Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah biodiesel


Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika selatan sebelum perang dunia II
sebagai bahan bakar kenderaan berat. Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil ester
yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk
digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak yang
didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed),
yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut
sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna
menghilangkan kadar fosfor (degumming) dan asam-asam lemak bebas (dengan
netralisasi dan steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau straight vegetable
oil (SVO). SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik
yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat, misalkan
pada Castor Oil). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin
diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin,
misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor
bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas.
Gagasan awal dari perkembangan biodiesel adalah dari suatu kenyataan yang
terjadi di Amerika pada pertengahan tahun 80-an ketika petani kedelai kebingungan
memasarkan kelebihan produk kedelainnya serta anjloknya harga di pasar. Dengan
bantuan pengetahuan yang berkembang saat itu serta dukungan pemerintah setempat,
petani mampu membuat bahan bakar sendiri dari kandungan minyak kedelai menjadi
bahan bakar diesel yang lebih dikenal dengan biodiesel. Produk biodiesel
dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk alat-alat pertanian dan transportasi mereka .
Viskositas atau kekentalan bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan
pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan
bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik.
Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin,
dan emisi gas buang. Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan
injeksi bahan bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi
permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada
3
4
mesin diesel. Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan proses kimiawi
pada minyak mentah atau refined fatty oil ( SVO ) untuk menghasilkan metil ester
asam lemak (fatty acid methyl ester - FAME) yang memiliki berat molekul lebih kecil
dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam mesin
diesel konvensional.
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses
transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah [tri, di, mono]
gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi komposisi
refined fatty oil menjadi asam lemak methil ester (FAME). Konsep penggunaan
minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan bahan bakar sudah dimulai pada
tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel (Jerman, 1858-1913)
mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara khusus dijalankan dengan
minyak tumbuh-tumbuhan. Mesin diesel atau biasa juga disebut Compression
Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu mesin motor penyalaan
yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh kompressi atau penekanan
campuran antara bahan bakar dan oksigen didalam suatu mesin motor, pada suatu
kondisi tertentu.
Konsepnya adalah bila suatu bahan bakar dicampur dengan oksigen (dari udara)
maka pada suhu dan tekanan tertentu bahan bakar tersebut akan menyala dan
menimbulkan tenaga atau panas. Pada saat itu, minyak untuk mesin diesel yang
dibuat oleh Dr. Rudolf Christian Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran.
Tetapi karena pada saat itu produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan
murah, maka minyak untuk mesin diesel tersebut digunakan minyak solar dari
minyak bumi. Hal ini menjadi inpirasi terhadap penerus Karl Diesel yang mendesain
motor diesel dengan spesifikasi minyak diesel. Bahan bakar nabati bioetanol dan
biodiesel merupakan dua kandidat kuat pengganti bensin dan solar yang selama ini
digunakan sebagai bahan bakar mesin Diesel. Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan pengembangan dan implementasi dua macam bahan bakar tersebut,
bukan hanya untuk menanggulangi krisis energi yang mendera bangsa namun juga
sebagai salah satu solusi kebangkitan ekonomi masyarakat.

2.2 Pengenalan Biodisel


5
Biodiesel adalah nama untuk jenis fatty ester, umumnya merupakan monoalkyl
ester yang terbuat dari minyak tumbuh – tumbuhan (minyak nabati). Minyak nabati
yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel dapat berasal dari kacang
kedelai, kelapa, kelapa sawit, padi, jagung, jarak, papaya dan banyak lagi melalui
proses transesterifikasi sederhana. (Mardiah, Agus Widodo, Alfi Trisningwati, dan
Aries Purijatmiko, 2006)
Biodiesel dicampur dengan bahan bahar diesel minyak bumi dalam berbagai
rasio. Jika 0,4 – 5 % biodiesel dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi,
otomatis akan meningkatkan daya lumas bahan bakar. Biodiesel mempunyai rasio
keseimbangan energi yang baik. Rasio keseimbangan energi biodiesel minimum 1 –
2,5. Artinya, untuk setiap satu unit energi yang digunakan pada pupuk, pestisida,
bahan bakar, pemurnian, proses, dan transportasi, minimum terdapat 2,5 unit energi
dalam biodiesel. Campuran 20 % biodiesel dan 80 % bahan bakar diesel minyak bumi
disebut dengan B20. Campuran B20 merupakan bahan bajar alternatif yang terkenal
di Amerika Serikat, terutama untuk bis dan truk. B20 mengurangi emisi, harganya
relatif murah, dan tidak memerlukan modifikasi mesin. (Andi Nur Alam Syah, 2006).
Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus yang berbeda-beda
sesuai dengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman dengan kandungan asam
lemak bebas tinggi dilakukan dua jenis proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi,
sedangkan untuk minyak tanaman yang kandungan asam lemak rendah dilakukan
proses transesterifikasi. Proses esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk
mengubah asam lemak bebas dan trigliserida dalam minyak menjadi metil ester
(biodiesel) dan gliserol.

