Anda di halaman 1dari 14

BERFIKIR KRITIS/CRITICAL THINKING

A. Pengertian
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan
mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Critical berasal dari
bahasa Grika yang berarti : bertanya, diskusi, memilih, menilai, membuat
keputusan. Kritein yang berarti to choose, to
decide. Krites berarti judge. Criterion (bahasa Inggris) yang berarti standar, aturan,
atau metode. Critical thinking ditujukan pada situasi, rencana dan bahkan aturan-
aturan yang terstandar dan mendahului dalam pembuatan keputusan (Mz. Kenzie).
Critical thinking yaitu investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi situasi,
fenomena, pertanyaan atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan
secara terintegrasi. Menurut Bandman (1998) berfikir kritis adalah pengujian yang
rasional terhadap ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argument,
kesimpulan-kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktivitas.
Pengujian ini berdasarkan alasan ilmiah, pengambilan keputusan, dan
kreativitas. Menurut Brunner dan Suddarth (1997), berpikir kritis adalah proses
kognitif atau mental yang mencakup penilaian dan analisa rasional terhadap
semua informasi dan ide yang ada serta merumuskan kesimpulan dan
keputusan.
Berpikir kritis digunakan perawat untuk beberapa alasan :
1. Mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
2. Penerapan profesionalisme
3. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberi asuhan
keperawatan.
4. Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat dalam menuju
keberhasilan dalam berbagai aktifitas

Berpikir kritis juga dapat dikatakan sebagai konsep dasar yang terdiri dari konsep
berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai
sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam
keperawatan yang di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar berpikir
kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam
berpikir kritis.
Freely mengidentifikasi bahwa berpikir kritis diperlukan guna mengembangkan
kemampuan analisa, kritis, dan ide advokasi. Freely mengidentifikasi bahwa berpikir
kritis menggunakan kemampuan deduktif dan induktif, kemampuan mengambil
keputusan yang tepat didasarkan pada fakta dan keputusan yang dihasilkan melalui
berpikir kritis
Beberapa tahun yang lalu keperawatan memutuskan bahwa berpikir kritis dalam
keperawatan penting untuk disosialisasikan. Meskipun ada Literatur yang
menjelaskan tentang berpikir kritis tetapi spesifikasi berpikir kritis dalam keperawatan
sangat terbatas. Tahun 1997 & 1998 penelitian menegaskan secara lengkap tentang
berpikir kritis dalam keperawatan.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :


Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam
mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan. Pemikir kritis
keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan diri,
kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas intelektual,
intuisi, pola piker terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan
mempraktekkan keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar,
prioritas, penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu
pengetahuan.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih
mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid,
semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.
Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan
disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran
rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator umum untuk
pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam
mengevaluasikan atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya
atau layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir
(kognitif) yang mencakup penilaian analisa secara rasional tentang semua informasi,
masukan, pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan.
B. Karakteristik Berpikir Kritis
Karakteristik berpikir kritis adalah :
1. Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep.
Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental tentang realitas,
pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan sejenisnya. Dengan
demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi
secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak.

2. Rasional dan beralasan.


Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai
dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
3. Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi
dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu
untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu,
fakta dan kejadian.

4. Bagian dari suatu sikap.


Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan
selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk
dibanding yang lain.
5. Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima
pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan
secara benar dan dapat dipercaya.
6. Berpikir adil dan terbuka
Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang
menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.
7. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan.
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan
kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang
akan diambil.

