Sken 3 - I B4 - Blok 25
Sken 3 - I B4 - Blok 25
Kelompok B4
Abstrak
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah melakukan hubungan yang teratur
tanpa proteksi selama 12 bulan untuk usia dibawah 35 tahun atau selama 6 bulan untuk usia
diatas 35 tahun. Kondisi ini adalah hal yang mengejutkan dan menimbulkan stres pada
penderita. Infertilitas diklasifikasikan pada dua tipe yaitu infertilitas primer dan infertilitas
sekunder. Penyebab terjadinya infertilitas bisa terbagi pada dua kelompok yaitu faktor
organik dan non-organik. Gejala khas pada penderita adalah tidak bisa hamil atau siklus
menstruasi yang tidak beraturan atau tidak menstruasi. Penatalaksanaan pada infertilitas bisa
dilakukan secara pemberian obat-obatan, prosedur operasi dan bantuan konsepsi. Komplikasi
yang sering terjadi pada kasus ini adalah disebabkan oleh pengobatan.
Abstract
Infertility is the inability to get pregnant after regular unprotected intercourse for 12 months
for ages under 35 years or for 6 months for ages over 35 years. This condition is something
surprising and stressful to sufferers. Infertility is classified into two types, namely primary
infertility and secondary infertility. The causes of infertility can be divided into two groups,
namely organic and non-organic factors. Typical symptoms in sufferers are not being able to
get pregnant or menstrual cycles that are irregular or not menstruating. Management of
infertility can be done by administering drugs, surgical procedures and assisted conception.
The complications that often occur in this case are caused by medication.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk memperoleh data terhadap gaya hidup yang dilakukan
pasutri seperti memiliki kebiasaan merokok atau mengkonsumsi minuman beralkohol. Perlu
juga diketahui apakah pasutri atau salah satunya menjalani terapi khusus seperti
antihipertensi, kartikosteroid dan sitostatika. Selain itu perlu juga dilakukan anamnesis
terhadap siklus haid pada istri. Siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat
dikatakan siklus haid normal jika berada dalam kisaran antara 21-35 hari. Sebagian besar
perempuan den gan siklus haid yang normal akan menunjukkan siklus haid yang berovulasi.
Untuk mendapatkan rata-rata siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3-4
bulan terakhir. Perlu juga diperoleh informasi apakah terdapat keluhan nyeri haid setiap
bulannya dan perlu dikaitkan dengan adanya penurunan aktivitas fisik saat haid akibat nyeri,
ada atau tidaknya penggunaan obat penghilang nyeri saat haid terjadi, penggunaan KB,
riwayat keguguran serta infeksi genitalia interna.
Penting juga untuk melakukan anamnesis terkait dengan frekuensi senggama yang
dilakukan kedua pasangan. Dianjurkan bagi pasutri untuk melakukan senggama secara teratur
dengan frekuensi 2-3 kali per minggu. Anamnesis yang lain dapat meliputi kemampuan
ereksi pada suami, lamanya perkawinan, umur kedua pasangan, tingkat kepuasaan hubungan
seksual serta teknik bersenggama.
Hasil anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk mengetahui
keadaan atau kelainan serta masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik
bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi,
menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien,
menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah
diberikan. Hasil pemeriksaan fisik semua dalam batas normal.
Berdasarkan skenario inspeksi genitalia luar normal, Inspekulo: tidak nampak darah
atau lendir di vagina. Portio licin. Pemeriksaan bimanual: ukuran uterus normal, adnexa dan
parametrium tidak teraba massa.
Pemeriksaan Radiologi:
Histerosalpingografi: Pemeriksaan histerosalpingografi dilakukan untuk skrining
oklusi tuba dan kelainan struktural uterus lainnya. Pemeriksaan ini bersifat invasif
minimal dan umumnya dilakukan sebelum dilakukannya pemeriksaan yang lebih
invasive.
Laparoskopi: Pemeriksaan laparoskopi merupakan baku emas evaluasi patensi tuba.
Pemeriksaan ini bersifat invasif dan dilakukan apabila pemeriksaan
histerosalpingografi tidak menunjukkan hasil yang adekuat, terutama pada kasus
adhesi tuba dan intrauterin. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adhesi pelvis,
endometriosis, dan penyakit pelvis lain.3
USG skrotum
Tes ini membantu dokter untuk melihat apakah ada varikokel atau masalah lain di
testis dan struktur pendukung.3
Tes hormone
Hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitari, hipotalamus dan testis memainkan
peran kunci dalam perkembangan seksual dan produksi sperma. Kelainan pada
sistem hormonal atau organ lainnya mungkin juga berkontribusi terhadap infertilitas.
