Anda di halaman 1dari 94

LAMPIRAN

HASIL PENGUKURAN SUHU DAN KONDUKTIVITAS


LARUTAN

Tabel A.1 Pengukuran Nilai Konduktivitas dan Suhu Larutan


NO Larutan yang Diukur Nilai Konduktivitas (μS/m) Suhu (˚C)

1 Air 111 27

2 50 gram NaCl 190 27

3 200 gram NaCl 251 27.2

4 550 gram NaCl 356 27

5 100 gram CaCO3 170 27.2

6 500 gram CaCO3 226 27.2

7 900 gram CaCO3 311 27

8 80 gram C 181 27

9 300 gram C 231 27.2

10 700 gram C 320 27

 Nilai D1 ( Salinitas Air Bersih)


σ = 111 μS/m
σ = 111 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 111 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 )
= 0.009533 S/m
D1 = ( 5.7 x 0.009533 )1.03
= 0.04979 mg/cm3
 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 50 gram NaCl
σ = 190 μS/m
σ = 190 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 190 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 )
= 0.016318 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.016318 )1.03
= 0.08661 mg/cm3
0.08661 −0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300

= 0.0424 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 200 gram NaCl


σ = 251 μS/m
σ = 251 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 251 x 10-4 ( 1 – 0.020106 ( 27.2 – 20 )
= 0.021458 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.021458 )1.03
= 0.11484 mg/cm3
0.11484 −0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300

= 0.0750 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi sedang.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 550 gram NaCl


σ = 356 μS/m
σ = 356 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 356 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 )
= 0.030575 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.030575 )1.03
= 0.165378 mg/cm3
0.165378 −0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300

= 0.153 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 100 gram CaCO3


σ = 170 μS/m
σ = 170 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 170 x 10-4 ( 1 – 0.020106 ( 27.2 – 20 )
= 0.014533 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.014533 )1.03
= 0.07687 mg/cm3
0.07687 −0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300

= 0.031 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 500 gram CaCO3


σ = 226 μS/m
σ = 226 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 226 x 10-4 ( 1 – 0.020106 ( 27.2 – 20 )
= 0.019321 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.019321 )1.03
= 0.10307 mg/cm3
0.10307 − 0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300
2
= 0.062 mg/cm
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi sedang.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 900 gram CaCO3


σ = 311 μS/m
σ = 311 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 311 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 )
= 0.02671 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.02671 )1.03
= 0.14389 mg/cm3
0.14389 −0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300

= 0.1105 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 180 gram C


σ = 181 μS/m
σ = 181 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 181 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 )
= 0.015545 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.015545 )1.03
= 0.08239 mg/cm3
0.08239 −0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300

= 0.376 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 300 gram C


σ = 231 μS/m
σ = 231 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 231 x 10-4 ( 1 – 0.020106 ( 27.2 – 20 )
= 0.019748 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.019748 )1.03
= 0.1054 mg/cm3
0.1054 −0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300
2
= 0.064 mg/cm
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi sedang.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 700 gram C


σ = 320 μS/m
σ = 320 x 10-4 S/m
σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )
= 320 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 )
= 0.027483 S/m
D2 = ( 5.7 x 0.027483 )1.03
= 0.14818 mg/cm3
0.14818 −0.04979
Maka nilai ���� = 1500 � 1300

= 0.125 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Kuffel, E., Zaengl, W dan Kuffel, J., High Voltage Engineering
fundamentals, secon d edition, Butterworth-Heinemann, 2000.

[2] Tobing, B.L., Peralatan Tegangan Tinggi, Jakarta: Erlangga, 2012.

[3] Tobing, B.L., Dasar-Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi, Edisi Kedua,
Jakarta: Erlangga, 2012.

[4] Holtzhausen, J.P., High Voltage Insulators. IDC Technology, 2004

[5] “Sediver Toughened Glass Suspension Insulator Catalog,” Canada, Sediver.

[6] Naidu, M. dan Kamaraju, V., High Voltage Engineering, second edition, The
McGraw-Hill Companies, Inc, 1996.

[7] Tobing, BonggasL., “Hubungan Intensitas Polusi Isolator Jaringan


Distribusi di Sumatera Utara dengan Jarak Lokasi Isolator dari
Pantai”, Indonesia : Jurnal Teknik Elektro, Vol.8 , 2008

[8] SPLN 10-3B, “Tingkat Intensitas Polusi Sehubungan dengan Pedoman


Pemilihan Isolator”, Perusahaan Listrik Negara, 1993.

[9] Gopal S, M.E , and Prof. Y.N.Rao, Dr.-Ing , “Flashover Phenomena of


Polluted Insulators”, IEE PROCEEDINGS, Vol 131,Pt.C, 1984

[10] Steven, Rudi Simon, “Pengaruh Polutan Terhadap Tahanan Permukaan


Isolator Epoxy Resin”, Indonesia: Journal The Institution of Electrical
Engineering Departement, University Of Indonesia
BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam Tugas
Akhir ini. Untuk meneliti pengaruh polutan terhadap isolator kaca pada distribusi
tegangan isolator rantai perlu dilakukan eksperimen. Eksperimen ini dilakukan di
laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Universitas Sumatera Utara.

III.1 Peralatan Pengujian

Untuk melakukan pengujian dibutuhkan peralatan peralatan yang meliputi:

• 1 unit trafo uji seperti pada Gambar 3.1.


Spesifikasi : 200/100.000Volt; 50Hz; 10kVA

Gambar 3.1 Trafo Uji

• 1 unit autotrafo seperti pada Gambar 3.2.


Spesifikasi : 200/0 – 200 Volt; 10 kVA.

28
Gambar 3.2 Autotrafo

• 1 unit tahanan peredam seperti pada Gambar 3.3 .


Spesifikasinya : 10 MΩ

Gambar 3.3 Tahanan Peredam

• 1 unit multimeter seperti pada Gambar 3.4 .


Spesifikasisinya : - Tipe CD800a merek SANWA
- Tingkat akurasi 0.7 %

Gambar 3.4 Multimeter

29
• 1 unit barometer/humiditymeter digital seperti pada Gambar 3.5 .
Spesifikasinya : merek Lutron PHB 318; range tekanan 7,5 – 825,0
mmHg; range kelembapan 10 – 110 % RH; range suhu 0 – 50 ˚C.

Gambar 3.5 Barometer/humiditymeter Digital

• Elektroda Bola – bola seperti pada Gambar 3.6 .


Spesifikasinya ; berbahan stainless steel dengan diameter 5 cm.

Gambar 3.6 Elektroda Bola – Bola

• 5 unit isolator piring kaca dengan bentuk seperti pada Gambar 3.7.
Spesifikasinya : fog type profile dengan diameter 25cm dan luas
permukaannya 1300 cm2.

30
Gambar 3.7 Isolator Piring Kaca

• 1 unit alat ukur Conductivitymeter seperti pada Gambar 3.8 .


Spesifikasinya : Merek Hanna tipe HI 98129; Range 0 – 3999
μS/cm, 0.0 – 60.0 ˚C/ 32.0 – 140.0˚F, 0.00 – 14.00 pH; Accuracy ±
0.05 pH, ± 2% f.s ( ES/TDS ).

Gambar 3.8 Conductivitymeter

• 1 unit Neraca
• 1 unit wadah berupa ember 10 liter
• 1 unit gelas ukur ukuran 1000mL

31
III.2 Bahan Pengujian

Pada pengujian isolator yang berpolutan menggunakan beberapa bahan


kimia. Bahan kimia yang digunakan termasuk dalam kategori kelas Technical
Analist. Kelas Technical Analist memiliki kemurnian yang rendah serta harga
yang relative murah. Bahan kategori ini digunakan karena penguji membutuhkan
bahan kimia dalam jumlah yang banyak, sehingga harga yang relatif murah
menjadi pilihan.

Variasi jenis polutan terdiri dari :

- NaCl + 40 gr kaolin + 6 lt air


- CaCO3 + 40 gr kaolin + 6 lt air
- C + 40 gr kaolin + 6 lt air
Massa dari NaCl, CaCO3, dan C ditentukan sesuai karakteristik tingkat
pengotoran dengan standar IEC 60050-815 : 2000 edisi 01.

III.3 Variasi Pengujian

Variasi percobaan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan


distribusi tegangan pada isolator rantai pada keadaan :

• Kondisi sebelum diberi polutan


• Kondisi saat diberi polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan klasifikasi
tingkat pengotoran ringan, sedang, dan berat.
Variasi pengujian meliputi variasi antara jumlah isolator piring kaca yang
terpolusi yakni dari 5 isolator yang terpolusi hingga tinggal 1 isolator saja yang
terpolusi.

32
III.4 Prosedur Percobaan

Ada 10 tahap pengujian yang dilakukan, yaitu :

1. Pengujian distribusi tegangan isolator bersih


2. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat
pengotoran ringan.
3. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat
pengotoran sedang.
4. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat
pengotoran berat.
5. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat
pengotoran ringan.
6. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat
pengotoran sedang.
7. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat
pengotoran berat.
8. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi C dengan tingkat
pengotoran ringan.
9. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi C dengan tingkat
pengotoran sedang.
10. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi C dengan tingkat
pengotoran berat.

III.4.1 Pengujian distribusi tegangan isolator bersih

1. Isolator dicuci dengan air hingga bersih.


2. Isolator dikeringkan dalam suatu ruangan yang ditutupi plastik agar
tidak terjadi pencemaran dari luar.Dibuat rangkaian pengujian seperti
Gambar 3.9

33
Gambar 3.9 Rangkain Percobaan

3. Mengukur temperature dan tekanan pada ruang uji.


4. Jarak sela bola dibuat 0,2 cm
5. Terminal B dihubungkan pada pin 1
6. Saklar primer (S1) ditutup dan AT diatur hingga tegangan keluarannya
nol.
7. Saklar sekunder (S2) ditutup.
8. Tegangan keluaran AT dinaikkan secara bertahap dengan kecepatan 1
kV/detik sampai udara pada sela bola tembus listrik.
9. Pada saat bersamaan, tegangan V dicatat dan saklar S2 dibuka.
10. Turunkan AT sampai keluarannya nol.
11. Ulangi prosedur 8 s/d 11 sebanyak 3 kali.
12. Selanjutnya prosedur 5 s/d 11 diulangi untuk posisi terminal A tetap
dan terminal B berpindah pada pin 2,3,4, dan 5.
13. Percobaan selesai

34
III.4.2 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat
pengotoran ringan.

1. Membuat polutan sesuai dengan literature yang sudah ada, yaitu


dengan cara mencampur 6 liter air, 40 gr kaolin, dan 50 gr NaCl.
2. 5 unit Isolator dicelupkan kedalam larutan polutan dan dibiarkan
selama 5 menit. Setelah itu isolator diangkat dan dikeringkan selama ±
24 jam dalam suatu ruangan yang ditutupi plastik seperti pada
Gambar 3.10

Gambar 3.10 Pengeringan Isolator Kaca yang Terpolusi

3. Selanjutnya prosedur 2 s/d 12 pada Subbab 3.4.1 di atas diulangi


dengan kondisi isolator yang telah terpolusi.
4. Selanjutnya isolator yang terpolusi pada pin 1 diganti dengan isolator
yang bersih, sehingga isolator yang terpolusi hanya berada pada pin
5,4,3 ,dan 2.
5. Ulangi prosedur 2 s/d 12 pada Subbab 3.4.1 diatas.
6. Selanjutnya ulangi prosedur 4 dan 5 dengan isolator yang terpolusi
diganti dengan isolator yang bersih pada pin ( 1 dan 2 ), ( 1,2, dan 3 ), (
1,2,3, dan 4 ) .

35
7. Untuk mengukur tingkat pengotoran sesuai standar IEC 60050-815
maka dilakukan pengukuran bobot polusi. Untuk mengukur bobot dari
polutan yang menempel pada permukaan isolator, dibutuhkan suatu
pengukuran bobot polusi dengan menggunakan metode ESDD (
Equivalent Salt Deposit Density ). Langkah – langkah untuk
menentukan nilai ESDD polutan pada suatu isolator adalah sebagai
berikut :
• Dimulai dengan pembuatan larutan pencuci yang terdiri dari air
ledeng dan 4 lembar kain kasa ( ukuran 4 cm x 4 cm )
dimasukkan dalam suatu wadah.
• Diukur konduktivitas dari larutan pencuci dan dihitung nilai
konduktivitas larutan pencuci isolator pada suhu 20˚C dengan
menggunakan Persamaan 3.1.

