1 Air 111 27
8 80 gram C 181 27
= 0.0424 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.
= 0.0750 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi sedang.
= 0.153 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.
= 0.031 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.
= 0.1105 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.
= 0.376 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.
= 0.125 mg/cm2
Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kuffel, E., Zaengl, W dan Kuffel, J., High Voltage Engineering
fundamentals, secon d edition, Butterworth-Heinemann, 2000.
[3] Tobing, B.L., Dasar-Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi, Edisi Kedua,
Jakarta: Erlangga, 2012.
[6] Naidu, M. dan Kamaraju, V., High Voltage Engineering, second edition, The
McGraw-Hill Companies, Inc, 1996.
METODOLOGI PENGUJIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam Tugas
Akhir ini. Untuk meneliti pengaruh polutan terhadap isolator kaca pada distribusi
tegangan isolator rantai perlu dilakukan eksperimen. Eksperimen ini dilakukan di
laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Universitas Sumatera Utara.
28
Gambar 3.2 Autotrafo
29
• 1 unit barometer/humiditymeter digital seperti pada Gambar 3.5 .
Spesifikasinya : merek Lutron PHB 318; range tekanan 7,5 – 825,0
mmHg; range kelembapan 10 – 110 % RH; range suhu 0 – 50 ˚C.
• 5 unit isolator piring kaca dengan bentuk seperti pada Gambar 3.7.
Spesifikasinya : fog type profile dengan diameter 25cm dan luas
permukaannya 1300 cm2.
30
Gambar 3.7 Isolator Piring Kaca
• 1 unit Neraca
• 1 unit wadah berupa ember 10 liter
• 1 unit gelas ukur ukuran 1000mL
31
III.2 Bahan Pengujian
32
III.4 Prosedur Percobaan
33
Gambar 3.9 Rangkain Percobaan
34
III.4.2 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat
pengotoran ringan.
35
7. Untuk mengukur tingkat pengotoran sesuai standar IEC 60050-815
maka dilakukan pengukuran bobot polusi. Untuk mengukur bobot dari
polutan yang menempel pada permukaan isolator, dibutuhkan suatu
pengukuran bobot polusi dengan menggunakan metode ESDD (
Equivalent Salt Deposit Density ). Langkah – langkah untuk
menentukan nilai ESDD polutan pada suatu isolator adalah sebagai
berikut :
• Dimulai dengan pembuatan larutan pencuci yang terdiri dari air
ledeng dan 4 lembar kain kasa ( ukuran 4 cm x 4 cm )
dimasukkan dalam suatu wadah.
• Diukur konduktivitas dari larutan pencuci dan dihitung nilai
konduktivitas larutan pencuci isolator pada suhu 20˚C dengan
menggunakan Persamaan 3.1.
θ = Suhu larutan ( ˚C )
36
Tabel 3.1 Faktor Koreksi Suhu
θ ( ˚C ) B
5 0.03156
10 0.02817
20 0.02277
30 0.01905
D = salinitas ( mg/cm3 )
( �2 – � )
ESDD = � . �
1
(3.3)
37
Dalam hal ini :
Berat >0.1
8. Jika hasil dari perhitungan ESDD diluar batas bobot polusi ringan
maka, misalnya termasuk dalam tingkat bobot sedang ataupun berat,
maka data di atas dapat dipergunakan untuk bobot polusi isolator
sedang atau berat dan eksperimen untuk bobot polusi ringan dapat
diulangi kembali dengan mengurangi takaran garam semula.
38
III.4.3 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat
pengotoran sedang.
39
III.4.5 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat
pengotoran ringan.
40
III.4.7 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat
pengotoran berat.
41
III.4.9 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi karbon dengan tingkat
pengotoran sedang.
42
BAB IV
43
Lanjutan Tabel 4.1
Hasil dari perhitungan ESDD yang diperoleh dari Tabel 4.1 kemudian
dibandingkan dengan Tabel 3.2, sehingga diperoleh bahwa bobot dari polutan
yang menempel pada isolator adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.
