Anda di halaman 1dari 19

STASE KEPERAWATAN INSTALASI GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN TRAUMA THORAX DI INSTALASI


GAWAT DARURAT RSUD WATES YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Daring Profesi Ners


Stase Keperawatan Keperawatan Instalasi Gawat Darurat Profesi

Disusun Oleh:
TEGAR WANDARIANTO
203203072

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XV


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN TRAUMA THORAX DI INSTALASI


GAWAT DARURAT RSUD WATES YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Daring Profesi Ners


Stase Keperawatan Instalasi Gawat Darurat Profesi

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Mahasiswa

( ) (Tegar Wandarianto)
A. Definisi trauma thorax
Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang mengenai dinding
toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik
sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam. Peningkatan dalam
pemahaman mekanisme fisiologis yang terlibat, kemajuan dalam modalitas imaging yang lebih baru,
pendekatan invasif yang minimal, dan terapi farmakologis memberikan kontribusi dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan cedera ini (Mattox, et al., 2013; Marc Eckstein, 2014;
Lugo,, et al., 2015).
Cedera pada parenkim paru sering terjadi pada pasien yang mengalami cedera berat
meliputi, kontusio, laserasi dan hematoma pada paru. Hemotoraks dan Pneumotoraks juga
merupakan cedera yang biasa terjadi pada pasien - pasien trauma toraks. Penatalaksanaan pada
cedera ini telah berkembang selama beberapa dekade terakhir. Hal ini disebabkan oleh
kemajuan dalam teknik imaging diagnostik dan peningkatan dalam pemahaman patofisologi.
Pemahaman ini akan meningkatkan kemampuan deteksi dan identifikasi awal atas trauma
toraks sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan segera (Mattox, et al., 2013; Marc
Eckstein, 2014).
B. Etiologi trauma thorax
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma
tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima
jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling.
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap
orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam
dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma
tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan
senjata militer.
Penyebab trauma toraks yang lain adanya tekanan yang berlebihan pada paru - paru
yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Saaiq, et al., 2010).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura
saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun
kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Gallagher, 2014).

C. Gejala trauma thorax


Gejala trauma thorx bisa berbeda-beda, ketika seseorang mengalami hantaman cukup keras
di dada mungkin saja ini gejala yang akan muncul.
1. Nyeri ekstrim di dada
2. Kesilitan bernafas
3. Terdapat luka memar , bengkak atau perdarahan
4. Dada mengembang dan mengempis tidak simetris

D. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus
kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada
dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam
ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012) .

E. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi pernapasan
yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot - otot pernapasan diikuti
dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negatif dari intratoraks. Proses ini
menyebabkan masuknya udara pasif ke paru - paru selama inspirasi. Trauma toraks
mempengaruhi strukur - struktur yang berbeda dari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks
dibagi kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum. Dalam dinding dada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait.
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah ataupun
udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru - paru dan jalan nafas
yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan
pneumokel. Mediastinum termasuk jantung, aorta / pembuluh darah besar dari toraks, cabang
trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggungjawab untuk fungsi vital
fisiologi kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan
pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya
dapat timbul akibat dari cedera toraks (Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,, et al., 2015).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor, antara
lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit -
penyakit komorbid yang mendasari. Pasien - pasien trauma toraks cenderung akan memburuk
sebagai akibat dari efek pada fungsi 25 respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan
dengan disfungsi jantung. Pengobatan dari trauma Toraks bertujuan untuk mengembalikan
fungsi kardiorespirasi menjadi normal, menghentikan perdarahan dan mencegah sepsis (Saaiq,
et al., 2010; Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,, et al., 2015)
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai berat
tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang
ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang
lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi pneumotoraks, hematotoraks dan
kontusio pulmonum. Trauma yang lebih berat menyebakan robekan pembuluh darah besar dan
trauma langsung pada jantung (Saaiq et al., 2010; Lugo, et al., 2015 ).
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat mengganggu
fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan sistem respirasi dan
kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal
respirasi dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat
pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan
pembuluh darah (Saaiq, et al., 2010; Mattox, et al., 2013; Lugo,, et al., 2015).

F. Komplikasi

Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%, pneumotoraks


5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien
dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS
menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks
yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho, 2015).

1. Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yangpaling sering
terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,perdarahan masif dapat terjadi
karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah
interkosta.
2. Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak
langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat pada
saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
3. Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan patah baik
unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
4. Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai
dengan fraktur kosta multipel.
5. Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang palingumum
terjadi.
6. Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada trauma
tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan rupture
alveolus..Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh
dispneu
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi : foto thorax (AP).
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah
9. Diagnosis fisik :
a) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
b) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
c) dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
d) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi.
e) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800cc segera
thorakotomi.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu
1. Bullow Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:

a. Pneumothoraks
b. Hemothoraks
c. Thorakotomy
d. Efusi pleura
e. Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh
dalam shock.
b. Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing”
dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
“mechanis of breathing” tetap baik.
2. Primary Survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan
menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation).
3. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
4. Pemasangan infuse
a. Pemeriksaan kesadaran
b. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung.
c. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto
thorak.

I. Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan Pertama

Pasien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat
darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang
tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.Penanganan yang diberikan
harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik. Bantuan
oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui
dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap
darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan

a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)

Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas.
Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk
yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan
larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh
lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift)
dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan
dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look,
Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.
Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan
dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan
darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang
mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan
tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan
menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan
hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.Jika diperlukan
pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka tindakan
harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.

d. Tindakan Kolaboratif

Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun
tindakan yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan
dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga
tindakan operatif yang bersifat darurat.

J. Konservatif
a. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian
sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap
diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok
seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang
mengenai bagian organ jantung.

b. Pemasangan Plak / Plester

Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan
tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen. Jika Perlu
Antibiotika :
c. Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum
jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat
diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari

d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki
indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan
program pengobatan konservatif.

K. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 2012) meliputi :

1. Pemeriksaan umum

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.


b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke
leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
f. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks
spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas
turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak
sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung,
gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy
paru.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
1) Sesak napas
2) Nyeri, batuk-batuk
3) Terdapat retraksi klavikula/dada
4) Pengambangan paru tidak simetris
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6) Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks
(redup)
7) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
3. Sistem Kardiovaskuler :
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
b. Takhikardia, lemah
c. Pucat, Hb turun /normal
d. Hipotensi

4. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan
5. Sistem Perkemihan :
Tidak ada kelainan
6. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan
7. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
a. Kemampuan sendi terbatas
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam
c. Terdapat kelemahan
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
8. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme Kelemahan.
9. Sistem Sosial / Interaksi
Tidak ada hambatan.
10. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan

L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun
potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau
dikurangi. Adapun masalah keperawatan yang ditemukan :
a. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.
c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan.
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan
makanan dan cairan.
e. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.
III. Rencana Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN

NO DIANGOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) RASIONAL

1. Nyeri berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Beri posisi yang 1. Untuk menurunkan
dengan adanya trauma. keperawatan selama 1x8 nyaman dan ketegangan otot

jam diharapkan nyeri pasien menyenangkan 2. Membantu menentukan


berkurang dengan kriteria pasien pilihan intervensi dan

hasil : 2. Kaji adanya memberikan dasar untuk


perbandingan evaluasi
penyebab nyeri,
1. Skala (0-2) terhadap therapy
seberapa kuatnya
nyeri, minta pasien 3. Untuk mengidentifikasi adanya
2. Wajah klien tampak
untuk menetapkan nyeri.
rileks
pada skala nyeri
4. Untuk mengurangi energi
3. TTV dalam batas
3. Observasi tanda- yang berlebihan.
normal
tanda vital
5. Untuk meningkatkan

4. Anjurkan istirahat efektivitas pengobatan

yang cukup

5. Kolaborasi dengan
dokter tentang
pemberian analgesik
:
2. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. Bantu klien dalam 1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 jam memenuhi seperti pada saat sebelum
adanya nyeri. diharapkan intoleransi kebutuhan sehari- trauma.
hari yang tidak
aktivitas dapat teratasi dengan 2. Membantu menentukan
mampu dilakukan
kriteria hasil : pilihan intervensi dan
sendiri. Misalnya
1. Klien menunjukan memberikan dasar untuk
Mandi, berpakaian,
usaha untuk perbandingan dan evaluasi
merapikan diri.
melakukan perawatan 2. Kaji adanya
terhadap therapy.
diri secara bertahap penyebab nyeri 3. Mencegah risiko cedera
2. Klien mampu seberapa kuatnya 4. Mengurangi penggunaan
melakukan perawatan nyeri, minta pasien energi berlebihan dan
diri secara bertahap untuk menetapkan metabolisme tubuh,
3. Klien dapat pada skala nyeri sehingga dapat menambah
memenuhi kebutuhan 3. Pasang kelemahan.
pagar/pengaman
dasarnya secara 5. Mengurangi ketegangan
tempat tidur.
mandiri. otot/kelelahan, dapat
4. Klien tidak lemah lagi membantu mengurangi
4. Anjurkan untuk
nyeri, spasme otot,
istirahat yang cukup.
spastisitas/kejang

5. Anjurkan pasien 6. Untuk meningkatkan

untuk untuk efektivitas pengobatan.