σ20 = σθ [1 – b (θ – 20) ] (3.1)


Dalam hal ini :

θ = Suhu larutan ( ˚C )

σ20 = Konduktivitas larutan pada suhu 20


˚C ( S/m )

σθ = Konduktivitas larutan pada suhu θ ˚C


( S/m )

b = Faktor koreksi suhu pada suhu θ ˚C

Nilai dari b dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :

36
Tabel 3.1 Faktor Koreksi Suhu

θ ( ˚C ) B

5 0.03156

10 0.02817

20 0.02277

30 0.01905

• Dihitung salinitas dari larutan dengan menggunakan Persamaan


3.2
D = (5.7 x σ20 ) 1.03 (3.2)

Dalam hal ini :

D = salinitas ( mg/cm3 )

Dimisalkan hasil yang diperoleh adalah D1.

• Polutan yang menempel pada isolator dilarutkan kedalam


larutan pencuci.

• Diukur konduktivitas larutan pencuci yang telah bercampur


dengan polutan. Kemudian dihitung salinitasnya dengan
cara seperti diatas. Misalkan hasilnya adalah D2.

• Dihitung nilai dari ESDD dengan menggunakan Persamaan


3.3

( �2 – � )
ESDD = � . �
1
(3.3)

37
Dalam hal ini :

ESDD = Equivalent Salt Deposit Density ( mg/cm2 )

V = Volume air pencuci ( mL )

D1 = Salinitas larutan pencuci tanpa polutan (mg/cm3 )

D2 = Salinitas larutan pencuci yang terpolusi ( mg/cm3 )

S = Luas Permukaan isolator ( cm2 )

IEC 60050-815 :2000 edisi 01 menggolongkan pengotoran menjadi empat


tingkatan seperti Table 3.2 dibawah ini :

Tabel 3.2 Penggolongan Tingkat Pengotoran

Tingkat Pengotoran ESSD

Sangat Ringan 0 – 0.03

Ringan 0.03 – 0.06

Sedang 0.07– 0.1

Berat >0.1

8. Jika hasil dari perhitungan ESDD diluar batas bobot polusi ringan
maka, misalnya termasuk dalam tingkat bobot sedang ataupun berat,
maka data di atas dapat dipergunakan untuk bobot polusi isolator
sedang atau berat dan eksperimen untuk bobot polusi ringan dapat
diulangi kembali dengan mengurangi takaran garam semula.

38
III.4.3 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat
pengotoran sedang.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada,


yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 200 gr
NaCl.
2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi
sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah
isolator yang terpolusi.
3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang,
misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan, maka eksperimen
diulang kembali dengan menambah takaran garam semula. Jika
termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator berat, maka eksperimen
dapat dilakukan dengan mengurangi takaran garam semula.

III.4. 4 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat


pengotoran berat.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada,


yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 550 gr
NaCl.
2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi
sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah
isolator yang terpolusi.
3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang,
misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan, maka eksperimen
diulang kembali dengan menambah takaran garam semula. Jika
termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator berat, maka eksperimen
dapat dilakukan dengan mengurangi takaran garam semula.

39
III.4.5 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat
pengotoran ringan.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada,


yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 100 gr
CaCO3.
2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi
sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah
isolator yang terpolusi.
3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang,
misalnya termasuk dalam tingkat bobot sedang atau berat, maka
eksperimen diulang kembali dengan mengurangi takaran CaCO3
semula.

III.4.6 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat


pengotoran sedang.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada,


yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 500 gr
CaCO3.
2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi
sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah
isolator yang terpolusi.
3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang,
misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan, maka eksperimen
diulang kembali dengan menambah takaran CaCO3 semula. Jika
termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator berat, maka eksperimen
dapat dilakukan dengan mengurangi takaran CaCO3 semula.

40
III.4.7 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat
pengotoran berat.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada,


yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 900 gr
CaCO3.
2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi
sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah
isolator yang terpolusi.
3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi berat,
misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan atau sedang, maka
eksperimen diulang kembali dengan menambah takaran CaCO3
semula. Jika termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator sangat berat,
maka eksperimen dapat dilakukan dengan mengurangi takaran CaCO3
semula.

III.4.8 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi karbon dengan tingkat


pengotoran ringan.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada,


yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 80 gr
karbon.
2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi
sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah
isolator yang terpolusi.
3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi ringan,
misalnya termasuk dalam tingkat bobot sedang atau berat, maka
eksperimen diulang kembali dengan menambah takaran karbon
semula.

41
III.4.9 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi karbon dengan tingkat
pengotoran sedang.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada,


yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 300 gr
karbon.
2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi
sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah
isolator yang terpolusi.
3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang,
misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan, maka eksperimen
diulang kembali dengan menambah takaran karbon semula. Jika
termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator berat, maka eksperimen
dapat dilakukan dengan mengurangi takaran karbon semula.

III.4.10 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi karbon dengan tingkat


pengotoran berat.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada,


yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 700 gr
karbon.
2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi
sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah
isolator yang terpolusi.
3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang,
misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan atau sedang, maka
eksperimen diulang kembali dengan menambah takaran karbon
semula. Jika termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator sangat berat,
maka eksperimen dapat dilakukan dengan mengurangi takaran karbon
semula.

42
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang perhitungan ESDD untuk


menentukan bobot polusi isolator; pengolahan data hasil pengukuran distribusi
tegangan; dan perhitungan persentase distribusi tegangan pada setiap isolator
piring kaca.

IV.1 Perhitungan ESDD

Hasil pengukuran konduktivitas larutan pencuci dan larutan pencuci yang


telah terpolusi pada suhu sembarang ditunjukkan pada lampiran A. Nilai
konduktivitas yang diperoleh kemudian dikonversikan ke konduktivitas pada suhu
20 ˚C dengan menggunakan Persamaan 3.1. H asil dari pengkonversian
ditunjukkan pada Tabel 4.1 kolom 2 dan 3. Data ini digunakan untuk menghitung
salinitas dengan menggunakan Persamaan 3.2, hasil dari perhitungan tersebut
ditunjukkan pada Tabel 4.1, kolom 4 dan 5. Data salinitas ini kemudian digunakan
untuk menghitung nilai ESDD dari polutan yang menempel pada isolator dengan
menggunakan Persamaan 3.3. Hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 4.1,
kolom 6.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Konduktivitas, Salinitas, dan ESDD

Larutan σ20 (1) σ20 (2) D1 D2 ESDD


pencuci S/m S/m (mg/cm3) (mg/cm3) (mg/cm3)
ke- n (2) (3) (4) (5) (6)
NACL (1)
1 0 0 0 0 0
2 0.009533 0.016318 0.04979 0.08661 0.042
3 0.009533 0.021458 0.04979 0.11484 0.075
4 0.009533 0.030575 0.04979 0.16538 0.153

43
 Lanjutan Tabel 4.1

Larutan σ20 (1) σ20 (2) D1 D2 ESDD


pencuci S/m S/m (mg/cm3) (mg/cm3) (mg/cm3)
ke- n (2) (3) (4) (5) (6)
CaCO3 (1)
1 0 0 0 0 0
2 0.009533 0.014533 0.04979 0.07687 0.031
3 0.009533 0.020520 0.04979 0.10967 0.062
4 0.009533 0.036713 0.04979 0.14389 0.121
Larutan σ20 (1) σ20 (2) D1 D2 ESDD
pencuci S/m S/m (mg/cm3) (mg/cm3) (mg/cm3)
ke- n (2) (3) (4) (5) (6)
C (1)
1 0 0 0 0 0
2 0.009533 0.015545 0.04979 0.08239 0.038
3 0.009533 0.019748 0.04979 0.10541 0.065
4 0.009533 0.027483 0.04979 0.14818 0.12

Hasil dari perhitungan ESDD yang diperoleh dari Tabel 4.1 kemudian
dibandingkan dengan Tabel 3.2, sehingga diperoleh bahwa bobot dari polutan
yang menempel pada isolator adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kategori Bobot Polutan Isolator

Isolator Uji ke-n Bobot Polutan


1 Bersih
2 Ringan
3 Sedang
4 Berat

44
IV.2 Pengolahan Hasil Pengukuran Tegangan pada Jumlah Unit Isolator

Hasil dari pengukuran distribusi tegangan ini menggunakan Pembangkit


Tegangan Tinggi AC dengan jarak sela bola 2 mm. Data pengujian untuk masing-
masing kondisi isolator piring dengan kondisi normal dan yang telah terpolusi
oleh polutan NaCl, CaCO3, dan C diperlihatkan pada Tabel 4.3 sampai dengan
Tabel 4.12.

Tabel 4.3 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Normal

KONDISI NORMAL
Faktor Terminal Tegangan Tembus Bola Keadaan
No Koreksi Standar ( Vs = Vp/δ) kV V rata-rata Ket
(δ) A B Va Vb Vc
1 0.95 Pin 1 Pin 1 7.97 8.21 8.41 8.20 V0
2 0.95 Pin 1 Pin 2 16.23 15.94 16.11 16.09 V1
3 0.95 Pin 1 Pin 3 23.91 23.22 23.01 23.38 V2
4 0.95 Pin 1 Pin 4 30.90 30.77 29.98 30.55 V3
5 0.95 Pin 1 Pin 5 38.70 38.75 38.23 38.56 V4
6 0.95 Pin 1 Cap 5 46.22 45.92 46.02 46.05 V5

Tabel 4.4 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan
Bobot Polusi Ringan

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar


Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 8.12 16.31 22.31 29.21 37.88 45.65
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.37 16.31 22.31 29.21 36.59 43.78
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 8.23 16.31 22.31 27.65 34.22 40.42
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 8.33 16.31 21.36 26.21 32.08 37.83
5 Ke lima Isolator 0.95 8.32 14.97 20.70 25.23 30.65 35.71

45
Tabel 4.5 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan
Bobot Polusi Sedang

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar


Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 8.00 16.32 23.40 30.32 38.50 45.05
2 Isolator 5 dan 4 0.95 7.78 16.32 23.40 30.32 37.70 42.63
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.89 16.32 23.40 28.83 34.23 38.40
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 8.10 16.32 21.89 26.40 31.26 35.03
5 Ke lima Isolator 0.95 7.78 14.66 19.43 24.00 28.65 32.83

Tabel 4.6 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan
Bobot Polusi Berat
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 8.01 16.21 23.56 30.22 37.11 42.65
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.21 16.21 23.56 30.22 35.01 39.22
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 8.33 16.21 23.56 27.32 32.21 36.11
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 7.97 16.21 19.61 23.55 28.41 32.51
5 Ke lima Isolator 0.95 8.21 13.06 17.21 22.05 25.93 29.91

Tabel 4.7 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan
Bobot Polusi Ringan
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 7.56 15.67 23.01 30.11 37.71 44.12

46
 Lanjutan Tabel 4.7
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
2 Isolator 5 dan 4 0.95 7.67 15.67 23.01 30.11 36.8 42.87
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.89 15.67 23.01 28.64 34.78 40.16
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 8.01 15.67 21.14 26.12 31.88 36.56
5 Ke lima Isolator 0.95 7.66 13.41 17.95 23.31 28.85 34.30

Tabel 4.8 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan
Bobot Polusi Sedang
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.96 7.91 15.59 22.90 29.55 37.17 42.07
2 Isolator 5 dan 4 0.96 8.23 15.59 22.90 29.55 33.47 36.48
3 Isolator 5,4,dan 3 0.96 7.81 15.59 22.90 26.62 30.33 33.70
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.96 7.92 15.59 19.41 24.13 28.01 31.91
5 Ke lima Isolator 0.96 7.56 11.58 16.05 20.50 25.45 29.35

Tabel 4.9 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan
Bobot Polusi Berat
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) Kv
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.96 8.27 16.01 23.22 30.51 37.17 39.77
2 Isolator 5 dan 4 0.96 8.29 16.01 23.22 30.51 31.54 34.53
3 Isolator 5,4,dan 3 0.96 8.11 16.01 23.22 25.73 29.51 31.77
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.96 8.12 16.01 18.77 21.40 24.26 27.43
5 Ke lima Isolator 0.96 8.07 10.88 14.74 18.01 21.67 25.57