44
IV.2 Pengolahan Hasil Pengukuran Tegangan pada Jumlah Unit Isolator
KONDISI NORMAL
Faktor Terminal Tegangan Tembus Bola Keadaan
No Koreksi Standar ( Vs = Vp/δ) kV V rata-rata Ket
(δ) A B Va Vb Vc
1 0.95 Pin 1 Pin 1 7.97 8.21 8.41 8.20 V0
2 0.95 Pin 1 Pin 2 16.23 15.94 16.11 16.09 V1
3 0.95 Pin 1 Pin 3 23.91 23.22 23.01 23.38 V2
4 0.95 Pin 1 Pin 4 30.90 30.77 29.98 30.55 V3
5 0.95 Pin 1 Pin 5 38.70 38.75 38.23 38.56 V4
6 0.95 Pin 1 Cap 5 46.22 45.92 46.02 46.05 V5
Tabel 4.4 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan
Bobot Polusi Ringan
45
Tabel 4.5 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan
Bobot Polusi Sedang
Tabel 4.6 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan
Bobot Polusi Berat
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 8.01 16.21 23.56 30.22 37.11 42.65
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.21 16.21 23.56 30.22 35.01 39.22
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 8.33 16.21 23.56 27.32 32.21 36.11
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 7.97 16.21 19.61 23.55 28.41 32.51
5 Ke lima Isolator 0.95 8.21 13.06 17.21 22.05 25.93 29.91
Tabel 4.7 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan
Bobot Polusi Ringan
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 7.56 15.67 23.01 30.11 37.71 44.12
46
Lanjutan Tabel 4.7
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
2 Isolator 5 dan 4 0.95 7.67 15.67 23.01 30.11 36.8 42.87
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.89 15.67 23.01 28.64 34.78 40.16
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 8.01 15.67 21.14 26.12 31.88 36.56
5 Ke lima Isolator 0.95 7.66 13.41 17.95 23.31 28.85 34.30
Tabel 4.8 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan
Bobot Polusi Sedang
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.96 7.91 15.59 22.90 29.55 37.17 42.07
2 Isolator 5 dan 4 0.96 8.23 15.59 22.90 29.55 33.47 36.48
3 Isolator 5,4,dan 3 0.96 7.81 15.59 22.90 26.62 30.33 33.70
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.96 7.92 15.59 19.41 24.13 28.01 31.91
5 Ke lima Isolator 0.96 7.56 11.58 16.05 20.50 25.45 29.35
Tabel 4.9 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan
Bobot Polusi Berat
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) Kv
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.96 8.27 16.01 23.22 30.51 37.17 39.77
2 Isolator 5 dan 4 0.96 8.29 16.01 23.22 30.51 31.54 34.53
3 Isolator 5,4,dan 3 0.96 8.11 16.01 23.22 25.73 29.51 31.77
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.96 8.12 16.01 18.77 21.40 24.26 27.43
5 Ke lima Isolator 0.96 8.07 10.88 14.74 18.01 21.67 25.57
47
Tabel 4.10 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot
Polusi Ringan
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 7.97 15.97 23.62 31.29 38.33 44.31
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.01 15.97 23.62 31.29 37.51 42.82
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.87 15.97 23.62 30.01 35.22 40.11
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 8.21 15.97 21.22 26.92 32.51 37.25
5 Ke lima Isolator 0.95 7.98 14.35 19.25 24.31 29.84 35.18
Tabel 4.11 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot
Polusi Sedang
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 7.81 16.01 23.22 30.11 38.41 43.00
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.10 16.01 23.22 30.11 36.43 40.87
3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.96 16.01 23.22 28.33 33.47 37.57
4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 7.83 16.01 21.24 26.01 30.05 34.01
5 Ke lima Isolator 0.95 7.73 13.85 18.25 21.21 28.19 32.18
Tabel 4.12 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot
Polusi Berat
Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar
Isolator Faktor
NO (Vs = Vp/δ) kV
Terpolusi ke-n Koreksi (δ)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
1 Isolator 5 0.95 8.01 16.02 23.01 30.15 38.31 40.21
2 Isolator 5 dan 4 0.95 8.11 16.02 23.01 30.15 34.01 37.87
48
Lanjutan Tabel 4.12
�1 −��
��1 = �100% (4.1)
�� −��
�2 −��
��1 + ��2 = �100% (4.2)
�� −��
�3 −��
��1 + ��2 + ��3 = �100% (4.3)
�� −��
�4 −��
��1 + ��2 + ��3 + ��4 = �100% (4.4)
�� −��
��5 =
100% − ( ��1 + ��2 + ��3 + ��4 ) (4.5)
49
Keterangan:
��. ��%
23,49−8.20
��2 = 46.02−8.20 �100% − (20.85%) =
��. ��%
30,66−8.20
��3 = 46.02−8.20 �100% − (20.85% + 19.26%) =
��. ��%
38,03−8.20
��4 = 46.02−8.20 �100% − (20.85% + 19.26% + 18.94%) =
��. ��%
��5 = 100% − (20.85% + 19.26% + 18.94% + 21.16%) =
��. ��%
50
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi
NaCl
Bobot Polusi
Isolator
Ringan Sedang Berat
NO Terpolusi ke
V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5
–n
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
1 5 21.8 16.0 18.4 23.1 20.7 22.5 19.1 18.7 22.1 17.7 23.7 21.2 19.2 19.9 16
2 5 dan 4 22.4 16.9 19.5 20.8 20.3 25.2 20.9 20.4 21.8 14.6 25.8 23.7 21.5 15.5 13.6
3 5,4,dan 3 25.1 18.6 16.6 20.4 19.3 27.6 23.2 17.8 17.7 13.7 28.4 26.5 13.5 17.6 14
4 5,4,3,dan 2 27.1 17.1 16.4 19.9 19.5 29.4 19.9 16.2 17.4 13.5 33.6 13.9 16.1 19.8 16.7
5 Kelima Isolator 24.3 20.9 16.5 19.8 18.8 26.7 19.8 18.2 18.6 16.7 22.9 19.6 22.9 18.3 18.8
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi
CaCO3
Bobot Polusi
Isolator
Ringan Sedang Berat
NO Terpolusi
V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5
ke – n
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
1 5 21.9 20.4 19.4 20.8 17.5 23.2 22.0 20.0 23 14.5 26.4 24.6 24.9 22.7 8.9
2 5 dan 4 22.4 21.1 20.2 19.0 17.2 26.1 25.9 23.5 13.9 10.7 29.4 27.5 27.8 7.7 7.6
3 5,4,dan 3 24.1 22.8 17.5 19.0 16.7 28.9 27.2 13.8 13.8 12.5 33.4 30.5 10.6 15.9 9.5
4 5,4,3,dan 2 26.8 19.2 17.4 20.2 16.4 32 16 19.7 16.2 16.3 40.9 14.3 13.6 14.8 16.4
5 Kelima Isolator 21.6 17.0 20.1 20.8 20.5 18.5 20.5 20.4 22.7 17.9 16.1 22.1 18.7 20.9 22.3
51
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi
C
Bobot Polusi
Isolator
Ringan Sedang Berat
NO Terpolusi
V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5 V1 V2 V3 V4 V5
ke – n
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
1 5 22.0 21.1 21.1 19.4 16.5 23.3 20.5 19.6 23.6 13.1 24.8 21.6 22.1 25.3 5.9
2 5 dan 4 22.9 22 22 17.9 15.3 24.1 22 21 19.3 13.6 26.6 23.5 24 12.8 12.8
3 5,4,dan 3 25.1 23.7 19.8 16.2 15.2 27.2 24.4 17.3 17.4 13.9 30.1 26.2 18.6 12.2 12.9
4 5,4,3,dan 2 26.7 18.1 19.6 19.3 16.3 31.3 20 18.2 15.4 15.1 34 16 16 17.5 16.5
5 Kelima Isolator 23.4 18 18.6 20.3 19.6 26.1 18.8 21.4 18.6 15.4 20.6 23 16.8 20.4 19.4
1000
900 900
800
700 700
600
550
500 500 NaCl
400 CaCO3
300 300 C
200 200
100 100
80
50
0
Ringan Sedang Berat
Bobot Polusi
52
besar nilai bobot polusi maka semakin besar pula penambahan polutan pada
larutan pengotor. Besarnya bobot polusi ditentukan dari seberapa konduktifnya
larutan pencuci isolator.
