Anda di halaman 1dari 11

1.

UUD di amandemen sebanyak 4 kali

2. Amandemen pertama pada tanggal 19 oktober 1999, dan pasal yang diamandemen
5,7,9,13,14,15,17,20,21

3. Amandemen kedua pada tanggal 18 agustus 2000, dan pasal yang diamandemen
18,19,20,22,25,26,27,28,30,36

4. Amandemen ketiga pada tanggal 9 november 2001, dan pasal yang yang diamndemen
1,3,6,11,17,23,24

5. Amandemen keempat pada tanggal 10 agustus 2002, dan pasal yang diamandemen 2, 6, 8, 11, 16,
23, 24, 29, 31, 32, 33, 34, dan 37

6. ATURAN PERALIHAN

Pasal I: Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal II: Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan
ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal III: Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum
dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

7. ATURAN TAMBAHAN

Pasal I: Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untak melakukan peninjauan terhadap materi dan
status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat
tahun 2003.

Pasal II: Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

8. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Tugas dan Wewenang MPR

a. Mengubah serta menetapkan UUD.

b. Melantik Presiden serta Wakil Presiden berdasarkan hasil Pemilu dalam sidang paripurna MPR.

c. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan


Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan atau Wakil Presiden
diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripurna MPR.

d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

c. Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan
Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari.

d. Memilih Presiden serta Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa
jabatannya, dari dua paket calon presiden serta wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang paket calon presiden serta wakil presidennya meraih
suaraterbanyak pertama serta kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya
selambat- lambatnya dalam waktu 30 hari.

e. Menetapkan peraturan tata tertib serta kode etik MPR.

Dasar Hukum MPR

Pasal 2 UUD RI 1945 dan Pasal 3 UUD RI 1945.

9. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Tugas dan Wewenang DPR

a. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan


bersama.

b. Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah
pengganti undang-undang.

c. Menerima dan membahas usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diajukan oleh DPD yang
berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan mengikutsertakan dalam
pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I.

d. Mengundang DPD untuk melakukan pembahasan RUU yang diajukan oleh DPR maupun oleh
pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I.

e. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I.

f. Membicarakan APBN bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD

g. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

h. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

I. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara


yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

j. Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan / konsultasi, dan pendapat.

k. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

l. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang.

m. Membentuk UUD yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
peraturan pemerintah pengganti UUD menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD
yang berkaitan dengan bidang tertentu dalam pembahasan.

n. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

o. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah.


p. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

q. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan Negara


yang disampaikan oleh BPK.

r. Memberikan persetujuan kepada Peresiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota.

s. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan


bersama.

t. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi.

u. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima
penempatan duta besar negara lain.

v. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD

w. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggung jawaban keuangan negara
yang disampaikan oleh BPK.

x. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi
Yudisial.

y. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden.

z. Memilih tiga orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan
dengan keputusan Presiden.

Dasar Hukum DPR

Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUD RI 1945,

Pasal 22 ayat (2) UUD RI 1945,

Pasal 23 ayat (2) UUD RI 1945,

Pasal 22D ayat (3) UUD RI 1945,

Pasal 22E ayat (2) UUD RI 1945,

Pasal 24B ayat (3) UUD RI 1945,

Pasal 24A ayat (3) UUD RI 1945,

Pasal 14 ayat (2) UUD RI 1945,

Pasal 11 ayat (2) UUD RI 1945.

10. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Tugas dan Wewenang DPD

a. Mengajukan kepada DPR Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah. DPR kemudian mengundang DPD untuk membahas RUU tersebut..
b. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama.

c. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

d. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,


pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama.

e. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat
pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN

Dasar Hukum DPD

Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) UUD RI 1945,

Pasal 23F ayat (1) UUD RI 1945.

