Sementara perlakuan yang sama terhadap agama oleh negara sekuler secara
konstitusional dianggap sebagai solusi terbaik bagi masyarakat yang beragam agama, hal
ini mengasingkan mereka yang menginginkan dasar agama ke tatanan konstitusional, dan
tidak sejalan pada bagaimana sekularisme. Berkaitan dengan hubungan agama dan
negara, tidak bisa dipungkiri, hal ini telah menjadi perdebatan yang sangat panjang di
ranah politik. Beberapa asumsi bermunculan mengenai pemisahan antara agama dan
negara. Bukan tanpa sebab, anggapan tersebut berdasarkan sejarah yang menyebutkan
bahwa pemisahan agama dari negara merupakan impact dari kekuasaan gereja pada
zaman sebelum ‘kebangkitan’ Renaisance.3
1
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta/article/download/9926/7202, Diakses pada Selasa 15 desember
2020 pukul : 13.25
2
Ibid
3
https://www.google.co.id/amp/www.pojokwacana.com/pengertian-negara-agama-atau-negara-teokrasi/amp/,
Diakses pada Selasa 15 desember 2020 pukul : 15.0
Teokrasi adalah dimana negara menganggap bahwa konstitusi, ideologi serta
peraturan lainnya ialah berdasarkan nilai – nilai keagamaan. Dapat kita ambil contoh Arab
Saudi yang merupakan negara monarki absolut dan ideologinya menggunakan nilai-nilai
ajaran agama Islam. Namun perlu diperjelas kembali, walau negara tersebut menganut
pemahaman keagamaan, negara tidak lah memaksa warganya untuk ikut beragama sesuai
yang dianut negara, artinya negara masih memberi kebebasan kepada warga negaranya untuk
beragama sesuai pemahaman dan kepercayaannya.4
Dalam dunia yang semakin luas, agama adalah kekuatan yang kuat dalam membentuk
tatanan konstitusional. Ada berbagai model agama di negara, yang mewujudkan berbagai
tingkat pemisahan negara, kerja sama, dan latar belakang agama. Ini berada di antara dua
kutub ekstrim, pertama, sistem teokratis murni di mana kepemimpinan agama dan politik
yang tertinggi disatukan, seperti bekas Kerajaan Hindu di Nepal atau Arab Saudi, di mana
Alquran dan Sunnah adalah konstitusi. Kedua, sistem pemisahan yang ketat, seperti di
Prancis di mana agama sebagian besar diprivatisasi. Di mana sebuah konstitusi memberi
agama peran publik, status, atau hak istimewa agama, yang mungkin inegaliter dan tidak
liberal, tantangannya adalah untuk mewujudkan struktur pemerintahan yang fungsional di
mana agama secara konstitusional seimbang dengan hak asasi manusia dan norma-norma
demokrasi.
4
Ibid