47
Tabel 4.10 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot
Polusi Ringan
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 7.97 15.97 23.62 31.29 38.33 44.31
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.01 15.97 23.62 31.29 37.51 42.82
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.87 15.97 23.62 30.01 35.22 40.11
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 8.21 15.97 21.22 26.92 32.51 37.25
5 Ke lima Isolator 0.95 7.98 14.35 19.25 24.31 29.84 35.18

Tabel 4.11 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot
Polusi Sedang
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 7.81 16.01 23.22 30.11 38.41 43.00
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.10 16.01 23.22 30.11 36.43 40.87
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.96 16.01 23.22 28.33 33.47 37.57
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 7.83 16.01 21.24 26.01 30.05 34.01
5 Ke lima Isolator 0.95 7.73 13.85 18.25 21.21 28.19 32.18

Tabel 4.12 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot
Polusi Berat
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 8.01 16.02 23.01 30.15 38.31 40.21
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.11 16.02 23.01 30.15 34.01 37.87

48
 Lanjutan Tabel 4.12

Tegangan Tembus Bola Keadaaan Standar


Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.98 16.02 23.01 27.98 31.23 34.67
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 7.87 16.02 19.87 23.71 27.91 31.87
5 Ke lima Isolator 0.95 8.20 12.31 16.91 20.27 24.36 28.21

IV.3 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan

Nilai persentase distribusi tegangan pada tiap isolator piring kaca


ditentukan berdasarkan persamaan dibawah ini :


�1 −��
��1 = �100% (4.1)
�� −��


�2 −��
��1 + ��2 = �100% (4.2)
�� −��


�3 −��
��1 + ��2 + ��3 = �100% (4.3)
�� −��


�4 −��
��1 + ��2 + ��3 + ��4 = �100% (4.4)
�� −��

 ��5 =
100% − ( ��1 + ��2 + ��3 + ��4 ) (4.5)

49
Keterangan:

Vi1 = Persentase distribusi tegangan posisi 1 dari kawat fasa

Vi2 = Persentase distribusi tegangan posisi 2 dari kawat fasa

Vi3 = Persentase distribusi tegangan posisi 3 dari kawat fasa

Vi4 = Persentase distribusi tegangan posisi 4 dari kawat fasa

Vi5 = Persentase distribusi tegangan posisi 5 dari kawat fasa

 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Normal



16.09−8.20
��1 = 46.05−8.20 x100% =

��. ��%

23,49−8.20
��2 = 46.02−8.20 �100% − (20.85%) =

��. ��%

30,66−8.20
��3 = 46.02−8.20 �100% − (20.85% + 19.26%) =

��. ��%

38,03−8.20
��4 = 46.02−8.20 �100% − (20.85% + 19.26% + 18.94%) =

��. ��%
 ��5 = 100% − (20.85% + 19.26% + 18.94% + 21.16%) =
��. ��%

50
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi
NaCl

Bobot Polusi
Isolator
Ringan Sedang Berat
NO Terpolusi ke
V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5
–n
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

1 5 21.8 16.0 18.4 23.1 20.7 22.5 19.1 18.7 22.1 17.7 23.7 21.2 19.2 19.9 16

2 5 dan 4 22.4 16.9 19.5 20.8 20.3 25.2 20.9 20.4 21.8 14.6 25.8 23.7 21.5 15.5 13.6

3 5,4,dan 3 25.1 18.6 16.6 20.4 19.3 27.6 23.2 17.8 17.7 13.7 28.4 26.5 13.5 17.6 14

4 5,4,3,dan 2 27.1 17.1 16.4 19.9 19.5 29.4 19.9 16.2 17.4 13.5 33.6 13.9 16.1 19.8 16.7

5 Kelima Isolator 24.3 20.9 16.5 19.8 18.8 26.7 19.8 18.2 18.6 16.7 22.9 19.6 22.9 18.3 18.8

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi
CaCO3

Bobot Polusi
Isolator
Ringan Sedang Berat
NO Terpolusi
V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5
ke – n
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

1 5 21.9 20.4 19.4 20.8 17.5 23.2 22.0 20.0 23 14.5 26.4 24.6 24.9 22.7 8.9

2 5 dan 4 22.4 21.1 20.2 19.0 17.2 26.1 25.9 23.5 13.9 10.7 29.4 27.5 27.8 7.7 7.6

3 5,4,dan 3 24.1 22.8 17.5 19.0 16.7 28.9 27.2 13.8 13.8 12.5 33.4 30.5 10.6 15.9 9.5

4 5,4,3,dan 2 26.8 19.2 17.4 20.2 16.4 32 16 19.7 16.2 16.3 40.9 14.3 13.6 14.8 16.4

5 Kelima Isolator 21.6 17.0 20.1 20.8 20.5 18.5 20.5 20.4 22.7 17.9 16.1 22.1 18.7 20.9 22.3

51
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi
C

Bobot Polusi
Isolator
Ringan Sedang Berat
NO Terpolusi
V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5
ke – n
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

1 5 22.0 21.1 21.1 19.4 16.5 23.3 20.5 19.6 23.6 13.1 24.8 21.6 22.1 25.3 5.9

2 5 dan 4 22.9 22 22 17.9 15.3 24.1 22 21 19.3 13.6 26.6 23.5 24 12.8 12.8

3 5,4,dan 3 25.1 23.7 19.8 16.2 15.2 27.2 24.4 17.3 17.4 13.9 30.1 26.2 18.6 12.2 12.9

4 5,4,3,dan 2 26.7 18.1 19.6 19.3 16.3 31.3 20 18.2 15.4 15.1 34 16 16 17.5 16.5

5 Kelima Isolator 23.4 18 18.6 20.3 19.6 26.1 18.8 21.4 18.6 15.4 20.6 23 16.8 20.4 19.4

IV.4 Analisis Bobot Polusi Masing-Masing Polutan

1000
900 900
800
700 700
600
550
500 500 NaCl
400 CaCO3
300 300 C
200 200
100 100
80
50
0
Ringan Sedang Berat

Bobot Polusi

Gambar 4.1 Isolator Terpolusi dengan Tingkat Bobot Polusi

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat hubungan bobot polusi masing-masing


polutan terhadap besarnya penambahan polutan pada larutan pengotor. Semakin

52
besar nilai bobot polusi maka semakin besar pula penambahan polutan pada
larutan pengotor. Besarnya bobot polusi ditentukan dari seberapa konduktifnya
larutan pencuci isolator.

IV.4.1 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi ringan

Dari Gambar 4.1 maka dibandingkan bobot polutan pengotor yang


digunakan untuk memperoleh bobot polutan yang menempel pada isolator uji,
diperoleh bahwa untuk memperoleh standar bobot polusi ringan yaitu 0.03-0.06
dibutuhkan penambahan NaCl 50 gram, 100 gram CaCO3, dan 80 gram C pada
larutan pengotor. NaCl merupakan polutan yang paling kecil bobot
penambahannya disebabkan karena NaCl lebih konduktif dibandingkan dengan C
dan CaCO3. Namun lapisan pengotor lebih hampir tersebar merata pada polutan
CaCO3, hal ini disebabkan CaCO3 memiliki sifat higrokopis yang menyerap air
yang bersifat konduktif. Sehingga tahanan permukaan isolator akan menurun dan
memperpendek jarak rambat isolator. Berikut ini adalah isolator piring kaca yang
terpolusi NaCl, CaCO3, dan C di tunjukkan pada Gambar 4.1 (a), (b), dan (c) .

(a) (b)

53
(c)

Gambar 4.2 (a) Isolator dengan Pengotor 50 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor 100
gram CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 80 gram C

IV.4.2 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi sedang

Dari Gambar 4.1 diperoleh bahwa untuk memperoleh bobot polusi sedang
yaitu 0.06-0.1 dibutuhkan penambahan NaCl 200 gram, CaCO3 500 gram, dan C
300 gram pada larutan pengotor. Sama halnya dengan bobot polusi ringan NaCl
merupakan polutan yang paling kecil penambahannya. Namun penumpukan NaCl
pada isolator uji masih berada pada pinggir isolator dan hanya berupa lapisan
tipis. Berbeda dengan CaCO3, polutan ini menempel merata pada permukaan.
Sehingga penurunan tahanan isolator merata diisolator uji dan memperpendek
jarak rambat isolator uji. Sedangkan pada isolator uji yang terpolusi C terjadi
penumpukan yang padat dibagian pinggir isolator dan lapisan tipis dibagian
tengah hingga cap isolator. Sehingga penurunan tahanan permukaan dan
memendeknya jarak rambat isolator terjadi di bagian pinggir isolator. Berikut ini
adalah isolator piring kaca yang terpolusi NaCl, CaCO3, dan C di tunjukkan pada
Gambar 4.2 (a), (b), dan (c).

54
(a) (b)

(c)
Gambar 4.3 (a) Isolator dengan Pengotor 200 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor
500 CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 300 gram C

IV.4.3 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi berat

Dari Gambar 4.1 diperoleh bahwa untuk memperoleh bobot polusi berat,
yaitu >0.1 dibutuhkan masing-masing 550 gram NaCl, 900 gram CaCO3, dan 700
gram C. Sama halnya dengan terpolusi ringan dan sedang, penambahan NaCl
pada isolator terpolusi berat merupakan yang terkecil namun lapisan yang
terbentuk hampir merata disekitar permukaan isolator. Sedangkan polutan CaCO3
dan C mengakibatkan lapisan yang tersebar merata dan tebal di permukaan
isolator. Berikut ini adalah isolator piring kaca yang terpolusi NaCl, CaCO3, dan
C di tunjukkan pada Gambar 4.3 (a), (b), dan (c).

55
(a) (b)

(c)

Gambar 4.4 (a) Isolator dengan Pengotor 550 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor
900 CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 700 gram C

IV.5 Analisis Pengaruh Isolator yang Terpolusi Terhadap Distribusi


Tegangan Isolator Rantai

Nilai dari kapasitansi C1, C2, dan C3 sulit untuk dihitung sehingga
perhitungan tegangan pada setiap unit isolator hasilnya kurang akurat. Oleh
karena itu distribusi tegangan pada isolator rantai biasanya ditentukan dengan
percobaan di laboratorium. Namun pada percobaan di laboratorium nilai C2 dan
C3 diabaikan disebabkan arus bocor yang terjadi sangat kecil sehingga komponen
kapasitansi yang diperhatikan adalah C1.

56
Berdasarkan penurunan rumus pada persamaan 2.15 dapat dibuktikan
bahwa dengan turunnya nilai R mengakibatkan impedansi isolator akan menjadi
berkurang. Dengan mengasumsikan bahwa arus pada masing masing isolator
sama, maka nilai tegangan pikul yang dimiliki isolator didapatkan dengan
menggunakan persamaan :

�=��� (4.11)

Persamaan diatas terbukti berdasarkan hasil percobaan bahwa tegangan


tembus elektroda bola-bola akan turun ketika dihubungkan pada isolator yang
terpolusi. Hal ini disebabkan karena telah menurunnya nilai tahanan permukaan
isolator yang disebabkan oleh polutan sehingga nilai dari impedansi isolator
menurun, dimana pada persamaan diatas nilai impedansi isolator berbanding lurus
dengan nilai tegangan.

VI.5.1 Analisis distribusi tegangan isolator kondisi normal

Kondisi Normal
11
% Distribusi Tegangan x Vt

10
9
8
7
6
(kV)

5 Kondisi
4 Normal
3
2
1
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

Posisi Isolator

Gambar 4.5 Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal

57
Dilihat dari Gambar 4.5, tegangan setiap unit isolator hampir merata. Hal
ini disebabkan isolator yang digunakan seragam sehingga tegangan yang dipikul
masing-masing isolator hampir sama.

IV.5.2 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi ringan dengan polutan NaCl

Isolator Terpolusi Ringan (NaCl) Kondisi Normal


11
10
Isolator Terpolusi
% Distribusi Tegangan x Vt

9 ke-5
8
Isolator Terpolusi
7 ke-5 dan 4
6
(kV)

Isolator Terpolusi
5
ke-5, 4, dan 3
4
Isolator Terpolusi
3
ke 5, 4, 3, dan 2
2
Semua Isolator
1
Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator

Gambar 4.6 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator
yang Terpolusi Ringan oleh Polutan NaCl

Dilihat dari Gambar 4.6, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi


semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 9.58
% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 26.97 % dari isolator pada kondisi normal.