Wade (1995) mengidentifikasi delapan kerakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:


1. Kegiatan merumuskan pertanyaan
2. Membatasi permasalahan
3. Menguji data-data
4. Menganalisis berbagai pendapat
5. Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
6. Menghindari penyederhanaan berlebihan
7. Mempertimbangkan berbagai interpretasi
8. Mentolerasi ambiguitas

C. Model Berfikir Kritis


Sebelum melanjutkan lebih jauh, kita perlu mencoba untuk menemukan jalan
yang membantu pelajar pemula untuk belajar tentang berpikir kritis dan termasuk
perkembangan model berpikir kritis yang menjadi pokok bahasan. Banyak klasifikasi
berpikir yang ditemukan di literature. Costa and Colleagues (1985). Menurut Costa
and Colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai “The Six Rs” yaitu :
1. Remembering (Mengingat)
2. Repeating (Mengulang)
3. Reasoning (Memberi Alasan/rasional)
4. Reorganizing (Reorganisasi)
5. Relating (Berhubungan)
6. Reflecting (Memantulkan/merenungkan)

Lima Model Berfikir Kritis

Meskipun The Six Rs sangat berguna namun tidak semuanya cocok dengan dalam
keperawatan. Kemudian Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan
gambaran berpikir dan mengklasifikasikan menjadi 5 model disebut T.H.I.N.K.
yaitu: Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas and Creativity, Knowing How You
Think.
Sebelum mempelajari lebih jauh tentang Model T.H.I.N.K., kita perlu untuk
mempelajari asumsi yang menggarisbawahi pendekatan lima model tersebut.
Asumsi berpikir kritis adalah komponen dasar yang meliputi pikiran, perasaan dan
berkerja bersama dengan keperawatan. Ada beberapa asumsi tentang berpikir kritis,
yaitu sebagai berikut.

Asumsi pertama adalah berpikir, merasa, dan keahlian mengerjakan seluruh


komponen esensial dalam keperawatan dengan bekerja sama dan saling
berhubungan. Berfikir kritis melibatkan pikiran, perasaan, dan bekerja yang ketiganya
merupakan keseluruhan komponen penting bagi perawat profesional yang berkerja
bersama-sama berpikir tanpa bekerja adalah sia-sia, bekerja tanpa perasaan adalah
hal yang sangat tidak mungkin, pengenalan nilai-nilai keterkaitan antara pikiran,
perasaan, dan berkerja merupakan tahap penting dalam memulai praktik profesional.
Berpikir tanpa mengerjakan adalah suatu kesia-siaan. Mengerjakan sesuatu tanpa
berpikir adalah membahayakan. Dan berpikir atau mengerjakan sesuatu tanpa
perasaan adalah sesuatu yang tidak mungkin. Perasaan, diketahui sebagai status
afektive yang mempengaruhi berpikir dan mengerjakan dan harus dipertimbangkan
saat belajar berpikir dan menyimpulkan sesuatu. Pengakuan atas 3 hal (Thinking,
Feeling, and Doing) mengawali langkah praktek professional ke depan.

Asumsi yang kedua mengakui bahwa berpikir, merasakan, dan mengerjakan tidak
bisa dipisahkan dari kenyataan praktek keperawatan. Hal ini dapat dipelajari dengan
mendiskusikan secara terpisah mengenai ketiga hal tersebut. Meliputi belajar
mengidentifikasi, menilai dan mempercepat kekuatan perkembangan dalam berpikir,
merasa dan mengerjakan sesuai praktek keperawatan.
Berpikir kritis memerlukan pengetahuan, walaupun pikiran, perasaan, dan bekerja
adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam keadaan nyata pada praktek
keperawatan, tetapi dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian untuk proses
pembelajaran.

Asumsi yang ketiga bahwa perawat dan perawat pelajar bukan papan kosong,
mereka dalam dunia keperawatan dengan berbagai macam keahlian berpikir. Model
yang membuat berpikir kritis dalam keperawatan meningkat. Oleh karena itu bukan
merupakan suatu kesungguhan yang asing jika mereka menggunakan model sama
yang digunakan setiap hari. Berpikir kritis dalam keperawatan bukan sesuatu yang
asing, karena sebenarnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Asumsi yang keempat yang mempertinggi berpikir adalah sengaja berbuat sesuai
dengan pikiran dan yang sudah dipelajari. Berpikir kritis dapat dipelajari melalui
bacaan. Para pembaca dapat belajar bagaimana cara meningkatkan kemampuan
berpikirnya.

