjuangan yang panjang akhirnya Rancangan Undang


– Undang Informasi Geospasial diajukan oleh pemerintah kepada DPR RI pada
tanggal 16 Februari 2010 untuk disetujui.

5
II.5. Disetujui Komisi VII DPR RI pada 30 Maret 2011

Akhirnya RUUIG diketok palu oleh jajaran Komisi VII DPR RI dalam agenda
rapat pleno pada tanggal 30 Maret 2011.

II.6. Disetujui DPR RI dan Pemerintah pada 5 April 2011

Pada 5 April 2011 digelar sidang paripurna DPR RI dan pemerintah untuk
mengesahkan RUUIG dengan nama UU No. 4 Tahun 2011 Tentang Informasi
Geospasial.

II.7. Diundangkan Oleh Presiden pada 21 April 2011

Pada tanggal 21 April 2011 Presiden menandatangani pengesahan UU No. 4


Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial. Sesuai yang telah diamanatkan di dalam
UU No. 4 Tahun 2011 bahwa perlu dibentuknya peraturan pelaksana, maka
dibentuklah : 7 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Peraturan Presiden (Perpres), 3
Peraturan Kepala Badan, dan 3 Ketetapan Kepala Badan. Ketujuh rancangan PP
yang akan dibuat meliputi :

1. RPP tentang Jangka Waktu Pemutakhiran IG Dasar.

2. RPP tentang Tata Cara Memperoleh Izin Pengumpulan Data Spasial.

3. RPP tentang Pemberian Insentif bagi Pembangunan, Pengembang dan Pengguna


Perangkat Lunak Pengolah Data Geospasial dan IG yang Bebas dan Terbuka.

4. RPP tentang Tata Cara Penyerahan Duplikat Informasi Geospasial Tematik.

5. RPP tentang Kebijakan, Kelembagaan, Teknologi, Standar, dan Sumberdaya


Manusia Infrastruktur IG.

6. RPP tentang Pembinaan Kepada Penyelenggara IG Tematik dan Pengguna IG.

7. RPP tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Administratif di Bidang IG.

Pembuatan PP, Perpres, dan peraturan turunan UU lainnya tersebut


membutuhkan waktu 2 tahun hingga April 2013.

6
BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Dengan memahami isi Undang - Undang Informasi Geospasial yang


merupakan landasan nasional informasi geospasial di Indonesia maka dapat
disimpulkan bahwa pentingnya suatu referensi tunggal di dalam bidang informasi
geospasial demi padunya informasi geospasial Indonesia dan dapat mendorong
penggunaan informasi geospasial dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

7
DAFTAR PUSTAKA

Amhar F. 2013. Belajar Membuat Undang-Undang. Tersedia :


http://www.fahmiamhar.com/2013/01/belajar-membuat-undang-undang.html.
Diakses pada 26 Maret 2017.

Lokita S. 2012. Undang-Undang Informasi Geospasial dan Implementasinya. Tersedia :


Presentasi_UUIG_Bogor_Juli_2012_WWF_by_BIG.pdf

2009. Sekilas RUU TIGNas. Tersesia :


https://geodesiana.wordpress.com/2009/03/15/sekilas-ruu-tignas/. Diakses
pada 26 Maret 2017.

Anda mungkin juga menyukai