IV.4.1 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi ringan
(a) (b)
53
(c)
Gambar 4.2 (a) Isolator dengan Pengotor 50 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor 100
gram CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 80 gram C
IV.4.2 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi sedang
Dari Gambar 4.1 diperoleh bahwa untuk memperoleh bobot polusi sedang
yaitu 0.06-0.1 dibutuhkan penambahan NaCl 200 gram, CaCO3 500 gram, dan C
300 gram pada larutan pengotor. Sama halnya dengan bobot polusi ringan NaCl
merupakan polutan yang paling kecil penambahannya. Namun penumpukan NaCl
pada isolator uji masih berada pada pinggir isolator dan hanya berupa lapisan
tipis. Berbeda dengan CaCO3, polutan ini menempel merata pada permukaan.
Sehingga penurunan tahanan isolator merata diisolator uji dan memperpendek
jarak rambat isolator uji. Sedangkan pada isolator uji yang terpolusi C terjadi
penumpukan yang padat dibagian pinggir isolator dan lapisan tipis dibagian
tengah hingga cap isolator. Sehingga penurunan tahanan permukaan dan
memendeknya jarak rambat isolator terjadi di bagian pinggir isolator. Berikut ini
adalah isolator piring kaca yang terpolusi NaCl, CaCO3, dan C di tunjukkan pada
Gambar 4.2 (a), (b), dan (c).
54
(a) (b)
(c)
Gambar 4.3 (a) Isolator dengan Pengotor 200 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor
500 CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 300 gram C
IV.4.3 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi berat
Dari Gambar 4.1 diperoleh bahwa untuk memperoleh bobot polusi berat,
yaitu >0.1 dibutuhkan masing-masing 550 gram NaCl, 900 gram CaCO3, dan 700
gram C. Sama halnya dengan terpolusi ringan dan sedang, penambahan NaCl
pada isolator terpolusi berat merupakan yang terkecil namun lapisan yang
terbentuk hampir merata disekitar permukaan isolator. Sedangkan polutan CaCO3
dan C mengakibatkan lapisan yang tersebar merata dan tebal di permukaan
isolator. Berikut ini adalah isolator piring kaca yang terpolusi NaCl, CaCO3, dan
C di tunjukkan pada Gambar 4.3 (a), (b), dan (c).
55
(a) (b)
(c)
Gambar 4.4 (a) Isolator dengan Pengotor 550 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor
900 CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 700 gram C
Nilai dari kapasitansi C1, C2, dan C3 sulit untuk dihitung sehingga
perhitungan tegangan pada setiap unit isolator hasilnya kurang akurat. Oleh
karena itu distribusi tegangan pada isolator rantai biasanya ditentukan dengan
percobaan di laboratorium. Namun pada percobaan di laboratorium nilai C2 dan
C3 diabaikan disebabkan arus bocor yang terjadi sangat kecil sehingga komponen
kapasitansi yang diperhatikan adalah C1.
56
Berdasarkan penurunan rumus pada persamaan 2.15 dapat dibuktikan
bahwa dengan turunnya nilai R mengakibatkan impedansi isolator akan menjadi
berkurang. Dengan mengasumsikan bahwa arus pada masing masing isolator
sama, maka nilai tegangan pikul yang dimiliki isolator didapatkan dengan
menggunakan persamaan :
�=��� (4.11)
Kondisi Normal
11
% Distribusi Tegangan x Vt
10
9
8
7
6
(kV)
5 Kondisi
4 Normal
3
2
1
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
57
Dilihat dari Gambar 4.5, tegangan setiap unit isolator hampir merata. Hal
ini disebabkan isolator yang digunakan seragam sehingga tegangan yang dipikul
masing-masing isolator hampir sama.
IV.5.2 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi ringan dengan polutan NaCl
9 ke-5
8
Isolator Terpolusi
7 ke-5 dan 4
6
(kV)
Isolator Terpolusi
5
ke-5, 4, dan 3
4
Isolator Terpolusi
3
ke 5, 4, 3, dan 2
2
Semua Isolator
1
Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.6 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator
yang Terpolusi Ringan oleh Polutan NaCl
Dilihat dari Gambar 4.6, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
58
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
32.45 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
27.33 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
26.42 % dari isolator pada kondisi normal.
IV.5.3 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi sedang dengan polutan NaCl
9 Isolator Terpolusi
8 ke-5
7 Isolator Terpolusi
(kV)
ke-5 dan 4
6
5 Isolator Terpolusi
ke-5, 4, dan 3
4
Isolator Terpolusi
3
ke 5, 4, 3, dan 2
2
Semua Isolator
1 Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.7 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator
yang Terpolusi Sedang oleh Polutan NaCl
Dilihat dari Gambar 4.7, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
59
• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 8.75
% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan drastis pada kondisi semua isolator
terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 26.63 % dari
isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 34.97 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 37.41 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
48.13% dari isolator pada kondisi normal.