Asumsi yang kelima bahwa pelajar dan perawat menemukan kesulitan untuk
mengambarkan keahlian mereka berpikir. Sebagian orang jarang bertanya
“bagaimana pelajar dan perawat berpikir”, selalu yang ditanyakan adalah “apa yang
kamu pikirkan”. Berpikir kritis adalah cara berpikir secara sistematis dan efektif.

Asumsi yang keenam bahwa berpikir kritis dalam keperawatan merupakan


gabungan dari beberapa aktivitas berpikir yang bersatu dalam konteks situasi
dimana berpikir dituangkan. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah campuran dari
beberapa aktifitas berpikir yang berhubungan dengan konteks dan situasi dimana
proses berpikir itu terjadi.

Total Recall (T)


Total Recall berarti mengingat fakta atau mengingat dimana dan bagaimana untuk
mendapatkan fakta/data ketika diperlukan. Data keperawatan bisa dikumpulkan dari
banyak sumber, yaitu pembelajaran di dalam kelas, informasi dari buku, segala
sesuatu yang perawat peroleh dari klien atau orang lain, data klien dikumpulkan dari
perasaan klien, instrument (darah, urine, feses, dll), dsb.
Total recall juga membutuhkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan, dengan
adanya pengetahuan akan menjadikan sesuatu dipelajari dan dipertahankan dalam
pikiran. Masing-masing individu mempunyai pengetahuan yang berbeda-beda dalam
pikiran mereka. Ada sekelompok yang mempunyai pengetahuan sangat luas dan
ada yang sebaliknya. Keperawatan diawali dengan pengetahuan yang minimal tetapi
kemudian secara pesat meluas seiring dengan adanya sekolah-sekolah
keperawatan.
Contoh pertanyaan Total Recall:
1. Berapa nomor telepon STIKIM?
2. Dimana alamat STIKIM?
3. Berapa Hemoglobin Tn A 2 jam post operasi?
4. Berapa Trombosit Tn. B dengan DHF?

Yang perlu dipelajari :


1. Bagaimana menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat dan cepat?
2. Bagaimana data tersebut dapat kita ungkapkan setiap saat?
3. Berapa banyak data yang bisa kita simpan?
4. Bagaimana rumus/kunci menghafal untuk meningkatkan memori?

Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang diulang berkali-kali
sehingga menjadi kebiasaan yang alami. Mereka menerima apa yang mereka
kerjakan menghemat waktu dan mudah untuk dilakukan. Manusia selalu
menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan sebagai kebiasaan seperti “saya
mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini bukan kebiasaan dalam keperawatan
karena tindakan yang dilakukan tidak menggunakan proses berpikir. Hal ini terjadi
jika proses berpikir sudah berakar dalam diri mereka dalam melihat sesuatu atau
kemungkinan yang terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap waktu. Contoh :
pernahkah kita mengendarai kendaraan dan apakah pernah kita ingat pepohonan
yang pernah kita lewati? Yang kita pikirkan dan harapkan adalah supaya kita
terhindar dari kecelakaan.
Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu kebiasaan yang sangat penting
dalam keperawatan. Ketika seseorang menjelang ajal, sebuah solusi yang cepat
yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat jantung (CPR), memberikan injeksi,
mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter, dan aktivitas lainnya. Hal tersebut
merupakan suatu kebiasaan yang alami terjadi dan dilakukan oleh perawat.
Yang perlu dipelajari :
1. Bagaimana sesuatu menjadi sesuatu kebiasaan?
2. Mengapa suatu aktivitas berguna?
3. Cara apa yang terbaik untuk mengembangkan kebiasaan?

Inquiry/Penyelidikan/menanyakan keterangan (I)


