Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

VERTIGO + HIV ON ARV +HIPOGLIKEMI


Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program
Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Herlin Putri Yeni

Pendamping :
dr. Hendra Praja, Sp.B

PROGRAM DOKTER INTERNSIP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SUNGAI DAREH KABUPATEN DHAMASRAYA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukurkepada ALLAH SWT. Atas berkat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Vertigo + HIV on
ARV + Hipoglikemi ”yang disusun dalam rangka untuk memenuhi persyaratan
Syarat Program Internsip Dokter Indonesia.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya Laporan Kasus
ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan semua pihak.

Dhamasraya, Februarii 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
BAB III LAPORAN KASUS PASIEN...................................................30
BAB IV KESIMPULAN.........................................................................44
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab

utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia rata-rata 51 tahun. Benign 5

Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan

kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama  akan mempengaruhi

kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai

kanalis anterior dan horizontal. Otolit mengandung kristal-kristal kecil kalsium

karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam . Pergerakan dari otolit

distimulasi oleh perubahan posisi  dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo

dan nistagmus. 9

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh terutama sel T CD4. Hal ini menyebabkan sistem

kekebalan tubuh sulit melawan infeksi dan penyakit lainnya sehingga dapat

3
memicu terjadinya AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), yakni

kumpulan gejala atau penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh dan

merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. 16,17


Infeksi HIV dapat ditransmisikan

melalui berbagai jalur diantaranya kontak homoseksual maupun heteroseksual;

paparan darah dan produk darah terinfeksi, misalnya transfusi darah dan produk

darah, transplantasi organ, penggunaan jarum yang terinfeksi HIV; ibu yang

terinfeksi ke bayinya baik intrapartum, perinatal, atau via ASI.   18

BAB II PEMBAHASAN

1. Sistem Keseimbangan Tubuh


A. Anatomi
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh
yaitu: sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular
meliputi labirin, nervus vestibularis dan vestibular sentral yaitu nuklei vestibularis
di bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Organ keseimbangan atau organ
vestibularis (labirin) terdiri atas satu pasang organ otolith (sakulus dan utrikulus)
dan tiga pasang kanalis semisirkularis. Labirin terletak di dalam pars petrosa os
temporalis. 1

Kanalis semisirkularis terdiri atas labirin membran yang berisi endolimfe


dan labirin tulang yang berisi perilimfe. Kedua cairan ini mempunyai komposisi
kimia yang berbeda dan tidak saling berhubungan. Ketiga duktus semisirkularis

4
terletak saling tegak lurus. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut
sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu
penebalan atau yang disebut dengan makula sebagai mekanoreseptor khusus.
Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis
adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus semisirkularis
adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. 1

Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula


utrikularis dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus
paralel dengan dasar tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal di
dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membrana gelatinosa
yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal tersebut
ditopang oleh sel-sel penunjang. 1

Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi


kepala terhadap ruangan ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh
pada tonus otot. Impuls yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian
aferen lengkung  refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot
ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap terjaga pada setiap
posisi dan setiap jenis pergerakan kepala.1

Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah


nervus vestibularis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus.
Ganglion ini mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima
input dari sel resptor di organ vestibular dan yang proseus sentral membentuk
nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis yang
kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menembus ruang subarakhnoid di
cerebellopontine angle dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis. Serabut-
serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak di dasar
ventrikel keempat

B. Fisiologi

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di


sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ
visual dan propioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebubt

5
akan diolah di sistem saraf pusat, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh
pada saat itu.13

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan


cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.
Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion
Kalsium akan masuk kedalam sel (influx). Influx kalsium akan menyebabkan
terjadinya depolarisasi dan juga akan merangsang pelepasan neurotransmiter
eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impuls
sensoris melalui saraf aferen (vestibularis) ke pusat keseimbangan di otak.13

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi


mekanik akibat rasangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut.