IV.5.4 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi berat dengan polutan NaCl
9 ke-5
8
Isolator Terpolusi
7
ke-5 dan 4
6
(kV)
5 Isolator Terpolusi
ke-5, 4, dan 3
4
3 Isolator Terpolusi
2 ke 5, 4, 3, dan 2
1 Semua Isolator
0 Terpolusi
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.8 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator
yang Terpolusi Berat oleh Polutan NaCl
60
Dilihat dari Gambar 4.8, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
61
VI.5.5 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi ringan dengan polutan
CaCO3
9 Isolator
8 Terpolusi ke-5
7
Isolator
(kV)
6 Terpolusi ke-5
5 dan 4
4 Isolator
Terpolusi ke-
3
5, 4, dan 3
2 Isolator
1 Terpolusi ke
5, 4, 3, dan 2
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.9 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator
yang Terpolusi Ringan oleh Polutan CaCO3
Dilihat dari Gambar 4.9, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
62
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3, dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 34.21% dari isolator pada kondisi normal.
9 Isolator Terpolusi
ke-5
8
7 Isolator Terpolusi
ke-5 dan 4
6
(kV)
5 Isolator Terpolusi
ke-5, 4, dan 3
4
3 Isolator Terpolusi
ke 5, 4, 3, dan 2
2
Semua Isolator
1
Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.10 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan CaCO3
Dilihat dari Gambar 4.10, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi
turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
63
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 46.67 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 46.85% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
42.43% dari isolator pada kondisi normal
IV.5.7 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi berat dengan polutan CaCO3
9
ke-5
8
7 Isolator Terpolusi
ke-5 dan 4
6
(kV)
5 Isolator Terpolusi
ke-5, 4, dan 3
4
3 Isolator Terpolusi ke
5, 4, 3, dan 2
2
1 Semua Isolator
Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.11 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan CaCO3
Dilihat dari Gambar 4.11, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
64
• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
57.19 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase
tegangan adalah 55.75% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 61.35 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5 dan 4. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 72.76% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5 dan 4. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 71.16% dari isolator pada kondisi normal.
Isolator Terpolusi
9
ke-5
8
Isolator Terpolusi
7
ke-5 dan 4
6
(kV)
Isolator Terpolusi
5 ke-5, 4, dan 3
4 Isolator Terpolusi ke
3 5, 4, 3, dan 2
2 Semua Isolator
1 Terpolusi
0
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.12 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan C
65
Dilihat dari Gambar 4.12, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
66
IV.5.9 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi sedang dengan polutan C
9
5
8
7 Isolator Terpolusi ke-
5 dan 4
6
(kV)
Dilihat dari Gambar 4.13, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
67
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
45.61% dari isolator pada kondisi normal.
9 ke-5
8
Isolator Terpolusi
7 ke-5 dan 4
6
(kV)
Isolator Terpolusi
5
ke-5, 4, dan 3
4
3 Isolator Terpolusi ke
5, 4, 3, dan 2
2
1 Semua Isolator
0 Terpolusi
Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)
Posisi Isolator
Gambar 4.14 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs
Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan C
Dilihat dari Gambar 4.14, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun
dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing
masing-masing isolator yakni:
68
• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah
45.64 % dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5,4, dan 3. Besar penurunan persentase tegangan
adalah 56.53% dari isolator pada kondisi normal.
• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi
isolator yang terpolusi ke 5. Besar penurunan persentase tegangan adalah
72.01% dari isolator pada kondisi normal.
kV Kondisi Normal
50
45
40
35
Kondisi…
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5
Jumlah Unit Isolator
Gambar 4.15 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Normal
69
VI.6.2 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi
ringan secara merata dengan kondisi normal.
Gambar 4.16 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi
Ringan vs Kondisi Normal
Dilihat dari Gambar 4.16, tegangan yang dipikul jumlah unit isolator pada
kondisi terpolusi mengalami penurunan dari kondisi normal. Dari grafik terlihat
bahwa penurunan distribusi tegangan terbesar terjadi pada polutan CaCO3 dan
yang terkecil adalah NaCl. Selain besarnya nilai konduktivitas dari suatu
polutan,yang dapat menyebabkan penurunan distribusi tegangan ini disebabkan
karena daya rekat polutan dan daya polutan tersebut dalam menyerap air. CaCO3
memiliki daya higroskopis yang cukup tinggi sehingga CaCO3 dapat menyerap air
lebih banyak dibandingkan dengan C dan NaCl. Besar penurunan tegangan untuk
seluruh unit isolator yang terpolusi ringan yakni : 25.51 % untuk CaCO3, 23.6 %,
dan 22.45% untuk C dan NaCl.
70
IV.6.3 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi
sedang secara merata dengan kondisi normal
15 Terpolusi C
10
5
0
1 2 3 4 5
Jumlah Unit Isolator
Gambar 4.17 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi
Sedang vs Kondisi Normal
Dilihat dari Gambar 4.17, tegangan yang dipikul jumlah unit isolator pada
kondisi terpolusi mengalami penurunan dari kondisi normal. Dari grafik terlihat
bahwa penurunan distribusi tegangan terbesar terjadi pada polutan CaCO3 dan
yang terkecil adalah NaCl. Besar penurunan tegangan untuk seluruh unit isolator
yang terpolusi ringan yakni : 36.26 % untuk CaCO3, 30.11 %, dan 28.71% untuk
C dan NaCl.