Inquiry merupakan latihan mempelajari suatu masalah secara mendalam dan
mengajukan pertanyaan yang mendekati kenyataan. Jika kita berada di tingkat
pertanyaan ini dalam situasi social, kita akan disebut “Mendesak”. Hal ini meliputi
penggalian data dan pertanyaan, khususnya pendapat dalam situasi tertentu. Ini
berarti tidak menilai dari raut wajah, mencari factor-faktor yang menyebabkan,
keragu-raguan pada kesan pertama, dan mengecek segalanya, tidak ada masalah
bagaimana memperlihatkan ketidaksesuaian.
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang digunakan untuk
menyimpulkan sesuatu. Kesimpulan tidak dapat diambil jika tanpa inquiry, tetapi
kesimpulan akan lebih akurat jika menggunakan inquiry.
Inquiry bisa diwujudkan melalui :
1. Melihat sesuatu (menerima informasi)
2. Mendapatkan kesimpulan awal
3. Mengakui keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
4. Mengumpulkan data atau informasi mendekati masalah utama
5. Membandingkan informasi baru dengan yang sudah diketahui
6. Menggunakan pertanyaan netral
7. Menemukan satu atau lebih kesimpulan
8. Memvalidasi kesimpulan utama dan alternative untuk mendapatkan informasi
lebih banyak lagi.

Contoh :
Pukul 3 pagi, perawat melihat lampu kamar Tn. X masih menyala. Kemudian perawat
mendekati pasien dan menanyakan “Selamat pagi Tn.X, saya melihat lampu kamar
anda masih menyala, apa yang anda lakukan? ada yang bisa saya bantu?” Tn. X
tersenyum dan menjawab “saya baik-baik saja.” Perawat mengobservasi dan
menemukan tissue di lantai dan melihat bahwa mata Tn.X merah dan bengkak.
Dari kasus tersebut bisa kita dapatkan kesimpulan sementara (sedikitnya 4
kesimpulan), yaitu :
1. Klien baik-baik saja, memang normal klien bangun pada jam tersebut dan mata
klien merah mungkin karena klien menggosok matanya akibat alergi
2. Klien baik-baik saja tetapi tidak bisa tidur siang sebentar karena rasa bosan.
Sehingga mata terlihat merah dan bengkak
3. Klien tidak dalam keadaan baik tetapi tidak ingin berbicara kepada siapapun
tentang masalahnya
4. Klien dalam keadaan tidak baik tetapi tidak tahu bagaimana untuk minta
bantuan kepada orang lain
Disini peran perawat adalah memvalidasi : “Anda bicara kalau anda baik-baik saja,
tetapi saya melihat mata anda merah dan bengkak” Kemudian bandingkan dengan
informasi yang diperoleh teman kita. Yang perlu dipelajari :
Apakah kita mendapat jawaban yang sebenarnya dari pertanyaan kita? Kapan kita
membandingkan jawaban yang kita peroleh dengan jawaban teman kita apakah ada
perbedaan?

New Ideas and Creativity (N)


Ide baru dan kreativitas terdiri dari model berpikir unik dan bervariasi yang khusus
bagi individu. Kekhususan dalam berpikir ini akan selalu dibawa individu selama
hidupnya dan biasanya membentuk kembali norma. Seperti Inquiry, model ini
membawa kita sesuai ide dari literature. Berpikir kreatif merupakan kebalikan dan
akhir dari Habits Model (kebiasaan). Dari kalimat “melakukan sesuatu seperti
biasanya” menjadi “Mari mencoba cara baru”. Berpikir kreatif tidak untuk menjadi
pengecut, tetapi salah satu kadang-kadang akan terlihat bodoh dan tidak sesuai
dengan ketentuan yang ada. Pemikir kreatif menghargai kesalahan yang mereka
lakukan untuk mempelajari nilai.
Ide baru dan kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena merupakan dasar
dalam merawat pelanggan atau klien. Banyak hal yang harus dipelajari perawat
untuk menjadi cocok, terpadu, dan bekerja menyesuaikan keunikan klien. Perawat
mempunyai standart pendekatan untuk menghemat waktu perawatan dan secara
keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi cara kerja perawat berbeda satu sama lain.
Contoh : Yudi yang tinggal di rumah perawatan menghabiskan sisa harinya di atas
kursi roda, keluar-masuk ke ruangan yang sama tiap harinya. Dia tidak pernah
berkata kepada seorangpun meskipun perawat mengulangi kata-kata yang sama
dan sudah memahami cara berkomunikasi.
Ketika dalam komunikasi kita berpikir, kebanyakan orang berpikiran bahwa berbicara
kepada orang lain merupakan cara standar untuk membesarkan hati melalui
komunikasi. Jadi hal tersebut yang sebagian perawat lakukan, kecuali Ella (contoh).
Suatu hari Ella berlutut di depan kursi roda Yudi dan merangkulnya. Memandang
Yudi dan dengan senyum yang lebar mengajaknya bernyanyi. Apa yang terjadi? Yudi
menyanyi. Tidak hanya menyanyi tetapi juga mempunyai suara seperti penyanyi
bangsa Irlandia.
Sekarang apa yang dapat kita pikirkan dari cerita tersebut? Kebanyakan perawat
memahami komunikasi terapeutik yang mereka pelajari dari buku. Pendekatan verbal
untuk komunikasi terapeutik bisa dilakukan dengan kebanyakan klien. Ella, meskipun
mengembangkan komunikasi dengan cara sentuhan dan menyanyi hal tersebut
kreativitas yang dimiliki yang tidak disebutkan dalam literature.
Yang perlu dipelajari :
1. Bagaimana perasaan anda jika mempunyai ide baru atau kreativitas baru?
2. Berapa lama dalam sehari anda berkreativitas?
3. Berapa lama dalam seminggu?
4. Apa yang membuat berbahaya dari bertindak kreatif?