C. Vertigo
1. Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non
spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang
digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan
lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness,
disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri). 2

2. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian di Taiwan pada tahun 2011, prevalensi vertigo
sebesar 3,13 kasus dari 100 orang dewasa. Berdasarkan usia, rata-rata usia pasien
 

dengan vertigo yaitu 55, 1 tahun dengan standar deviasi 17,3 tahun. Berdasarkan
jenis kelamin, vertigo lebih banyak diderita oleh perempuan daripada laki-laki
dengan perbandingan 2:1. 14

3. Klasifikasi
Vertigo vestibular dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak,
serebelum atau otak) atau di perifer (telinga dalam atau saraf vestibular).
2

1. Fisiologis
Vertigo fisiologis adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi
dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan

6
somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini antara
lain :
 Mabuk gerakan (motion sickness)
 Mabuk ruang angkasa (space sickness)
 Vertigo ketinggian (height vertigo)
2. Patologik
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi

Sentral akibat kelainan pada batang otak atau cerebellum

Perifer akibat kelainan pada telinga dalam atau N. VIII

Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah , gula


darah yang rendah, atau gangguan metabolik karena pengobatan atau infeksi
sistemik.

4. Etiologi

Vertigo Perifer

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab


utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.5 Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi
kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai
kanalis anterior dan horizontal. Otolit mengandung kristal-kristal kecil kalsium
karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam . Pergerakan dari otolit
distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo
dan nistagmus. 9

Ménière’s disease

Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan


keluhan pendengaran.11 Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah),

7
dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada
telinga.10 Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo
otologik.8 Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal
ini terjadi karena dilatasi dari membran labirin bersamaan dengan kanalis
semisirkularis telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat
terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau
gangguan metabolik.

5. Patofisiologi

Terdapat 2 hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu: 4,7

1. Hipotesa Kupulotiasis

Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia

yang terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada

permukaan kupula semisirkularis posterior yang letaknya langsung di bawah

makula utrikulus. Debris ini menyebabkannya lebih berat daripada endolimfe

sekitarnya, dengan demikian menjadi lebih sensitif terhadap perubahan arah

gravitasi. Jika pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala

tergantung, seperti pada tes Dix Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari

inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian

timbul nistagmus dan keluhan vertigo.

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan kepala

dan leher dan sistem kardiovaskular. 2,7,9

Pemeriksaan Neurologik

Pemeriksaan neurologik meliputi :

Pemeriksaan nervus kranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli

sensorineural, nistagmus. Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus

8
vestibular atau vermis cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau

tanpa nistagmus rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.

 Gait test

1. Romberg’s sign

Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun

masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki

instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun Romberg’s

sign konsisten dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat

digunakan dalam mendiagnosis vertigo. 3

Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua

mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30

detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya

(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan

vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi

garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap

tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik

pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

2. Tandem gait test

Pasien berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan diletakkan pada ujung jari

kaki kanan atau kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan

menyimpang dan pada kelainan serebelar pasien akan cenderung jauh. 2

9
1. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometri, pemeriksaan

vestibular, evalusi laboratorium dan evalusi radiologis. 11

Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien

mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka

dapat dilakukan audiometri pada semua pasien meskipun tidak mengeluhkan

gangguan pendengaran. Pemeriksaan vestibular tidak dilakukan pada semua

pasien dengan keluhan dizziness. Vestibular testing membantu jika tidak

ditemukan sebab yang jelas.

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah,

fungsi tiroid dapat menentukan etiologi vertigo pada  kurang dari 1 persen pasien.

   Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo

yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada faktor risiko untuk terjadinya

CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan

integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan

kompleks nervus VIII. 