Sebuah tes darah mengukur tingkat testosteron dan hormon lainnya.3
Pasca-ejakulasi urinalisis
Sperma dalam urin dapat menunjukkan sperma berjalan mundur ke dalam kandung
kemih bukannya keluar penis selama ejakulasi (ejakulasi retrograde).3
Tes genetic
Ketika konsentrasi sperma sangat rendah, mungkin ada penyebab genetik. Sebuah tes
darah dapat mengungkapkan apakah ada perubahan halus dalam kromosom Y -
tanda-tanda kelainan genetik. Pengujian genetik mungkin diperintahkan untuk
mendiagnosa berbagai sindrom bawaan atau diwariskan.3
Tes fungsi sperma khusus
Sejumlah tes dapat digunakan untuk memeriksa seberapa baik sperma bertahan
setelah ejakulasi, seberapa baik mereka dapat menembus telur, dan apakah ada
masalah melekat telur. Umumnya, tes ini jarang dilakukan dan sering tidak signifikan
mengubah rekomendasi untuk pengobatan.
Differential Diagnosis
Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun berhubungan
seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi
dalam bentuk apapun.4
Working Diagnosis
Infertilitas adalah belum terjadinya kehamilan/ mempunyai anak pada pasangan suami
istri yang sudah menikah selama satu tahun, berhubungan secara teratur dengan tanpa
penghalang. Infertilitas primer adalah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.4
Epidemiologi
World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa jumlah pasangan infertil
sebanyak 36% diakibatkan adanya kelainan pada pria, sedangkan 64% berada pada wanita.
Hal ini di alami oleh 17% pasangan yang sudah menikah lebih dari 2 tahun yang belum
mengalami tanda-tanda kehamilan bahkan sama sekali belum hamil, WHO juga
memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri (1-7 pasang memiliki masalah infertil) dan setiap
tahunnya muncul sekitar 2 juta pasangan infertil.5
Dari semua pasangan yang aktif secara seksual, 12 – 15 % mengalami infertilitas.
Pada tahun 2010, infertilitas diperkirakan terjadi pada 48,5 juta pasangan di seluruh dunia.
Wanita yang berumur 20 – 44 tahun yang ingin memiliki anak mengalami infertilitas primer
sebesar 1,9% dan 10,5 % wanita mengalami infertilitas sekunder. Penyebab infertilitas
multifaktorial. Faktor pria dan wanita sebagai penyebab infertilitas sekitar 26%, faktor wanita
menyumbangkan 39% dari penyebab infertilitas, faktor pria sekitar 20%, dan faktor yang
belum diketahui penyebabnya sekitar 15%.
Di Indonesia, 20-30% penduduk mengalami gangguan infertilitas. Dari data Biro
Pusat Statistik di Indonesia, diperkirakan terdapat 12% pasutri yang tidak mampu
membuahkan keturunan. Berdasar survei kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan
ada 3,5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil. Kini, para ahli memastikan angka
infertilitas telah meningkat mencapai 15-20% dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia.
Penyebab infertilitas sebanyak 40% berasal dari laki-laki, 40% dari wanita, 10% dari laki-laki
dan wanita dan 10% tidak diketahui.5
Etiologi
Terdapat 5 faktor penyebab infertilitas yang mendasar, yaitu faktor pasangan pria,
faktor servikal, disfungsi ovulasi, adanya masalah pada rahim, atau organ pelvis pasangan
wanita ataupun keduanya dan penyebab yang tidak dapat dijelaskan diperkirakan faktor-
faktor yang menjadi penyebab infertilitas 40% dari faktor istri, 40% faktor suami dan 20%
kombinasi dari keduanya.6 Greene CA7 yang menjadi penyebab infertilitas adalah faktor tuba
dan peritoneum 25-35%, faktor pria 20-35%, faktor ovulasi 15-25%, unexplained faktor 10-
20%, faktor serviks 3-5%, faktor lain (uterus, gaya hidup, BMI, toksin, aktivitas dan lain-
lain) 1-5%.
Menurut penelitian yang disampaikan oleh WHO, pasien yang diteliti dari 33 pusat
kesehatan di 25 negara termasuk didalamnya timur dan barat Eropah, Canada, Australia,
Scandinavia, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Mediterania diperoleh kesimpulan bahwa
penyebab infertilitas adalah gangguan fungsi ovarium 33%, oklusi tuba dan perlengketan tuba
36%, endometriosis 6% dan 40% tidak diketahui penyebabnya. Faktor pria penyebab
infertilitas sebanyak 35% dan faktor wanita sebanyak 65%.6,7,8
Faktor fungsional
1. Gangguan sistem hormonal wanita dan dapat di sertai kelainan bawaan (immunologis)
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan
reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus
spontan pada wanita hamil.9,10
2. Gangguan pada pelepasan sel telur (ovulasi)
Ovulasi atau proses pengeluaran sel telur dari ovarium terganggu jika terjadi gangguan
hormonal. Salah satunya adalah polikistik. Gangguan ini diketahui sebagai salah satu
penyebab utama kegagalan proses ovulasi yang normal. Ovarium polikistik disebabkan
oleh kadar hormon androgen yang tinggi dalam darah. Kadar androgen yang berlebihan
ini mengganggu hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dalam darah. Gangguan
kadar hormon FSH ini akan mengkibatkan folikel sel telur tidak bisa berkembang
dengan baik, sehingga pada gilirannya ovulasi juga akan terganggu.9,10
3. Kelainan anatomi dan fungsi
Vagina
Kemampuan menyampaikan sperma ke dalam vagina sekitar serviks perlu
untuk fertilitas. Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian ini ialah
adanya sumbatan atau peradangan.