Knowing How You Think/Mengetahui apa yang kamu fikirkan? (K)


Knowing How You Think merupakan yang terakhir tetapi bukannya yang paling tidak
dihiraukan dari model T.H.I.N.K. yang berarti berpikir tentang apa yang kita pikirkan.
Berpikir tentang berpikir disebut “metacognition”. Meta berarti “diantara atau
pertengahan” dan cognition berarti “Proses mengetahui”. Jika kita berada di antara
proses mengetahui, kita akan dapat mengetahui bagaimana kita berpikir.
Yang perlu dipelajari :
1. Apakah hal ini sulit dilakukan? (untuk semua orang)
2. Mengapa hal ini sulit untuk dikerjakan?
3. Satu alasan mengapa hal ini sulit dilakukan adalah karena ada kosakata special
dari akhir analisis yang perlu menggambarkan BAGAIMANA berpikir.

D. Metode Berfikir Kritis:


Freely mengidentifikasi 7 metode critical thinking
1. Debate : metode yang digunakan untuk mencari, membantu, dan merupakan
keputusan yang beralasan bagi seseorang atau kelompok dimana dalam
proses terjadi perdebatan atau argumentasi
2. Individual decision : Individu dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam
proses mengambil keputusan
3. Group discussion : sekelompok orang memperbincangkan suatu masalah dan
masing-masing mengemukakan pendapatnya.
4. Persuasi : komunikasi yang berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan,
keyajinan, sikap, dan nilai-nilai orang lain melalui berbagai alas an, argument,
atau bujukan. Debat dan iklan adalah dua bentuk persuasi
5. Propaganda : komunikasi dengan menggunakan berbagai media yang sengaja
dipersiapkan untuk mempengaruhi massa pendengar
6. Coercion : mengancam atau menggunakan kekuatan dalam berkomunikasi
untuk memaksakan suatu kehendak
7. Kombinasi beberapa metode

E. Elemen Berfikir Kritis


Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan
masalah, keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen keterampilan
dan sikap berpikir kritis.
Elemen berpikir kritis antara lain:
1. Menentukan tujuan
2. Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
3. Menujukan bukti
4. Menganalisis konsep
5. Asumsi
Perspektif yang digunakan selanjutnya keterlibatan dan kesesuaian
Kriteria elemen terdiri dari kejelasan, ketepatan, ketelitan dan keterkaitan.

F. Aspek-Aspek Berfikir Kritis


Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari beberapa
perilaku selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir kritis
seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek:
1. Relevance
Relevansi ( keterkaitan ) dari pernyataan yang dikemukan.
2. Importance
Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukaan.
3. Novelty
Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru
maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide orang lain.
4. Outside material
Menggunakan pengalamanya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari
perkuliahan
5. Ambiguity clarified
Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan
6. Linking ideas
Senantiasa menghubungkan fakta, ide atau pandangan serta mencari data baru
dari informasi yang berhasil dikumpulkan.
7. Justification
Memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan
yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan
mengenai keuntungan dan kerungian dari suatu situasi atau solusi.

G. Fungsi Berpikir Kritis dalam Keperawatan


Berikut ini merupakan fungsi atau manfaat berpikir kritis dalam keperawatan
adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktifitas keperawatan sehari-hari.
2. Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam keperawatan.
3. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan.
4. Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab dan
tujuan, serta tingkat hubungan.
5. Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan tindakan yang
dilakukan.
6. Menguji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan.
7. Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam keperawatan.
8. Membuat dan mengecek dasar analisis dan validasi data keperawatan.
9. Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktifitas keperawatan.
10. Memberikan alasan-alasan yang relevan terhadap keyakinan dan kesimpulan
yang dilakukan.
11. Merumuskan dan menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam keperawatan.
12. Mencari alasan-alasan kriteria, prinsip-prinsip dan aktifitas nilai-nilai keputusan.
13. Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan keperawatan.
H. Pemecahan Masalah Dalam Berfikir Kritis
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan,
yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat
digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang
seharusnya ada”. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif
diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan
mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan
kerjanya.

Langkah-Langkah Pemecahan Masalah


1. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang
dihadapi.
2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
3. Mengolah fakta dan data.
4. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
5. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih.
6. Memutuskan tindakan yang akan diambil.
7. Evaluasi.

Karakter Berpikir Kritis


Berpikir kritis adalah kunci menuju berkembangnya kreativitas. Ini dapat diartikan
bahwa awal munculnya kreativitas adalah karena secara kritis kita melihat
fenomena-fenomena yang kita lihat dengar dan rasakan maka akan tampak
permasalahan yang kemudian akan menuntut kita untuk berpikir kreatif. Karakteristik
yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara
lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:

1. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap
skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai
data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-
pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah
pendapat yang dianggapnya baik.
2. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria. Untuk sampai ke arah
sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun
sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan
mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi harus
berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang
kredibel, teliti, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan
pertimbangan yang matang.
3. Argumen
Argumen merupakan suatu pernyataan atau proposisi yang dilandasi atau
berdasarkan data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi hal-hal
sepertikegiatan pengenalan, dan penilaian, serta menyusun argumen.
4. Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis.
Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan
atau data.
5. Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan
memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
6. Prosedur penerapan criteria
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur
tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang
akan diambil.
7. Langkah-langkah dalam berpikir kritis
Mengenali masalah (defining and clarifying problem) meliputi mengidentifikasi isu-
isu atau permasalahan pokok, membandingkan kesamaan dan perbedaan-
perbedaan, memilih informasi yang relevan, merumuskan masalah.

Menilai informasi yang relevan yang meliputi menyeleksi fakta maupun opini,
mengecek konsistensi, mengidentifikasi asumsi, mengenali kemungkinan emosi
maupun salah penafsiran kalimat, mengenali kemungkina perbedaan orientasi nilai
dan ideologi.
Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan yang meliputi mengenali data-data
yang diperlukan dan meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari
keputusan/pemecahan masalah/kesimpulan yang diambil.

