Anda di halaman 1dari 19

Penatalaksaan Infertilitas Primer pada Wanita 30 Tahun

Wilson Dharma Virya (102018008)


Rico Sanjaya Iskandar (102018095)
Karel Roberto Bernardi (102018132)
Erni Ramba (102017208)
Aprillia Dwi Rahma (102018041)
Deadora Winata (102018079)
Putri Iriani Tulandi (102018120)

Kelompok B4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
aprilia.2018fk041@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah melakukan hubungan yang teratur
tanpa proteksi selama 12 bulan untuk usia dibawah 35 tahun atau selama 6 bulan untuk usia
diatas 35 tahun. Kondisi ini adalah hal yang mengejutkan dan menimbulkan stres pada
penderita. Infertilitas diklasifikasikan pada dua tipe yaitu infertilitas primer dan infertilitas
sekunder. Penyebab terjadinya infertilitas bisa terbagi pada dua kelompok yaitu faktor
organik dan non-organik. Gejala khas pada penderita adalah tidak bisa hamil atau siklus
menstruasi yang tidak beraturan atau tidak menstruasi. Penatalaksanaan pada infertilitas bisa
dilakukan secara pemberian obat-obatan, prosedur operasi dan bantuan konsepsi. Komplikasi
yang sering terjadi pada kasus ini adalah disebabkan oleh pengobatan.  

Kata Kunci : Infertilitas, Klasifikasi, Penatalaksaan

Abstract
Infertility is the inability to get pregnant after regular unprotected intercourse for 12 months
for ages under 35 years or for 6 months for ages over 35 years. This condition is something
surprising and stressful to sufferers. Infertility is classified into two types, namely primary
infertility and secondary infertility. The causes of infertility can be divided into two groups,
namely organic and non-organic factors. Typical symptoms in sufferers are not being able to
get pregnant or menstrual cycles that are irregular or not menstruating. Management of
infertility can be done by administering drugs, surgical procedures and assisted conception.
The complications that often occur in this case are caused by medication.

Keywords: Infertility, Classification, Management


Pendahuluan
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran.
Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ±50% pasangan infertil
untuk memperoleh anak. Perkembangan ilmu infertilitas lebih lambat dibanding cabang ilmu
kedokteran lainnya, kemungkinan disebabkan masih langkanya dokter yang berminat pada
ilmu ini.1
Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil
dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya,maka pasangan infertil
haruslah dilihat sebagai satu kesatuan. Penyebab infertilitaspun harus dilihat pada kedua
belah pihak yaitu isteri dan suami. Salah satu bukti bahwa pasangan infertil harus dilihat
sebagai satu kesatuan adalah aadanya faktor imunologi yang memegang peranan dalam
fertilitas suatu pasangan. Faktor imunologi ini erat kaitannya dengan faktor semen/sperma,
cairan/lendir serviks dan reaksi imunologi isteri terhadap semen/sperma suami. Termasuk
juga sebagai faktor imunologi adanya autoantibodi.1
Pada pasangan yang normal yang berhubungan seksual secara teratur untuk
memperoleh anak, maka persentase untuk dapat hamil dalam satu bulan adalah 20%, 57%
dalam 3 bulan, 75% dalam 6 bulan, 90% dalam 1 tahun.2 

Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertil, bukan tidak mungkin kondisi


infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat
dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang
manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung
arti bahwa dua faktor yang harus dipenuhi adalah: (1) suami memiliki sistem dan fungsi
reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelami pria
(spermatozoa) ke dalam organ reproduksi istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi
reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau
ovum) yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat
perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan. Apabila salah
satu dari dua faktor yang telah disebutkan tersebut tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri,
pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak.1
Skenario
Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke Poliklinik karena ingin hamil. Pasien
sudah menikah 5 tahun.

Anamnesis
Anamnesis  dilakukan  untuk  memperoleh data  terhadap gaya hidup yang  dilakukan
pasutri seperti memiliki kebiasaan merokok atau mengkonsumsi minuman beralkohol. Perlu
juga diketahui apakah pasutri atau salah satunya menjalani terapi khusus seperti
antihipertensi, kartikosteroid dan sitostatika. Selain itu perlu juga dilakukan anamnesis
terhadap siklus haid pada istri. Siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat
dikatakan siklus haid normal jika berada dalam kisaran antara 21-35 hari. Sebagian besar
perempuan den gan siklus haid yang normal akan menunjukkan siklus haid yang berovulasi.
Untuk mendapatkan rata-rata siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3-4
bulan terakhir. Perlu juga diperoleh informasi apakah terdapat keluhan nyeri haid setiap
bulannya dan perlu dikaitkan dengan adanya penurunan aktivitas fisik saat haid akibat nyeri,
ada atau tidaknya penggunaan obat penghilang nyeri saat haid terjadi, penggunaan KB,
riwayat keguguran serta infeksi genitalia interna. 
Penting juga untuk melakukan anamnesis terkait dengan frekuensi senggama yang
dilakukan kedua pasangan. Dianjurkan bagi pasutri untuk melakukan senggama secara teratur
dengan frekuensi 2-3 kali per minggu. Anamnesis yang lain dapat meliputi kemampuan
ereksi pada suami, lamanya perkawinan, umur kedua pasangan, tingkat kepuasaan hubungan
seksual serta teknik bersenggama.

Hasil anamnesis

 Identitas diri : Perempuan usia 30 tahun


 Keluhan utama : Belum hamil, sudah menikah 5 tahun
 Riwayat Penyakit Sekarang :-
 Riwayat Pengobatan :-
 Riwayat Penyakit Dahulu :-
 Riwayat Penyakit Keluarga :-
 Informasi tambahan : Hubungan seksual teratur seminggu 3x. Riwayat haid
teratur, siklus 28 hari, tidak ada nyeri haid. Menarche usia 12 tahun. Pernikahan pertama
untuk suami maupun istri, lama 5 tahun. Riwayat KB tidak pernah. Riwayat obstetri
belum pernah hamil.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk mengetahui
keadaan atau kelainan serta masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik
bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi,
menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien,
menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah
diberikan. Hasil pemeriksaan fisik semua dalam batas normal.
Berdasarkan skenario inspeksi genitalia luar normal, Inspekulo: tidak nampak darah
atau lendir di vagina. Portio licin. Pemeriksaan bimanual: ukuran uterus normal, adnexa dan
parametrium tidak teraba massa.

Pemeriksaan Penunjang pada wanita


Pemeriksaan Labolatorium:
 Kadar progesterone
Untuk wanita, pemeriksaan yang dianjurkan adalah penilaian kadar progesteron untuk
mengonfirmasi adanya ovulasi dalam sebuah siklus haid. Penilaian ini dilakukan ±7
hari sebelum perkiraan datangnya haid (saat fase luteal madia). Jika kadar progesteron
fase luteal madia >9,4 mg/ml (30 nmol/l) berarti ada ovulasi dalam siklus haid
tersebut.
 Kadar TSH dan prolactin
Pemeriksaan ini hanya dilakukan jika terdapat indikasi siklus yang tidak berovulasi,
terdapat keluhan galaktore, kelainan fisik, atau gejala klinis yang sesuai pada kelainan
kelenjar tiroid.3
 Kadar LH & FSH
Dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3-5) terutama jika terdapat peningkatan
LH/FSH pada kasus sindrom ovarium polikistik.3

 Kadar testosteron/Free Androgen Index (FAI)


Dilakukan jika ada tanda klinis hiperandrogenisme seperti hirsutisme atau akne yang
banyak. Pada perempuan normal dijumpai FAI <7.3

Pemeriksaan Radiologi:
 Histerosalpingografi: Pemeriksaan histerosalpingografi dilakukan untuk skrining
oklusi tuba dan kelainan struktural uterus lainnya. Pemeriksaan ini bersifat invasif
minimal dan umumnya dilakukan sebelum dilakukannya pemeriksaan yang lebih
invasive.
 Laparoskopi: Pemeriksaan laparoskopi merupakan baku emas evaluasi patensi tuba.
Pemeriksaan ini bersifat invasif dan dilakukan apabila pemeriksaan
histerosalpingografi tidak menunjukkan hasil yang adekuat, terutama pada kasus
adhesi tuba dan intrauterin. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adhesi pelvis,
endometriosis, dan penyakit pelvis lain.3

 Saline infusion sonogram: Saline infusion sonogram (SIS) merupakan pemeriksaan


ultrasonografi uterus dengan memasukkan sedikit cairan sakin normal ke dalam uterus
untuk melihat dinding endometrium. Pemeriksaan digunakan untuk alat skrining
kavitas uterus sebelum dilakukannya terapi infertilitas
 Histeroskopi: Histeroskopi merupakan pemeriksaan invasif untuk melihat secara langsung
patologi intrauterine dan melakukan tindakan secara langsung bila diperlukan.
Pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila hasil pemeriksaan SIS kurang memuaskan.3

Pemeriksaan khusus pada pria

 Pemeriksaan Analisis Semen


Pemeriksaan analisis semen sangat penting dilakukan pada awal pasutri dengan
masalah infertilitas, karena dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor lelaki
turut memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap kejadian infertilitas.3 Beberapa
syarat yang harus diperhatikan agar menjamin hasil analisis sperma yang baik adalah
sebagai berikut: 
1. Lakukan abstinesia (pantangan senggama) selama 2-3 hari.
2. Keluarkan sperma dengan cara masturbasi  dan hindari dengan cara senggama
terputus
3. Hindari penggunaan pelumas pada saat masturbasi 
4. Hindari penggunaan kondom untuk menampung sperma
5. Gunakan tabung dengan mulut yang lebar sebagai tempat penampung sperma
6. Tabung sperma haarus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal, dan waktu
pengumpulan sperma, metode pengeluaran sperma yang dilakukan (masturbasi
atau senggama terputus).
7. Kirimkan sampel secepat mungkin ke laboratorium sperma.
8. Hindari paparan temperatur yang terlampau tinggi (> 38o) atau terlalu rendah
(<15o) atau menempelkannya ke tubuh sehingga sesuai dengan suhu tubuh.3
Kriteria yang digunakan untuk menilai normalitas analisis sperma adalah kriteria
normal berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO). Hasil dari analisis sperma
tersebut menggunakan terminologi khusus yang diharapkan dapat menjelaskan kualitas
sperma berdasarkan kensentrasi, mortalitas dan morfologi sperma (tabel 1).
Tabel 1. Nilai normalitas analisis sperma berdasarkan kriteria WHO4
Kriteria Nilai rujukan normal
Volume 2 ml atau lebih
Waktu likuefaksi Dalam 60 menit
pH 7,2 atau lebih
Konsentrasi sperma 20 juta per mililiter atau
lebih
Jumlah sperma total 40 juta per mililiter atau
lebih
Lurus cepat (gerakan yang progresif dalam 60 menit setelah 25 % atau lebih
ejakulasi (1)
Jumlah antara lurus lambat (2) dan lurus cepat (1) 50 % atau lebih
Morfologi normal 30% atau lebih
Vitalitas 75% atau lebih yang hidup
Lekosit Kurang dari 1 juta per
mililiter

 USG skrotum
Tes ini  membantu dokter untuk melihat apakah ada varikokel atau masalah lain di
testis dan struktur pendukung.3
 Tes hormone
Hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitari, hipotalamus dan testis memainkan
peran kunci dalam perkembangan seksual dan produksi sperma. Kelainan pada
sistem hormonal atau organ lainnya mungkin juga berkontribusi terhadap infertilitas.
Sebuah tes darah mengukur tingkat testosteron dan hormon lainnya.3
 Pasca-ejakulasi urinalisis
Sperma dalam urin dapat menunjukkan sperma berjalan mundur ke dalam kandung
kemih bukannya keluar penis selama ejakulasi (ejakulasi retrograde).3
 Tes genetic
Ketika konsentrasi sperma sangat rendah, mungkin ada penyebab genetik. Sebuah tes
darah dapat mengungkapkan apakah ada perubahan halus dalam kromosom Y -
tanda-tanda kelainan genetik. Pengujian genetik mungkin diperintahkan untuk
mendiagnosa berbagai sindrom bawaan atau diwariskan.3
 Tes fungsi sperma khusus
Sejumlah tes dapat digunakan untuk memeriksa seberapa baik sperma bertahan
setelah ejakulasi, seberapa baik mereka dapat menembus telur, dan apakah ada
masalah melekat telur. Umumnya, tes ini jarang dilakukan dan sering tidak signifikan
mengubah rekomendasi untuk pengobatan.

Differential Diagnosis
Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun berhubungan
seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi
dalam bentuk apapun.4

Working Diagnosis
Infertilitas adalah belum terjadinya kehamilan/ mempunyai anak pada pasangan suami
istri yang sudah menikah selama satu tahun, berhubungan secara teratur dengan tanpa
penghalang. Infertilitas primer adalah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.4

Epidemiologi
World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa jumlah pasangan infertil
sebanyak 36% diakibatkan adanya kelainan pada pria, sedangkan 64%  berada pada wanita.
Hal ini di alami oleh 17% pasangan  yang sudah menikah lebih dari 2 tahun yang belum
mengalami tanda-tanda kehamilan bahkan sama sekali belum hamil, WHO juga
memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri (1-7 pasang memiliki masalah infertil) dan setiap
tahunnya muncul sekitar 2 juta pasangan infertil.5
Dari semua pasangan yang aktif secara seksual, 12 – 15 % mengalami infertilitas.
Pada tahun 2010, infertilitas diperkirakan terjadi pada 48,5 juta pasangan di seluruh dunia.
Wanita yang berumur 20 – 44 tahun yang ingin memiliki anak mengalami infertilitas primer
sebesar 1,9% dan 10,5 % wanita mengalami infertilitas sekunder. Penyebab infertilitas
multifaktorial. Faktor pria dan wanita sebagai penyebab infertilitas sekitar 26%, faktor wanita
menyumbangkan 39% dari penyebab infertilitas, faktor pria sekitar 20%, dan faktor yang
belum diketahui penyebabnya sekitar 15%.
Di Indonesia, 20-30% penduduk mengalami gangguan infertilitas. Dari data Biro
Pusat Statistik di Indonesia, diperkirakan terdapat 12% pasutri yang tidak mampu
membuahkan keturunan. Berdasar survei kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan
ada 3,5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil. Kini, para ahli memastikan angka
infertilitas telah meningkat mencapai 15-20% dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia.
Penyebab infertilitas sebanyak 40% berasal dari laki-laki, 40% dari wanita, 10% dari laki-laki
dan wanita dan 10% tidak diketahui.5

Etiologi
Terdapat 5 faktor penyebab  infertilitas yang mendasar, yaitu faktor pasangan pria,
faktor servikal, disfungsi ovulasi, adanya masalah pada rahim, atau organ pelvis pasangan
wanita ataupun keduanya dan penyebab yang tidak dapat dijelaskan diperkirakan faktor-
faktor yang menjadi penyebab infertilitas 40% dari faktor istri, 40% faktor suami dan 20%
kombinasi dari keduanya.6  Greene CA7 yang menjadi penyebab infertilitas adalah faktor tuba
dan peritoneum 25-35%, faktor pria 20-35%,  faktor ovulasi 15-25%, unexplained faktor 10-
20%, faktor serviks 3-5%,  faktor lain (uterus, gaya hidup, BMI, toksin, aktivitas dan lain-
lain) 1-5%.
Menurut penelitian yang disampaikan oleh WHO,  pasien yang diteliti dari 33 pusat
kesehatan di 25 negara  termasuk didalamnya timur dan barat Eropah, Canada, Australia,
Scandinavia, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Mediterania diperoleh kesimpulan bahwa
penyebab infertilitas adalah gangguan fungsi ovarium 33%, oklusi tuba dan perlengketan tuba
36%, endometriosis 6% dan 40% tidak diketahui penyebabnya. Faktor pria penyebab
infertilitas sebanyak 35% dan faktor wanita sebanyak 65%.6,7,8

Penyebab spesifik infertilitas pada wanita


Gangguan yang paling sering dialami perempuan mandul adalah gangguan ovulasi.
Bila ovulasi tidak terjadi maka tidak akan ada sel telur yang bisa dibuahi. Salah satu tanda
wanita yang mengalami gangguan ovulasi adalah haid yang tidak teratur dan haid yang tidak
ada sama sekali. Gangguan lain yang bisa menyebabkan kemandulan pada wanita adalah:

Faktor fungsional
1. Gangguan sistem hormonal wanita dan dapat di sertai kelainan bawaan (immunologis)
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan
reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus
spontan pada wanita hamil.9,10
2. Gangguan pada pelepasan sel telur (ovulasi)
Ovulasi atau proses pengeluaran sel telur dari ovarium terganggu jika terjadi gangguan
hormonal. Salah satunya adalah polikistik. Gangguan ini diketahui sebagai salah satu
penyebab utama kegagalan proses ovulasi yang normal. Ovarium polikistik disebabkan
oleh kadar hormon androgen yang tinggi dalam darah. Kadar androgen yang berlebihan
ini mengganggu hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dalam darah. Gangguan
kadar hormon FSH ini akan mengkibatkan folikel sel telur tidak bisa berkembang
dengan baik, sehingga pada gilirannya ovulasi juga akan terganggu.9,10
3. Kelainan anatomi dan fungsi
 Vagina
Kemampuan menyampaikan sperma ke dalam vagina sekitar serviks perlu
untuk fertilitas. Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian ini ialah
adanya sumbatan atau peradangan.
 Masalah serviks
Infertilitas yang berhubungan dengan faktor serviks dapat disebabkan oleh
sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yang abnormal, malposisi dari serviks
atau kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang dapat
berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan (atresia), polip serviks, stenosis
akibat trauma, peradangan (servisitis menahun), sinekia (biasanya bersamaan
dengan sinekia intrauterin) setelah konisasi, dan inseminasi yang tidak adekuat.
Pernah dipikirkan bahwa vaginitis  yang disebabkan oleh trikomonas vaginalis dan
kandida albikans dapat menghambat motilitas spermatozoa.3,11

 Uterus
Masalah lain yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui uterus ialah
distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, atau polip, peradangan endometrium,
dan gangguan kontraksi uterus. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengganggu
dalam hal implantasi, pertumbuhan intra uterin, dan nutrisi serta oksigenisasi janin.
 Tuba Fallopi
Masalah tuba saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses
kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita tersebut, maka
dapat menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya sperma atau
menghambat implantasi ovum yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi
merupakan salah satu dari banyak penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat
terjadi akibat infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh
endometriosis atau inflamasi. Infertilitas yang berhubungan dengan masalah tuba ini
yang paling menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit radang panggul
(Pelvic Inflammatory Disease/PID). PID ini menyebabkan jaringan parut yang
memblok kedua tuba falopi.3,11
4. Gangguan implantasi hasil konsepsi dalam rahim
Setelah sel telur dibuahi oleh sperma dan seterusnya berkembang menjadi embrio,
selanjutnya terjadi proses nidasi (penempelan) pada endometrium. Perempuan yang
memiliki kadar hormon progesteron rendah, cenderung mengalami gangguan
pembuahan. Diduga hal ini disebabkan oleh antara lain karena struktur jaringan
endometrium tidak dapat menghasilkan hormon progesteron yang memadai.

Faktor penyakit
1. Endometriosis
Endometriosis adalah jaringan endometrium yang semestinya berada di lapisan paling
dalam rahim (lapisan endometrium) terletak dan tumbuh di tempat lain. Endometriosis
bisa terletak di lapisan tengah dinding rahim (lapisan miometrium) yang disebut
adenomiosis, atau bisa juga terletak di indung telur, saluran telur, atau bahkan dalam
rongga perut. Gejala umum penyakit endometriosis adalah nyeri yang sangat pada daerah
panggul terutama pada saat haid dan berhubungan intim, serta tentu saja infertilitas.

2. Infeksi panggul
Infeksi panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada saluran reproduksi wanita bagian
atas, meliputi radang pada rahim, saluran telur, indung telur, atau dinding dalam panggul.
Gejala umum infeksi panggul adalah: nyeri pada daerah pusar ke bawah (pada sisi kanan
dan kiri), nyeri pada awal haid, mual, nyeri saat berkemih, demam, dan keputihan dengan
cairan yang kental atau berbau. Infeksi panggul memburuk akibat haid, hubungan seksual,
aktivitas fisik yang berat, pemeriksaan panggul, dan pemasangan AKDR (alat kontrasepsi
dalam rahim, misalnya: spiral).3,11
3. Polip
Polip adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur yang biasanya diakibatkan oleh
mioma uteri yang membesar dan teremas-remas oleh kontraksi rahim. Polip dapat
menjulur keluar ke vagina. Polip menyebabkan pertemuan sperma-sel telur dan
lingkungan uterus terganggu, sehingga bakal janin akan susah tumbuh.
4. Saluran telur yang tersumbat
Saluran telur yang tersumbat menyebabkan sperma tidak bisa bertemu dengan sel telur
sehingga pembuahan tidak terjadi alias tidak terjadi kehamilan. Pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui saluran telur yang tersumbat adalah dengan HSG (Hystero
Salpingo Graphy), yaitu semacam pemeriksaan rontgen (sinar X) untuk melihat rahim
dan saluran  telur.
5. Sel telur
Kelainan pada sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang umumnya merupakan
manifestasi dari gangguan proses pelepasan sel telur (ovulasi). Delapan puluh persen
penyebab gangguan ovulasi adalah sindrom ovarium polikistik. Gangguan ovulasi
biasanya direfleksikan dengan gangguan haid. Haid yang normal memiliki siklus antara
26-35 hari, dengan jumlah darah haid 80 cc dan lama haid antara 3-7 hari. Bila haid pada
seorang wanita terjadi di luar itu semua, maka sebaiknya beliau memeriksakan diri ke
dokter.3,11

Penyebab spesifik infertilitas pada pria


1. Bentuk dan gerakan sperma yang tidak sempurna
Sperma harus berbentuk sempurna serta dapat bergerak cepat dan akurat menuju ke telur
agar dapat terjadi pembuahan. Bila bentuk dan struktur (morfologi) sperma tidak normal
atau gerakannya (motilitas) tidak sempurna sperma tidak dapat mencapai atau menembus
sel telur.
2. Konsentrasi sperma rendah
Konsentrasi sperma yang normal adalah 20 juta sperma/ml semen atau lebih. Bila 10
juta/ml atau kurang maka menujukkan konsentrasi yang rendah (kurang subur). Hitungan
40 juta sperma/ml atau lebih berarti sangat subur. Jarang sekali ada pria yang sama sekali
tidak memproduksi sperma. Kurangnya konsentrasi sperma ini dapat disebabkan oleh
testis yang kepanasan (misalnya karena selalu memakai celana ketat), terlalu sering
berejakulasi (hiperseks), merokok, alkohol dan kelelahan.4,11,12
3. Tidak ada semen
Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis menuju vagina. Bila tidak ada
semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada ejakulasi). Kondisi ini biasanya
disebabkan penyakit atau kecelakaan yang memengaruhi tulang belakang.
4. Varikosel (varicocele)
Varikosel adalah varises atau pelebaran pembuluh darah vena yang berhubungan dengan
testis. Sebagaimana diketahui, testis adalah tempat produksi dan penyimpanan sperma.
Varises yang disebabkan kerusakan pada sistem katup pembuluh darah tersebut membuat
pembuluh darah melebar dan mengumpulkan darah. Akibatnya, fungsi testis
memproduksi dan menyalurkan sperma terganggu.
5. Testis tidak turun
Testis gagal turun adalah kelainan bawaan sejak lahir, terjadi saat salah satu atau kedua
buah pelir tetap berada di perut dan tidak turun ke kantong skrotum. Karena suhu yang
lebih tinggi dibandingkan suhu pada skrotum, produksi sperma mungkin terganggu.
6. Kekurangan hormon testosterone
Kekurangan hormon ini dapat memengaruhi kemampuan testis dalam memproduksi
sperma.4,11,12
7. Infeksi
Infeksi dapat memengaruhi motilitas sperma untuk sementara. Penyakit menular seksual
seperti klamidia dan gonore sering menyebabkan infertilitas karena menyebabkan skar
yang memblokir jalannya sperma.
8. Masalah seksual
Masalah seksual dapat menyebabkan infertilitas, misalnya disfungsi ereksi, ejakulasi
prematur, sakit saat berhubungan (disparunia). Demikian juga dengan penggunaan
minyak atau pelumas tertentu yang bersifat toksik terhadap sperma.
9. Ejakulasi balik
Hal ini terjadi ketika semen yang dikeluarkan justru berbalik masuk ke kantung kemih,
bukannya keluar melalui penis saat terjadi ejakulasi. Ada beberapa kondisi yang dapat
menyebabkannya, di antaranya adalah diabetes, pembedahan di kemih, prostat atau uretra,
dan pengaruh obatobatan tertentu.
10. Sumbatan di epididimis/saluran ejakulasi
Beberapa pria terlahir dengan sumbatan di daerah testis yang berisi sperma (epididimis)
atau saluran ejakulasi. Beberapa pria tidak memiliki pembuluh yang membawa sperma
dari testis ke lubang penis.
11. Lubang kencing yang salah tempat (hipoepispadia)
Kelainan bawaan ini terjadi saat lubang kencing berada di bagian bawah penis. Bila tidak
dioperasi maka sperma dapat kesulitan mencapai serviks.4,11,12

Gejala
Simptom utama infertilitas adalah tidak bisa hamil dan sering tanpa gejala lain.
Namun, pada kasus tertentu, perempuan infertilitas mungkin akan mengalami kitaran
menstruasi yang tidak teratur bahkan tidak mens sama sekali.13

Faktor Resiko
 Usia
Usia terutama istri sangat menentukan besarnya kesempatan pasangan suami istri untuk
mendapatkan keturunan. Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia
wanita. Wanita yang sudah berumur akan memliki kualitas oosit yang tidak baik akibat
adanya kelainan kromoson pada oosit tersebut. Sembilan puluh empat persen (94%)
perempuan subur di usia 35 tahun atau 77% perempuan subur di usia 38 tahun akan
mencapai kehamilam dalam kurun waktu tiga tahun lama pernikahan. Ketika usia istri
mencapai 40 tahun maka kesempatan untuk hami; hanya sebesar 5% perbulan dengan
kejadian kegagalan sebesar 34-52%.9
 Frekuensi senggama
Angka kejadian hamil mencapai puncaknya ketika pasangan suami istri melakukan
hubungan suami istri dengan frekuensi 2-3 kali dalam seminggu. Upaya penyesuaian saat
melakukan hubungan suami istri dengan terjadinya ovulasi justru akan meningkatkan
kejadian stres bagi pasangan suami istri tersebut sehingga upaya ini sudah tidak dilakukan
lagi.
 Pola hidup
Pola hidup dapat mempengaruhi kejadian infertilitas. Terdapat hubungan antara minum
alkohol dalam jumlah banyak dengan penurunan kualitas sperma. Selain itu dari beberapa
penelitian dijumpai fakta bahwa kebiasaan merokok juga dapat menurunkan fertilitas
pada pria maupun wanita. Selain konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok, status gizi
juga dapat menyebabkan terjadinya infertilitas.
 Obesitas
Kegemukan (obesitas), atau dengan istilah lain memiliki tubuh 10%-15% dari lemak
tubuh normal, maka wanita tersebut akan menderita gangguan pertumbuhan folikel di
ovarium yang terkait dengan sebuah sindrom yaitu Sindrom Ovarium Poli Kistik (SPOK).
Sindrom ini juga terkait erat dengan resistensi insulin dan diabetes mellitus. Disamping
berat badan yang berlebih maka berat badan yang sangat rendah juga dapat mengganggu
fungsi fertilisasi seorang wanita.5

Terapi Farmakologi
Pengobatan pasangan infertilitas memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit
jumlahnya dan sering menimbulkan stres keluarga yang berkepanjangan. Beberapa obat-obat
terapi yang diberikan kepada wanita seperti Clomiphene Citrate (Clomid), Human
Menopausal Gonadotropin or hMG (Repronex, Pergonal), Follicle Stimulating Hormone atau
FSH (Gonal-F, Follistim), Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), Metformin
(Glucophage) dan Bromocriptine atau Parlodel.15

Non-Farmakologi
 Intrauterine Insemination (IUI)
Melibatkan prosedur labolartorium yang memisahkan sperma yang bergerak cepat
dengan sperma yang bergerak lambar atau bahkan tidak bergerak sama sekali. Sperma
yang bergerak cepat kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita, mendekati masa
ovulasi, ketika sel telur dilepaskan pada pertengahan bulan siklus. Sebelum dilakukan
IUI, tuba fallopi harus sudh terbukti paten. IUI dapat dilakukan dengan atau tanpa
obat penyubur.16
 Teknik In Vitro Fertilization
Teknik  In Vitro Fertilization  atau  yang  lebih  dikenal  dengan istilah  “bayi
tabung”, merupakan teknik reproduksi dibantu atau teknik rekayasa reproduksi
dengan mempertemukan sel telur (oosit) matang dengan spermatozoa diluar tubuh
manusia agar terjadi pembuahan atau fertilisasi. Fertilisasi in vitro diterapkan pada
pasangan infertil (tidak subur) yang mengalami enam masalah yaitu pada tuba atau
saluran telur, pada sperma, kegagalan inseminasi berulang, infertilitas imunologik,
endometriosis yang sudah diterapi secara lengkap tetapi belum berhasil hamil dan
penyebab yang belum diketahui (unexplained infertility). Pada kondisi yang belum
diketahui (unexplained infertility) ini disebabkan oleh permasalahan imunologis atau
kekebalan tubuh. Akibatnya, sperma suami ditolak oleh sel telur istri sehingga tidak
pernah terjadi kehamilan. Sebaliknya, ada juga antibodi anti sperma yang dihasilkan
oleh tubuh suami sendiri sehingga sperma dihancurkan atau dilemahkan
kemampuannya karena dianggap benda asing.15,16
 Teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI) 
Teknik    ini    merupakan    teknik   dalam    program   IVF   dengan   cara  me-
nyuntikkan satu spermatozoa langsung kedalam sitoplasma oosit agar terjadi
fertilisasi.
 Teknik operasi TESE dan MESA 
Pada  kasus  cairan  air  mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin akibat 
penyumbatan atau gangguan saluran sperma dilakukan pengambilan sperma dengan
teknik operasi langsung pada saluran air mani atau testis. Teknik ini ada dua, yaitu
MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE (Testicular Sperm Extraction).
Pada MESA, sperma diambil langsung dari tempat sperma dimatangkan disimpan
(epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma langsung diambil dari testis yang
merupakan pabrik sperma. Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah menurut
prosedur ICSI.15,16

Nutrisi
 Protein
Unit pembangun dari protein adalah asam amino. Arginin adalah asam amino yang
berfungsi memperkuat daya tahan hidup sperma dan mencegah kemandulan. Sumber
arginin dari bahan makanan adalah ikan, daging sapi, ayam, kacang-kacangan. Kedelai
dan hasil olahan seperti tempe dan tahu merupakan sumber phytoestrogen. Tahu yang
terbuat dari kacang kedelai mengandung banyak isoflavon. Konsumsi tahu membantu
merangsang produksi hormon estrogen selama menstruasi sehingga mengurangi
peradangan serta kram menstruasi.16
 Vitamin A
Vitamin A merupakan zat gizi larut dalam lemak, esensial untuk mata, pertumbuhan,
diferensiasi sel, reproduksi, dan integritas sistem imun. Kurang vitamin A (KVA)
dikaitkan dengan asupan makanan mengandung vitamin A yang rendah, frekuensi
penyakit infeksi yang tinggi serta siklus reproduksi.
 Vitamin C
Vitamin C berfungsi meningkatkan kesuburan, memperkuat sistem imun, dan membantu
penyerapan zat besi. Buah - buahan, seperti stroberi, kiwi, avokat, jambu, jeruk, mangga
serta sayuran hijau kaya akan vitamin C yang dapat meningkatkan jumlah sperma dan
mobilitasnya.16
 Vitamin E
Vitamin E sangat penting bagi sistem reproduksi. Vitamin E mendukung produksi
sperma dan hormon-hormon seks serta mencegah kerusakan DNA sperma. Studi
menunjukkan bahwa kerusakan pada DNA sperma dapat menyebabkan infertilitas.
 Zat Besi
Zat besi penting untuk transportasi darah dan oksigen di dalam tubuh. Kaum perempuan
perlu menjaga keseimbangan proses ovulasi. Suatu studi menunjukkan bahwa 40%
wanita yang mengalami masalah ovulasi menjadi subur setelah menambah konsumsi zat
besi.
 Selenium
Selenium merupakan antiokdidan yang berperan mencegah oksidasi sel-sel sperma.16

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi adalah disebabkan oleh pengobatan dan bukannya dari masalah
infertilitas itu sendiri. Komplikasinya adalah :

 Kehamilan berganda. Komplikasi pengobatan infertilitas tersering adalah kehamilan


berganda yaitu kembar dua, bertiga dan sebagainya. Secara umumnya, semakin
banyak bilangan fetus, semakin tinggi risiko kelahiran prematur, dan masalah pada
saat kehamilan seperti diabetes gestasional. Bayi prematur lebih berisiko tinggi untuk
menderita masalah kesehatan dan gangguan perkembangan.17
 Sindrom Hiperstimulasi Ovari (OHSS). Pengobatan fertilitas untuk menginduksi
ovulasi bisa menyebabkan OHSS, dimana ovary membengkak dan nyeri. Gejala yang
mungkin timbul adalah nyeri abdomen ringan, kembung dan nausea yang bertahan
selama seminggu atau lebih lama jika anda sedang hamil. Peningkatan berat badan
yang progresif dan sesak nafas memerlukan penanganan segera namun, ia jarang
terjadi.
 Perdarahan atau infeksi. Ia bisa terjadi apabila prosedur penanganan tidak dilakukan
secara steril.17

Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
1. Mengobati infeksi di organ reproduksi. Ada berbagai jenis infeksi diketahui
menyebabkan infertilitas seperti infeksi prostat, testis/buah zakar, maupun saluran
sperma.
2. Menghindari rokok. Rokok mengandung zat-zat yang dapat meracuni pertumbuhan,
jumlah dan kualitas sperma.
3. Menghindari alkohol dan zat adiktif. Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan
dengan rendahnya kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu pertumbuhan
sperma. Ganja /mariyuana juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan
pertumbuhan sperma.
4. Hindari obat yang mempengaruhi jumlah sperma, seperti obat darah tinggi, dan lain-
lain.13,7

Prognosis
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur
suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi
senggama dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun,
kemudian menurun perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan
cepat. Pasangan infertilitas selama 3 tahun prognosisnya baik, sedangkan pasangan yang
infertilitasnya sudah mencapai 5 tahun bisa dikatakan prognosisnya buruk.
Menurut MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir
pada setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari 6
bulan meningkat dengan meningkatnya frekuensi senggama. Ternyata, senggama 4 kali
seminggu paling meluangkan terjadinya kehamilan karena ternyata kualitas dan jenis
motilitas spermatozoa menjadi lebih baik dengan seringnya ejakulasi.6

Kesimpulan
Infertilitas terbagi atas dua jenis, yaitu infertilitas primer dan sekunder. Infertilitas
disebabkan oleh abnormalitas anatomi atau fisiologi sistem reproduksi wanita maupun pada
sistem reproduksi pria yang dipengaruhi oleh banyak faktor, contohnya karena kebiasaan
hidup yang kurang sehat, faktor lingkungan, dan faktor bawaan dari lahir. Infertilitas dapat
dicegah dengan cara menerapkan hidup sehat seperti tidak merokok, tidak mengonsumsi
minuman beralkohol, dan sebagainya.

Daftar Pustaka
1. Herlianto H. Fertilitas (kelahiran) dalam pengantar dermografi. Jakarta: PT Lembaga
Dermografi UI.

2. Ida Ayu CM, Fajar Manuaba IBG, Gde Manuaba IB. Memahami kesehatan reproduksi
wanita. Edisi 2. (Ester M, ed.). Jakarta: EGC.

4. Triwani D, Kes M. Faktor genetik sebagai salah satu penyebab infertilitas Pria. :16.

5. Ombelet W, Cooke I, Dyer S, Serour G, Devroey P. Infertility and the provision of infertility
medical services in developing countries. Hum Reprod Update. 2008;14(6):605-621.

6. Set G, David B. Evaluation of female infertility in reproductive endocrinology and infertility.


Vol 16.; 2010.

7. Greene C, O Keane J. Investigation of the infertility couple in: Copeland LJ, Jarrel JF.
Textbook of Gynecology. 2nd ed.

8. Cates W, Farley TM, Rowe PJ. Worldwide patterns of infertility: is Africa different? Lancet
Lond Engl. 2(8455):596-598.

9. Dun EC, Nezhat CH. Tubal Factor Infertility. Obstet Gynecol Clin North Am.
2012;39(4):551-566. doi:10.1016/j.ogc.2012.09.006

10. Bhattacharya S, Hamilton M, eds. Management of Infertility for the MRCOG and Beyond.
3rd ed. Cambridge: Cambridge University Press; 2013.

11. Adamson PC, Krupp K, Freeman AH, Klausner JD, Reingold AL, Madhivanan P. Prevalence
& correlates of primary infertility among young women in Mysore, India. Indian J Med Res.
2011;134:440-446.

12. Walyani, Purwoastuti. Ilmu Obstetri Dan Ginekologi Sosial Untuk Kebidanan. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press; 2015.

13. Suarez SS, Pacey AA. Sperm transport in the female reproductive tract. Hum Reprod Update.
12(1):23-37.

14. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan Sarwono Prawirohardjo. 3rd ed. (Anwar M, ed.). Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.

15. Setiati S, Laksmi P. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

16. Manuaba I, Manuaba C, Manuaba F. Buku ajar ginekologi untuk mahasiswa kebidanan.
Jakarta: EGC.

17. Eny K. Kesehatan  reproduksi   remaja  dan  wanita. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai