Anda di halaman 1dari 8

103

MUTUAL LEGAL ASSISTANCE TREATIES (MLATs) SEBAGAI


INSTRUMEN PEMBERANTASAN KEJAHATAN INTERNASIONAL
Oleh:
Noer Indriati
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Abstract

International contractual law is an order which must respect and adhered by pertinent of the
parties in agreement. The formal and informal relation between the citizen or corporate have very
intensively. International badness which pass boundaries jurisdiction of the state have increase in
the form which is sophisticated and the frequency which progressively often. Because of
international badness which have more progressively is needed cooperation between the state which
it is more coordinated as straightening of law. Mutual Legal Assistance Treaties (MLATS) emerge
because eradication of insufficient badness upheld by agreement of extradition. Form of Mutual
Legal Assistance Treaties (MLATS) have agreed on, for example United Nations Convention Against
Corruption Year 2003, United nations Conventions Against Transnational Organized Crime Year 2000.
While in the level of ASEAN, Treaty Mutual Legal Assistance in Criminal Matters year 2004.

Kata kunci: kejahatan internasional, perjanjian internasional

A. Pendahuluan Pada era global dewasa ini, batas-batas


Perkembangan kejahatan transnasional negara sudah sangat maya, dalam arti hubu-
dan kejahatan internasional merupakan karak- ngan internasional telah sangat dinamis se-
teristik perkembangan hukum pidana dewasa hingga batas-batas nasional seolah-olah dengan
ini. Perkembang-an kejahatan tersebut telah mudah dapat ditembus dalam hitungan waktu
memberi-kan dampak luas dan mendasar, selain yang sangat cepat. Masyarakat internasional
terhadap kehidupan manusia, juga terhadap dalam era globalisasi seperti sekarang ini
asas-asas hukum, norma dan lembaga yang dengan didukung oleh kemajuan teknologi,
berkaitan dengan penerapan hukum pidana khususnya teknologi informasi, telekomunikasi,
dalam me-nanggulangi kejahatan tersebut. dan transportasi, timbulnya kejahatan-ke-
Dilihat dari perkembangan dan asal-usul ke- jahatan yang berdemensi internasional ini akan
jahatan internasional, maka kejahatan inter- semakin meningkat baik secara kuantitatif mau
nasional dapat dibedakan dalam 3 (tiga) go- pun kualitatif. Untuk mengatasinya tidaklah
longan, yaitu: cukup hanya dilakukan oleh negara secara
1. Kejahatan internasional yang berasal dari sendiri-sendiri, tetapi dibutuhkan kerjasama
kebiasaan yang berkembang dalam praktik yang terpadu baik secara bilateral maupun mul-
hukum inter-nasional. tilateral. Salah satu lembaga hukum yang di-
2. Kejahatan internasional yang berasal dari pandang dapat menanggulangi kejahatan yang
konvensi-konvensi internasional. berdemensi internasional ini adalah ekstradisi.
3. Kejahatan internasional yang lahir dari Oleh karena itu, lembaga ekstradisi muncul ke
sejarah perkembangan konvensi mengenai permukaan seolah-olah ekstradisi sebagai lem-
HAM. baga hukum yang ampuh untuk menyelesai-
Kewenangan membuat perjanjian internasional kannya.1
secara khusus dalam piagam Perserikatan
Bangsa-bangsa, tidak ada ketentuan yang me-
ngaturnya. 1
I Wayan Parthiana, 2004, Hukum Pidana Internasional
dan Ekstradisi, Bandung: Penerbit Yrama Widya, hlm.
127
104 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 9 No. 2 Mei 2009