Makna Berpikir Kritis

Ketika seorang perawat yang dihadapkan dengan klien yang berbeda budaya, maka
perawat professional tetap memberikan asuhan keperawatan yang tinggi, demi
terpenuhinya kebutuhan dasar klien tersebut. Perawat professional akan berfikir kritis
dalam menangani hal tersebut. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang
berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan
penduduk antar Negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran
terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman
budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal
tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural
shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi.
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami
nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang untuk
mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien
tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara
pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap
telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini
akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai
budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002). Untuk memahami perbedaan budaya yang ada maka
perawat perlu berpikir secara kritis. Dalam berpikir kritis seorang perawat harus bisa
menyeleksi kebudayaan mana yang sesuai dengan kesehatan atau yang tidak
menyimpang dari kesehatan. Jika perawat dapat memahami perbedaan budaya
maka akan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari perawat.
Budaya shock adalah kecemasan dan perasaan (dari kejutan, disorientasi,
ketidakpastian, kebingungan, dll) merasa ketika orang harus beroperasi dalam
budaya yang berbeda dan tidak dikenal seperti satu mungkin terjadi di negara asing.
Ini tumbuh dari kesulitan dalam asimilasi budaya baru, menyebabkan kesulitan
dalam mengetahui apa yang sesuai dan apa yang tidak. Hal ini sering digabungkan
dengan atau bahkan tidak suka untuk jijik (moral atau estetika) dengan aspek-aspek
tertentu dari kebudayaan baru atau berbeda.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk
kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.
Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau
strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah
menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-
merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan
masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan
membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara
efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan
kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung
untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab
berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Pendapat senada dikemukakan
Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir
yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal
permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven,
berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan
dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat
sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi,
pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing
dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1). Pernyataan tersebut
ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus memenuhi
karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah
dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu
membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar
antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan
sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pemikiran
kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan pengambilan
keputusan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis itu
melipuri dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning) yang
diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/problem
solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang
memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak
dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar.

Ada empat hal pokok dalam penerapan berfikir kritis dalam keperawatan, yaitu :
1. Penggunaan bahasa dalam keperawatan
Perawat menggunakan bahasa secara verbal maupun nonverbal dalam
mengekspresikan idea, pikiran, informasi, fakta, perasan, keyakinan, dan sikapnya
terhadap klien, sesama perawat, profesi lain ataupun secara nonverbal pada saat
melakukan pendokumentasian keperawatan. Dalam hal ini berfikir kritis adalah
kemampuan menggunakan bahasa secara reflektif.

Lima macam penggunaan bahasa dalam konteks berfikir kritis :


1) Memberikan informasi yang dapat diklarifikasi (informative use of language)
2) Mengekspresikan perasaan dan sikap (expressive use of language)
3) Melaksanakan perencanan keperawatan atau ide-ide dalam tindakan keperawatan
(directive use of language)
4) Mengajukan pertanyaan dalam rangka mencari informasi, mengekspresikan
keraguan dan keheranan (interrogative use of language)
5) Mengekspresikan pengandaian (conditional use of language)

2. Argumentasi dalam keperawatan


Badman (1988) mengemukakan beberapa pengertian argumentasi terkait dengan
konsep berfikir dalam keperawatan adalah sebagai berikut :
1) Berhubungan dengan situasi perdebatan atau pertengkaran (dalam bahasa
sehari-hari)
2) Debat tentang suatu isu
3) Upaya untuk mempengaruhi individu atau kelompok untuk berbuat suatu dalam
rangka merubah perilaku sehat
4) Berhubungan dengan bentuk penjelasan yang rasional dimana memerlukan
serangkaian alas an perlunya suatu keyakinan dan pengambilan keputusan atau
tindakan.

3. Pengambilan keputusan
Dalam praktek keperawatan sehari-hari, perawat selalu dihadapkan pada situasi
dimana harus mengambil keputusan dengan tepat. Hal ini dapat terjadi dalam
interaksi teman sejawat profesi lain dan terutama dalam penyelesaian masalah
manajemen di ruangan.

4. Penerapan dalam proses keperawatan

a) Pada tahap pengkajian


Perawat dituntut untuk dapat mengumpulkan data dan memvalidasinya dengan
hasil observasi. Perawat harus melaksanakan observasi yang dapat dipercaya dan
membedakannya dari data yang tidak sesuai. Hal ini merupakan keterampilan dasar
berfikir kritis. Lebih jauh perawat diharapakan dapat mengelola dan mengkategorikan
data yang sesuai dan diperlukan. Untuk memiliki keterampilan ini, perawat harus
memiliki kemampuan dalam mensintesa dan menggunakan ilmu-ilmu seperti
biomedik, ilmu dasar keperawatan, ilmu perilaku, dan ilmu sosial