11. Presiden/Wakil Presiden

Tugas dan Wewenang Presiden

a. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.

b. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat (AD),Angkatan Laut (AL), dan Angkatan
Udara (AU).

c. Mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden
melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan
RUU menjadi UU.

d. Menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (dalam kegentingan yang


memaksa).

e. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.

f. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan
DPR.

g. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR

h. Menyatakan keadaan bahaya.

i. Mengangkat duta dan konsultan. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan
DPR.

j. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

k. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

l. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

j. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU.

k. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
l. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY) dan disetujui DPR.

m. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

n. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

Dasar Hukum Presiden

Pasal 4 ayat (1) UUD RI 1945,

Pasal 5 ayat (1) dan (2 UUD RI 1945),

Pasal 11 ayat (1) UUD RI 1945,

Pasal 12 UUD RI 1945,

Pasal 13 ayat (1) UUD RI 1945,

Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD RI 1945,

Pasal 15 UUD RI 1945,

Pasal 16 UUD RI 1945,

Pasal 17 ayat 2 UUD RI 1945,

Pasal 20 ayat (2) UUD RI 1945,

Pasal 24A ayat (3) UUD RI 1945, dan

Pasal 24C ayat (3) UUD RI 1945.

12. Mahkamah Agung (MA)

Tugas dan Wewenang MA

a. Mengadili pada tingkat kasasi.

b. Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang.

c. Memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam hal permohonan grasi dan rehabilitasi.

d. Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.

Dasar Hukum MA

Pasal 24 ayat (2) UUD RI 1945,

Pasal 24A ayat (1) UUD RI 1945, dan

Pasal 24C ayat (3) UUD RI 1945

13. Mahkamah Konstitusi (MK)

Tugas dan Wewenang MK

a. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk
menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewewenangan
lembaga Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
b. Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

c. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.

d. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945.

e. Memutus pembubaran partai politik.

f. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Dasar Hukum MK

Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD RI 1945.

14. Komisi Yudisial (KY)

Tugas dan Wewenang KY

a. Mengawasi perilaku hakim.

b. Mengusulkan nama calon hakim agung.

Dasar Hukum KY

Pasal 24A ayat (3) UUD RI 1945, dan

Pasal 24B ayat (1) UUD RI 1945.

15. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Tugas dan Wewenang BPK

a. Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD)
serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat
penegak hukum.

b. Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke
dalam BPK.

Dasar Hukum BPK

Pasal 23E, 23F, 23G UUD RI 1945,

UU RI No. 15 tahun 2006 tentang badan pemeriksa keuangan sebagai pengganti UU RI No. 5 tahun
1973 tentang badan pemeriksa keuangan.

UU RI No. 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

UU RI No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.

UU RI No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.

16. Bank Indonesia (BI)

Tugas dan Wewenang BI

a. Melaksanakan dan menetapkan kebijakan moneter.


b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

c. Mengatur dan mengawasi bank-bank.

Dasar Hukum BI

Pasal 23D UUD RI 1945.

17. Undang-Undang yang Mengatur Alat Bukti Teknologi Bisa Digunakan Alat Bukti di Pengadilan

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

- Undang-Undang Pasal 27

“Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim
gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung.”

Penjelasan Pasal 27

“Yang dimaksud dengan “tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya”. Tindak pidana korupsi di
bidang perbankan perpajakan pasar modal, perdagangan dan industri. Komoditi berjangka, atau di
bidang moneter dan keuangan yang :

a. bersifat lintas sektoral;

b. dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih atau

c. dilakukan oleh tersangka terdakwa yang berstatus sebagai Penyelenggara Negara sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.”

- UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Pasal 41

“Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan


pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman
pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan dapat
melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

- UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26 A

“Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana
korupsi juga dapat diperoleh dari :

a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan

b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar
yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas,
benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.”
- UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Pasal 86

(1) Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik
atau yang serupa dengan itu; dan

b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik
apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:

1. tulisan, suara, dan/atau gambar;

2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau

3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang
yang mampu membaca atau memahaminya.

- UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Pasal 5

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti
hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara
yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem
Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang- Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril
atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

- UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi

Pasal 24

“Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana,
termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada :

a. barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik
elektronik, optik, maupun bentuk penyimpanan data lainnya; dan data yang tersimpan dalam
jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.”

- UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang


Pasal 29

“Alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dapat pula
berupa:

a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik
atau yang serupa dengan itu; dan

b. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik
apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada :

1) tulisan, suara, atau gambar;

2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau

3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu membaca atau memahaminya.”