58
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
32.45 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
27.33 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
26.42 % dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.3 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi sedang dengan polutan NaCl

Isolator Terpolusi Sedang (NaCl)


11 Kondisi Normal
10
% Distribusi Tegangan x Vt

9 Isolator Terpolusi
8 ke-5
7 Isolator Terpolusi
(kV)

ke-5 dan 4
6
5 Isolator Terpolusi
ke-5, 4, dan 3
4
Isolator Terpolusi
3
ke 5, 4, 3, dan 2
2
Semua Isolator
1 Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator

Gambar 4.7 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator
yang Terpolusi Sedang oleh Polutan NaCl

Dilihat dari Gambar 4.7, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

59
• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 8.75
% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan drastis pada kondisi semua isolator
terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 26.63 % dari
isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 34.97 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 37.41 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
48.13% dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.4 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi berat dengan polutan NaCl

Isolator Terpolusi Berat (NaCl) Kondisi Normal


11
10
Isolator Terpolusi
% Distribusi Tegangan x Vt

9 ke-5
8
Isolator Terpolusi
7
ke-5 dan 4
6
(kV)

5 Isolator Terpolusi
ke-5, 4, dan 3
4
3 Isolator Terpolusi
2 ke 5, 4, 3, dan 2
1 Semua Isolator
0 Terpolusi
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator

Gambar 4.8 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator
yang Terpolusi Berat oleh Polutan NaCl

60
Dilihat dari Gambar 4.8, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi


semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
28.64 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 37.8% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
40.02 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
43.78% dari isolator pada kondisi normal
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 44.51% dari isolator pada kondisi normal.

61
VI.5.5 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi ringan dengan polutan
CaCO3

Isolator Terpolusi Ringan (CaCO3)


11 Kondisi Normal
10
% Distribusi Tegangan x Vt

9 Isolator
8 Terpolusi ke-5
7
Isolator
(kV)

6 Terpolusi ke-5
5 dan 4
4 Isolator
Terpolusi ke-
3
5, 4, dan 3
2 Isolator
1 Terpolusi ke
5, 4, 3, dan 2
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator

Gambar 4.9 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator
yang Terpolusi Ringan oleh Polutan CaCO3

Dilihat dari Gambar 4.9, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi


semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
22.81 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
34.2% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 27.06 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
26.72% dari isolator pada kondisi normal.

62
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3, dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 34.21% dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.6 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi sedang dengan polutan


CaCO3

Isolator Terpolusi Sedang (CaCO3)


11 Kondisi Normal
10
% Distribusi Tegangan x Vt

9 Isolator Terpolusi
ke-5
8
7 Isolator Terpolusi
ke-5 dan 4
6
(kV)

5 Isolator Terpolusi
ke-5, 4, dan 3
4
3 Isolator Terpolusi
ke 5, 4, 3, dan 2
2
Semua Isolator
1
Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator

Gambar 4.10 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan CaCO3

Dilihat dari Gambar 4.10, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi
turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi


semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
43.44 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 42.32% dari isolator pada kondisi normal.

63
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 46.67 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 46.85% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
42.43% dari isolator pada kondisi normal

IV.5.7 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi berat dengan polutan CaCO3

Isolator Terpolusi Berat (CaCO3) Kondisi Normal


11
10
Isolator Terpolusi
% Distribusi Tegangan x Vt

9
ke-5
8
7 Isolator Terpolusi
ke-5 dan 4
6
(kV)

5 Isolator Terpolusi
ke-5, 4, dan 3
4
3 Isolator Terpolusi ke
5, 4, 3, dan 2
2
1 Semua Isolator
Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator

Gambar 4.11 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan CaCO3

Dilihat dari Gambar 4.11, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

64
• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
57.19 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 55.75% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 61.35 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5 dan 4. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 72.76% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5 dan 4. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 71.16% dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.8 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi ringan dengan polutan C

Isolator Terpolusi Ringan (C)


Kondisi Normal
11
10
% Distribusi Tegangan x Vt

Isolator Terpolusi
9
ke-5
8
Isolator Terpolusi
7
ke-5 dan 4
6
(kV)

Isolator Terpolusi
5 ke-5, 4, dan 3
4 Isolator Terpolusi ke
3 5, 4, 3, dan 2
2 Semua Isolator
1 Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator

Gambar 4.12 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan C

65
Dilihat dari Gambar 4.12, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi


semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
14.27 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
28.55% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 25
% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4 dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 33.2% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3 dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 33.4% dari isolator pada kondisi normal.

66
IV.5.9 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi sedang dengan polutan C

Isolator Terpolusi Sedang (C) Kondisi Normal


11
10
Isolator Terpolusi ke-
% Distribusi Tegangan x Vt

9
5
8
7 Isolator Terpolusi ke-
5 dan 4
6
(kV)

5 Isolator Terpolusi ke-


4 5, 4, dan 3
3 Isolator Terpolusi ke
2 5, 4, 3, dan 2
1 Semua Isolator
0 Terpolusi
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.13 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan C

Dilihat dari Gambar 4.13, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi


semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 12.5
% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
31.72% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3 dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 29.01 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3 dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 46.15% dari isolator pada kondisi normal.

67
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
45.61% dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.10 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi berat dengan polutan C

Isolator Terpolusi Berat (C) Kondisi Normal


11
10 Isolator Terpolusi
% Distribusi Tegangan x Vt

9 ke-5
8
Isolator Terpolusi
7 ke-5 dan 4
6
(kV)

Isolator Terpolusi
5
ke-5, 4, dan 3
4
3 Isolator Terpolusi ke
5, 4, 3, dan 2
2
1 Semua Isolator
0 Terpolusi
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator

Gambar 4.14 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan C

Dilihat dari Gambar 4.14, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi


semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
39.48 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3 dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 42.44% dari isolator pada kondisi normal.

68
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
45.64 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4, dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 56.53% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5. Besar penurunan persentase tegangan adalah
72.01% dari isolator pada kondisi normal.

IV.6 Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah Unit Isolator


pada Kondisi Normal dan Terpolusi.

IV.6.1 Analisis kondisi normal

kV Kondisi Normal
50
45
40
35
Kondisi…
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5
Jumlah Unit Isolator

Gambar 4.15 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Normal

Dari Gambar 4.15 terlihat bahwa kemampuan dari isolator meningkat


secara konstan dengan penambahan unit isolator. Hal ini disebabkan karena
distribusi tegangan masing-masing isolator hampir merata.

69
VI.6.2 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi
ringan secara merata dengan kondisi normal.

kV Isolator Terpolusi Ringan


50
45
40
35 Kondisi
30 Normal
Terpolusi
25 NaCl
Terpolusi
20 CaCO3
15
10
5
0
1 2 3 4 5
Jumlah Unit Isolator

Gambar 4.16 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi
Ringan vs Kondisi Normal

Dilihat dari Gambar 4.16, tegangan yang dipikul jumlah unit isolator pada
kondisi terpolusi mengalami penurunan dari kondisi normal. Dari grafik terlihat
bahwa penurunan distribusi tegangan terbesar terjadi pada polutan CaCO3 dan
yang terkecil adalah NaCl. Selain besarnya nilai konduktivitas dari suatu
polutan,yang dapat menyebabkan penurunan distribusi tegangan ini disebabkan
karena daya rekat polutan dan daya polutan tersebut dalam menyerap air. CaCO3
memiliki daya higroskopis yang cukup tinggi sehingga CaCO3 dapat menyerap air
lebih banyak dibandingkan dengan C dan NaCl. Besar penurunan tegangan untuk
seluruh unit isolator yang terpolusi ringan yakni : 25.51 % untuk CaCO3, 23.6 %,
dan 22.45% untuk C dan NaCl.

70
IV.6.3 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi
sedang secara merata dengan kondisi normal

kV Isolator Terpolusi Sedang


50
45
40
35
Kondisi Normal
30
Terpolusi NaCl
25
20 Terpolusi CaCO3

15 Terpolusi C

10
5
0
1 2 3 4 5
Jumlah Unit Isolator

Gambar 4.17 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi
Sedang vs Kondisi Normal

Dilihat dari Gambar 4.17, tegangan yang dipikul jumlah unit isolator pada
kondisi terpolusi mengalami penurunan dari kondisi normal. Dari grafik terlihat
bahwa penurunan distribusi tegangan terbesar terjadi pada polutan CaCO3 dan
yang terkecil adalah NaCl. Besar penurunan tegangan untuk seluruh unit isolator
yang terpolusi ringan yakni : 36.26 % untuk CaCO3, 30.11 %, dan 28.71% untuk
C dan NaCl.

71
IV.6.4 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi
berat secara merata dengan kondisi normal

kV Isolator Terpolusi Berat


50
45
40
35
Kondisi
30 Normal
Terpolusi
25
NaCl
20 Terpolusi
CaCO3
15
10
5
0
1 2 3 4 5
Jumlah Unit Isolator

Gambar 4.18 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi Berat
vs Kondisi Normal

Dilihat dari Gambar 4.18, tegangan yang dipikul jumlah unit isolator pada
kondisi terpolusi mengalami penurunan dari kondisi normal. Dari grafik terlihat
bahwa penurunan distribusi tegangan terbesar terjadi pada polutan CaCO3 dan
yang terkecil adalah NaCl. Besar penurunan tegangan untuk seluruh unit isolator
yang terpolusi ringan yakni : 44.47 % untuk CaCO3, 38.74 %, dan 35.05% untuk
C dan NaCl.

72
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan


sebagai berikut:
1. Tahanan permukaan akan berkurang dengan adanya polutan pada
permukaan isolator sehingga menyebabkan penurunan persentase
distribusi tegangan.
2. Penurunan tegangan terbesar yang terjadi pada salahsatu isolator
sebesar 72,76% yakni dari tegangan pikul 8,09kV menjadi 1,97kV
selain disebabkan oleh sifat konduktivitas polutan yang menempel
juga dipengaruhi oleh daya higroskopis dan daya rekat polutan pada
permukaan konduktor.
3. Persentase penurunan distribusi tegangan terbesar untuk masing-
masing bobot polusi yaitu ringan, sedang, dan berat adalah CaCO3
yakni 25,51% untuk bobot polusi ringan, 36,26% untuk bobot polusi
sedang dan 44,47% untuk bobot polusi berat.

V.2 SARAN

Adapun saran yang diharapkan sebagai pengembangan Tugas Akhir ini


adalah:
1. Penelitian dapat dilakukan dengan meneliti pengaruh kelembaban
terhadap penurunan distribusi tegangan isolator yang terpolusi.
2. Penelitian yang sama dengan bahan uji yang berbeda seperti bahan
isolator yang sering digunakan yaitu porselen.

73
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Isolator Piring

II.1.1 Umum

Pada transmisi hantaran udara, suatu konduktor dengan konduktor lain


diisolir dengan udara, sedangkan konduktor dengan menara atau tiang pendukung
konduktor diisolir dengan bahan isolasi padat yang disebut isolator. Hal ini
bertujuan agar tidak terjadi aliran arus yang tidak semestinya ada antara satu
bagian dengan lainnya, sehingga bagian yang tidak bertegangan ini harus
dipisahkan dari bagian-bagian yang bertegangan.

Isolator jaringan tenaga listrik merupakan alat tempat menopang kawat


penghantar jaringan pada tiang-tiang listrik yang digunakan untuk memisahkan
secara elektris dua buah kawat atau lebih agar tidak terjadi kebocoran arus
(leakage current) atau lewat-denyar (flashover) sehingga mengakibatkan
terjadinya kerusakan pada sistem jaringan tenaga listrik.

Adapun fungsi utama isolator adalah:

1. Untuk penyekat/mengisolasi penghantar dengan tanah dan antara


penghantar dengan penghantar.
2. Untuk memikul beban mekanis yang disebabkan oleh berat penghantar
dan/ atau gaya tarik penghantar.
3. Untuk menjaga agar jarak antar penghantar tetap (tidak berubah).

Penggunaan isolator tidak hanya dijumpai pada transmisi hantaran udara.


Pada jaringan distribusi hantaran udara, gardu induk, dan panel pembagi daya
penggunaan isolator juga dipakai sebagai bahan isolasi antara yang bertegangan
dengan yang tidak bertegangan. Pada gardu induk digunakan sebagai pendukung

6
sakelar pemisah, pendukung konduktor penghubung dan penggantung rel daya.
Pada panel pembagi daya, rel dengan rel dipisahkan oleh udara, sedangkan rel
dengan kerangka pendukung dipisahkan oleh isolator.

II.1.2 Konstruksi isolator piring

Isolator pada umumya memiliki tiga bagian utama yaitu bahan dielektrik,
kap (cap), dan fitting seperti terlihat pada Gambar 2.1. Selain itu juga terdapat
semen yang berfungsi sebagai bahan perekat yang merekatkan ketiga bagian ini.[2]

Gambar 2.1 Konstruksi Isolator Piring [2]

Dilihat dari bentuknya, isolator piring dibagi menjadi 3 jenis seperti


ditunjukkan pada Gambar 2.2 (a), (b), dan (c). [1]

7
(a) (b)

(c)

Gambar 2.2 (a) Isolator Piring Standar [1](b) Isolator Piring Anti-fog[1] (c) Isolator Piring
Aerodinamis[1]

• Isolator dengan desain standar (Gambar 2.2a). Isolator ini digunakan pada
daerah dengan bobot polusi rendah seperti di daerah yang kerapatan
penduduknya dan tidak ada industri.
• Isolator piring dengan desain anti-fog (Gambar 2.2b). Isolator ini
dirancang memiliki lekukan yang lebih dalam untuk memperpanjang jarak
rambat arus, digunakan pada daerah dengan bobot polusi tinggi seperti di
daerah industry berat.
• Isolator piring dengan desain aerodinamis (Gambar 2.2c). Isolator ini
dirancang memiliki permukaan yang licin sehingga polutan lebih sulit
menempel pada permukaannya. Isolator ini biasa digunakan pada daerah
gurun.

Persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam merancang isolator, antara


lain adalah : [2] [4]

8
• Setiap lubang pada bahan isolasi, harus memiliki sumbu yang
sejajar dengan sumbu memanjang atau sumbu tegak isolator.
Lubang dibuat pada temperatur penempaan isolator.
• Tidak memiliki lekukan yang runcing agar pada isolator tidak
terjadi medan elektrik yang tinggi.
• Permukaan isolator harus licin dan bebas dari partikel-partikel
runcing.
• Untuk menghindari terjadinya peluahan sebagian, maka isolator
tidak boleh mengandung rongga udara.
• Tidak ada resiko meledak dan pecah.
• Dimensi sirip dan jarak rambat diatur sedemikian sehingga isolator
mudah dibersihkan. Pembersihan dimaksud adalah pembersihan
secara alami oleh hujan atau pembersihan rutin. Kedua
pembersihan tersebut adalah dalam rangka membuang bahan
polutan yang menempel pada permukaan isolator.
• Jarak rambat isolator harus diperbesar, jika isolator dipasang pada
kawasan yang dihuni banyak burung.
• Bahan perekat harus memiliki kekuatan adhesi yang tinggi.

II.1.3 Bahan dielektrik isolator

Suatu isolator yang baik mempunyai bahan yang tidak dapat


menghantarkan arus listrik. Walaupun ada yang sanggup menghantarkan arus
listrik namun relative kecil sehingga bisa diabaikan.

Bahan-bahan isolasi yang dipakai untuk isolator jaringan kebanyakan


terbuat dari bahan padat, seperti bahan porselin, gelas, mika, ebonit, keramik,
parafin, kuarts, dan veld spaat. Persyaratan bahan isolator adalah : [2]

9
1. Bahan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.
2. Bahan isolasi yang ekonomis, tanpa mengurangi kemampuannya
sebagai isolator. Sebab makin berat dan besar ukuran isolator tersebut
akan mempengaruhi beban penyangga pada sebuah tiang listrik.
3. Bahan yang terbuat dari bahan padat, seperti : porselin, gelas, mika,
ebonit, keramik, parafin, kuarts, dan veld spaat.

Ada dua jenis bahan isolator yang paling sering digunakan pada isolator
yaitu berbahan porselin/keramik dan gelas/kaca seperti pada Gambar 2.3 :[2]

1. Porselen
Bahan isolator porselin terdiri dari bahan campuran tanah porselin,
kwarts, dan veld spat, yang bagian luarnya dilapisi dengan glazuur
agar bahan isolator tidak berpori. Dengan lapisan glazuur permukaan
isolator menjadi licin dan berkilat, sehingga tidak menghisap air.
Kekuatan mekanik dari isolator porselin ini bergantung terhadap cara
pembuatannya. Kemampuan mekanis suatu porselen standar dengan
diameter 2-3 cmadalah 45.000 kg/cm2 untuk beban tekan; 700kg/cm2
untuk beban tekuk dan 300 kg/cm2 untuk beban tarik. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa porselen adalah bahan yang memiliki kemampuan
mekanik yang sangat baik pada beban tekan. Kekuatan mekanik dari
porselen akan berkurang jika dilakukan penambahan luas penampang
porselen. Sedangkan kemampuan dielektrik porselin dengan tebal 1,5
mm memiliki kekuatan dielektrik sebesar 22-28 kVrms/mm. Jika tebal
dielektrik bertambah maka kemampuan dielektrik bahan berkurang.
Hal ini terjadi karena medan elektriknya tidak seragam. Bila tebal
bertambah dari 10 mm menjadi 30 mm kekuatan dielektrik berkurang
dari 80 kVrms/mm menjadi 55 kVrms/mm. Kekuatan dielektrik
porselen pada tegangan impuls adalah 50- 70 % lebih tinggi daripada
kekuatan dielektrik pada frekuensi daya.

10
Keuntungan dari penggunaan isolator berbahan porselin ini adalah :

a. Terbuat dari dari bahan campuran tanah porselin, kwarts, dan veld
spaat,
b. Bagian luarnya dilapisi dengan bahan glazuur agar bahan isolator
tersebut tidak berpori-pori. Dengan lapisan glazuur ini permukaan
isolator menjadi licin dan berkilat, sehingga tidak dapat mengisap air.
c. Dapat dipakai dalam ruangan yang lembab maupun di udara terbuka.
d. Memiliki sifat tidak menghantar (non conducting) listrik yang tinggi,
dan memiliki kekuatan mekanis yang besar.
e. Dapat menahan beban yang menekan serta tahan akan perubahan-
perubahan suhu.
f. Memiliki kualitas yang lebih tinggi dan tegangan tembusnya (voltage
gradient) lebih besar, sehingga banyak disukai pemakaiannya untuk
jaringan distribusi primer. Kadang-kadang kita jumpai isolator
porselin ini pada jaringan distribusi sekunder, tetapi ukurannya lebih
kecil.

Kelemahan dari penggunaan isolator berbahan porselin ini adalah :

a. Tidak tahan akan kekuatan yang menumbuk atau memukul.


b. Ukuran isolator porselin ini tidak dapat dibuat lebih besar, karena
pada saat pembuatannya terjadi penyusutan bahan. Walaupun ada
yang berukuran lebih besar namun tidak seluruhnya dari bahan
porselin, akan tetapi dibuat rongga di dalamnya, yang kemudian akan
di isi dengan bahan besi atau baja tempaan sehingga kekuatan
isolator porselin bertambah. Cara yang demikian ini akan
menghemat bahan yang digunakan.
c. Harganya lebih mahal tetapi lebih memenuhi persyaratan yang
diinginkan.

11
2. Gelas

Bahan penyusun dari isolator gelas terdiri dari bahan campuran


antara pasir silikat, dolomit, dan phospat. Isolator gelas memiliki sifat
mengkondensir (mengembun) kelembapan udara, sehingga debu lebih
mudah melekat dipermukaan isolator. Kekuatan mekanik dan
dielektrik dari isolator gelas bergantung pada kandungan alkali pada
isolator tersebut. Kekuatan dielektrik gelas alkali tinggi adalah 17,9
kVrms/mm sedangkan kemampuan dielektrik gelas alkali rendah
adalah 48kVrms/mm.

Keuntungan dari penggunaan isolator gelas ini adalah :

1. Terbuat dari bahan campuran antara pasir silikat, dolomit, dan


phospat. Komposisi bahan tersebut dan cara pengolahannya dapat
menentukan sifat dari isolator gelas ini.
2. Lebih banyak dijumpai pemakaiannya pada jaringan distribusi
sekunder.
3. Isolator gelas ini harganya lebih murah bila dibandingkan dengan
isolator porselin.

Kelemahan dari penggunaan isolator gelas ini adalah :

a. Memiliki sifat mengkondensir (mengembun) kelembaban udara,


sehingga lebih mudah debu melekat dipermukaan isolator tersebut.
b. Makin tinggi tegangan sistem makin mudah pula terjadi peristiwa
kebocoran arus listrik (leakage current) lewat isolator tersebut,yang
berarti mengurangi fungsi isolasinya.
c. Memiliki kualitas tegangan tembus yang rendah, dan kekuatannya
berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan temperatur.
d. Saat terjadi kenaikan dan penurunan suhu secara tiba-tiba, maka
isolator gelas ini akan mudah retak pada permukaannya. Berarti
isolator gelas ini bersifat mudah dipengaruhi oleh perubahan suhu

12
disekelilingnya. Tetapi bila isolator gelas ini mengandung campuran
dari bahan lain, maka suhunya akan turun.

(a) (b)
Gambar 2.3 Isolator (a) Porselen (b) Kaca
II.1.4 Tahanan permukaan

Apabila isolator memikul tegangan searah, maka arus akan mengalir


melalui permukaan dan bagian dalam isolator. Arus yang melalui permukaan
disebut arus permukaan. Sedangkan hambatan yang dialami arus ini disebut
tahanan permukaan. Arus yang melalui bagian dalam isolator disebut arus volume
dan hambatan yang dialami arus tersebut disebut tahanan volume. Besarnya
tahanan volume dipengaruhi oleh bahan isolator yang digunakan. Sedangkan
besarnya tahanan permukaan dipengaruhi oleh kondisi dari permukaan isolator.
Jumlah arus volume dan arus permukaan disebut arus bocor [3].

Jika tegangan yang dipikul isolator adalah tegangan AC, maka selain
kedua jenis arus tersebut, pada isolator juga mengalir arus kapasitif. Arus kapasitif
terjadi karena adanya kapasitansi yang dibentuk isolator dengan elektroda. Pada
Gambar 2.4 ditunjukkan arus permukaan, arus volume dan arus kapasitif yang
mengalir pada suatu isolator.

13
Gambar 2.4 Komponen Arus Bocor pada Isolator.

Rangkaian listrik ekivalen suatu isolator ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rangkaian ekuivalen arus bocor isolator.

Keterangan:

Ip = arus permukaan isolator.

IV = arus volume isolator.

Ic = arus kapasitif yang timbul pada isolator.

IB = arus bocor isolator.

Rp = tahanan permukaan pada isolator.

Rv = tahanan volume pada isolator.

C = kapasitansi disekitar isolator.

14
Adapun arus bocor yang mengalir melalui suatu isolator adalah :

�� = �� + �� + �� (2.1)

Karena tahanan volume relatif besar dibandingkan dengan tahanan


permukaan, maka menyebabkan arus volume dapat diabaikan. Sehingga, arus
bocor total menjadi :

�� = �� + �� (2.2)

Dengan demikian, rangkaian ekuivalen isolator menjadi seperti pada


Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Rangkaian Ekuivalen Isolator Mengabaikan Arus Volume.

Tahanan permukaan isolator dapat bervariasi, bergantung pada material


yang menempel pada permukaan isolator. Keadaan iklim, daerah pemasangan
isolator serta kelembaban udara menjadi faktor yang mempengaruhi besar dari
tahanan permukaan isolator. Polutan yang menempel pada permukaan isolator
akan menyebabkan tahanan permukaan isolator turun dan meningkatkan besar
arus permukaan yang mengalir pada permukaan isolator sehingga arus bocor
semakin besar.