Upaya penegakkan hukum guna mem- kejahatan yang memiliki karakteristik, sebagai
berantas kejahatan internasional, masyarakat berikut:
internasional tidaklah cukup dengan melakukan a. terjadi di dua Negara atau lebih
perjanjian ekstradisi. Hal ini perlu pula ditinjau b. pelaku atau korban warga negara asing
kecenderungan negara-negara dalam pembe- c. sarana melampaui batas teritorial satu atau
rantasan kejahatan internasional lebih memilih dua negara
menggunakan perjanjian-perjanjian lain yang Oppenheim bersama dengan Sir Arnold Mc
tidak kalah penting dan erat kaitannya dengan Nair, telah membedakan secara tajam antara
kasus-kasus yang terjadi. pengertian, ”international delinquencies” di
Berdasarkan latar belakang di atas, maka mana pengertian ini dimaksudkan sebagai hal
dapat dirumuskan permasalahan sebagai beri- yang bukan merupakan suatu kejahatan, se-
kut: upaya negara-negara dalam memberantas dangkan “international crimes” diartikan seba-
kejahatan inter-nasional melalui Mutual Legal gai kejahatan. Pengertian ”international delin-
Assistance Treaties (MLATs) quencies”, diakui di dalam hukum kebiasaan
internasional dan pengertian “international
B. Pembahasan crimes” berkaitan dengan struktur hukum inter-
1. Pengertian Kejahatan Internasional nasional.
Belum terdapat satu ketentuan di dalam Pengertian kejahatan internasional atau
hukum internasional baik dalam perjanjian international crimes, adalah:4
internasional maupun ke-biasaan internasional
“International Crimes is any con-duct
yang menetapkan istilah “international cri- which is designated as a crime in a
mes”.2 Pe-ngertian istilah “transnational” atau multilateral convention with a
“transnasional” (Bahasan Indonesia), untuk significant number of state parties to it,
pertama kali diperkenalkan oleh Phillip C. provided the instrument contains one of
ten penal characteristic”
Yessup, seorang ahli hukum internasional yang
sangat terkenal dalam lingkungan para ahli hu- Kejatahatan internasional dapat diartikan seba-
kum sedunia. Yessup menegaskan bahwa, selain gai semua perbuatan yang dilarang oleh hukum
istilah hukum internasional atau international internasional, baik yang diatur di dalam kon-
law, digunakan istilah nasional atau trans- vensi maupun kebiasaan internasional. Ciri-ciri
nasional yang dirumuskan, semua hukum yang ter-penting dari kejahatan internasional adalah
mengatur semua tindakan atau kejadian yang berlakunya asas universal, di mana setiap nega-
melampaui batas territorial.3 ra berwenang untuk menangkap, menahan, dan
Pengertian istilah tersebut kemudian di menuntut para pelaku kejahatan internasional.
gunakan dalam salah satu Keputusan Kongres Bassiouni menunjukkan adanya sepuluh
PBB VIII, tentang Pencegahan Kejahatan dan karakteristik kejahatan internasional sebagai
Perlakuan terhadap para pelanggar hukum berikut:5
1990, dan digunakan dalam Konvensi Wina a. Explicit recognition of proscribed conduct as
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Lalu constituting an international crime a crime
Lintas Ilegal Narkotika dan Psikotropika 1988. under international law;
Pengertian tersebut terakhir digunakan dalam b. Implicit recognition of the penal nature of
Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional an act by establishing a duty to prohibit,
Terorganisasi 2000, yang diartikan sebagai prevent, prosecute, punish, or the like;
c. Criminalization of the proscribed conduct;
2
Romli Atmasasmita, 2000, Pengantar Hukum Pidana d. Duty or right to prosecute;
Internasional, Penerbit Refika Aditama, Bandung, hlm.
35
3
Romli Atmasasmita, Ekstradisi dalam Meningkatkan
4
Kerjasama Penegakan Hukum, Jurnal Hukum M Cheriff Bassiouni, International Criminal Law, Vol. I:
Internasional, Lembaga Kajian Hukum Internasional Crimes, Transnational Publishers, New York, 1986, hlm.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Vol. 5 Nomor 1 2-3
5
Oktober 2007, hlm. iii Ibid
Mutual Legal Assistance Treaties (MLATs) 105
Sebagai Instrumen Pemberantasan Kejahatan Internasional