- UU No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana

a. Pasal 1

3. Dokumen adalah alat bukti berupa data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada :

a. tulisan, suara, atau gambar;

b. peta, desain, foto, atau sejenisnya;

c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu membaca atau memahaminya.

b. Pasal 13

“Dalam hal pengajuan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Menteri dapat
meminta orang yang memberikan pernyataan atau menunjukkan dokumen atau alat bukti lain yang
terkait dengan permintaan Bantuan tersebut untuk diperiksa atau diperiksa silang melalui
pertemuan langsung atau dengan bantuan telekonferensi atau tayangan langsung melalui sarana
komunikasi atau sarana elektronik lainnya baik dalam tahap penyidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di sidang pengadilan dengan :

a. penyidik, penuntut umum, atau hakim; atau

b. tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya.”

- UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi

Pasal 36

(1) Alat bukti ialah:

a. surat atau tulisan;

b. keterangan saksi;
c. keterangan ahli;

d. keterangan para pihak;

e. petunjuk; dan

f. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dapat dipertanggungjawabkan
perolehannya secara hukum.

(3) Dalam hal alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum, tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.

(4) Mahkamah Konstitusi menentukan sah atau tidak sahnya alat bukti dalam persidangan
Mahkamah Konstitusi.

- UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Pasal 38

“Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa :

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;

b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan

c. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7.”

- UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi

Pasal 1

4. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis
untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan
pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

- UU No. 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara

Pasal 2

(1) Surat Utang Negara diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.

Penjelasan Pasal 2

(1) Surat Utang Negara dengan warkat adalah surat berharga yang kepemilikan-nya berupa sertifikat
baik atas nama maupun atas unjuk. Sertifikat atas nama adalah sertifikat yang nama pemiliknya
tercantum, sedangkan sertifikat atas unjuk adalah sertifikat yang tidak mencantumkan nama pemilik
sehingga setiap orang yang menguasainya adalah pemilik yang sah. Surat Utang Negara tanpa
warkat atau scripless adalah surat berharga yang kepemilikan-nya dicatat secara elektronis (book-
entry system). Dalam hal Surat Utang Negara tanpa warkat, bukti kepemilikan yang otentik dan sah
adalah pencatatan kepemilikan secara elektronis. Cara pencatatan secara elektronis dimaksudkan
agar pengadministrasian data kepemilikan (registry) dan penyelesaian transaksi perdagangan Surat
Utang Negara di Pasar Sekunder dapat diselenggarakan secara efisien, cepat, aman, transparan, dan
dapat dipertanggungjawabkan.

- UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten

Pasal 17

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1), Pemegang Paten wajib membuat
produk atau menggunakan proses yang diberi Paten di Indonesia.

(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila pembuatan produk
atau penggunaan proses tersebut hanya layak dilakukan secara regional.

(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat disetujui oleh Direktorat
Jenderal apabila Pemegang Paten telah mengajukan permohonan tertulis dengan disertai alasan dan
bukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang.

(4) Syarat-syarat mengenai pengecualian dan tata-cara pengajuan permohonan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Pasal 17

(1) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menunjang adanya alih teknologi, penyerapan investasi,
penyediaan lapangan kerja dengan dilaksanakannya Paten melalui pembuatan produk.

(2) Ketentuan pada ayat (2) ini dimaksudkan untuk mengakomodasi rasionalitas ekonomi dari
pelaksanaan Paten sebab tidak semua jenis Invensi yang diberi Paten dapat secara ekonomi
menguntungkan apabila skala pasar bagi produk yang bersangkutan tidak seimbang dengan investasi
yang dilakukan. Beberapa cabang industri menghadapi persoalan ini, misalnya industri di bidang
farmasi. Di cabang industri seperti itu skala kelayakan ekonomi seringkali meliputi pasar yang
berskala regional misalnya kawasan Asia Tenggara. Untuk itu, kelonggaran diberikan atas dasar
penilaian objektif.

18.

Anda mungkin juga menyukai