2.2.1 Keuntungan Penggunaan Biodiesel


Keuntungan dari penggunaan biodiesel :
1. Campuran dari 20 % biodiesel dengan 80 % petroleum diesel dapat
digunakan pada unmodified diesel engine.
2. Sekitar setengah dari industri biodiesel dapat menggunakan lemak atau
minyak daur ulang.
3. Biodiesel tidak beracun.
4. Biodiesel memiliki cetane number yang tinggi (di atas 100, bandingkan
dengan bahan bakar diesel yang hanya 40).
6
5. Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang umur mesin diesel karena
biodiesel lebih licin.
6. Biodiesel menggantikan bau petroleum dengan bau yang lebih enak.
2.2.2 Kandungan Emisi pada Biodiesel
Emisi biodiesel jauh lebih rendah daripada emisi diesel minyak bumi. Biodiesel
mempunyai karakteristik emisi seperti berikut :
1. Emisi karbon dioksida netto (CO2) berkurang 100 %.
2. Emisi sulfur dioksida (SO2) berkurang 100 %.
3. Emisi debu berkurang 40 – 60 %.
4. Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10 – 15 %.
5. Emisi hidrokarbon berkurang 10 – 50 %.
6. Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) berkurang, terutama PAH yang
beracun, seperti : phenanthren berkurang 97 %, benzofloroanthen berkurang
56 %, benzapyren berkurang 71 %, serta aldehida dan senyawa aromatik
berkurang 13 %.
2.2.3 Manfaat Biodiesel
Manfaat dari Biodisel yaitu :
1. Mengurangi Emisi dari mesin.
2. Jika 0,4 – 5% dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi otomatis
akan meningkatkan daya lumas bahan bakar.
3. Mempunyai rasio keseimbangan energi yang baik ( Minimum 1 – 2,5).
4. Titik nyala tinggi 100 – 150 0 C ( Meletup tidak spontan atau menyala dalam
keadaan normal)
5. Energi Lebih rendah 10 – 12% dari bahan bakar diesel minyak bumi, 37 – 38
Mj/kg. (Menimbulkan peningkatan efisiensi pembakaran biodiesel sebesar 5
- 7%, juga menghasilkan penurunan torsi 5% dan efisiensi bahan bakar).
2.2.4 Kelebihan Biodiesel
Kelebihan Biodiesel dibanding diesel kovensional yaitu :
1. Biodiesel tidak beracun.
2. Biodiesel adalah bahan bakar biodegradable.
3. Biodiesel lebih aman dipakai dibandingkan dengan diesel konvensional.
7
4. Biodiesel dapat dengan mudah dicampur dengan diesel konvensional, dan
dapat digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam
bentuk biodiesel B100 murni.
5. Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada bahan
bakar fosil, dan meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
6. Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, contohnya USA
yang memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon
biodiesel per tahun.
7. Produksi dan penggunaan biodiesel melepaskan lebih sedikit emisi
dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 78% lebih sedikit
dibandingkan dengan diesel konvensional.
8. Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih
baik daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat
memperpanjang masa pakai mesin.
9. Biodiesel tidak memiliki kandungan sulfur, sehingga tidak memberikan
kontribusi terhadap pembentukan hujan asam.
2.2.5 Kelemahan Biodiesel
Kelemahan Biodiesel dibanding diesel kovensional yaitu :
1. Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat
menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini
bisa memicu meningkatnya kelaparan di dunia.
2. Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan dengan
diesel konvensional, hal ini bisa menyebabkan korosi, filter rusak, pitting di
piston, dll.
3. Biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah.
4. Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel
konvensional.
5. Biodiesel memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan diesel konvensional, sekitar 11% lebih sedikit dibandingkan dengan
bahan bakar diesel konvensional.
6. Biodiesel dapat melepaskan oksida nitrogen yang dapat mengarah pada
pembentukan kabut asap.
8
7. Biodiesel, meskipun memancarkan emisi karbon yang secara signifikan lebih
aman dibandingkan dengan diesel konvensional, masih berkontribusi
terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.

2.3 Sumber Bahan Baku Biodiesel


Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang dan ganggang.
Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakan didunia untuk
menghasilkan biodiesel. Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati dapat diperoleh,
proses pembuatan biodiesel dari minyak
nabati mudah dan cepat serta tingginya tingkat konversi minyak nabati menjadi
biodiesel. Minyak nabati memiliki komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung
dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak (nabati-hewani) adalah
trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam-asam lemak (C28-C24). Komposisi
asam lemak dalam minyak nabati menentukan sifat fisiko-kimia.

2.3.1 Minyak Sawit (Palm Oil)


Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi dari tubuh buah (mesokarp)
tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis JACQ). Minyak sawit digunakan untuk
kebutuhan bahan pangan, industri kosmetik, industri kimia, dan industri pakan ternak.
Kebutuhan minyak sawit sebesar 90% digunakan untuk bahan pangan seperti minyak
goreng, margarin, shortening, pengganti lemak kakao dan untuk kebutuhan industri
roti, cokelat, es krim, biskuit, dan makanan ringan. Kebutuhan 10% dari minyak sawit
lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam lemak, fatty
alcohol, gliserol, dan metil ester.
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis
guinensis JACQ). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah
(pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu
lapisan luar atau kulit buah yang disebut pericarp, lapisan sebelah dalam disebut
mesocarp atau pilp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawiit
terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung
kadar minyak rata-rata sebnayak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%
dan endocarp tidak mengandung minyak.
9
Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya dalah merupakan
senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama
adalah trigliserida dan nontrigliserida. Minyak kelapa sawit terdiri atas trigliserida
yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak.
CPO diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang telah mengalami
beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi. Minyak ini merupakan
produk level pertama yang dapat memberikan nilai tambah sekitar 30% dari nilai
tandan buah segar. Komponen asam lemak dominan pada CPO adalah asam palmitat
dan oleat. Palm Kernel Oil (PKO) diperoleh dari bagian kernel buah kelapa sawit
dengan cara pengepresan. Komponen asam lemak dominan penyusun PKO adalah
asam laurat, miristat dan oleat.
2.3.1.1 Komposisi Dalam Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri atas
trigliserida, digliserida dan monogliserida, asam lemak bebas, moisture, pengotor dan
komponen-komponen minor bukan minor/lemak yang secara umum disusun dengan
senyawa yang tidak dapat tersabunkan. Asam-asam lemak penyusun minyak / lemak
terbagi atas asam lemak jenuh (saturated fatty acid / SFA ) dan asam lemak tak jenuh
(unsaturated fatty acid / UFA ), yang terdiri atas mono-unsaturated fatty acid (MUFA
)dan poly-unsaturated, fatty acid (PUFA). Asam lemak jenuh (saturated fat) tidak
mengandung ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh (unsaturated liily )
mengandung ikatan rangkap. Secara tumim, asam lemak jenuh penyusun lemak
berasal dari sumber hewani dan asam lemak tak jenuh penyusun minyak berasal dari
sumber nabati (Ketaren, 1986 ).
Asam lemak yang paling dominan pada minyak kelapa sawit adalah Asam
palmitat (C16:O asam lemak jenuh ) dan asam oleat ( C18 : 1 asam Lemak tak
Jenuh). Disamping komponen utama penyusun kelapa sawit berupa asam lemak jenuh
dan tak jenuh (sterin dan Olefin ), juga terdapat komponen minor yang terdapat Pada
minyak kelapa sawit dalam jumlah kecil. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 1
% komponen minor diantranya : karoten, vitamin E (tokoferol) dan tokotrienol ),
sterol, pospolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon alifatik. Kegunaan yang
terpenting dari karoten dan Vitamin E adalah memberikan kontribusi sifat fisiologis
yang penting pada tubuh (May, 1994).
10
Minyak sawit merupakan sumber karotenoid alami yang paling besar.
Karotenoid dalam minyak sawit yang belum dimurnikan berkisar 500-700 ppm dan
lebih dari 80 % nya adalah α dan β –karoten. Bila tidak terdegradasi, bebrapa jenis
karotenoid diketahui mempunyai aktivitas pro-vitamin A. Dilihat dari besarnya
aktivitas provitamin A, kadar karotenoid minyak sawit mempunyai aktivitas 10 kali
lebih besar dibandingkan dengan tomat. Selain itu studi epidomilogi mutakhir
menentukan adanya hubungan antara konsumsi pangan kaya karotenoid dengan
penurunan terjadinya kanker (May, 1994).
Tabel 2.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
NO. Asam Lemak Rumus Persen Berat Titik
Komposisi Molekul Didih
1) 1. Asam Laurat ( 12 : 0 ) C12H24O2 0,0 – 0,4 200,32 180 oC
2) 2. Asam Miristat ( 14 : 0 ) C14 H28O2 0,6 – 1,7 228,38 250 oC
3) 3. Asam Palmitat ( 16 : 0 ) C16H32O2 41,1 – 47,0 256,43 217 oC
4) 4. Asam Stearat ( 18 : 0 ) C18H36O2 3,7 – 5,6 284,49 232 oC
5) 5. Asam Oleat ( 18 : 1 ) C18H34O2 38,2 – 43,6 282,47 260 oC
6) 6. Asam Lonoleat ( 18 : 2) C18H32O2 6,6 – 11,9 280,45 176 oC
7) 7. Asam Linoleat ( 18 : 3 ) C18H30O2 0,0 – 0,6 278,44 180 oC