Terapi Spesifik

 BPPV

Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi obat-obatan. Vertigo dapat

membaik dengan manuver rotasi kepala. Hal ini akan memindahkan deposit

10
kalsium yang bebas ke belakang vestibule. Manuver ini meliputi reposisi

kanalit berupa maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah

reposisi kanalit untuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis

semisirkularis. 2

 Vestibular neuronitis dan Labirynthis

Terapi berfokus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang

mensipresi vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi

vestibular terjadi lebih cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali

sehari latihan vestibular sesegera mungkin setelah vertigo berkurang dengan

obat-obatan. 2

 Meniere disease 

Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet rendah

garam dan diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang efektif

dalam mengobati ketulian dan tinnitus. 2

Pada kasus yang jarang  intervensi bedah seperti dekompresi dengan shunt

endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini resisten

terhadap pengobatan diuretic dan diet. 2

 Iskemik Vaskular

Terapi TIA dan stroke meliputi mencegah terjadinya ulangan kejadian

melalui kontrol tekanan darah, menurunkan level kolesterol, mengurangi

merokok, menginhibisi fungsi platelet (misalnya aspirin, clopidogrel) dan

terkadang antikoagulasi (warfarin). 2

11
Vertigo akut yang disebabkan oleh stroke pada batang otak atau

9. Prognosis

Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik,

dapat terjadi remisi sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung

dari penyakit yang mendasarinya. Infark arteri basilar atau vertebral, misalnya,

menandakan prognosis yang buruk. 2

3. HIV

A.  Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh terutama sel T CD4. Hal ini menyebabkan sistem

kekebalan tubuh sulit melawan infeksi dan penyakit lainnya sehingga dapat

memicu terjadinya AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), yakni

kumpulan gejala atau penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh dan

merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. 16,17


Infeksi HIV dapat ditransmisikan

melalui berbagai jalur diantaranya kontak homoseksual maupun heteroseksual;

paparan darah dan produk darah terinfeksi, misalnya transfusi darah dan produk

darah, transplantasi organ, penggunaan jarum yang terinfeksi HIV; ibu yang

terinfeksi ke bayinya baik intrapartum, perinatal, atau via ASI.   18

B. Etiologi

Agen etiologi AIDS adalah HIV yang merupakan virus famili retroviridae

dan subfamili lentivirus. yang menyerang sistem kekebalan tubuh terutama sel

CD4.  HIV dibagi menjadi dua, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Penyebab tersering

12
infeksi HIV di dunia, terutama di Amerika adalah HIV-1. HIV-2 pertama kali

teridentifikasi pada pasien di Afrika Barat. 18 

Virion HIV merupakan virus RNA yang memiliki struktur ikosahedral yang

terdiri dari beberapa external spikes yang dibentuk oleh dua protein selubung

mayor, yang mana pada bagian eksternal berupa gp120 dan transmembran gp41. 18

B.  Diagnosis

Seseorang dinyatakan HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium

terbukti terinfeksi HIV, bak dengan pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk

mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Diagnosis AIDS untuk kepentingan

surveilans ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4

kurang dari 200 sel/mm .3 16 

Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau tanda tertentu.

Sebagian memperlihatkan gejala yang tidak khas pada infeksi akut, 3-6 minggu

setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,

pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi

akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini

umumnya berlangsung selama 8-10  tahun. Tanpa pengobatan ARV, pasien

dengan infeksi HIV selama beberapa tahun dapat masuk ke tahap AIDS. 16

Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan

nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan

selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes

tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA. Untuk

pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi

13
(>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes

dengan spesifisitas tinggi (>99%). 19

Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3

bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang

dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan

tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang beresiko.  19

 Stadium Klinis

Stadium klinis HIV/AIDS menurut WHO adalah sebagai berikut.