e. Duty and right to punish the proscribed con- 1) conduct effecting more than one state
duct; 2) conduct including of affecting citizens
f. Duty or right to extradite; of more than one state
g. Duty or right to cooperation in prosecution, 3) means and methods transcend national
punishment (including judicial assistance in boundaries
penal proceeding); c. unsur kemampuan: cooperation of state
h. Establishment of a criminal jurisdiction ba- necessity to enforce.6
sis; Penggunaan istilah transnasional, khusus
i. Reference to the establishment of an inter- dipergunakan untuk menunjukkan kejahatan
national criminal court; yang dilakukan oleh individu, di mana terhadap
j. Elimination or the defense of superior or- kejahatan itu sendiri, individu dapat dibebani
der. tanggung jawab berdasarkan hukum nasional
Dari kesepuluh karakteristik mengenai maupun hukum internasional. Pelaku kejahatan
kejahatan internasional/international crimes internasional harus dibedakan dengan kejahat-
tersebut di atas, dapatlah dikemukakan adanya an internasional yang pelakunya adalah Negara.
tiga unsur utama berkaitan dengan hubungan Hal ini disebabkan bahwa Negara hanya dapat
antara kejahatan internasional dengan hukum dibebani tanggung jawab kriminal internasional
pidana nasional atau hubungan antara hukum (international criminal responsibility of states)
internasional dengan hukum nasional. karena melanggar hukum internasional.
Adapun unsur tersebut adalah: Rolling yang kurang sependapat dengan
a. Adanya kewajiban negara untuk mengimple- Bassiouni menegaskan bahwa penetapan suatu
mentasikan hukum internasional ke dalam tindakan sebagai international crimes tidak
hukum nasional atau melakukan kriminalitas perlu harus dipandang dari segi ada atau tidak
kejahatan internasional ke dalam hukum adanya tindakan penjatuhan pidana di dalam
pidana nasional; keadaan nyata. Pendapat tersebut dilandasi
b. Adanya kewajiban setiap Negara untuk me- dua hal, yaitu:7
lakukan kerjasama dalam pemberantasan a. situasi saat ini belum kondusif untuk me-
kejahatan internasional; laksanakan tindakan penjatuhan pidana
c. Penegakan kejahatan internasional dapat di demikian (bahkan sudah sejak lama pakar-
lakukan melalui pengadilan nasional maupun pakar hukum internasional menghindari
melalui pengadilan internasional. penggunaan instrumen pidana atas tindakan
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka ke- negara yang digolongkan sebagai inter-nati-
jahatan transnasional, baik terorganisasi mau onal crimes);
pun tidak terorganisasi merupakan bagian dari b. perasaan atau kebanggaan nasionalisme
kejahatan inter-nasional. Sebab pada prinsip- yang masih sangat kuat di kalangan bangsa-
nya kejahatan transnasional menggunakan sara- bangsa (bahkan untuk selamanya) merupa-
na atau prasarana melampaui batas wilayah kan kendala untuk dapat menerima begitu
negara. Kejahatan itu sendiri di dalamnya ter- saja jurisdiksi (pidana) internasional.
dapat juga unsur transnasional.
Adapun unsur-unsur kejahatan internasio- 2. Mutual Legal Assistance Treaties (MLATs)
nal adalah: sebagai Instrumen Pemberantasan Ke-
a. unsur internasional: jahatan Internasional
1) direct threat to world peace and Masa sebelum tahun 1980-an, dunia nya-
security ris hampir tenggelam dalam peperangan dengan
2) indirect threat to the world peace and menggunakan persenjataan yang canggih (so-
security phisticated weapons) terutama adu senjata
3) shocking to the conscience of humanity
6
Kartini Sekartaji, Bahan Kuliah 2006, hlm. 2
b. unsur transnasional: 7
Romli Atmasasmita, Op. Cit, hlm. 39
106 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 9 No. 2 Mei 2009

oleh kedua belah pihak raksasa dunia di bidang miliki yurisdiksi untuk mengadili atau meng-
persenjataan antara Amerika Serikat dan So- hukumnya (negara peminta), atas permintaan
viet, yang kedua Negara itu disebut “the Super dari negara peminta, dengan tujuan untuk
Power”. Sejak berakhirnya era perang dingin mengadili dan atau pelaksanaan hukum-an.9
atau post-cold war dunia tidak lagi berperang Adapun beberapa unsur ekstradisi ber-
melawan senjata, terutama setelah runtuhnya dasarkan uraian di atas, sebagai berikut:10
The Super Power from The East, Soviet, dunia a. Unsur subjek, yaitu negara diminta dan ne-
berperang melawan kesulitan ekonomi.8 gara/negara-negara peminta;
Prosedur penegakan hukum terhadap ke- b. Unsur objek, yaitu orang yang diminta, yang
jahatan internasional termasuk masalah per- bisa berstatus sebagai tersangka, tertuduh,
kembangan kerjasama bilateral maupun multi- terdakwa maupun terhukum ;
lateral di dalam mencegah dan memberantas c. Unsur prosedur atau tata cara, yaitu harus
tindak pidana internasional. Salah satu contoh dilakukan menurut prosedur atau tata cara
penegakan hukum yang dilakukan dengan kerja- atau formalitas tertentu, dan
sama yang tertua dalam praktik hukum inter- d. Unsur tujuan, yaitu untuk tujuan mengadili
nasional adalah ekstradisi. dan atau penghukumannya.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 ten- Permintaan untuk menyerahkan itu harus
tang Ekstradisi mengandung asas resiprositas, dilakukan melalui saluran diplomatik. Demikian
yang meliputi tiga hal yaitu: pula jika negara diminta menyetujui atau me-
a. Ada kepentingan politik yang sama (mutual nolak permintaan negara peminta, maka harus
interest); memberitahukannya kepada negara peminta
b. Ada keuntungan yang sama (mutual dengan melalui saluran diplomatik. Mengenai
advantages); keputusan untuk mengabulkan ataupun me-
c. Ada tujuan yang sama (mutual goals) dan nolak permintaan dari negara peminta, pejabat
penghormatan atas asas ”state tinggi dari negara diminta, seperti: Jaksa
souvereignty” Agung, Kepala Kepolisian, Menteri Kehakiman,
Implementasi asas resiprositas tidak memerlu- maupun Menteri Luar Negeri ikut terlibat dalam
kan suatu perjanjian (treaty), tetapi cukup memberikan pertimbangan, untuk akhirnya
dengan ”arragement” saja yang hanya berlaku diambil keputusan oleh pejabat yang berwe-
atas dasar ”on case by case basis”. Guna kelan- nang dari negara diminta.
caran pe-laksanaan ”arragement” diperlukan Selain ekstradisi, bentuk kerjasama antar
ke-tentuan yang menegaskan bahwa prosedur negara dalam praktik hukum kebiasaan inter-
”non-treaty based” diperbolehkan dan dican- nasional dapat dilakukan melalui Mutual Legal
tumkan dalam undang-undang. Assistance Treaties (MLATs). Bentuk kerjasama
Ekstradisi dapat diartikan sebagai penye- ini muncul di dalam praktik pemberantasan
rahan yang dilakukan secara formal baik ber- kejahatan internasional, yang bersifat trans-
dasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah nasional ataupun kejahatan internasional se-
ada sebelumnya ataupun berdasarkan prinsip bagai tindakan pelaksanaan perjanjian lain,
timbal balik atau hubungan baik, atas sese- yang selama ini telah dilakukan di antara
orang yang dituduh melakukan kejahatan (ter- Negara-negara yang terlibat di dalamnya.
sangka, terdakwa, ter-tuduh) atau seseorang Sejarah pembentukkan kerjasama dalam
yang telah dijatuhi hukuman pidana yang telah bentuk Mutual Legal Assistance Treaties
mempunyai kekuatan mengikat yang pasti (MLATs) ini merupakan sejarah terpanjang yang
(terhukum dan terpidana), oleh tempatnya ber- pernah terjadi dalam praktik hukum inter-
ada (negara diminta) kepada negara yang me- nasional. Perjanjian diawali dengan perjanjian
antara pe-merintah Amerika Serikat dan
8
Syafrinaldi, 2006, Hukum Internasional Antara Harapan
9
Dan Kenyataan, Pekanbaru, Riau: Penerbit Uir Press, I Wayan parthiana, Op. Cit, hlm. 129
10
hlm. 66 Ibid
Mutual Legal Assistance Treaties (MLATs) 107
Sebagai Instrumen Pemberantasan Kejahatan Internasional