b) Perumusan diagnosa keperawatan


Tahap ini adalah tahap pengambilan keputusan yang paling kritikal. Dimana
perawat dapat menentukan masalah yang benar-benar dirasakan klien, berikut
argumentasinya secara rasional. Semakin perawat terlatih untuk berfikir kritis, maka
ia akan semakin tajam dalam menentukan masalah atau diagnose keperawatan
klien, baik diagnose keperawatan yang sifatnya possible, resiko, ataupun actual.
Berfikir kritis memerlukan konseptualisasi dan ketrampilan ini sangat penting dalam
perumusan diagnose, karena taksonomi diagnose keperawatan pada dasarnya
adalah suatu konsep (NANDA, 1998).

c) Perencanaan keperawatan
Pada saat merumuskan rencana keperawatan, perawat menggunakan
pengetahuan dan alas an untuk mengembangkan hasil yang diharapkan untuk
mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan. Hal ini merupakan keterampilan
lain dalam berfikir kritis, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan. Untuk
hal ini dibutuhkan kemampuan perawat dalam mensintesa ilmu-ilmu yang dimiliki
baik psikologi, fisiologi, dan sosiologi, untuk dapat memilih tindakan keperawatan
yang tepat berikut alasannya. Kemudian diperlukan pula keterampilan dalam
membuat hipotesa bahwa tindakan keperawatan yang dipilih akan memecahkan
masalah klien dan dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan

d) Pelaksanaan keperawatan
Pada tahap ini perawat menerapkan ilmu yang dimiliki terhadap situasi nyata
yang dialami klien. Dalam metode berfikir ilmiah, pelaksanaan tindakan keperawatan
adalah keterampilan dalam menguji hipotesa. Oleh karena itu pelaksanaan tindakan
keperawatan merupakan suatu tindakan nyata yang dapat menentukan apakah
perawat dapat berhasil mencapai tujuan atau tidak.

e) Evaluasi keperawatan
Pada tahap ini perawat mengkaji sejauh mana efektifitas tindakan yang telah
dilakukan sehingga dapat mencapai tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar
kien. Pada proses evaluasi, standar dan prosedur berfikir kritis sangat memegang
peranan penting karena pada fase ini perawat harus dapat mengambil keputusan
apakah semua kebutuhan dasar klien terpenuhi, apakah diperlukan tindakan
modifikasi untuk memecahkan masalah klien, atau bahkan harus mengulang
penilaian terhadap tahap perumusan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan
sebelumnya

Dalam penerapan pembelajaran berpikir kritis di pendidikan keperawatan, dapat


digunakan tiga model, yaitu : feeling, model, vision model, dan examine model yaitu
sebagai berikut :
1. Feeling Model
Model ini menekankan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan.
Pemikir kritis mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan,
kepekaan dalam melakukan aktifitas keperawatan, dan perhatian. Misalnya terhadap
aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan gejala, petunjuk, dan
perhatian kepada pernyataan serta pikiran klien.
2. Vision Model
Model ini digunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan
menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan, dan ide
tentang permasalahan perawatan kesehatan klien. Berpikir kritis ini digunakan untuk
mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk
merespon ekspresi.
3. Examine Model
Model ini digunakan untuk merefleksi ide, pengertian, dan visi. Perawat menguji
ide dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari peran
yang tepat untuk analisis, mencari, menguji, melihat, konfirmasi, kolaborasi,
menjelaskan, dan menentukan sesuatu yang berkaitan dengan ide.

Ada empat bentuk alasan berpikir kritis yaitu : deduktif, induktif, aktivitas informal,
aktivitas tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang defenisi
tersebut, alasan berpikir kritis adalah untuk menganalisis penggunaan bahasa,
perumusan masalah, penjelasan dan ketegasan asumsi, kuatnya bukti-bukti, menilai
kesimpulan, membedakan antara baik dan buruknya argumen serta mencari
kebenaran fakta dan nilai dari hasil yang diyakini benar serta tindakan yang
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Aldova, E, Hauser, O. And Postupa, R.1953.

Anda mungkin juga menyukai