Stadium Klinis 1

1. Tanpa gejala (asimtomatis)

2. Limfadenopati generalisata persisten

Stadium Klinis 2

1. Kehilangan berat badan yang sedang tanpa alasan (<10% berat badan

diperkirakan atau diukur)

2. Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang (sinusitis, tonsilitis, ototis

media dan faringitis)

3. Herpes zoster

4. Kheilitis angularis

5. Ulkus di mulut yang berulang

6. Erupsi papular pruritis

7. Dermatitis seboroik

8. Infeksi jamur di kuku

Stadium Klinis 3

14
1. Kehilangan berat badan yang parah tanpa alasan (>10% berat badan

diperkirakan atau diukur)

2. Diare kronis tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan

3. Demam berkepanjangan tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau

terus-menerus, lebih dari 1 bulan)

4. Kandidiasis mulut berkepanjangan

1. Oral hairy leukoplakia

2. Tuberkulosis paru

3. Infeksi bakteri yang berat (mis. pnemonia, empiema, piomiositis, infeksi

tulang atau sendi, meningitis atau

4. bakteremia)

5. Stomatitis, gingivitis atau periodontitis nekrotising berulkus yang akut

6. Anemia (<8g/dl), neutropenia (<0,5 × 109/l) dan/atau trombositopenia

kronis (<50 × 109/l) tanpa alasan

Stadium Klinis 4

1. Sindrom wasting HIV

2. Pneumonia Pneumocystis

3. Pneumonia bakteri parah yang berulang

4. Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, kelamin, atau rektum/anus lebih

dari 1 bulan atau viskeral pada

5. tempat apa pun)

6. Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)

7. Tuberkulosis di luar paru

8. Sarkoma Kaposi (KS)

15
9. Infeksi sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain)

10. Toksoplasmosis sistem saraf pusat

11. Ensefalopati HIV

12. Kriptokokosis di luar paru termasuk meningitis

13. Infeksi mikobakteri non-TB diseminata

14. Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)

15. Kriptosporidiosis kronis

16. Isosporiasis kronis

17. Mikosis diseminata (histoplasmosis atau kokidiomikosis di luar paru)

18. Septisemia yang berulang (termasuk Salmonela nontifoid)

19. Limfoma (serebral atau non-Hodgkin sel-B)

20. Karsinoma leher rahim invasif

21. Leishmaniasis diseminata atipikal

E. Tatalaksana

Obat-obat HIV yang sekarang digunakan ini hanya menghambat atau

memperlambat kerja virus tersebut. Sebab belum ditemukan obat yang dapat

menyembuhkan pasien dari HIV. 19

Obat-obatan yang banyak digunakan secara klinis sampai saat ini

adalah pengobatan dengan obat kimia (chemotherapy) obat-obat ini

biasanya adalah inhibitor enzim yang diperlukan untuk replikasi virus itu

sendiri, seperti inhibitor enzim reverse transcriptase atau protease.

16
Pada saat ini sudah banyak  obat yang digunakan untuk menangani

infeksi HIV tersebut seperti :

-Golongan nudeoside reverse transcriptase inhibitor.

1. Zidovudin (azt)

2. Ddi (didanosin)

3. Ddc (zalsitabin)

4. D4t (stavlidin)

5. 3 tc (lamivudin)

 Golongan Non - nudeside reverse transcriptase inhibitor 

1. Nevirapin

2. Delavirdin

3. Efavirenz

 Golongan Protease inhibitor

1. Saquinavir

2. Ritonavir

3. Indinavir

4. Nelfinavir

17
BAB III LAPORAN KASUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Identitas Pasien :
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 57 tahun
Berat badan : 65 Kg
Panjang badan : 180 cm
Suku : minang
Agama : Islam
Alamat : Sialang Gaung

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Pusing berputar yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS

18
 
Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari SMRS pasien mengeluhkan pusing berputar. Pasien mengeluhkan
lingkungan disekitarnya seperti berputar jika pada perubahan posisi dari duduk
lalu berdiri dan menggerakkan kepala. Tetapi jika pada posisi berbaring pasien
tidak merasa pusing berputar. Rasa pusing berputar berlangsung beberapa detik
kemudian berkurang jika berbaring. Ketika pasien berjalan, pasien merasa seperti
akan jatuh dan tidak dapat berdiri dalam waktu yang lama.  Pusing tersebut terjadi
secara tiba-tiba. Pasien juga mengeluhkan mual disertai muntah sejak 1 bulan
yang lalu sebanyak ± 8 kali dalam sehari. Muntah berisi makanan dan cairan,
muntah sebanyak ±1/2 gelas. Pasien  mengeluhkan mencret sejak 1 minggu ini
dan merasa lemas. Pasien mengeluhkan nafsu makan berkurang dan berat badan
turun 3 kg dalam 1 bulan. Pasien belum ada mengkonsumsi obat untuk
mengurangi keluhan tersebut. 
1 hari SMRS pasien kembali mengeluhkan pusing yang semakin
memberat. Keluhan pusing semakin berputar dan berkurang hanya dengan
memejamkan matanya. Pasien menyangkal adanya  nyeri kepala, penglihatan
ganda dan kabur, telinga berdenging, penurunan pendengaran, demam, kejang,
dan kelemahan anggota tubuh. Lalu pasien dibawa  berobat ke RSUD Sialang
Gaung. 

Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak ada mengeluhkan hal yang sama.
 Riwayat HIV on ARV sejak tahun 2019
 Riwayat asma (-)
 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat trauma kepala (-)
 Riwayat penyakit telinga (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat tumor otak (-)
 Riwayat kejang (-)
 Riwayat menggunakan obat-obatan (-)

19
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keganasan (-)
 Riwayat hipertensi (+) ayah kandung
 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)

III. PEMERIKSAAN
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
  Kesadaran : Composmentis (E M V )
4 6 5

Tekanan darah: 117/70 mmHg


Denyut nadi : 94 x/menit,teratur.
Suhu : 37,0 C, 
o

RR : 20 x/menit, teratur
Mata : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas normal
Jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, NT epigastrium (-)
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB 
Vertebrae : Dalam batas normal
Status Gizi : BB: 52 kg, TB: 158 cm (IMT 21,6) Normoweight

DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS KLINIS :  Vertigo vestibular 
AGNOSIS TOPIK :  Aparatus vestibular
DIAGNOSIS ETIOLOGIK :  Vertigo perifer ec. BPPV
DIAGNOSIS BANDING :  Neuritis vestibular
Meniere disease
DIAGNOSIS SEKUNDER   : HIV On ARV + Hipokalemia

20
D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium (darah rutin)
2. Elektrolit
3. Pemeriksaan radiologi : Rontgen Thorax dan CT Scan Kepala

E. HASIL  PEMERIKSAAN
Darah rutin
(Hb : 10,0 g/dL (L)
 Ht : 26,2 %
 Leukosit : 6.560 /uL 
 Trombosit : 317.000 /uL 
Hitung Jenis Leukosit (1 Mei 2021)
 Basofil : 0,6 %
 Eosimofil : 2,9 %
 Neutrofil : 63,1 %
 Limfosit : 25,0 %
 Monosit : 8,4 % (H)
Elektrolit (1 Mei 2021)
 Na+ : 137 mmol/L
 K+ : 1,9 mmol/L (L)
 Chlorida  : 118 mmol/L (H)
Kimia Darah
 Ureum : 21,0 mg/dL
 Creatinin : 2,17 mg/dL (H)
 AST : 43 U/L (H)
 ALT : 57 U/L (H)
 GDS :132 mg/dl
Imunologi (2 Mei 2021)
 HIV Kualitatif     : reaktif

21
Rontgen Thorax

Interpretasi 
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo :    - Corakan bronkovaskular normal
 Diafragma dan sinus kostofrenikus normal

Kesan:
Cor : Dalam batas normal
Pulmo : Dalam batas normal

F. DIAGNOSIS AKHIR
     Vertigo perifer ec BPPV + HIV on ARV + Hipokalemia
G. TERAPI
1. Non Farmakologis
1. Tirah baring.
2. Observasi tanda-tanda vital dan status neurologis.

