Anda di halaman 1dari 11

GENDER DALAM KESPRO DAN GENDER DALAM PENGENDALIAN

INFEKSI MENULAR SEKS (IMS)

OLEH:
FITRI AYU NINGSIH
NIM : 91831290610.001
JURUSAN S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA
KENDARI
2021
Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan Gender dalam Pelayanan
Kesehatan

Ketidak-setaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai akibat


dari perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan, pembagian
sumber-sumber dan hasil pembangunan serta kses terhadap pelayanan
Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO
mengandung 2 aspek :
1) Keadilan dalam status kesehatan yaitu tercapainya derajat kesehatan
yang setinggi mungkin (fisik, psikologi dan social).
2) Keadilan dalam pelayanan kesehatan yang berarti bahwa pelayanan
diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa tergntung pada kedudukan
social dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari
masyarakat dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan
kemampuan
Kesenjangan gender dalam KRR

a. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (Safe motherhood)


1) Ketidakmampuan wanita dalam mengambil keputusan dalam kaitannya
dengan kesehatan dirinya, misalnya dalam menentukan kapan hamil,
dimana akan melahirkan dan sebagainya. Hal ini berhubungan dengan
wanita yang kedudukannya yang lemah dan rendah di keluarga dan
masyarakat.
2 ) Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan pria,
contohnya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari yang
menempatkan bapak atau pria pada posisi yang diutamakan dari pada
ibu dan anak wanita.
b. Keluarga Berencana
1) Kesertaan ber-KB, dari data SDKI tahun 1997 presentase kesertaan ber-KB,
diketahui bahwa 98% akseptor KB adalah wanita.partisipasi pria hanya 1,3%.
Ini nerarti bahwa dalam program KB wanita selalu objek/target sasaran.
2) Wanita tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan metode kontrasepsi yang
diinginkan, antara lain karena ketergantungan kepada keputusan suami (pria
lebih dominan), informasi yang kurang lengkap dari petugas kesehatan,
penyediaan alat dan obat kontrasepsi yang tidak memadai di tempat palayanan.
3) Pengambilan keputusan partisipasi kaum pria dalam program KB sangat kecil
dan kurang, namun control terhadap wanita dalam hal memutuskan untuk ber-
KB sangat dominan.
c. Kesehatan Reproduksi Remaja
1) Ketidak adilan dalam mengambil tanggung jawab misalnya
pada pergaulanyang terlalu bebas, remajaputeri selalu
menjadi korban dan menangguang segala akibatnya
(misalnya kehamilan yang tidak dikehendaki, putus sekolah,
kekerasan terhadap wanita, dan sebagainya).
2) Ketidak-adilan dalam aspek hokum, misalnya dalam tindakan
aborsi illegal, yang diancam oleh sanksi dan hukuman adalah
wanita yang menginginkan tindakan aborsi tersebut,
sedangkan pria yang menyebabkan kehamilan tidak tersentuh
oleh hukum.
Upaya mewujudkan kesejahteraan gender

1. Mengakhiri diskriminasi terhadap semua wanita dan anak perempuan.


2. Menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak baik
di ranah publik maupun pribadi. Hal ini termasuk perdagangan manusia dan
eksploitasi seksual pada perempuan dan anak.
3. Melawan pernikahan anak dan tradisi khitan pada perempuan.
4. Meningkatkan pelayanan umum dan kebijakan publik yang lebih pro
terhadap perempuan.
5. Memastikan partisipasi penuh dan efektif perempuan dan kesempatan yang
sama untuk kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam
kehidupan politik, ekonomi dan publik.
6. Memastikan akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi dan
hak reproduksi.
7. Melakukan reformasi untuk memberi perempuan hak yang sama terhadap
sumber daya ekonomi, serta akses terhadap kepemilikan dan kontrol atas
tanah dan bentuk properti, layanan keuangan, warisan dan sumber daya
alam lainnya, sesuai dengan undang-undang nasional.
8. Meningkatkan penggunaan teknologi yang memungkinkan, khususnya
teknologi informasi dan komunikasi, untuk mempromosikan pemberdayaan
perempuan.
9. Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang baik dan peraturan yang
dapat dilaksanakan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan
pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan di semua tingkat.
Kesenjangan gender dalam kasus IMS

Di banyak masyarakat, termasuk di Indonesia, norma sosial yang


berkembang dibangun dari sebuah anggapan adanya peran feminitas dan
maskulinitas antara perempuan dan laki-laki. Dengan anggapan ini,
terbentuklah relasi antara perempuan dan laki-laki yang tidak sama
(inequal). Ketidakseimbangan kekuatan antara perempuan dan laki-laki
ini berdampak pada akses sumber daya, informasi, dan interaksi seksual.
Akibatnya, perempuan dituntut bersikap pasif, penurut, setia, dan tidak
memahami persoalan seks. Sementara laki-laki adalah pihak yang
dominan, agresif, faham dan berpengalaman.
Akibat dari konstruksi sosial budaya seperti itu, kerap terjadi
perempuan tidak dapat menolak berhubungan seks dengan pasangannya
ataupun menuntut seks aman (menegosiasikan penggunaan kondom,
misalnya), meskipun ia tahu bahwa suaminya itu berisiko menularkan
penyakit seksual.
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender pada Infeksi Menular
Seksual (IMS)
1. Ibu rumah tangga baik-baik tertular IMS, termasuk
HIV/AIDS, karena perilaku “jajan” ke prostitusi yang
dilakukan oleh suaminya
2. Remaja putri yang tidak kuasa menolak ajakan pacarnya
berhubungan seks dengan dalih cinta
3. Perempuan pekerja seks yang tidak kuasa menolak tamunya
yang tidak bersedia memakai kondom
4. Ibu rumah tangga baik-baik tertular HIV/AIDS dari suami
pecandu narkoba suntik (penasun)
IMS bukan penyakit yang bisa langsung dibasmi dengan
pengobatan saja. Tetapi, IMS juga merupakan masalah sosial
ekonomi. Oleh karena itu, upaya lain yang perlu dilakukan adalah
menata masyarakat dengan norma dan aturan tertentu serta menghapus
stigma yang menganggap IMS sebagai penyakit yang memalukan.
Dengan demikian, perempuan yang terinfeksi berani dan mau berobat.
Selain itu, upaya lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, menghargai nilai perkawinan, termasuk
menghargai kaum perempuan.
THANKYOU!!!

Anda mungkin juga menyukai