15
II.1.5 Isolator terpolusi

Isolator akan dilapisi oleh polutan baik berada pada ruang terbuka maupun
tertutup. Polutan ini dapat mempengaruhi konduktivitas permukaan dari isolator
tersebut sehingga dapat menyebabkan kegagalan isolasi. Berdasarkan sifatnya
polutan terdiri dari :

• Polutan yang bersifat konduktif


Polutan yang bersifat konduktif adalah polutan yang mampu
menghantarkan arus listrik. Terdiri dari garam-garam yang mampu terurai
menjadi ion-ion misalnya NsCl, MgCl2 , Na2SO4, dan sebagainya. Dalam
suatu larutan garam-garam mudah terurai dan dapat mempengaruhi
tahanan permukaan isolator, karena garam-garam tersebut akan
membentuk suatu lapisan konduktif pada permukaan isolator.
• Polutan yang bersifat inert
Polutan yang bersifat lembam (inert) merupakan bagian dari zat padat
yang tidak dapat terurai menjadi ion-ion dalam larutan, namun komponen
ini dapat menyebabkan ketahanan permukaan isolator. Zat-zat seperti
SiO2, tanah liad (kaolin) dapat membentuk suatu ikatan mekanis untuk
mengikat komponen-komponen konduktif. Ikatan mekanis yang terbentuk
akan mempersulit proses pencucian isolator. Perbedaan tingkat pengotoran
antara permukaan atas dengan permukaan bawah akan terlihat pada
isolator yang banyak mengandung komponen-komponen yang bersifat
lembam. Polutan lembam terbagi dua sifat yakni hydrophilic dan
hydrophobic. Komponen hydrophilic dapat meningkatkan tingkat
kebasahan permukaan isolator karena kemampuan menyerap air,
contohnya tanah liad dan semen. Sedangkan komponen hydrophobic
menurunkan tingkat kebasahan isolator, karena sifat kedap air, contohnya
lemak dan oli ( minyak ), yang menyebabkan air tidak dapat menempel
pada permukaan isolator sehingga lapisan konduktif yang terbentuk tidak
kontiniyu.

16
Polutan yang terbentuk biasanya bukan hanya berasal dari keadaaan alam
namun bebereapa polutan terbentuk dari sisa aktivitas makhluk hidup. Beberapa
jenis polutan yang sangat berpengaruh terhadap tahanan permukaan isolator : [1]

• Garam. Garam ini dapat berasal dari udara yang berhembus dari laut dan
yang berasal dari zat kimia di jalanan yang menguap.
• Limbah pabrik dalam bentuk gas seperti karbon dioksida, klorin dan
sulfur oksida dari pabrik kimia dan sebagainya.
• Kotoran burung.
• Pasir di daerah gurun.

Kondisi cuaca akan mempengaruhi polusi pada permukaan isolator ini.


Angin dapat membawa garam dan pasir sampai ke permukaan isolator. Hujan
deras dapat membersihkan polutan terutama di bagian atas permukaan isolator
sedangkan gerimis, kelembaban yang tinggi, dan kabut akan membuat lapisan
polutan menjadi basah. Untuk mengurangi polusi pada permukaan isolator,
dilakukan beberapa usaha sebagai berikut : [1]

 Pencucian
Isolator pada saluran maupun pada gardu induk dapat dicuci dalam
keadaan tidak bertegangan maupun saat bertegangan. Pencucian dapat
dilakukan secara otomatis dan manual seperti dengan menggunakan
helikopter. Untuk pencucian dalam keadaan bertegangan, ada 2 syarat
yang harus diperhatikan yaitu:
1. Air yang digunakan adalah air murni tanpa mineral
danmemiliki tahanan jenis lebih besar dari 50.000 O cm.
2. Urutan pencucian harus dimulai dari bawah ke atas untuk
mencegah terkumpulnya polutan.

 Pelapisan (greasing/coating)
Salah satu metode untuk mencegah kegagalan isolasi pada isolator
adalah dengan melapisi permukaan isolator dengan lapisan minyak.

17
Keuntungan dari metode ini adalah mendapatkan sifat hidrofobik, yaitu
sifat bahan yang membuat permukaannya tetap kering karena air sulit
untuk menempel pada permukaannya. Bahan yang bersifat hidrofobik
yaitu minyak dan lilin. Keuntungan lainnya dari metode ini adalah
terperangkapnya atau terikatnya polutan oleh minyak dan mencegah
polutan ini basah akibat embun. Minyak yang digunakan terbuat dari
silikon atau hidrokarbon. Kekurangan metode ini adalah harus mengganti
minyak yang telah lama digunakan, biasanya dilakukan setiap tahun.
 Perpanjangan sirip (extender shed)
Sirip isolator diperpanjang dengan bahan polimer seperti di
tunjukkan pada Gambar 2.7. Perpanjangan sirip ini dipasangkan pada sirip
isolator dengan menggunakan perekat dan tidak boleh ada celah udara di
antara sirip porselin dengan sirip tambahan karena akan menyebabkan
peluahan sebagian pada celah udara ini yang akan merusak polimer dan
isolator. Selain memperpanjang jarak rambat, perpanjangan sirip ini
memudahkan air yang membawa polutan akibat hujan atau embun untuk
mengalir dari permukaan isolator.

Tambahan Polimer

Sirip Porselin

Gambar 2.7 Perpanjangan Sirip yang Terpasang pada Isolator Porselin [1]

II.2 Penggolongan Tingkat Pengotoran

IEC menggolongkan bobot polusi isolator menjadi 4 tingkatan seperti


Tabel 2.1. Metode yang digunakan adalah metode ESDD (equivalent salt density
deposit). Metode ESDD dilakukan dengan mengukur konduktivitas polutan

18
kemudian disetarakan dengan bobot garam dalam larutan air yang
konduktivitasnya sama dengan konduktivitas polutan tersebut.

Tabel 2.1 Penggolongan Bobot Polusi Berdasarkan IEC 60050-815: 2000 Edisi 01

Tingkat Pengotoran ESSD

Sangat Ringan 0 – 0.03

Ringan 0.03 – 0.06

Sedang 0.06– 0.1

Berat >0.1

Selain standar diatas, IEC 815 juga menentukan bobot polusi dengan
metode ESDD dan tinjauan lapangan. Penentuan tingkat bobot polusi isolator
dengan metode tinjauan lapangan ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Tingkat Polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan IEC 815 [2][1]

Tingkat Contoh Lingkungan ESDD


Polusi (mg/cm2)
- Wilayah dengan sedikit industri dan rumah 0.06
penduduk dengan sarana pembakaran rendah.
- Wilayah pertanian (penggunaan pupuk dapat
meningkatkan bobot polusi) dan pegunungan.
Ringan - Wilayah dengan jarak 10km atau lebih dari laut
dan tidak ada angin laut yang berhembus.
Cat : Semua kawasan terletak paling sedikit 10 – 20
km dari laut dan bukan kawasan terbuka bagi
hembusan angin langsung dari laut.
- Wilayah dengan industri yang tidak menghasilkan 0.20
polusi gas.
Sedang - Wilayah dengan kepadatan tinggi dan/atau
kawasan industri kepadatan tinggi yang sering
hujan dan/atau berangin.

19
 Lanjutan Tabel 2.2

Tingkat Contoh Lingkungan ESDD


Polusi (mg/cm2)
- Wilayah yang tidak terlalu dekat dengan pantai
kira kira beberapa kilometer.
- Wilayah banyak industri dan perkotaan dengan 0.60
sarana pembakaran yang tinggi.
Berat
- Wilayah dekat laut atau senantiasa terbuka bagi
hembusan angin laut yang kencang.
- Sangat dekat pantai >0.60
Sangat - Sangat dekat dengan kawasan Industri
Berat - Wilayah padang pasir dengan tidak adanya hujan
untuk jangka waktu yang lama.

II.3 Isolator Rantai

Isolator rantai terdiri dari beberapa isolator piring yang disusun


secara berantai sehingga menjadi satu kesatuan isolator. Isolator rantai
seperti Gambar 2.8 biasanya digunakan untuk menggantung penghantar
transmisi tegangan tinggi pada menara- menara transmisi. Penghantar ini
digantung dengan menggunakan isolator agar penghantar tidak menyentuh
badan menara yang dibumikan. Isolator jenis ini banyak digunakan karena
pada sistem transmisi tegangan tinggi isolator ini dianggap paling effisien
untuk mengisolasi antara konduktor dengan tiang menara.

Gambar 2.8 Isolator Rantai pada Saluran Transmisi

20
Keuntungan penggunaan isolator rantai adalah :[4]

1. Biaya instalasi isolator rantai cenderung lebih murah dari isolator pin
untuk sistem dengan tegangan lebih dari 33kV.
2. Setiap unit isolator piring dirancang untuk bekerja pada tegangan
rendah. Sehingga dapat disusun agar dapat mengisolir tegangan
kerja.
3. Jika salah satu isolator piring pada suatu renteng isolator rantai
rusak. Maka kita hanya perlu mengganti isolator piring tersebut
dengan isolator yang baru.
4. Karena tersusun dari beberapa isolator piring maka isolator rantai
memiliki tingkat fleksibel yang tinggi sehingga dapat mengayun
mengikutikabel transmisi.
5. Dengan bertambahnya permintaan akan jaringan transmisi, akan
lebih menguntungkan jika menigkatkan suplai daya dengan
menaikkan tegangan transmisi. Karena tegangan transmisi naik maka
isolator pendukung yang ada juga harus disesuaikan. Dimana isolator
rantai dapat dengan mudah dinaikkan kapasitasnya dengan
menambahkan jumlah isolator piringnya.
6. Isolator rantai biasanya dipasangkan pada menara baja. Dimana
isolator rantai berada dibawah crossarm sehingga secara tidak
langsung kabel transmisi mendapatkan proteksi terhadap petir.

II.4 Distribusi Tegangan

Isolator rantai terdiri dari beberapa isolator piring yang disusun menjadi
satu rentengan. Dimana setiap unit isolator membentuk suatu susunan “konduktor-
dielektrik-konduktor”. Oleh karena itu suatu isolator dapat juga dianggap sebagai
suatu kapasitor. Dan jika permukaan isolator kotor, maka akan muncul suatu
resistansi yang parallel dengan kapasitansi isolator. Jika beberapa isolator piring

21
disusun menjadi isolator rantai, maka akan dijumpai tiga kelompok susunan
“konduktor-dielektrik-konduktor” , masing-masing dibentuk oleh :[2] [3]

a. Kap isolator-dielektrik-fitting. Susunan ini membentuk kapasitansi


sendiri isolator (C1).
b. Kap isolator-udara-menara. Susunan ini membentuk kapasitansi kap
isolator dengan menara yang dibumikan (C2) yang disebut kapasitansi
tegangan rendah.
c. Kap isolator-udara-konduktor transmisi. Susunan ini membentuk
kapasitansi kap isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3) yang
disebut kapasitansi tegangan tinggi.

Sehingga jika isolator dianggap bersih maka akan didapatkan suatu


rangkaian kapasitansi seperti pada Gambar 2.9 berikut :

Logam Logam

Logam

Menara
Logam

Logam

Gambar 2.9 Susunan Isolator Piring Membentuk Kapasitansi [2]

Seperti yang terlihat pada gambar, timbulnya C2 dan C3 maka tegangan


pada setiap unit isolator yang seharusnya sama menjadi berbeda beda dimana unit
isolator rantai yang paling dekat dengan kawat penghantar adalah unit yang
menerima tergangan paling besar dibandingkan dengan unit lain. Dan tegangan
akan semakin kecil untuk unit yang semakin jauh dari konduktor penghantar.
Metode untuk menghitung distribusi tegangan pada isolator rantai, yaitu dengan

22
metode Hukum Kirchoff. Rangkaian ekuivalen isolator rantai untuk menghitung
distribusi tegangan diperlihatkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Rangkaian Distribusi Tegangan Menggunakan Metode Kirchoff [2]

Hukum kirchoff pada titik (1) adalah sebagai berikut:

�11 + �31 = �21 + �12 (2.3)

Jika tegangan pada suatu kapasitor C adalah V dan frekuensi tegangan itu
adalah f, maka arus pada suatu kapasitor adalah ic =2πfCV. Dengan demikian,
persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:

�2���1 �1 + �2���3 (��� − �1 ) = �2���2 �1 + �2���1 �2 (2.4)

23
�1 �1 + �3 (��� − �1 ) = �2 �1 + �1 �2 (2.5)

Hukum kirchoff pada titik (2) adalah:

�12 + �32 = �22 + �13 (2.6)

Atau,

�1 �2 + �3 (��� − �1 − �2 ) = �2 (�1 + �2 ) + �1 �3 (2.7)

Hukum Kirchoff pada titik (n-1) adalah sebagai berikut:

�1(�−1) + �3(�−1) = �2(�−1) + �1� (2.8)

Atau,

�1 �(�−1) + �3 ���� − �1 − �2 − ⋯ − �(�−1) �


= �2 (�1 + �2 + ⋯ + �(�−1) + �1 �� (2.9)

Jika jumlah isolator piring adalah n, maka hukum Kirchoff akan


memberikan (n-1) persamaan. Di samping (n-1) persamaan itu masih ada satu
persamaan tegangan yang diperoleh, yaitu:

��� = �1 + �2 + �3 + ⋯ + �� (2.10)

24
Sehingga ada n persamaan dengan n tegangan (V) yang tidak diketahui. Dengan
demikian, V1, V2, V3,..........,V(n-1) dan Vn dapat dihitung. Namun jika isolator ini
terpolusi maka akan muncul nilai tahanan yang parallel dengan nilai kapasitansi .