menggunakan tehnik
relakasi

6. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian vitamin
neurobion 1
amp/hari
3. Resiko perubahan nutrisi Setelah diberikan asuhan 1. Anjurkan klien 1. Untuk mencegah badan
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 1x8 makan porsi kecil agar tidak lemah
tubuh berhubungan jam diharapkan kebutuhan tapi sering
dengan penurunan 2. Untuk mengetahui tingkat nutrisi
nutrisi dapat terpenuhi 2. Kaji tanda-tanda
masukan. pasien
dengan kriteria hasil : kurang nutrisi

1. Klien mengatakan (turgor kulit, 3. Untuk mengetahui pola makan


kelopak mata, pasien
sudahada nafsu makan,
mukosa mulut)
turgor kulit elastis 4. Dengan nutrisi yang cukup, dapat
3. kaji pola makan
2. Klien mampu mempercepat penyembuhan pasien.
pasien
menghabiskan 1 porsi
4. Jelaskan pasien 5. Perubahan fungsi lambung sering
makanan, mukosa mulut tentang pentingnya terjadi sebagai akibat dari paralisis
lembab, kelopak mata penemuan nutrisi atau mobilisasi
merah untuk
6. Untuk meringankan penyakit yang
penyembuhan
diderita pasien.
pasien
5. Auskultasi bising
usus, evaluasi
adanya distensi
abdome
6. Kolaborasi dengan
tim medis tentang
pemberian nutrisi
parentral.
4. Resiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Kaji turgor kulit 1. Indikator langsung keadekuatan
kekurangan volume keperawatan selama 1x8 kelembaban membran volume cairan, meskipun
cairan berhubungan jam diharapkan kebutuhan mukosa (bibir, lidah). membran mukosa mulut mungkin
dengan tidak adekuatnya
cairan tubuh pasien dapat 2. Kaji perubahan TTV, kering karena nafas mulut dan
masukan makanan dan
terpenuhi dengan kriteria contoh : peningkatan oksigen tambahan.
cairan
hasil : suhu/demam 2. Peningkatan suhu/memanjangnya
1. Klien mengatakan sudah memanjang, takikardi, demam, meningkatkan lajunya
mampu menghabiskan hipotensi ortostatik. metabolisme dan kehilangan
air minum 1 botol VIT 3. Catat laporan cairan melalui evaporasi, tekanan
besar
mual/muntah darah dan ortostatik berubah dan
2. Berat badan pasien
4. Pantau masukan dan peningkatan takikardi
dalam batas normal
haluaran, catat warna, menunjukan kekurangan cairan
3. Klien mengatakan mulut
karakter urine, hitung sistemik.
saya tidak kering lagi
4. Turgor kluit pasien
keseimbangan cairan 3. Adanya gejala ini menurunkan

elastis, mukosa mulut waspadai kehilangan masukan oral.


lembab. yang tak tampak, ukur 4. Memberikan informasi tentang
berat sesuai indikasi. keadekuatan volume cairan dan
5. Kolaborasi dengan kebutuhan pengganti
dokter tentang 5. Untuk pemenuhan kebutuhan
pemberian cairan cairan tambahan dan menurunkan
infus. risiko dehidrasi.

Pan
5. Ansietas atau ketakutan Setelah diberikan asuhan 1. Libatkan dalam 1. Belajar metode peningkatan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 jam, program diri dapat meningkatkan
penyakit yang diharapkan pasien tidak pengembangan harga diri. Umpan balik dari
dideritanya pribadi, lebih orang lain
mengalami kecemasan,
disukai dalam meningkatkanharga diri.
dengan kriteria hasil :
susunan kelompok. 2. Interaksi di antara orang-orang
1. Klien tampak tenang
Berikan informasi membantu pasien untuk menemukan
2. Klien tampak tidak
tentang penerapan perasaan dari dalam diri sendiri
cemas lagi yang tepat dalam
berpakaian 3. Kurang kontrol umum/masalah

2. Gunakan pendekatan dasar pasien ini dapat disertai

psikotherapy dengan gangguan emosi lebih

interpersonal, serius

daripada therapy 4. Cemas/panik terus menerus


penafsiran tentang peningkatan berat
3. Kaji perasaan tak badan. Depresi, perasaan tak
berdaya/ tidak ada berdaya dapat menimbulkan
harapan usaha bunuh diri
4. Waspadai ide bunuh
5. Penting untuk mengetahui
bahwa marah adalah bagian
diri dan dapat diterima
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII
Jakarta: EGC

Idhuu.2014.Laporan Pendahuluan Trauma Dada.Terdapat:


http://www.healthyenthusiast.com/trauma- dada.html.(diakses tanggal 15 September
2014).
Maya.2012.Trauma Thorax.Terdapat: http://mha-
ya2t.blogspot.com/2012/09/trauma- thorax.html(diakses tanggal 15 September
2014).
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat.
Padang : Medical book
Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka
Mediaction. Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada.
http://asuhankeperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html.
Diakses pada tanggal 02 Januari 2019 Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi.
Jakarta :EGC.

Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam .
yogjakarta : Nuha medika

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 .


Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai