Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PROSES PERADANGAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi Yang di Ampu oleh
Ibu Siti Fatonah, S.Kp., M.Kes

DISUSUN OLEH :

1. Ketut Sutrisnawati 2014401064


2. Ika Wadif Azizah Sholeh 2014401062
3. Tara Febri Dinanati 2014401093
4. Raden Budiman 2014401079

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kepada ALLAH SWT. Atas segala taufik, hidayah serta
inayah-Nya yang senantiasa tercurah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Aspek Legal Pendokumentasian ini tanpa adanya halangan dan hambatan yang berarti.
Sholawat serta salam tidak lupa juga kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Kami berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menjadi
gambaran bagi pembaca mengenai ilmu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan
Proses peradangan
Dalam proses penyusunan makalah ini, kami banyak menemui hambatan dan juga
kesulitan namun, berkat bimbingan, arahan, serta bantuan dari banyak pihak, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa melampaui batas waktu yang
telah di tentukan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karna itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih
sempurnanya hasil makalah ini. Akhir kata, kami hanya dapat berharap agar hasil
makalah ini dapat berguna bagi semua pihak serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha
penulis selama ini.
DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata Pengantar
...............................................................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................................ii
Bab 1 pendahuluan................................................................................................................1
1.1 latar belakang...............................................................................................................1
1.2 rumusan masalah..........................................................................................................2
Bab II Tinjauan Pustaka........................................................................................................3
2.1 Pengertian peradangan.................................................................................................3
2.2 gambaran mikroskopis peradangan akut......................................................................3
2.3 aspek cairan pada peradangan......................................................................................5
2.4 aspek seluler dari peradangan.....................................................................................5
2.5. jenis dan fungsi leukosit.............................................................................................6
2.6 bentuk peradangan......................................................................................................7
2.7 faktor faktor yang memepengaruhi peradangan ........................................................8
2.8 aspek sistemik dari proses peradangan.......................................................................9
Bab III Penutup...................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................10
3.2 Saran.........................................................................................................................10
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

            Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai sesuatu


yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan keadaan yang
menggelisahkan. Tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan
pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,
penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pemulihan.

            Sifat menguntungkan dari reaksi peradangan secara drmatis diperlihatkan dengan


apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan yang
dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi  obat-obatan yang
mempunyai efek samping yang menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini, , ada peluang
besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyabaran yang cepat atau infeksi yang
mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.

            Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoodinasi dengan baik
yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan harus
hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan yang
nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah jaringan, tetapi pada
tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidupdengan sirkulasi yang utuh. Juga
jika cidera yang langsung mematikan hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi
peradangan, karena untuk timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu.

            Sebab-sebab peradangan banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting sekali
untuk diketahui bahwa peradangan dan infeksi itu tidak bersinonim. Dengan demikian,
maka infeksi (adanya mikrooganisme hidup dalam jaringan) hanya merupakan salah satu
penyebab dari peradangan. Peradangan dapat terjadi denagan mudah steril sempurna,
seperti waktu sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah. Karena banyaknya
keadaan yang mengakibatkan peradangan, maka pemahaman proses ini merupakan dasar
bagi ilmu biologi dan kesehatan. Tanpa memahami proses ini, orang tidak dapat
memahami prinsip-prinsip penyakit manular, pembedahan, penyembuhan luka, dan
respon terhadap berbagai trauma atau prinsip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi
bencana kematian jaringan, sperti stroke, serangan jantung dan sebagainya.

            Walaupun ada banyak sekali penyebab peradangan dan ada berbagai keadaan
dimana dapat timbulnya peradangan, kejadiannya secara garis besar cenderung sama,
hanya saja pada pada berbagai jenis peradangan terdapat perbedaan secara kuanntitatif.
Oleh karena itu, reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum dan
memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian peradangan
2. Gambaran makroskopis peradangan akut
3. Aspek cairan pada peradangan
4. Aspek seluler dari peradangan
5. Jenis dan fungsi leukosit
6. Bentuk peradangan
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan
8. Aspek sistemik dari proses peradangan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian  Peradangan

            Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera atau mati, selama hospes tetap
hidup, ada respon yang mencolok pada jaringan hidup disekitarnya, respon tersebut itulah
yang dinamakan dengan peradangan.

Secara khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan


pengiriman cairan, zat-zat terlarut pada sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstisial pada daerah cidera atau nekrosis.                                          

B. Gambaran Mikroskopis Peradangan Akut

            Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cideraatau kematian
sel. Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan
masih dikenal sebagai tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor),
panas (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).

Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad sekarang ini, yaitu perubahan fungsi
(function laesa).

1. Rubor (kemerahan)

            Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang
mensuplai daerah daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih bannyak darah
mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau
sebagian saja yang meregang dengan cepat akan terisi oleh darah. Keadaan ini yang
dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan
akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik
secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine.

2. Kalor (panas)

            Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.


Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan
tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada
suhu 370  C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih lebih
banyak dari pada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak
terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh, karena jaringan-
jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 370 C dan hyperemia tidak menimbulkan
perubahan.
3. Dolor (nyeri)

            Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya,
bahan pH lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.
Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat
merangsang sel-sel saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat
mengakibatkan penigkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi juga dapat
menimbulkan nyeri.

4. Tumor (pembengkakan)

            Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal
(tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah kejaringan-jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada
daerah peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan , sebagian besar
eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar
ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliaran darah dan
tertimbun sebagai bagian dari eksudat.

5. Function laesa (perubahan fungsi)

            Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti,
mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn sirkulasi abnormal dan lingkungan
kimiawi yang abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak
mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu
terganggu.

C. Aspek Cairan pada Peradangan

            Biasanya dinding saluran darah yang terkecil (kapiler dan venula) memungkinkan
molekul-molekul kecil lewat, tetapi akan menahan molekul-molekul yang besar seperti
protein plasma untuk tetap didalam lumen pembuluh. Sifat pembuluh yang
semipermeabel ini menyebabkan gaya osmotik yang cenderung untuk menahan cairan
dalam pembuluh. Hal ini juga diimbangi oleh dorongan keluar dari tekanan hidrostatik
didalam pembuluh. Pergeseran cairan dalam reaksi peradangan sangat cepat. Eksudat dari
peradangan luka bakar akibat cidera termal mengandung protein plasma yang cukup
berarti. Jadi, peristiwa penting dari peradangan akut adalah perubahan permeabilitas
pembuluh-pembuluh yang sangat kecil yang menyebabkan kebocoran protein dan diikuti
pergeseran keseimbangan osmotik dan air keluar bersama protein, sehingga menimbulkan
pembengkakan jaringan. Dilatasi arteriol yang menimbulkan hiperemia lokal dan
kemerahan juga mengakibatkan kenaikan tekanan intravaskuler lokal, karena pembuluh
darah penuh.

            Dalam sistem limfatik, biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial


kedalam saluran limfe jaringan dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan
dan bergabung kembali kedarah vena. Daerah yang terkena radang biasanya terjadi
kenaikan yang mencolok pada aliran limfe daerah tersebut. Selama peradangan akut,
tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan
limfe juga bertambah dengan cara yang sama seperti pada sistem vaskuler darah. Tetapi
sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan,
karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan
mengosongkan sebagian dari eksudat.

Bila pembuluh limfe terkena radang, disebut dengan limfangitis dan jika kelenjar
limfe yang terkena radang, maka disebut dengan limfadenitis. Limfadenitis regional
sering menyertai peradangan, salah satu contoh yang terkenal adalah pembesaran kelenjar
limfe servikal, yang nyeri terlihat pada tonsillitis.

D. Aspek Seluler pada Peradangan

1. Marginal dan Emigrasi

Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah radang bertambah,
namun sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar
dari mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit,
trombosit dan leukosit ditinggalkan, dan viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena
radang menjadi lambat. Hal menyebabkan leukosit akan mengalami marginasi, yaitu
bergerak kebagian arus perifer sepanjang aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada
endotel. Akibatnya pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut
dengan emigrasi.

2. Kemotaksis

Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang, waktu mereka
sudah beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal
kimia. Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.

3. Mediator peradangan

Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang dikenal dengan


substansi dari peradangan. Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:

- Amina vasoaktif
- Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma
- Metabolit asam arakhidona
-  Berbagai macam produk sel

4. Histamine
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu menghasilkan
vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas vaskuler. Sebagian besar histamin disimpan
dalam sel mast yang tersebar luas dalam tubuh
5. Factok-faktor plasma

Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting. Agen utama
yang mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam plasma,
dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai cidera.

6. Metabolit asam arakhidonat

Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid diaktifkan oleh cidera
atau mediator lain. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang
berbeda, yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah
prostaglandin, trombokson dan leukotrin.

E. Jenis dan Fungsi Leukosit

a. Granulosit
Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-masing
memiliki granula dalam sitoplasma.
Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah
netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti amoeba dan mampu menelan
berbagai zat (fagositosis).
Eosinofil memberikan respon terhadap  rangsangan kemotaktik khas
tertentu pada reksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap parasi-
parasit tertentu dan zat-zat yang memperantarai peradangan.
Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya. Basofil
darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan granulanya
kedalam lingkungan sekitarnya pada berbagai keadaan cidera, baik rekasi
imunologis maupun reaksi nonspesifik.

b. Monosit
Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan
morfologi intinya dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama,
yang terdapat dalam pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika
terdapat dalam eksudat, disebut dengan makrofag.
Makrofag mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil
polimorfonuklear, dimana makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang memberi
respon terhadap rangsang  kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta
mencerna berbagai agen.

c. Limfosit
Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam
waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik.
Leukosit yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang
menyerbu, tetapi juga menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat
dimulai.
F. Bentuk Peradangan

a. Eksudat nonseluler
- Eksudat serosa: Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat
serosa, yang pada dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-
pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat serosa adalah cairan luka melepuh.
Pengumpulan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh
peradangan, disebut dengan transudat.

- Eksudat fibrinosa: Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan
terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat
fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang.

- Eksudat misinosa: Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane
mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini
merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang keluar dari pembuluh darah.
Contoh eksudat ini adalah pilek yang disertai berbagai infeksi pernapasan bagian
atas.

b. Eksudat seluler
- Eksudat netrofilik: Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi
bakteri. Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa
tingginya didalam jaringan, banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-
enzim hidrolisis yang kuat kesekitarnya.

- Eksudat campuran: Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai


dengan campurannya. Misalnya, eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan
netrofil polimorfonuklear.

c. Peradangan granulamatosa
Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah
besar dan pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.

G. Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan


Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah
yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka
proses peradangannya sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan
yang jelek.
Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cidera
atau daerah peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung pada poliferasi
sel dan aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal
dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita.
Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan
nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak
sempurna.
Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses
penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan
menjadi lebih padat, dan kompak setelah beberapa lama. Akibatnya adalah
kontraktur yang dapat membuat dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada
persendian.
Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi
atau neuroma traumatik, yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif
dari serabut-serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat
pada jaringan parut yang padat

H. Aspek Sistemik dari Peradangan


Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan proses
peradangan lokal, yang manular maupun yang tidak manular. Penyebab demam
adalah dilepaskannya pirogen endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini
mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus. Hal lain yang mencolok
yang mengikuti proses peradangan lokal adalah perubahan-perubahan
hematologis yang biasa ditemukan.
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang mempengaruhi
proses pendewasaan (maturasi) dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang
yang mengakibatkan kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini disebut dengan
leukositas. Pada cidera yang hebat, gejala berupa malaise, anoreksia dan
ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda, bahkan sampai
tidak berdaya melakukan apapun.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa radang bukanlah suatu penyakit, melainkan
manifestasi dari suatu penyakit.  Dimana radang merupakan respon fisiologis
lokal terhadap cidera jaringan. Radang dapat pula mempunyai pengaruh yang
menguntungkan, selain berfungsi sebagai penghancuran mikroorganisme yang
masuk dan pembuatan dinding pada rongga akses, radang juga dapat mencegah
penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang merugikan dari radang, karena
secara seimbang radang juga memproduksi penyakit. Misalnya, abses otak dan
mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang permanen dan menyebabkan
gangguan fungsi.

B. Saran
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan membaca dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan
pembaca tentang radang dapat bertambah, serta mengerti tentang akibat dan
pengaruh yang disebabkan oleh radang itu sendiri. Penulis
menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna dan masih
banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran  yang sifatnya membangun
sangat diharapkan demi perbaikan penulisan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Price, sylvia A dan Wilson Lorraine M. 1995. Potofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC

J. Corwin, Elisabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

http://www.wikipidia.org/wiki/radang

www.multiply.com

Anda mungkin juga menyukai