A. Pengertian
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan
mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Critical berasal dari
bahasa Grika yang berarti : bertanya, diskusi, memilih, menilai, membuat
keputusan. Kritein yang berarti to choose, to
decide. Krites berarti judge. Criterion (bahasa Inggris) yang berarti standar, aturan,
atau metode. Critical thinking ditujukan pada situasi, rencana dan bahkan aturan-
aturan yang terstandar dan mendahului dalam pembuatan keputusan (Mz. Kenzie).
Critical thinking yaitu investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi situasi,
fenomena, pertanyaan atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan
secara terintegrasi. Menurut Bandman (1998) berfikir kritis adalah pengujian yang
rasional terhadap ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argument,
kesimpulan-kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktivitas.
Pengujian ini berdasarkan alasan ilmiah, pengambilan keputusan, dan
kreativitas. Menurut Brunner dan Suddarth (1997), berpikir kritis adalah proses
kognitif atau mental yang mencakup penilaian dan analisa rasional terhadap
semua informasi dan ide yang ada serta merumuskan kesimpulan dan
keputusan.
Berpikir kritis digunakan perawat untuk beberapa alasan :
1. Mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
2. Penerapan profesionalisme
3. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberi asuhan
keperawatan.
4. Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat dalam menuju
keberhasilan dalam berbagai aktifitas
Berpikir kritis juga dapat dikatakan sebagai konsep dasar yang terdiri dari konsep
berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai
sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam
keperawatan yang di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar berpikir
kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam
berpikir kritis.
Freely mengidentifikasi bahwa berpikir kritis diperlukan guna mengembangkan
kemampuan analisa, kritis, dan ide advokasi. Freely mengidentifikasi bahwa berpikir
kritis menggunakan kemampuan deduktif dan induktif, kemampuan mengambil
keputusan yang tepat didasarkan pada fakta dan keputusan yang dihasilkan melalui
berpikir kritis
Beberapa tahun yang lalu keperawatan memutuskan bahwa berpikir kritis dalam
keperawatan penting untuk disosialisasikan. Meskipun ada Literatur yang
menjelaskan tentang berpikir kritis tetapi spesifikasi berpikir kritis dalam keperawatan
sangat terbatas. Tahun 1997 & 1998 penelitian menegaskan secara lengkap tentang
berpikir kritis dalam keperawatan.
Meskipun The Six Rs sangat berguna namun tidak semuanya cocok dengan dalam
keperawatan. Kemudian Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan
gambaran berpikir dan mengklasifikasikan menjadi 5 model disebut T.H.I.N.K.
yaitu: Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas and Creativity, Knowing How You
Think.
Sebelum mempelajari lebih jauh tentang Model T.H.I.N.K., kita perlu untuk
mempelajari asumsi yang menggarisbawahi pendekatan lima model tersebut.
Asumsi berpikir kritis adalah komponen dasar yang meliputi pikiran, perasaan dan
berkerja bersama dengan keperawatan. Ada beberapa asumsi tentang berpikir kritis,
yaitu sebagai berikut.
Asumsi yang kedua mengakui bahwa berpikir, merasakan, dan mengerjakan tidak
bisa dipisahkan dari kenyataan praktek keperawatan. Hal ini dapat dipelajari dengan
mendiskusikan secara terpisah mengenai ketiga hal tersebut. Meliputi belajar
mengidentifikasi, menilai dan mempercepat kekuatan perkembangan dalam berpikir,
merasa dan mengerjakan sesuai praktek keperawatan.
Berpikir kritis memerlukan pengetahuan, walaupun pikiran, perasaan, dan bekerja
adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam keadaan nyata pada praktek
keperawatan, tetapi dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian untuk proses
pembelajaran.
Asumsi yang ketiga bahwa perawat dan perawat pelajar bukan papan kosong,
mereka dalam dunia keperawatan dengan berbagai macam keahlian berpikir. Model
yang membuat berpikir kritis dalam keperawatan meningkat. Oleh karena itu bukan
merupakan suatu kesungguhan yang asing jika mereka menggunakan model sama
yang digunakan setiap hari. Berpikir kritis dalam keperawatan bukan sesuatu yang
asing, karena sebenarnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Asumsi yang keempat yang mempertinggi berpikir adalah sengaja berbuat sesuai
dengan pikiran dan yang sudah dipelajari. Berpikir kritis dapat dipelajari melalui
bacaan. Para pembaca dapat belajar bagaimana cara meningkatkan kemampuan
berpikirnya.
Asumsi yang kelima bahwa pelajar dan perawat menemukan kesulitan untuk
mengambarkan keahlian mereka berpikir. Sebagian orang jarang bertanya
“bagaimana pelajar dan perawat berpikir”, selalu yang ditanyakan adalah “apa yang
kamu pikirkan”. Berpikir kritis adalah cara berpikir secara sistematis dan efektif.
Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang diulang berkali-kali
sehingga menjadi kebiasaan yang alami. Mereka menerima apa yang mereka
kerjakan menghemat waktu dan mudah untuk dilakukan. Manusia selalu
menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan sebagai kebiasaan seperti “saya
mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini bukan kebiasaan dalam keperawatan
karena tindakan yang dilakukan tidak menggunakan proses berpikir. Hal ini terjadi
jika proses berpikir sudah berakar dalam diri mereka dalam melihat sesuatu atau
kemungkinan yang terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap waktu. Contoh :
pernahkah kita mengendarai kendaraan dan apakah pernah kita ingat pepohonan
yang pernah kita lewati? Yang kita pikirkan dan harapkan adalah supaya kita
terhindar dari kecelakaan.
Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu kebiasaan yang sangat penting
dalam keperawatan. Ketika seseorang menjelang ajal, sebuah solusi yang cepat
yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat jantung (CPR), memberikan injeksi,
mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter, dan aktivitas lainnya. Hal tersebut
merupakan suatu kebiasaan yang alami terjadi dan dilakukan oleh perawat.
Yang perlu dipelajari :
1. Bagaimana sesuatu menjadi sesuatu kebiasaan?
2. Mengapa suatu aktivitas berguna?
3. Cara apa yang terbaik untuk mengembangkan kebiasaan?
Contoh :
Pukul 3 pagi, perawat melihat lampu kamar Tn. X masih menyala. Kemudian perawat
mendekati pasien dan menanyakan “Selamat pagi Tn.X, saya melihat lampu kamar
anda masih menyala, apa yang anda lakukan? ada yang bisa saya bantu?” Tn. X
tersenyum dan menjawab “saya baik-baik saja.” Perawat mengobservasi dan
menemukan tissue di lantai dan melihat bahwa mata Tn.X merah dan bengkak.
Dari kasus tersebut bisa kita dapatkan kesimpulan sementara (sedikitnya 4
kesimpulan), yaitu :
1. Klien baik-baik saja, memang normal klien bangun pada jam tersebut dan mata
klien merah mungkin karena klien menggosok matanya akibat alergi
2. Klien baik-baik saja tetapi tidak bisa tidur siang sebentar karena rasa bosan.
Sehingga mata terlihat merah dan bengkak
3. Klien tidak dalam keadaan baik tetapi tidak ingin berbicara kepada siapapun
tentang masalahnya
4. Klien dalam keadaan tidak baik tetapi tidak tahu bagaimana untuk minta
bantuan kepada orang lain
Disini peran perawat adalah memvalidasi : “Anda bicara kalau anda baik-baik saja,
tetapi saya melihat mata anda merah dan bengkak” Kemudian bandingkan dengan
informasi yang diperoleh teman kita. Yang perlu dipelajari :
Apakah kita mendapat jawaban yang sebenarnya dari pertanyaan kita? Kapan kita
membandingkan jawaban yang kita peroleh dengan jawaban teman kita apakah ada
perbedaan?
1. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap
skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai
data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-
pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah
pendapat yang dianggapnya baik.
2. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria. Untuk sampai ke arah
sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun
sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan
mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi harus
berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang
kredibel, teliti, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan
pertimbangan yang matang.
3. Argumen
Argumen merupakan suatu pernyataan atau proposisi yang dilandasi atau
berdasarkan data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi hal-hal
sepertikegiatan pengenalan, dan penilaian, serta menyusun argumen.
4. Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis.
Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan
atau data.
5. Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan
memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
6. Prosedur penerapan criteria
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur
tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang
akan diambil.
7. Langkah-langkah dalam berpikir kritis
Mengenali masalah (defining and clarifying problem) meliputi mengidentifikasi isu-
isu atau permasalahan pokok, membandingkan kesamaan dan perbedaan-
perbedaan, memilih informasi yang relevan, merumuskan masalah.
Menilai informasi yang relevan yang meliputi menyeleksi fakta maupun opini,
mengecek konsistensi, mengidentifikasi asumsi, mengenali kemungkinan emosi
maupun salah penafsiran kalimat, mengenali kemungkina perbedaan orientasi nilai
dan ideologi.
Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan yang meliputi mengenali data-data
yang diperlukan dan meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari
keputusan/pemecahan masalah/kesimpulan yang diambil.
Ketika seorang perawat yang dihadapkan dengan klien yang berbeda budaya, maka
perawat professional tetap memberikan asuhan keperawatan yang tinggi, demi
terpenuhinya kebutuhan dasar klien tersebut. Perawat professional akan berfikir kritis
dalam menangani hal tersebut. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang
berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan
penduduk antar Negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran
terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman
budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal
tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural
shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi.
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami
nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang untuk
mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien
tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara
pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap
telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini
akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai
budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002). Untuk memahami perbedaan budaya yang ada maka
perawat perlu berpikir secara kritis. Dalam berpikir kritis seorang perawat harus bisa
menyeleksi kebudayaan mana yang sesuai dengan kesehatan atau yang tidak
menyimpang dari kesehatan. Jika perawat dapat memahami perbedaan budaya
maka akan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari perawat.
Budaya shock adalah kecemasan dan perasaan (dari kejutan, disorientasi,
ketidakpastian, kebingungan, dll) merasa ketika orang harus beroperasi dalam
budaya yang berbeda dan tidak dikenal seperti satu mungkin terjadi di negara asing.
Ini tumbuh dari kesulitan dalam asimilasi budaya baru, menyebabkan kesulitan
dalam mengetahui apa yang sesuai dan apa yang tidak. Hal ini sering digabungkan
dengan atau bahkan tidak suka untuk jijik (moral atau estetika) dengan aspek-aspek
tertentu dari kebudayaan baru atau berbeda.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk
kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.
Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau
strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah
menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-
merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan
masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan
membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara
efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan
kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung
untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab
berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Pendapat senada dikemukakan
Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir
yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal
permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven,
berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan
dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat
sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi,
pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing
dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1). Pernyataan tersebut
ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus memenuhi
karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah
dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu
membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar
antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan
sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pemikiran
kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan pengambilan
keputusan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis itu
melipuri dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning) yang
diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/problem
solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang
memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak
dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar.
Ada empat hal pokok dalam penerapan berfikir kritis dalam keperawatan, yaitu :
1. Penggunaan bahasa dalam keperawatan
Perawat menggunakan bahasa secara verbal maupun nonverbal dalam
mengekspresikan idea, pikiran, informasi, fakta, perasan, keyakinan, dan sikapnya
terhadap klien, sesama perawat, profesi lain ataupun secara nonverbal pada saat
melakukan pendokumentasian keperawatan. Dalam hal ini berfikir kritis adalah
kemampuan menggunakan bahasa secara reflektif.
3. Pengambilan keputusan
Dalam praktek keperawatan sehari-hari, perawat selalu dihadapkan pada situasi
dimana harus mengambil keputusan dengan tepat. Hal ini dapat terjadi dalam
interaksi teman sejawat profesi lain dan terutama dalam penyelesaian masalah
manajemen di ruangan.
c) Perencanaan keperawatan
Pada saat merumuskan rencana keperawatan, perawat menggunakan
pengetahuan dan alas an untuk mengembangkan hasil yang diharapkan untuk
mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan. Hal ini merupakan keterampilan
lain dalam berfikir kritis, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan. Untuk
hal ini dibutuhkan kemampuan perawat dalam mensintesa ilmu-ilmu yang dimiliki
baik psikologi, fisiologi, dan sosiologi, untuk dapat memilih tindakan keperawatan
yang tepat berikut alasannya. Kemudian diperlukan pula keterampilan dalam
membuat hipotesa bahwa tindakan keperawatan yang dipilih akan memecahkan
masalah klien dan dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan
d) Pelaksanaan keperawatan
Pada tahap ini perawat menerapkan ilmu yang dimiliki terhadap situasi nyata
yang dialami klien. Dalam metode berfikir ilmiah, pelaksanaan tindakan keperawatan
adalah keterampilan dalam menguji hipotesa. Oleh karena itu pelaksanaan tindakan
keperawatan merupakan suatu tindakan nyata yang dapat menentukan apakah
perawat dapat berhasil mencapai tujuan atau tidak.
e) Evaluasi keperawatan
Pada tahap ini perawat mengkaji sejauh mana efektifitas tindakan yang telah
dilakukan sehingga dapat mencapai tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar
kien. Pada proses evaluasi, standar dan prosedur berfikir kritis sangat memegang
peranan penting karena pada fase ini perawat harus dapat mengambil keputusan
apakah semua kebutuhan dasar klien terpenuhi, apakah diperlukan tindakan
modifikasi untuk memecahkan masalah klien, atau bahkan harus mengulang
penilaian terhadap tahap perumusan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan
sebelumnya
Ada empat bentuk alasan berpikir kritis yaitu : deduktif, induktif, aktivitas informal,
aktivitas tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang defenisi
tersebut, alasan berpikir kritis adalah untuk menganalisis penggunaan bahasa,
perumusan masalah, penjelasan dan ketegasan asumsi, kuatnya bukti-bukti, menilai
kesimpulan, membedakan antara baik dan buruknya argumen serta mencari
kebenaran fakta dan nilai dari hasil yang diyakini benar serta tindakan yang
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Aldova, E, Hauser, O. And Postupa, R.1953.