pemerin-tah Swiss. Perundingan antara wakil- dan Italia. Contoh lain, usaha-usaha masyarakat
wakil pemerintah kedua Negara dilaku-kan internasional atau Negara-negara dalam men-
sejak tahun 1972, ditandatangani pada tahun cegah dan memberantas kejahatan transnasio-
1973, serta berlaku efektif pada tahun 1977 nal dapat dilakukan dengan kerjasama secara
(setelah 50 tahun). fisik maupun dengan menuangkan pengatur-
Tindak lanjut dari perjanjian tersebut, annya dalam konvensi-konvensi internasional
pada tanggal 10 November 1987 telah ditanda yang sudah lama berlaku.12
tangani suatu Memorandum of Understanding Beberapa konvensi internasional yang
(MoU) antara pemerintah kedua negara untuk bertalian dengan kejahatan transnasional ter-
menambah/melengkapi ketentuan-ketentuan sebut, antara lain:
yang sudah dicantumkan dalam MLATs tahun a. Konvensi London 1945 tentang Agreement of
1973 antara kedua negara. MoU tersebut di the Prosecution and Punishment of the
namakan MoU on Mutual Assistance in Criminal Major War Criminal of the European Axis
matters and Ancillary Administrative pro- yang melahirkan Mahkamah Militer Inter-
ceedings.11 nasional (International Militery Tribunal) di
Berbagai perjanjian internasional, baik Nurenberg 1946, yang diadakan oleh negara-
perjanjian bilateral maupun perjanjian multi- negara pe-menang Perang Dunia Kedua se-
lateral telah disepakati sebagai salah satu cara dangkan di Tokyo 1948. Peradilan ini dimak-
yang paling niscaya dalam internationally coor- sudkan untuk mengadili pelaku kejahatan
dinated efforts to combat international cri- terhadap kemanusiaan dan perdamaian yang
mes. Bentuk-bentuk kerjasama internasional, telah banyak mengakibatkan kerugian bagi
seperti Mutual Legal Assistance Treaties umat manusia di atas bumi ini. Pasal 6
(MLATs) sudah semakin banyak disepakati, Piagam Mahkamah menyebutkan, bahwa
misalnya yang diatur cukup komprehensif dalam ”Mahkamah ... mempunyai wewenang untuk
United Nations Convention Against Corruption mengadili dan menghukum orang-orang yang
Tahun 2003, United nations Conventions bertindak untuk kepentingan negara-negara
Against Transnational Organized Crime Tahun poros (axis) baik sebagai individu maupun
2000. Sedangkan pada tingkat Regional ASEAN, sebagai anggota organisasi yang melakukan
telah disepakati Treaty Mutual Legal Assistance kejahat-an-kejahatan”.
in Criminal Matters tahun 2004. Perjanjian- Terhadap pembentukan Mahkamah Militer
perjanji-an seperti tersebut di atas tentu saja Internasional ini banyak yuris mengecamnya
sangat menghormati jurisdiksi dan mengandal- karena pengadilan ini mengadili perkara
kan ketentuan hukum nasional dari negara pe- dengan hukum yang diberlakukan surut (re-
sertanya. Namun dibutuhkan tindakan dan atur- troaktif) atau ex post pacto law yaitu hukum
an untuk meng-koordinasikan kegiatan-kegiatan yang dibentuk setelah terjadinya peristiwa.
nasional tersebut sehingga semakin meningkat Jadi bertentangan dengan asas nullum
sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya delictum nula poena sine praevia lege
kejahatan-kejahatan internasional. poenali.
Selain itu penegakan dapat dilakukan b. Konvensi Genosida 1948 yang lengkapnya
dengan melalui kerja sama internasional atau bernama Convention on the Prevention and
mutual legal assistance treaty atau judicial Punishment of the Crime of Genocide yang
assistance treaty antara dua negara atau lebih, di-prakarsai oleh PBB dan mulai berlaku
sebagaimana dilaksanakan telah dilaksanakan, pada tahun 1951.
khususnya di antara negara-negara ASEAN serta Konvensi ini mendefinisikan genocide se-
antara pemerintah Amerika Serikat dan Swiss, bagai tindakan yang dilakukan dengan mak-
jerman, Belanda, Meksiko, Panama, Nikaragua, sud merusak dan memusnahkan suatu ke-