2. Farmakologis
 IVFD KAEN 3B +  drip KCL 50 mEq/ 12 jam 
 KSR 2 x 600 mg
 Flunarizin tab 3 x 5 mg
 Betahistin tab 3 x 12 mg 
 Inj. Ondansentron 3 x 8 mg

22
 Inj. Omeprazol 2 x 40 mg
 Dimenhidrinat 2 x 50 mg
 New Diatabs 3 x 600 
 ARV ( Tenofovir + Lamivudine + Efavirenz)

BAB IV KESIMPULAN

Dari anamnesis diketahui bahwa pada pasien ini mengalami keluhan


pusing berputar yang terasa sampai sulit berdiri. Pusing terjadi secara tiba-
tiba. Pasien merasa lingkungan disekitarnya berputar dan dirasakan saat
perubahan posisi dan membaik jika pasien berbaring. Ketika pasien berjalan,

23
pasien merasa seperti akan jatuh dan tidak dapat berdiri dalam waktu yang
lama. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah  sebanyak ±8 kali.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa gejala klinis dari vertigo vestibular yaitu
adanya sensasi perasaan berputar dimana pasien merasakan dirinya atau
lingkungannya berputar dan gejala muncul mendadak. Vertigo ini juga dapat
disertai dengan keluhan mual, muntah dan gangguan berjalan.
Diagnosis vertigo perifer dipikirkan berdasarkan anamnesis didapatkan
keluhan pusing berputar muncul secara mendadak dan berat, dipengaruhi
gerakan atau posisi kepala. Keluhan berkurang saat pasien berbaring dan 
memejamkan matanya.  Selain itu adanya gejala otonom berupa mual dan
muntah. Pada pasien juga tidak ditemukan defisit neurologis dan keluhan
telinga berdenging. Pada pemeriksaan fisik, pasien tidak mampu berdiri tegak
dikarenakan pasien merasa seperti akan jatuh. 
Diagnosis akhir vertigo perifer  ec BPPV + HIV on ARV + Hipokalemia
pada pasien ini dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan pasien mengalami keluhan pusing berputar
semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Pusing berputar terasa sampai sulit
berdiri. Pusing terjadi secara tiba-tiba. Pasien merasa lingkungan disekitarnya
berputar dan dirasakan saat perubahan posisi dan membaik jika pasien
berbaring. Ketika pasien berjalan, pasien merasa seperti akan jatuh dan tidak
dapat berdiri dalam waktu yang lama. Pasien juga mengeluhkan adanya mual
(+) dan muntah (+) sebanyak ±8 kali. Muntah berisi sisa makanan dan cairan.
Pada pemeriksaan fisik pada tes  Romberg dan Tes tandem walking sulit dinilai
karena pasien lemas sehinga pasien tidak dapat berdiri.
Pada anamnesis didapatkan  bahwa pasien sudah mengkonsumsi ARV dari
tahun 2019 dan pada pemeriksaan laboratorium imunologi didapatkan  hasil
HIV kualitatif reaktif.
Kondisi Hipokalemia pada pasien berdasarkan anamnesis pasien muntah-
muntah yang sudah dialami sejak 1 bulan ini, nafsu makan berkurang sehingga
asupan elektrolit di dalam darah menurun dan dari hasil laboratorium  elektrolit

24
yaitu kalium mengalami penurunan 1,9 mmol/L dimana normalnya 3,5- 5,5
mmol/L.

DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr M dan Frotscher M. diagnosis topik neurologi DUUS. Edisi 4.
Jakarta: ECG; 2014.

2. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in


primary care, BJMP 2010;3(4):a351

3. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and


vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338

4. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American


Family Physician January 15, 2006. Volume 73, Number 2

5. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;


2008

6. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011.


Diunduh tanggal 27 Januari 2021. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a0217

7. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach


that Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254
(1732): 19-23.

8. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical


Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June
2008, Vol 69, No 6

9. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign


Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing.
December:2006
 
10. Swartz,  R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of
American Family Physician March 15,2005:71:6.

25
11. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3 edition: Approach to the Patient
rd

with Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and


wilkins)

Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet].  WebMD LLC. 10 September 2009.
Diunduh tanggal  27 Januari 2021. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104

26

Anda mungkin juga menyukai