Gambar 2.11 Rangkaian Ekuivalen Distribusi Tegangan Isolator Rantai Dalam Kondisi
Terpolusi

Rangkaian isolator yang terpolusi seperti pada Gambar 2.11 dimana nilai
kapasitansi dan resistansinya paralel sehingga impedansi total yang terdapat pada
isolator dapat diturunkan menjadi :

1 1 1
= + (2.11)
� �� �

��. �
�= (2.12)
�� + �

1
��� . �
�= (2.13)
1
��� + �

25

�= (2.14)
1 + ���. �


�= (2.15)
1 + �2��� . �

Isolator dengan lapisan pengotor tipis yang bersifat konduktif akan


memiliki konduktifitas permukaan merata pada setiap titik. Jika dimisalkan
lapisan pengotor dengan ketebalan h, konduktivitas permukaan isolator dapat
didefenisikan sebagai berikut dimana:

�� = � . ℎ (2.16)

Dimana : σ = konduktivitas spesifik

Dengan demikian resistivitas permukaan adalah


�� = (2.17)

Dan tahanan total permukaan adalah


� = �. (2.18)

��
�� = � (2.19)
�[(� + ℎ)2 − � 2 ]

��
�� = � (2.20)
�(2�ℎ + ℎ2 )

Untuk lapisan pengotor yang tipis ( h < r ), maka :

��
�� = �� ℎ (2.21)
2��ℎ

26
��
�� = �� ℎ (2.22)
2��

Untuk jarak lapisan L, tahanan permukaan total adalah :

� = � �� (2.23)
0


��
� = �� � (2.24)
2��
0


��
� = �� � (2.25)
��
0

Dimana : L = jarak rayap permukaan

dl = elemen jarak rayap permukaan

D = diameter permukaan pada dl

Jika diameter efektif isolator dapat didefinisikan dengan :


���� = (2.26)
� ��
∫0 ��

Sehingga tahanan permukaan adalah :

�� �
�= (2.27)
�����

Untuk menentukan tahanan permukaan suatu lapisan maka didefinisikan faktor


bentuk dengan persamaan berikut :


��
�� = � (2.28)
0 ��

27
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sistem transmisi hantaran udara adalah salah satu bagian dari sistem
tenaga listrik yang sangat perlu dijaga keandalannya dalam mencapai kontinuitas
pelayanan. Salah komponen utama dari sistem transmisi adalah isolator. Isolator
ini berfungsi untuk mengisolir konduktor dengan menara atau tiang pendukung .
Isolator yang baik mempunyai bahan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik. Walaupun ada yang sanggup menghantarkan arus listrik namun relative
kecil sehingga bisa diabaikan. Salah satu bahan isolator yang banyak digunakan
adalah kaca. Bahan ini harganya lebih murah sehingga banyak dijumpai
penggunaannya baik di transmisi hantaran udara maupun di distibusi hantaran
udara. Namun sifatnya yang mengkondensir (mengembun) kelembapan udara
mengakibatkan debu lebih mudah melekat dipermukaan isolator.
Rentengan isolator disebut dengan istilah isolator rantai. Isolator rantai
(string insulator) digunakan pada sistem tenaga listrik sebagai penopang mekanik
dan isolasi listrik antara konduktor fasa dengan menara. Isolator rantai ini
dirangkai dari beberapa isolator yang menyebabkan distribusi tegangan masing-
masing isolator berbeda. Jumlah unit isolator yang dirangkai ditentukan oleh
beberapa faktor seperti tegangan operasi, kekuatan mekanik, ketinggian di atas
permukaan laut, kekuatan petir, dan kontaminasi lingkungan sekitar.
Polutan yang menempel pada isolator berasal dari kontaminasi lingkungan
sekitar. Biasanya terbentuk dari keadaaan alam dan dari sisa aktivitas makhluk
hidup. Keadaan alam seperti daerah pantai, pegunungan dan gurun pasir
berpotensi mengakibatkan isolator terpolusi. Sedangkan sisa dari aktivitas
makhluk hidup seperti sisa pembakaran, polusi kendaraan bermotor dan lainnya
juga berpotensi mengakibatkan terbentuknya lapisan pengotor pada isolator. Hal

1
ini mengurangi tahanan permukaan isolator berkurang, sehingga kekuatan
dielektrik isolator berkurang. Jika tegangan yang dipikul isolator lebih besar
dibanding kekuatan dielektrik isolator maka akan terjadi peristiwa flashover yang
mampu mengakibatkan isolator retak dan pecah. Jika hal ini terjadi maka
tegangan yang dipikul isolator rantai akan naik dan satu per satu isolator lainnya
retak atau bahkan pecah. Oleh karena itu, perlu adanya perlu adanya perhitungan
khusus terhadap pemilihan isolator yang dipengaruhi oleh polutan.
Dalam beberapa jurnal ilmiah yang telah beredar banyak mengupas
mengenai distribusi tegangan dengan menggunakan simulasi komputer
menggunakan aplikasi seperti MATLAB, akan tetapi untuk menentukan nilai
distribusi tegangan yang terjadi pada isolator yang terpolusi lebih baik dilakukan
pengujian di laboratorium. Penulis memilih melakukan pengujian dalam
menghitung distribusi tegangan yang dipengaruhi oleh polutan pada isolator
rantai.

I.2 Perumusan Masalah


Adapun masalah yang akan dianalisis dalam Tugas Akhir ini adalah
pengujian distribusi tegangan pada isolator kaca yang dipengaruhi oleh polutan.
Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengujian isolator dengan memvariasikan
polutan yang menempel pada isolator tersebut. Polutan-polutan seperti garam-
garaman,debu dan asap kendaraan bermotor adalah polutan yang umum
digunakan sebagai polutan yang dipakai pada penelitian ini. Sebagai pengganti
ketiga polutan ini digunakan NaCl sebagai garam-garaman, CaCO3 sebagai debu,
dan C (karbon) sebagai pengganti asap kendaraan bermotor. Selain itu juga akan
dianalisis pengaruh posisi isolator yang terpolusi terhadap distribusi tegangan
isolator rantai

I.3 Tujuan Penulisan

2
Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik
polutan terhadap isolator kaca dan menganalisis pengaruhnya terhadap distribusi
tegangan pada isolator rantai.

I.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi
kepada pembaca agar dapat mengetahui karakteristik polutan dan pengaruhnya
terhadap distribusi tegangan isolator rantai dimana isolator yang digunakan
berbahan kaca. Selain itu dapat digunakan sebagai kajian dalam penentuan
penggunaan isolator rantai berbahan kaca pada daerah-daerah yang terpolusi.

I.5 Batasan Masalah


Agar pembahasan Tugas Akhir ini terfokus pada pembahasan judul yang
telah disebutkan di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan
dibahas. Adapun batasan masalahnya adalah :
1. Pengaruh yang disebabkan oleh kapasitansi antara isolator-udara-menara (
C2 ) dan kapasitansi antara isolator-udara-konduktor transmisi ( C3 )
diabaikan.
2. Polutan yang cukup mewakili keadaan alam digunakan yaitu NaCl,
CaCO3, dan C dengan tingkat pengotoran ringan, sedang, dan berat sesuai
standar IEC 60050-815 : 2000 edisi 01.
3. Tidak memperhitungkan perataan distribusi tegangan pada isolator rantai
4. Isolator yang digunakan adalah isolator kaca.
5. Percobaan dilakukan menggunakan pembangkit tegangan AC dengan
menggunakan elektroda bola-bola standar pada laboratorium Teknik
Tegangan Tinggi FT-USU.

3
I.6 Metode Penulisan
Metode yang digunakan pada penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Studi literature
Yaitu dengan mempelajari buku referensi, jurnal, artikel dari internet, dan
bahan kuliah yang berkaitan dengan tugas akhir ini.
2. Diskusi
Yaitu berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing, asisten
Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Departemen Teknik Elektro dan
teman-teman sesama mahasiswa mengenai masalah-masalah yang timbul
selama penulisan tugas akhir ini berlangsung.
3. Studi lapangan
Melakukan pengujian di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Fakultas
Teknik USU.
4. Melakukan analisis

I.7 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini maka penulis


menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan
masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang isolator piring, penggolongan tingkat pengotoran,


isolator rantai, dan distribusi tegangan.

4
Bab III. Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang peralatan pengujian, bahan pengujian, variasi pengujian,dan
prosedur percobaan.

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil data eksperimen dan analisis data.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari tugas akhir dan saran
penulis kepada pembaca.

5
ABSTRAK

Penggunaan Isolator rantai pada jaringan transmisi ataupun distribusi


cenderung lebih murah dibandingkan isolator pin untuk sistem tegangan lebih dari
33kV. Selain itu isolator rantai memiliki tingkat fleksibel yang tinggi. Salah satu
isolator yang banyak digunakan adalah isolator berbahan kaca. Salah satu
keuntungannya adalah isolator ini relative lebih murah. Namun isolator kaca
memiliki kekurangan yakni memiliki sifat mengkondensir atau mengembun. Hal
ini menyebabkan polutan gampang menempel pada isolator kaca. Skripsi ini
dilakukan pengujian terhadap isolator rantai berbahan kaca dengan memberikan
polutan buatan. Isolator rantai pada transmisi tegangan tinggi yang terkontaminasi
akan mengakibatkan distribusi tegangan di masing-masing isolator berbeda.
Penelitiian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh polutan terhadap
distribusi isolator rantai berbahan kaca. Pengujian dilakukan terhadap bahan-
bahan seperti garam-garaman (NaCl), debu (CaCO3), dan Carbon sebagai polutan
asap kendaraan bermotor. Dimana tingkat pengotorannya terdiri dari
ringan,sedang dan berat yang pengukuran tingkat pengotorannya menggunakan
metode ESDD (Equivalent Salt Deposit Density). Dari penelitian yang dilakukan
dapat diperoleh kesimpulan antara lain, pengaruh polutan yang konduktif terhadap
isolator kaca mengakibatkan penurunan tahanan permukaan isolator. Namun
dengan nilai konduktivitas yang sama, karakteristik polutan mempengaruhi
terhadap lapisan pengotor yang terbentuk. Semakin tinggi daya rekat dan daya
higrokopis dari polutan tersebut, maka semakin merata polutan tersebar di
permukaan isolator. Persentase penurunan distribusi tegangan terbesar diketiga
bobot polusi yakni ringan,sedang, dan berat diakibatkan oleh polutan CaCO3.

i
ANALISIS PENGARUH POLUTAN PADA ISOLATOR KACA
TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN
ISOLATOR RANTAI

Oleh :

NAMA : JONES MILAN


N I M : 100402088

Tugas Akhir ini Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada
Departemen Teknik Elektro

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ABSTRAK

Penggunaan Isolator rantai pada jaringan transmisi ataupun distribusi


cenderung lebih murah dibandingkan isolator pin untuk sistem tegangan lebih dari
33kV. Selain itu isolator rantai memiliki tingkat fleksibel yang tinggi. Salah satu
isolator yang banyak digunakan adalah isolator berbahan kaca. Salah satu
keuntungannya adalah isolator ini relative lebih murah. Namun isolator kaca
memiliki kekurangan yakni memiliki sifat mengkondensir atau mengembun. Hal
ini menyebabkan polutan gampang menempel pada isolator kaca. Skripsi ini
dilakukan pengujian terhadap isolator rantai berbahan kaca dengan memberikan
polutan buatan. Isolator rantai pada transmisi tegangan tinggi yang terkontaminasi
akan mengakibatkan distribusi tegangan di masing-masing isolator berbeda.
Penelitiian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh polutan terhadap
distribusi isolator rantai berbahan kaca. Pengujian dilakukan terhadap bahan-
bahan seperti garam-garaman (NaCl), debu (CaCO3), dan Carbon sebagai polutan
asap kendaraan bermotor. Dimana tingkat pengotorannya terdiri dari
ringan,sedang dan berat yang pengukuran tingkat pengotorannya menggunakan
metode ESDD (Equivalent Salt Deposit Density). Dari penelitian yang dilakukan
dapat diperoleh kesimpulan antara lain, pengaruh polutan yang konduktif terhadap
isolator kaca mengakibatkan penurunan tahanan permukaan isolator. Namun
dengan nilai konduktivitas yang sama, karakteristik polutan mempengaruhi
terhadap lapisan pengotor yang terbentuk. Semakin tinggi daya rekat dan daya
higrokopis dari polutan tersebut, maka semakin merata polutan tersebar di
permukaan isolator. Persentase penurunan distribusi tegangan terbesar diketiga
bobot polusi yakni ringan,sedang, dan berat diakibatkan oleh polutan CaCO3.