11 12
Romli Atmasasmita, Op. Cit., hlm. 26 I Wayan Parthiana, 2004, Op. Cit, hlm. 42
108 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 9 No. 2 Mei 2009

lompok bangsa, etnis, ras atau agama de- 2) Konvensi Den Haag 1970 tentang The Sup-
ngan jalan membunuh anggota kelompok pression of Unlawful Seizure of Aircraft
tersebut yang mengakibatkan kerugian bagi (Pemberantasan Penguasaan Pesawat
mereka secara fisik dan mental. Dengan se- Udara Secara Melawan Hukum)
ngaja melakukan penyiksaan terhadap 3) Konvensi Montreal 1971 tentang The Sup-
keadaan jiwa, melakukan tindakan-tindakan pression of Unlawful Acts Against the
yang bersifat memaksa untuk mencegah per- Safety of Civil Aviation (Pemberantasan
kembangbiakan mereka atau keturunan, me- Tindakan-tindakan Melawan Hukum yang
mindahan secara paksa anak-anak kelompok Mengancam Keamanan Penerbangan Sipil)
tersebut ke dalam kelompok lainnya. Ketiga konvensi ini pada dasarnya adalah
c. Konvensi-konvensi tentang penghapusan per- konvensi yang bertujuan mencegah
budakan seperti misalnya Slavery Conven- kejahatan penerbang-an.
tion tahun 1926 yang ditambah dan di- f. Single convention on Narcotic Drugs 1961
perbaharui pada tahun 1953 disempurnakan atau Konvensi Tunggal tentang Narkotika
pada tahun 1956 atas inisiatif ECOSOC. serta protokol yang mengubahnya, yang di
Berdasarkan konvensi ini para pihak sepakat adakan di New York pada tahun 1961. Narko-
akan menyusun perundang-undangan nasio- tika di samping berguna untuk pengobatan
nal yang efektif serta akan melakukan tin- dan ilmu pengetahuan, sebaliknya narkotika
dakan-tindakan demi terhapusnya praktik- dapat pula mengakibatkan ketergantungan
praktik perbudakan, atau yang berhubungan yang sangat merugikan apabila pengguna-
dengan itu seperti utang perbudakan, jual annya tanpa pembatasan dan pengawasan
beli manusia, eksploitasi tenaga anak-anak secara seksama.
dan penjualan budak-budak antaranegara. Kejahatan ini tidak hanya membahayakan
Para pelakunya harus diadili dan dihukum perorangan melainkan juga masyarakat,
dengan hukuman berat. bangsa dan negara. Pasal 13 Protokol yang
d. Konvensi tentang Laut Lepas 1958 pada mengubah Pasal 35 dari Konvensi Tunggal
Pasal 14 sampai dengan Pasal 22 mengatur menyebutkan bahwa mewajibkan setiap pi-
Pembajakan di laut lepas yang merupakan hak sesuai dengan hukum ketatanegaraan-
pembajakan menurut hukum internasional nya, sistem hukum dan sistem administrasi-
(piracy jure gentium) yang berbeda dengan nya untuk mengadakan suatu koordinasi
pengertian pembajakan menurut hukum tingkat nasional guna mengambil tindakan
nasional. pencegahan dan pemberantasan terhadap
Pasal 14 menyebutkan bahwa semua negara lalu lintas narkotika, membantu setiap kam-
harus bekerjasama yang sepenuhnya dan se- panye yang bertujuan mencegah lalu lintas
luas-luasnya dalam memberantas kejahatan narkotika, serta bekerjasama satu dengan
di laut lepas atau di tempat-tempat lain di lainnya dan dengan badan-badan internasio-
luar yurisdiksi negara. Sedangkan Pasal 15 nal yang ber-kompeten.
menegaskan bahwa batas-batas pengertian Dari beberapa konvensi yang dibuat oleh
piracy jure gentium ini yang membeda- negara-negara dalam menanggulangi kajahatan
kannya dengan pembajakan menurut hukum internasional memperlihatkan bahwa kerjasama
nasional. internasional dirasakan oleh negara-negara
e. Tiga konvensi yang berkenaan dengan ke- lebih efektif. Oleh karena itu, negara-negara di
jahatan penerbangan yakni: dunia cenderung untuk mencegah dan mem-
1) Konvensi Tokyo 1963 tentang Offences berantasnya melalui kerjasama internasional
and Certain Other Acts Committed on dan mengaturnya dalam konvensi-konvensi
Board Aircraft (Kejahatan-kejahatan dan internasional. Konvensi-konvensi itu ada yang
tin-dakan-tindakan tertentu lainnya yang secara khusus mengatur tentang kejahatan
dilakukan dalam pesawat udara) transnasional itu, ada pula yang mengaturnya
Mutual Legal Assistance Treaties (MLATs) 109
Sebagai Instrumen Pemberantasan Kejahatan Internasional