Biodiesel atau methyl ester dengan rumus bangunnya RCOOCH3 merupakan


senyawa alkyl ester, yang mempunyai sifat fisiknya berbentuk cairan pada suhu
kamar dan berwarna kuning.

2.3.2 Metanol
Untuk membuat biodesel, ester dalam minyak nabati perlu dipisahkan dari
gliserol. Ester tersebut merupakan bahan dasar penyusun biodiesel. Selama proses
transesterifikasi, komponen gliseroldari minyak nabati digantikan oleh alkohol, baik
etanol maupun metanol. Etanol merupakan alkohol yang terbuat dari padi – padian.
Metanol adalah alkohol yang dapat dibuat dari batubara, gas alam, atau kayu. (Yuli
Setyo Indartono, 2006).
Metanol disebut juga metil alkohol merupakan senyawa paling sederhana dari
gugus alkohol. Rumus kimianya adalah CH3OH. Metanol berwujud cairan yang tidak
berwarna, dan mudah menguap. Metanol merupakan alkohol yang agresif sehingga
bisa berakibat fatal bila terminum, dan memerlukan kewaspadaan yang tinggi dalam
penanganannya. Jika menghirup uapnya cukup lama atau jika kena mata dapat
11
menyebabkan kebutaan, sedangkan jika tertelan akan mengakibatkan kematian.
( Andi Nur Alamsyah, 2006 ).
Sebagian besar produksi metanol diubah menjadi formaldehid yang pada
akhirnya digunakan untuk membuat polimer, juga digunakan sebagai pelarut.
Memiliki berat molekul 32,042 , titik leleh – 98oC dan titik didih 64oC.
Alkohol yang paling umum digunakan untuk transesterifikasi adalah metanol,
karena harganya lebih murah dan daya reaksinya lebih tinggi dibandingkan dengan
alkohol rantai panjang, sehingga metanol ini mampu memproduksi biodiesel yang
lebih stabil. Berbeda dengan etanol, metanol tersedia dalam bentuk absolut yang
mudah diperoleh, sehingga hidrolisa dan pembentukan sabun akibat air yang terdapat
dalam alkohol dapat diminimalkan. Biaya untuk memproduksi etanol absolut cukup
tinggi. Akibatnya, bahan bakar diesel berbasis etanol tidak berdaya saing secara
ekonomis dengan metil ester asam lemak, sehingga membiarkan bahan bakar diesel
fosil bertahan sendiri. Disamping itu, harga alkohol juga tinggi sehingga menghambat
penggunaannya dalam produksi biodiesel dalam skala industri. (Erliza, dkk, 2007).

2.3.3 Katalis Natrium Hidroksida (NaOH)


Dari aspek ekonomi, proses transesterifikasi tanpa katalis tampaknya sangat
sulit karena ester yang akan dibakar dalam mesin diesel memerlukan input energi
yang tinggi, waktu reaksi yang lama, dan harga pasar yang rendah. Karena itu agar
hasil esternya memuaskan, produksi biodiesel secara umum perlu menggunakan
katalis. (Yuli Setyo Indartono, 2006).
Katalis adalah suatu bahan yang digunakan untuk memulai reaksi dengan bahan
lain. Katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu reaksi, terlibat dalam reakso
tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk. Pemilihan katalis ini sangatbergantung
pada jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak tersebut. Jenis asam lemak
dalam minyak sangat berpengaruh terhadap karakteristik fisik dan kimia biodiesel,
karena asam lemak ini akan membentuk ester atau biodiesel itu sendiri. (Mardiah,
Agus Widodo, Efi Trisningwati, dan Arie Purijatmiko, 2006).
Katalis yang sering digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah katalis
homogen, katalis homogen tidak begitu populer sekarang karena proses
pemisahannya yang sulit. Jadi alternatif lainnya adalah katalis heterogen yang
dianggap lebih ekonomis dan lebih mudah dalam pemisahan produk biodiesel. Katalis
12
KOH dan NaOH sering digunakan dalam produksi biodiesel sebagai katalis
homogeny, namun penggunaan katalis ini memiliki kelemahan, yaitu pemisahan
katalis dari produk cukup rumit . Sisa katalis homogen dapat menjadi limbah dari
biodiesel yang dihasilkan ( Herman.S & Zahrina.I , 2006) . Selain itu, Katalis
homogen dapat bereaksi dengan asam membentuk sabun lemak bebas sehingga akan
mempersulit pemurnian , menurunkan hasil biodiesel dan meningkatkan konsumsi
katalis dalam reaksi metanolisis (Gozan et al ,2007;Nasikin et al, 2004) . Penggunaan
katalis heterogen dalam produksi biodiesel dapat mengatasi beberapa kelemahan yang
dimiliki oleh katalis homogeny. Pemisahan katalis heterogen produk cukup
sederhana, yaitu dengan menggunakan penyaringan . Salah satu katalis yang dapat
digunakan dalam reaksi metanolisis heterogen adalah kalsium karbonat ( CaCO3 )
yang dibakar pada suhu dan waktu tertentu ke Kalsium Oksida ( CaO ).

2.4 Produk Biodisel


2.4.1 Metil Ester
Metil ester termasuk bahan oleokimia dasar, turunan dari trigliserida (minyak atau
lemak) yang dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi. Bahan
baku pembuatan metil ester antara lain minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak,
minyak kedelai, dan lainnya. (Yeni Sulastri, 2013) Metode yang paling umum untuk
menghasilkan biodiesel yang berupa methyl ester adalah dengan metode
Transesterify triacylglycerols, dimana minyak dengan alkohol ditambah dengan
katalisator. Alkohol yang digunakan adalah methanol. Penggunaan biodiesel pada
mesin konvensional mampu mengurangi emisi dari hydrocarbon yang tidak terbakar,
CO, sulfat, dan hidrokarbon aromatis polisiklik.
Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar murni atau dicampur dengan
petroleum dengan persentase tertentu. B20 (campuran 20% volume biodiesel
petroleum dengan 80% volume petroleum diesel) telah dibuktikan menguntungkan
bagi lingkungan. Sifat fisik biodiesel standar Jerman DIN V 51606 yang paling
banyak dijadikan acuan. Metil ester disintesa dengan cara esterifikasi asam lemak
dengan alkohol atau transesterifikasi minyak dengan alkohol, dengan menggunakan
katalis asam atau basa.
Tabel 2.2 Sifat fisik biodiesel
Parameter Nilai
13
Densitas pada suhu 15OC, g/mL 0,875 – 0,890
Flash Point, OC 110
Moisture, ppm 300
Bilangan asam, mg KOH/g 0,5
Total gliserol, % 0,25
Gliserol bebas, % 0,02
Kandungan fosfor, % 10
Kandungan methanol, % 0,3

2.4.1.1 Sifat Fisis


Nama : Metil Ester (Biodiesel)
Rumus Molekul : R-COOCH3
Berat Molekul : 283,77 g/gmol
Wujud : cair
Warna : Jernih kekuningan
Densitas : 810 kg/m3
Viskositas : 7.3 cp
Specific grafity : 0,87 – 0,89
Cetane number : 46 – 70
Cloud point : (-11 s/d 16) oC
Boiling point : (182 – 338)oC
Pour point : (-15 s/d 135)oC
Kemurnian : 98 %
2.4.1.2 Sifat kimia
1. Mempunyai rumus bangun RCOOCH3 .
2. Mempunyai senyawa karbon rantai lurus jenuh, kecuali C 17 yang
mempunyai rantai lurus rangkap .
Tabel 2.3 Karakteristik Metil Ester
Karakteristik Nilai
Titik Leleh (OC) 4 – 32
Bilangan Ester (mg KOH/g) 133,98 – 191,0
Viskositas (cP) 5,99 – 1956
Densitas 0,8509 – 0,8785

2.4.2 Gliserol
14
Gliserol merupakan produk samping dari pembuatan methyl ester. Nama lain
dari gliserol adalah 1,2,3-propational, CH2OH – CHOH – CH2OH, dengan sifat fisik
antara lain : berbentuk cairan kental manis jernih, mudah larut dalam air dan alcohol
larutannya bersifat netral, hygroscopis, serta tidak mudah larut dalam ester, benzena,
chloroform, mudah menguap. Produk pembuatan biodiesel ini bukan gliserol murni
tetapi masih berupa crude gliserin dan warnanya belum jernih. Pada suhu kamar
(25OC), gliserol ini mempunyai berat jenis sebesar 1,261 dengan PH berkisar antara
6,5 – 7,5. Kegunaan gliserol sangat luas, antara lain digunakan dalam industri obat,
kosmetik, pasta gigi dan lainnya.
2.4.2.1 Sifat kimia
Gliserol dapat mengalami glikolisis atau gluconeogenesis ( tergantung pada
kondisi-kondisi fisiologis), Gliserol dikonversi menjadi Intermediate
glyceraldehyde 3-phosphate.
2.4.2.2 Sifat Fisis :
Nama : Glycerol
Rumus Molekul : C3H8O3
Berat Molekul : 92,09382 g/gmol
Wujud : Cair
Warna : Jernih kekuningan
Densitas : 1,261 g/cm3
Viskositas : 2,68 cp
Boiling Point : 290 oC
Melting Point : 18 oC
Flash Point : 160 oC
Table 2.4 Sifat fisik gliserol
Parameter Nilai
Titik leleh, OC 18,17
Titik didh pada 0,53 kPa, OC 14,9
Tekanan uap pada suhu 50OC, Pa 0,33
Parameter Nilai
Surface tension pada suhu 20OC, dyne/cm 63,4
Viskositas pada suhu 20OC, cP 1499
Konduktivitas termal, W/m.K 0,28

2.5 Teknologi pengolahan proses Biodisel.


15
2.5.1 Teori dasar pembuatan biodisel .
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk
yaitu metil esters (biodiesel) atau mono-alkyl ester dan gliserin yang merupakan
produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak
nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Semua bahan baku ini
mengandung trigliserida, asam lemak bebas (ALB) dan zat-pencemar dimana
tergantung pada pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Sedangkan
sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini pembuatan biodiesel
dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut
dalam minyak. Minyak nabati kandungan asam lemak bebas lebih rendah dari pada
lemak hewani, minyak nabati biasanya selain mengandung ALB juga mengandung
phospholipids, phospholipids dapat dihilangkan pada proses degumming dan ALB
dihilangkan pada proses refining. Minyak nabati yang digunakan dapat dalam bentuk
minyak Produk biodiesel tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai
bahan baku seta pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut.
Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol,
namun dapat pula digunakan etanol, isopropanol atau butil, tetapi perlu diperhatikan
juga kandungan air dalam alkohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan
mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan
trigliserida tinggi. Disamping itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh tingginya suhu
operasi proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau kecepatan pencampuran
alkohol.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi
berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau
KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati
yang digunakan, apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB kurang
dari 2 %, disamping terbentuk sabun dan juga gliserin. Katalis tersebut pada
umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan
dihancurkan oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis maka
kerja katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang baik. Setelah reaksi
selesai, katalis harus di netralkan dengan penambahan asam mineral kuat. Setelah
biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan dengan penambahan air
16
pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi katalis basa, bila digunakan
asam phosphate akan menghasil pupuk phosphat.
Proses dasar pembuatan biodiesel lihat Gambar 2.1. Proses transesterifikasi yang
umum untuk membuat biodiesel dari minyak nabati (biolipid) ada tiga macam yaitu :
1. Transesterifikasi dengan Katalis Basa
2. Transesterifikasi dengan Katalis Asam Langsung
3. Konversi minyak/lemak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan menjadi
biodiesel
Berdasarkan kandungan ALB dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel
secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan
ALB rendah.
b. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan H2SO4) untuk minyak
nabati dengan kandungan ALB tinggi dan dilanjutkan dengan transesterifikasi.

Gambar 2.1 blok diagram proses biodiesel

2.5.2 Reaksi Transesterifikasi


17
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber atau pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).
Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah :

CH2COOR1 NaOH CH2OH


CHCOOR2 + 3 CH3OH 3 RCOOCH3 + CHOH
CH2COOR3 CH2OH
Trygliseride Methanol Methyl Ester Glycerol
Upper Phase Lower
Phase
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya
katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah
katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. produk yang diinginkan
dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa
cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm).
Ada beberapa proses transesterifikasi adalah sebagai berikut :
a) Proses transesterifikasi dengan proses batch
Proses ini menggunakan unit operasi dua tahap secara batch, tiap tahap terdiri
atas tangki reaktor dan tangki pengendapan sehingga sering disebut sistem
pencampuran dan pengendapan. Kelebihan proses ini adalah kualitas produk yang
didapat cukup baik, tetapi produksi metil esternya tidak kontinyu.
b) Proses transesterifikasi kontinyu
18
Proses ini menggunakan kolom reaktor sentrifugal. Proses ini terdapat dua siklus
tertutup, yaitu tertutup alkohol dan siklus tertutup air untuk ekstraksi gliserol dan
pemurnian dengan pencucian dari ester.
c) Proses transesterifikasi Henkel
Proses ini menggunakan reaktor dari tangki pengendapan. Kondisi operasinya
pada tekanan 9000 Kpa dan temperatur 240oC. Kelebihan proses ini adalah kualitas
metil ester relatif baik dengan tingkat kemurnian tinggi dan warna minyak yang
terang. Kekurangannya adalah konsumsi energi yang besar. Transesterifikasi (biasa
disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati)
menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk
samping yaitu gliserol.
Pada dasarnya, proses transesterifikasi bertujuan untuk menghilangkan
kandungan gliserin dalam minyak nabati karena jika dipanaskan, gliserin akan
membentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak
padat dan proses ini bertujuan juga untuk menurunkan viskositas minyak nabati.

2.5.2.1 Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan
agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi
reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984) :
A. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan
harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis
menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak
mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
B. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol.
Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%
(Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak
19
jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin
bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-
99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1
karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
C. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
D. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH),
natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi
reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan
menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak
nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
E. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabat
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined.
Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel,
cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan
disaring.
F. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik didih
metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan
semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.

2.6 Proses Pembuatan Biodiesel


2.6.1 Proses Transesterifikasi
Campuran sodium hidroksida dan methanol serta minyak dimasukkan ke
dalam suatu reaktor transesterifikasi. Setelah reaksi (pada 70OC dan 400 kPa),
keluaran yang berisi metil ester, gliserol, methanol, minyak yang tidak terkonversi
dan hidroksida dimasukkan ke dalam destilasi, dimana sebagian besar methanol dari
umpan masukkan akan didaur ulang di dalam reaktor. Keluaran bawah kolom
20
destilasi yang berupa metil ester, gliserol, methanol, minyak tak terkonversi dan
hidroksida masuk ke dalam dekanter dengan menggunakan air untuk memisahkan
metil ester dari gliserol, methanol dan sodium hidroksida. Keluaran atas kolom yang
berupa metil ester, minyak tak terkonversi, methanol dan air masuk ke dalam kolom
destilasi untuk memisahkan metil ester dari air dan methanol.
Kemurnian methyl ester yang didapat > 99,6%. Keluaran bawah dari kolom
dekanter yang berisi gliserol, methanol, sodium hidroksida dan air dimasukkan ke
dalam reaktor untuk memisahkan sodium hidroksida dimana di dalam reaktor
ditambahkan asam phospat sehingga terbentuknya Na3PO4. kemudian aliran ini
masuk ke dalam centrifugal untuk memisahkan Na3PO4.
Centrifugal ini berfungsi untuk memisahkan zat cair dalam slurry berdasarkan
berat jenis (densitas), karena perbedaan densitas maka Na3PO4 berada pada aliran
bawah, sedangkan aliran atas yang berisi glycerol, H2O dan methanol masuk ke
dalam destilasi, tujuannya untuk memurnikan gliserin (gliserin furification), dimana
gliserin yang dihasilkan dengan tingkat kemurnian 92% yang selanjutnya disimpan di
dalam storage tank sebelum dipasarkan.

2.6.2 Reaksi Esterifikasi


Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester
asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2R dengan R
dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik
(Fessenden, 1981). Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang
terkandung di dalam trigliserida menjadi metil ester. Namun, membentuk campuran
metil ester dan trigliserida. Reaksi esterifikasi menurut J. Van Gerpen, dkk (2004)
ditunjukkan pada reaksi dibawah ini :
FFA + methanol → methyl ester + water
Reaksi esterifikasi berkatalis asam berjalan lebih lambat, namun metode ini
lebih sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas
relatif tinggi (Freedman, Pryde dan Mounts, 1984) dan (Fukuda dkk., 2001)). Karena,
dari bentuk reaksi di atas, FFA yang terkandung di dalam trigliserida akan bereaksi
dengan methanol membentuk metil ester dan air. Jadi, semakin berkurang FFA,
methanol akan berekasi dengan trigliserida membentuk metil ester. Penelitian
21
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Aksoy, Karahman, karaosmanoglu, dan
Civelekoglu, (1998) dan Ju, (2003) menunjukkan bahwa esterifikasi berkatalis asam
dapat digunakan pada bahan baku minyak bermutu rendah atau memiliki kandungan
asam lemak bebas tinggi. Sehingga metode ini lebih sesuai untuk CPO Offgrade.
Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul reaktan dan
radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Data tentang laju reaksi serta
mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang
perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta kesetimbangan. Laju esterifikaasi
asam karboksilat tergantung pada halangan sterik dalam alkohol dan asam
karboksilat. Kekuatan asam dari asam karboksilat hanya mempunyai pengaruh yang
kecil dalam laju pembentukan ester.
Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling lambat
alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi.
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu
berpengaruh terhadap laju reaksi.

2.6.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pada Reaksi Esterifikasi


A. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah
tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena
tidak memperbesar hasil.
B. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi
dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna.
C. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
22
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis
antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta, 1978).
D. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k
makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.

Anda mungkin juga menyukai