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Pengaruh Polutan Pada
Isolator Kaca Terhadap Distribusi Tegangan Isolator Rantai”. Penulisan Tugas
Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah
membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu
Almarhum H.Simatupang dan S. Silaban, saudara kandung penulis, Iron Michael,
Kristy Merlin, Lorince Marlina dan Martines Minarwati, atas seluruh perhatian
dan dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan
baik.

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis
mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
dengan setulus hati penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Syahrawardi selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah
banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan,
bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir
ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk Beliau.
2. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, MT dan Yulianta Siregar ST. MT, selaku dosen
pembanding Tugas Akhir.
3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si, selaku Dosen Wali penulis sekaligus
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU.

ii
4. Bapak Rachmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro
FT USU.
5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Teknik Elektro, Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Teman-teman asisten di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi: Andi
Hidayat, Sandro Levi Panggabean,dan Memory Hidayat yang membantu
penulis saat melakukan pengujian.
7. Teman-teman stambuk 2010: Martua Nababan, Edy Sembiring, Marthin
Silalahi, Novenri Ambarita, Yehezkiel Naibaho, Afron Sianturi, Enda Duanta
Ginting, Reikson Parhusip, Doni Rico Manalu, Fontes Marpaung dan teman-
teman 2010 lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
8. Teman-teman clan COC “Elektro u-TH9” atas waktu yang diberikan untuk
menghibur .
9. Semua abang-kakak senior dan adik-adik junior yang telah mau berbagi
pengalaman dan motivasi kepada penulis.
10. Semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan
terima kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak luput dari kesalahan-
kesalahan, baik dari segi tata bahasa maupun dari segi ilmiah. Untuk itu, penulis
akan menerima dengan terbuka, segala saran dan kritik yang ditujukan untuk
memperbaiki Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca.

Medan, September
2015

Penulis

Jones Milan

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK .......................................................................................................... ( i )

KATA PENGANTAR .......................................................................................( ii )

DAFTAR ISI..................................................................................................... ( iv )

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ( viii )

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ( xi )

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................ 3


1.5 Batasan Masalah ......................................................................... 3

1.6 Metode Penulisan ........................................................................ 4

1.7 Sistematika Penulisan ................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolator Piring.............................................................................. 6


2.1.1 Umum ................................................................................ 6

iv
2.1.2 Konstruksi Isolator ............................................................. 7

2.1.3 Bahan Dielektrik Isolator ................................................... 9

2.1.4 Tahanan Permukaan ........................................................ 13

2.1.5 Isolator Terpolusi ............................................................. 16

2.2 Penggolongan Tingkat Pengotoran ........................................... 18

2.3 Isolator Rantai ............................................................................ 20

2.4 Distribusi Tegangan ................................................................. 21

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

3.1 Peralatan Pengujian ................................................................... 28

3.2 Bahan Pengujian ....................................................................... 32

3.3 Variasi Pengujian ...................................................................... 32

3.4 Prosedur Percobaan ................................................................... 33

3.4.1 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Bersih ............ 33


3.4.2 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi NaCl
dengan Tingkat Pengotoran Ringan .............................. 35
3.4.3 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi NaCl
dengan Tingkat Pengotoran Sedang.............................. 39
3.4.4 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi NaCl
dengan Tingkat Pengotoran Berat ................................. 39
3.4.5 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi CaCO3
dengan Tingkat Pengotoran Ringan .............................. 40
3.4.6 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi CaCO3
dengan Tingkat Pengotoran Sedang.............................. 40
3.4.7 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi CaCO3
dengan Tingkat Pengotoran Berat ................................. 41

v
3.4.8 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi C
dengan Tingkat Pengotoran Ringan .............................. 41
3.4.9 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi C
dengan Tingkat Pengotoran Sedang.............................. 42
3.4.10 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi C
dengan Tingkat Pengotoran Berat ................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan ESDD .................................................................... 43

4.2 Pengolahan Hasil Pengukuran Tegangan pada Jumlah Unit


Isolator ...................................................................................... 45

4.3 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan ................. 49

4.4 Analisis Bobot Polusi Masing-Masing Polutan ........................ 52

4.4.1 Perbandingan Polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan


Bobot Polusi Ringan ..................................................... 53
4.4.2 Perbandingan Polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan
Bobot Polusi Sedang ..................................................... 54
4.4.3 Perbandingan Polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan
Bobot Polusi Berat ........................................................ 55
4.5 Analisis Pengaruh Posisi Isolator yang Terpolusi Terhadap
Distribusi Tegangan ................................................................. 56
4.5.1. Analisis Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Normal
..................................................................................... 57
4.5.2. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Ringan
dengan Polutan NaCl .................................................. 58
4.5.3. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Sedang
dengan Polutan NaCl .................................................. 59
4.5.4. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Berat
dengan Polutan NaCl .................................................. 60
4.5.5. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Ringan
dengan Polutan CaCO3 ............................................... 62

vi
4.5.6. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Sedang
dengan Polutan CaCO3 ............................................... 63
4.5.7. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Berat
dengan Polutan CaCO3 ............................................... 64
4.5.8. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Ringan
dengan Polutan C ........................................................ 65
4.5.9. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Sedang
dengan Polutan C ........................................................ 67
4.5.10. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Berat
dengan Polutan C ........................................................ 68
4.6 Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah Unit
Isolator pada Kondisi Normal dan Terpolusi ............................ 69
4.6.1. Analisis Kondisi Normal............................................. 69
4.6.2. Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah
Unit Isolator Terpolusi Ringan Secara Merata
dengan Kondisi Normal .............................................. 70
4.6.3. Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah
Unit Isolator Terpolusi Sedang Secara Merata
dengan Kondisi Normal .............................................. 71
4.6.4. Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah
Unit Isolator Terpolusi Berat Secara Merata dengan
Kondisi Normal ........................................................... 72
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN......................................................................................................... 75

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Isolator Piring ............................................................ 7

Gambar 2.2(a) Isolator Piring Standar ................................................................. 8

Gambar 2.2(b) Isolator Piring Anti-Fog ............................................................... 8

Gambar 2.2(c) Isolator Piring Aerodinamis ......................................................... 8

Gambar 2.3(a) Isolator Porselin ......................................................................... 13

Gambar 2.3(b) Isolator Kaca .............................................................................. 13

Gambar 2.4 Komponen Arus Bocor pada Isolator......................................... 14

Gambar 2.5 Rangkaian Ekuivalen Arus Bocor Isolator ................................ 14

Gambar 2.6 Rangkaian Ekuivalen Isolator Mengabaikan Arus Volume....... 15

Gambar 2.7 Perpanjangan Sirip yang Terpasang pada Isolator Porselin ...... 18

Gambar 2.8 Isolator Rantai pada Saluran Transmisi ..................................... 20

Gambar 2.9 Susunan Isolator Piring Membentuk Kapasitansi ...................... 22

Gambar 2.10 Rangkaian Distribusi Tegangan Menggunakan Metode


Kirchoff ....................................................................................... 23

Gambar 2.11 Rangkaian Ekuivalen Distribusi Tegangan Isolator


Rantai dalam Kondisi Terpolusi ................................................. 25

Gambar 3.1 Trafo Uji ..................................................................................... 28

Gambar 3.2 Autotrafo .................................................................................... 29

Gambar 3.3 Tahanan Peredam ....................................................................... 29

Gambar 3.4 Multimeter.................................................................................. 29


Gambar 3.5 Barometer/humiditymeter digital ............................................... 30

Gambar 3.6 Elektroda Bola-Bola................................................................... 30

Gambar 3.7 Isolator Piring Kaca ................................................................... 31

Gambar 3.8 Conductivitymeter...................................................................... 31

Gambar 3.9 Rangkaian Percobaan ................................................................. 34

Gambar 3.10 Pengeringan Isolator Kaca yang terpolusi ................................. 35

Gambar 4.1 Isolator Terpolusi dengan Tingkat Bobot Polusi ....................... 52

Gambar 4.2(a) Isolator dengan Pengotor 50 gram NaCl .................................... 53

Gambar 4.2(b) Isolator dengan Pengotor 100 gram CaCO3 ............................... 53

Gambar 4.2(c) Isolator dengan Pengotor 80 gram C.......................................... 54

Gambar 4.3(a) Isolator dengan Pengotor 200 gram NaCl .................................. 55

Gambar 4.3(b) Isolator dengan Pengotor 500 gram CaCO3 ............................... 55

Gambar 4.3(c) Isolator dengan Pengotor 300 gram C........................................ 55

Gambar 4.4(a) Isolator dengan Pengotor 550 gram NaCl .................................. 56

Gambar 4.4(b) Isolator dengan Pengotor 900 gram CaCO3 ............................... 56

Gambar 4.4(c) Isolator dengan Pengotor 700 gram C........................................ 56

Gambar 4.5 Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal ................ 57

Gambar 4.6 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi


Normal vs Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan NaCl . 58

Gambar 4.7 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi


Normal vs Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan NaCl . 59

Gambar 4.8 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi


Normal vs Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan NaCl .... 60

ix
Gambar 4.9 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi
Normal vs Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan CaCO3...
.................................................................................................... 62

Gambar 4.10 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi


Normal vs Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan CaCO3
.................................................................................................... 63

Gambar 4.11 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi


Normal vs Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan CaCO3 . 64

Gambar 4.12 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi


Normal vs Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan C ....... 65

Gambar 4.13 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi


Normal vs Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan C ....... 67

Gambar 4.14 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi


Normal vs Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan C .......... 68

Gambar 4.15 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi
Normal ....................................................................................... 69

Gambar 4.16 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi
Terpolusi Ringan vs Kondisi Normal ........................................ 70

Gambar 4.17 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi
Terpolusi Sedang vs Kondisi Normal ........................................ 71

Gambar 4.18 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi
Terpolusi Berat vs Kondisi Normal ........................................... 72

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penggolongan Bobot Polusi Berdasarkan IEC 60050-815:2000


Edisi 01 ...................................................................................... 19

Tabel 2.2 Tingkat Polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan IEC 815
.................................................................................................... 19

Tabel 3.1 Faktor Koreksi Suhu .................................................................. 37

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Konduktivitas, Salinitas,dan ESDD ............. 43

Tabel 4.2 Kategori Bobot Polutan Isolator ................................................ 44

Tabel 4.3 Tegangan Tembus Bola Pada Kondisi Normal .......................... 45

Tabel 4.4 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
NaCl dengan Bobot Polusi Ringan ............................................ 45

Tabel 4.5 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
NaCl dengan Bobot Polusi Sedang ............................................ 46

Tabel 4.6 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
NaCl dengan Bobot Polusi Berat ............................................... 46

Tabel 4.7 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
CaCO3 dengan Bobot Polusi Ringan ......................................... 46

Tabel 4.8 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
CaCO3 dengan Bobot Polusi Sedang ......................................... 47

Tabel 4.9 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
CaCO3 dengan Bobot Polusi Berat ............................................ 47

Tabel 4.10 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
C dengan Bobot Polusi Ringan .................................................. 48

xi
Tabel 4.11 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
C dengan Bobot Polusi Sedang .................................................. 48

Tabel 4.12 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
C dengan Bobot Polusi Berat ..................................................... 48

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi


Isolator Terpolusi NaCl .............................................................. 51

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi


Isolator Terpolusi CaCO3 ........................................................... 51

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi


Isolator Terpolusi C ................................................................... 52

Tabel A.1 Pengukuran Nilai Konduktivitas dan Suhu Larutan .................... 7

xii

Anda mungkin juga menyukai