bersama-sama dengan masalah lain yang lebih antar Hukum Inter-nasional. Bandung:
luas. Justisi Study Group;
Syafrinaldi. 2006. Hukum Internasional Antara
C. Penutup harapan dan Kenyataan. Pekanbaru, Riau:
1. Simpulan UIR Press;
Upaya penegakan hukum terhadap ke- Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. 2006.
jahatan internasional dapat dilakukan melalui Hukum Internasional Kontemporer. Ban-
perjanjian ekstradisi. Selain itu juga dengan dung: Refika Aditama;
perjanjian internasional lain baik bilateral Sekartaji, Kartini. 2006. Bahan Kuliah Hukum
maupun multilateral, atau mutual legal assis- Pidana Internasional;
tance treaty atau judicial assistance treaty Jurnal Hukum Internasional. Indonesia Journal
antara dua Negara atau lebih. of International Law – Treaties. Volume 3
Mutual Legal Assistance Treaties (MLATs) Nomor 4 Oktober 2006;
pun muncul karena pem-berantasan kejahatan Jurnal Hukum Internasional. Indonesia Journal
tidak cukup di-tegakkan dengan perjanjian of International Law -International
Crime. Volume 5 Nomor 1 Oktober 2007;
ekstradisi. Bentuk Mutual Legal Assistance
Treaties (MLATs) sudah semakin banyak di- Jurnal Hukum Internasional. Indonesia Journal
sepakati, misalnya United Nations Convention of International Law – Treaty and
National Law. Volume 5 Nomor 3 April
Against Corruption Tahun 2003, United nations
2008.
Conventions Against Transnational Organized
Crime Tahun 2000. Sedangkan pada tingkat Re-
gional ASEAN, Treaty Mutual Legal Assistance
in Criminal Matters tahun 2004.

2. Saran
Perkembangan teknologi dalam masyara-
kat internasional sangat mempengaruhi pula
perkembangan kejahatan internasional. Oleh
karena itu, akan lebih efektif bila negara-ne-
gara mencegah dan memberantasnya melalui
kerjasama/perjanjian inter-nasional dan meng-
aturnya dalam konvensi-konvensi internasional.

Daftar Pustaka
Atmasasmita, Romli. 2000. Pengantar Hukum
Pidana Internasional. Bandung: Refika
Aditama;
Parthiana, I Wayan. 2002. Hukum Per-janjian
Internasional Bag: 1. Bandung: Mandar
Maju;
________. 2004. Hukum Pidana Inter-nasional
Dan Ekstradisi. Bandung: CV. Yrama
Widya;
________. 2005. Hukum Perjanjian Inter-
nasional Bag: 2. Bandung: Mandar Maju;
Starke, J.G.. 1986. An Introduction To
International Law. Diterjemahkan oleh
Justisi Study Group dengan judul Peng-
110 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 9 No. 2 Mei 2009

Anda mungkin juga menyukai