71
IV.6.4 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi
berat secara merata dengan kondisi normal
Gambar 4.18 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi Berat
vs Kondisi Normal
Dilihat dari Gambar 4.18, tegangan yang dipikul jumlah unit isolator pada
kondisi terpolusi mengalami penurunan dari kondisi normal. Dari grafik terlihat
bahwa penurunan distribusi tegangan terbesar terjadi pada polutan CaCO3 dan
yang terkecil adalah NaCl. Besar penurunan tegangan untuk seluruh unit isolator
yang terpolusi ringan yakni : 44.47 % untuk CaCO3, 38.74 %, dan 35.05% untuk
C dan NaCl.
72
BAB V
V.1 KESIMPULAN
V.2 SARAN
73
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 Umum
6
sakelar pemisah, pendukung konduktor penghubung dan penggantung rel daya.
Pada panel pembagi daya, rel dengan rel dipisahkan oleh udara, sedangkan rel
dengan kerangka pendukung dipisahkan oleh isolator.
Isolator pada umumya memiliki tiga bagian utama yaitu bahan dielektrik,
kap (cap), dan fitting seperti terlihat pada Gambar 2.1. Selain itu juga terdapat
semen yang berfungsi sebagai bahan perekat yang merekatkan ketiga bagian ini.[2]
7
(a) (b)
(c)
Gambar 2.2 (a) Isolator Piring Standar [1](b) Isolator Piring Anti-fog[1] (c) Isolator Piring
Aerodinamis[1]
• Isolator dengan desain standar (Gambar 2.2a). Isolator ini digunakan pada
daerah dengan bobot polusi rendah seperti di daerah yang kerapatan
penduduknya dan tidak ada industri.
• Isolator piring dengan desain anti-fog (Gambar 2.2b). Isolator ini
dirancang memiliki lekukan yang lebih dalam untuk memperpanjang jarak
rambat arus, digunakan pada daerah dengan bobot polusi tinggi seperti di
daerah industry berat.
• Isolator piring dengan desain aerodinamis (Gambar 2.2c). Isolator ini
dirancang memiliki permukaan yang licin sehingga polutan lebih sulit
menempel pada permukaannya. Isolator ini biasa digunakan pada daerah
gurun.
8
• Setiap lubang pada bahan isolasi, harus memiliki sumbu yang
sejajar dengan sumbu memanjang atau sumbu tegak isolator.
Lubang dibuat pada temperatur penempaan isolator.
• Tidak memiliki lekukan yang runcing agar pada isolator tidak
terjadi medan elektrik yang tinggi.
• Permukaan isolator harus licin dan bebas dari partikel-partikel
runcing.
• Untuk menghindari terjadinya peluahan sebagian, maka isolator
tidak boleh mengandung rongga udara.
• Tidak ada resiko meledak dan pecah.
• Dimensi sirip dan jarak rambat diatur sedemikian sehingga isolator
mudah dibersihkan. Pembersihan dimaksud adalah pembersihan
secara alami oleh hujan atau pembersihan rutin. Kedua
pembersihan tersebut adalah dalam rangka membuang bahan
polutan yang menempel pada permukaan isolator.
• Jarak rambat isolator harus diperbesar, jika isolator dipasang pada
kawasan yang dihuni banyak burung.
• Bahan perekat harus memiliki kekuatan adhesi yang tinggi.
9
1. Bahan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.
2. Bahan isolasi yang ekonomis, tanpa mengurangi kemampuannya
sebagai isolator. Sebab makin berat dan besar ukuran isolator tersebut
akan mempengaruhi beban penyangga pada sebuah tiang listrik.
3. Bahan yang terbuat dari bahan padat, seperti : porselin, gelas, mika,
ebonit, keramik, parafin, kuarts, dan veld spaat.
Ada dua jenis bahan isolator yang paling sering digunakan pada isolator
yaitu berbahan porselin/keramik dan gelas/kaca seperti pada Gambar 2.3 :[2]
1. Porselen
Bahan isolator porselin terdiri dari bahan campuran tanah porselin,
kwarts, dan veld spat, yang bagian luarnya dilapisi dengan glazuur
agar bahan isolator tidak berpori. Dengan lapisan glazuur permukaan
isolator menjadi licin dan berkilat, sehingga tidak menghisap air.
Kekuatan mekanik dari isolator porselin ini bergantung terhadap cara
pembuatannya. Kemampuan mekanis suatu porselen standar dengan
diameter 2-3 cmadalah 45.000 kg/cm2 untuk beban tekan; 700kg/cm2
untuk beban tekuk dan 300 kg/cm2 untuk beban tarik. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa porselen adalah bahan yang memiliki kemampuan
mekanik yang sangat baik pada beban tekan. Kekuatan mekanik dari
porselen akan berkurang jika dilakukan penambahan luas penampang
porselen. Sedangkan kemampuan dielektrik porselin dengan tebal 1,5
mm memiliki kekuatan dielektrik sebesar 22-28 kVrms/mm. Jika tebal
dielektrik bertambah maka kemampuan dielektrik bahan berkurang.
Hal ini terjadi karena medan elektriknya tidak seragam. Bila tebal
bertambah dari 10 mm menjadi 30 mm kekuatan dielektrik berkurang
dari 80 kVrms/mm menjadi 55 kVrms/mm. Kekuatan dielektrik
porselen pada tegangan impuls adalah 50- 70 % lebih tinggi daripada
kekuatan dielektrik pada frekuensi daya.
10
Keuntungan dari penggunaan isolator berbahan porselin ini adalah :
a. Terbuat dari dari bahan campuran tanah porselin, kwarts, dan veld
spaat,
b. Bagian luarnya dilapisi dengan bahan glazuur agar bahan isolator
tersebut tidak berpori-pori. Dengan lapisan glazuur ini permukaan
isolator menjadi licin dan berkilat, sehingga tidak dapat mengisap air.
c. Dapat dipakai dalam ruangan yang lembab maupun di udara terbuka.
d. Memiliki sifat tidak menghantar (non conducting) listrik yang tinggi,
dan memiliki kekuatan mekanis yang besar.
e. Dapat menahan beban yang menekan serta tahan akan perubahan-
perubahan suhu.
f. Memiliki kualitas yang lebih tinggi dan tegangan tembusnya (voltage
gradient) lebih besar, sehingga banyak disukai pemakaiannya untuk
jaringan distribusi primer. Kadang-kadang kita jumpai isolator
porselin ini pada jaringan distribusi sekunder, tetapi ukurannya lebih
kecil.
11
2. Gelas
12
disekelilingnya. Tetapi bila isolator gelas ini mengandung campuran
dari bahan lain, maka suhunya akan turun.
(a) (b)
Gambar 2.3 Isolator (a) Porselen (b) Kaca
II.1.4 Tahanan permukaan
Jika tegangan yang dipikul isolator adalah tegangan AC, maka selain
kedua jenis arus tersebut, pada isolator juga mengalir arus kapasitif. Arus kapasitif
terjadi karena adanya kapasitansi yang dibentuk isolator dengan elektroda. Pada
Gambar 2.4 ditunjukkan arus permukaan, arus volume dan arus kapasitif yang
mengalir pada suatu isolator.
13
Gambar 2.4 Komponen Arus Bocor pada Isolator.
Keterangan:
14
Adapun arus bocor yang mengalir melalui suatu isolator adalah :
�� = �� + �� + �� (2.1)
�� = �� + �� (2.2)
15
II.1.5 Isolator terpolusi
Isolator akan dilapisi oleh polutan baik berada pada ruang terbuka maupun
tertutup. Polutan ini dapat mempengaruhi konduktivitas permukaan dari isolator
tersebut sehingga dapat menyebabkan kegagalan isolasi. Berdasarkan sifatnya
polutan terdiri dari :
16
Polutan yang terbentuk biasanya bukan hanya berasal dari keadaaan alam
namun bebereapa polutan terbentuk dari sisa aktivitas makhluk hidup. Beberapa
jenis polutan yang sangat berpengaruh terhadap tahanan permukaan isolator : [1]
• Garam. Garam ini dapat berasal dari udara yang berhembus dari laut dan
yang berasal dari zat kimia di jalanan yang menguap.
• Limbah pabrik dalam bentuk gas seperti karbon dioksida, klorin dan
sulfur oksida dari pabrik kimia dan sebagainya.
• Kotoran burung.
• Pasir di daerah gurun.
Pencucian
Isolator pada saluran maupun pada gardu induk dapat dicuci dalam
keadaan tidak bertegangan maupun saat bertegangan. Pencucian dapat
dilakukan secara otomatis dan manual seperti dengan menggunakan
helikopter. Untuk pencucian dalam keadaan bertegangan, ada 2 syarat
yang harus diperhatikan yaitu:
1. Air yang digunakan adalah air murni tanpa mineral
danmemiliki tahanan jenis lebih besar dari 50.000 O cm.
2. Urutan pencucian harus dimulai dari bawah ke atas untuk
mencegah terkumpulnya polutan.
Pelapisan (greasing/coating)
Salah satu metode untuk mencegah kegagalan isolasi pada isolator
adalah dengan melapisi permukaan isolator dengan lapisan minyak.
17
Keuntungan dari metode ini adalah mendapatkan sifat hidrofobik, yaitu
sifat bahan yang membuat permukaannya tetap kering karena air sulit
untuk menempel pada permukaannya. Bahan yang bersifat hidrofobik
yaitu minyak dan lilin. Keuntungan lainnya dari metode ini adalah
terperangkapnya atau terikatnya polutan oleh minyak dan mencegah
polutan ini basah akibat embun. Minyak yang digunakan terbuat dari
silikon atau hidrokarbon. Kekurangan metode ini adalah harus mengganti
minyak yang telah lama digunakan, biasanya dilakukan setiap tahun.
Perpanjangan sirip (extender shed)
Sirip isolator diperpanjang dengan bahan polimer seperti di
tunjukkan pada Gambar 2.7. Perpanjangan sirip ini dipasangkan pada sirip
isolator dengan menggunakan perekat dan tidak boleh ada celah udara di
antara sirip porselin dengan sirip tambahan karena akan menyebabkan
peluahan sebagian pada celah udara ini yang akan merusak polimer dan
isolator. Selain memperpanjang jarak rambat, perpanjangan sirip ini
memudahkan air yang membawa polutan akibat hujan atau embun untuk
mengalir dari permukaan isolator.
Tambahan Polimer
Sirip Porselin
Gambar 2.7 Perpanjangan Sirip yang Terpasang pada Isolator Porselin [1]
18
kemudian disetarakan dengan bobot garam dalam larutan air yang
konduktivitasnya sama dengan konduktivitas polutan tersebut.
Tabel 2.1 Penggolongan Bobot Polusi Berdasarkan IEC 60050-815: 2000 Edisi 01
Berat >0.1
Selain standar diatas, IEC 815 juga menentukan bobot polusi dengan
metode ESDD dan tinjauan lapangan. Penentuan tingkat bobot polusi isolator
dengan metode tinjauan lapangan ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 Tingkat Polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan IEC 815 [2][1]
19
Lanjutan Tabel 2.2
20
Keuntungan penggunaan isolator rantai adalah :[4]
1. Biaya instalasi isolator rantai cenderung lebih murah dari isolator pin
untuk sistem dengan tegangan lebih dari 33kV.
2. Setiap unit isolator piring dirancang untuk bekerja pada tegangan
rendah. Sehingga dapat disusun agar dapat mengisolir tegangan
kerja.
3. Jika salah satu isolator piring pada suatu renteng isolator rantai
rusak. Maka kita hanya perlu mengganti isolator piring tersebut
dengan isolator yang baru.
4. Karena tersusun dari beberapa isolator piring maka isolator rantai
memiliki tingkat fleksibel yang tinggi sehingga dapat mengayun
mengikutikabel transmisi.
5. Dengan bertambahnya permintaan akan jaringan transmisi, akan
lebih menguntungkan jika menigkatkan suplai daya dengan
menaikkan tegangan transmisi. Karena tegangan transmisi naik maka
isolator pendukung yang ada juga harus disesuaikan. Dimana isolator
rantai dapat dengan mudah dinaikkan kapasitasnya dengan
menambahkan jumlah isolator piringnya.
6. Isolator rantai biasanya dipasangkan pada menara baja. Dimana
isolator rantai berada dibawah crossarm sehingga secara tidak
langsung kabel transmisi mendapatkan proteksi terhadap petir.
Isolator rantai terdiri dari beberapa isolator piring yang disusun menjadi
satu rentengan. Dimana setiap unit isolator membentuk suatu susunan “konduktor-
dielektrik-konduktor”. Oleh karena itu suatu isolator dapat juga dianggap sebagai
suatu kapasitor. Dan jika permukaan isolator kotor, maka akan muncul suatu
resistansi yang parallel dengan kapasitansi isolator. Jika beberapa isolator piring
21
disusun menjadi isolator rantai, maka akan dijumpai tiga kelompok susunan
“konduktor-dielektrik-konduktor” , masing-masing dibentuk oleh :[2] [3]
Logam Logam
Logam
Menara
Logam
Logam
22
metode Hukum Kirchoff. Rangkaian ekuivalen isolator rantai untuk menghitung
distribusi tegangan diperlihatkan pada Gambar 2.10.
Jika tegangan pada suatu kapasitor C adalah V dan frekuensi tegangan itu
adalah f, maka arus pada suatu kapasitor adalah ic =2πfCV. Dengan demikian,
persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
23
�1 �1 + �3 (��� − �1 ) = �2 �1 + �1 �2 (2.5)
Atau,
Atau,
��� = �1 + �2 + �3 + ⋯ + �� (2.10)
24
Sehingga ada n persamaan dengan n tegangan (V) yang tidak diketahui. Dengan
demikian, V1, V2, V3,..........,V(n-1) dan Vn dapat dihitung. Namun jika isolator ini
terpolusi maka akan muncul nilai tahanan yang parallel dengan nilai kapasitansi .
Gambar 2.11 Rangkaian Ekuivalen Distribusi Tegangan Isolator Rantai Dalam Kondisi
Terpolusi
Rangkaian isolator yang terpolusi seperti pada Gambar 2.11 dimana nilai
kapasitansi dan resistansinya paralel sehingga impedansi total yang terdapat pada
isolator dapat diturunkan menjadi :
1 1 1
= + (2.11)
� �� �
��. �
�= (2.12)
�� + �
1
��� . �
�= (2.13)
1
��� + �
25
�
�= (2.14)
1 + ���. �
�
�= (2.15)
1 + �2��� . �
�� = � . ℎ (2.16)
�
�� = (2.17)
ℎ
�
� = �. (2.18)
�
��
�� = � (2.19)
�[(� + ℎ)2 − � 2 ]
��
�� = � (2.20)
�(2�ℎ + ℎ2 )
��
�� = �� ℎ (2.21)
2��ℎ
26
��
�� = �� ℎ (2.22)
2��
� = � �� (2.23)
0
�
��
� = �� � (2.24)
2��
0
�
��
� = �� � (2.25)
��
0
�
���� = (2.26)
� ��
∫0 ��
�� �
�= (2.27)
�����
�
��
�� = � (2.28)
0 ��
27
BAB I
PENDAHULUAN
1
ini mengurangi tahanan permukaan isolator berkurang, sehingga kekuatan
dielektrik isolator berkurang. Jika tegangan yang dipikul isolator lebih besar
dibanding kekuatan dielektrik isolator maka akan terjadi peristiwa flashover yang
mampu mengakibatkan isolator retak dan pecah. Jika hal ini terjadi maka
tegangan yang dipikul isolator rantai akan naik dan satu per satu isolator lainnya
retak atau bahkan pecah. Oleh karena itu, perlu adanya perlu adanya perhitungan
khusus terhadap pemilihan isolator yang dipengaruhi oleh polutan.
Dalam beberapa jurnal ilmiah yang telah beredar banyak mengupas
mengenai distribusi tegangan dengan menggunakan simulasi komputer
menggunakan aplikasi seperti MATLAB, akan tetapi untuk menentukan nilai
distribusi tegangan yang terjadi pada isolator yang terpolusi lebih baik dilakukan
pengujian di laboratorium. Penulis memilih melakukan pengujian dalam
menghitung distribusi tegangan yang dipengaruhi oleh polutan pada isolator
rantai.
2
Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik
polutan terhadap isolator kaca dan menganalisis pengaruhnya terhadap distribusi
tegangan pada isolator rantai.
3
I.6 Metode Penulisan
Metode yang digunakan pada penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Studi literature
Yaitu dengan mempelajari buku referensi, jurnal, artikel dari internet, dan
bahan kuliah yang berkaitan dengan tugas akhir ini.
2. Diskusi
Yaitu berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing, asisten
Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Departemen Teknik Elektro dan
teman-teman sesama mahasiswa mengenai masalah-masalah yang timbul
selama penulisan tugas akhir ini berlangsung.
3. Studi lapangan
Melakukan pengujian di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Fakultas
Teknik USU.
4. Melakukan analisis
Bab I. Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan
masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan
4
Bab III. Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang peralatan pengujian, bahan pengujian, variasi pengujian,dan
prosedur percobaan.
Bab ini berisi tentang hasil data eksperimen dan analisis data.
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari tugas akhir dan saran
penulis kepada pembaca.
5
ABSTRAK
i
ANALISIS PENGARUH POLUTAN PADA ISOLATOR KACA
TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN
ISOLATOR RANTAI
Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Pengaruh Polutan Pada
Isolator Kaca Terhadap Distribusi Tegangan Isolator Rantai”. Penulisan Tugas
Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah
membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu
Almarhum H.Simatupang dan S. Silaban, saudara kandung penulis, Iron Michael,
Kristy Merlin, Lorince Marlina dan Martines Minarwati, atas seluruh perhatian
dan dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan
baik.
Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis
mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
dengan setulus hati penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Syahrawardi selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah
banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan,
bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir
ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk Beliau.
2. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, MT dan Yulianta Siregar ST. MT, selaku dosen
pembanding Tugas Akhir.
3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si, selaku Dosen Wali penulis sekaligus
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU.
ii
4. Bapak Rachmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro
FT USU.
5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Teknik Elektro, Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Teman-teman asisten di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi: Andi
Hidayat, Sandro Levi Panggabean,dan Memory Hidayat yang membantu
penulis saat melakukan pengujian.
7. Teman-teman stambuk 2010: Martua Nababan, Edy Sembiring, Marthin
Silalahi, Novenri Ambarita, Yehezkiel Naibaho, Afron Sianturi, Enda Duanta
Ginting, Reikson Parhusip, Doni Rico Manalu, Fontes Marpaung dan teman-
teman 2010 lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
8. Teman-teman clan COC “Elektro u-TH9” atas waktu yang diberikan untuk
menghibur .
9. Semua abang-kakak senior dan adik-adik junior yang telah mau berbagi
pengalaman dan motivasi kepada penulis.
10. Semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan
terima kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak luput dari kesalahan-
kesalahan, baik dari segi tata bahasa maupun dari segi ilmiah. Untuk itu, penulis
akan menerima dengan terbuka, segala saran dan kritik yang ditujukan untuk
memperbaiki Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca.
Medan, September
2015
Penulis
Jones Milan
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK .......................................................................................................... ( i )
DAFTAR ISI..................................................................................................... ( iv )
BAB I PENDAHULUAN
iv
2.1.2 Konstruksi Isolator ............................................................. 7
v
3.4.8 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi C
dengan Tingkat Pengotoran Ringan .............................. 41
3.4.9 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi C
dengan Tingkat Pengotoran Sedang.............................. 42
3.4.10 Pengujian Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi C
dengan Tingkat Pengotoran Berat ................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
vi
4.5.6. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Sedang
dengan Polutan CaCO3 ............................................... 63
4.5.7. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Berat
dengan Polutan CaCO3 ............................................... 64
4.5.8. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Ringan
dengan Polutan C ........................................................ 65
4.5.9. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Sedang
dengan Polutan C ........................................................ 67
4.5.10. Analisis Distribusi Tegangan Isolator Terpolusi Berat
dengan Polutan C ........................................................ 68
4.6 Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah Unit
Isolator pada Kondisi Normal dan Terpolusi ............................ 69
4.6.1. Analisis Kondisi Normal............................................. 69
4.6.2. Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah
Unit Isolator Terpolusi Ringan Secara Merata
dengan Kondisi Normal .............................................. 70
4.6.3. Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah
Unit Isolator Terpolusi Sedang Secara Merata
dengan Kondisi Normal .............................................. 71
4.6.4. Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah
Unit Isolator Terpolusi Berat Secara Merata dengan
Kondisi Normal ........................................................... 72
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN......................................................................................................... 75
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.7 Perpanjangan Sirip yang Terpasang pada Isolator Porselin ...... 18
Gambar 4.5 Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal ................ 57
ix
Gambar 4.9 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi
Normal vs Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan CaCO3...
.................................................................................................... 62
Gambar 4.15 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi
Normal ....................................................................................... 69
Gambar 4.16 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi
Terpolusi Ringan vs Kondisi Normal ........................................ 70
Gambar 4.17 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi
Terpolusi Sedang vs Kondisi Normal ........................................ 71
Gambar 4.18 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi
Terpolusi Berat vs Kondisi Normal ........................................... 72
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Tingkat Polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan IEC 815
.................................................................................................... 19
Tabel 4.4 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
NaCl dengan Bobot Polusi Ringan ............................................ 45
Tabel 4.5 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
NaCl dengan Bobot Polusi Sedang ............................................ 46
Tabel 4.6 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
NaCl dengan Bobot Polusi Berat ............................................... 46
Tabel 4.7 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
CaCO3 dengan Bobot Polusi Ringan ......................................... 46
Tabel 4.8 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
CaCO3 dengan Bobot Polusi Sedang ......................................... 47
Tabel 4.9 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
CaCO3 dengan Bobot Polusi Berat ............................................ 47
Tabel 4.10 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
C dengan Bobot Polusi Ringan .................................................. 48
xi
Tabel 4.11 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
C dengan Bobot Polusi Sedang .................................................. 48
Tabel 4.12 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi
C dengan Bobot Polusi Berat ..................................................... 48
xii