Masalah serviks
Infertilitas yang berhubungan dengan faktor serviks dapat disebabkan oleh
sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yang abnormal, malposisi dari serviks
atau kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang dapat
berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan (atresia), polip serviks, stenosis
akibat trauma, peradangan (servisitis menahun), sinekia (biasanya bersamaan
dengan sinekia intrauterin) setelah konisasi, dan inseminasi yang tidak adekuat.
Pernah dipikirkan bahwa vaginitis yang disebabkan oleh trikomonas vaginalis dan
kandida albikans dapat menghambat motilitas spermatozoa.3,11
Uterus
Masalah lain yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui uterus ialah
distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, atau polip, peradangan endometrium,
dan gangguan kontraksi uterus. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengganggu
dalam hal implantasi, pertumbuhan intra uterin, dan nutrisi serta oksigenisasi janin.
Tuba Fallopi
Masalah tuba saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses
kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita tersebut, maka
dapat menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya sperma atau
menghambat implantasi ovum yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi
merupakan salah satu dari banyak penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat
terjadi akibat infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh
endometriosis atau inflamasi. Infertilitas yang berhubungan dengan masalah tuba ini
yang paling menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit radang panggul
(Pelvic Inflammatory Disease/PID). PID ini menyebabkan jaringan parut yang
memblok kedua tuba falopi.3,11
4. Gangguan implantasi hasil konsepsi dalam rahim
Setelah sel telur dibuahi oleh sperma dan seterusnya berkembang menjadi embrio,
selanjutnya terjadi proses nidasi (penempelan) pada endometrium. Perempuan yang
memiliki kadar hormon progesteron rendah, cenderung mengalami gangguan
pembuahan. Diduga hal ini disebabkan oleh antara lain karena struktur jaringan
endometrium tidak dapat menghasilkan hormon progesteron yang memadai.
Faktor penyakit
1. Endometriosis
Endometriosis adalah jaringan endometrium yang semestinya berada di lapisan paling
dalam rahim (lapisan endometrium) terletak dan tumbuh di tempat lain. Endometriosis
bisa terletak di lapisan tengah dinding rahim (lapisan miometrium) yang disebut
adenomiosis, atau bisa juga terletak di indung telur, saluran telur, atau bahkan dalam
rongga perut. Gejala umum penyakit endometriosis adalah nyeri yang sangat pada daerah
panggul terutama pada saat haid dan berhubungan intim, serta tentu saja infertilitas.
2. Infeksi panggul
Infeksi panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada saluran reproduksi wanita bagian
atas, meliputi radang pada rahim, saluran telur, indung telur, atau dinding dalam panggul.
Gejala umum infeksi panggul adalah: nyeri pada daerah pusar ke bawah (pada sisi kanan
dan kiri), nyeri pada awal haid, mual, nyeri saat berkemih, demam, dan keputihan dengan
cairan yang kental atau berbau. Infeksi panggul memburuk akibat haid, hubungan seksual,
aktivitas fisik yang berat, pemeriksaan panggul, dan pemasangan AKDR (alat kontrasepsi
dalam rahim, misalnya: spiral).3,11
3. Polip
Polip adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur yang biasanya diakibatkan oleh
mioma uteri yang membesar dan teremas-remas oleh kontraksi rahim. Polip dapat
menjulur keluar ke vagina. Polip menyebabkan pertemuan sperma-sel telur dan
lingkungan uterus terganggu, sehingga bakal janin akan susah tumbuh.
4. Saluran telur yang tersumbat
Saluran telur yang tersumbat menyebabkan sperma tidak bisa bertemu dengan sel telur
sehingga pembuahan tidak terjadi alias tidak terjadi kehamilan. Pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui saluran telur yang tersumbat adalah dengan HSG (Hystero
Salpingo Graphy), yaitu semacam pemeriksaan rontgen (sinar X) untuk melihat rahim
dan saluran telur.
5. Sel telur
Kelainan pada sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang umumnya merupakan
manifestasi dari gangguan proses pelepasan sel telur (ovulasi). Delapan puluh persen
penyebab gangguan ovulasi adalah sindrom ovarium polikistik. Gangguan ovulasi
biasanya direfleksikan dengan gangguan haid. Haid yang normal memiliki siklus antara
26-35 hari, dengan jumlah darah haid 80 cc dan lama haid antara 3-7 hari. Bila haid pada
seorang wanita terjadi di luar itu semua, maka sebaiknya beliau memeriksakan diri ke
dokter.3,11
Gejala
Simptom utama infertilitas adalah tidak bisa hamil dan sering tanpa gejala lain.
Namun, pada kasus tertentu, perempuan infertilitas mungkin akan mengalami kitaran
menstruasi yang tidak teratur bahkan tidak mens sama sekali.13
Faktor Resiko
Usia
Usia terutama istri sangat menentukan besarnya kesempatan pasangan suami istri untuk
mendapatkan keturunan. Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia
wanita. Wanita yang sudah berumur akan memliki kualitas oosit yang tidak baik akibat
adanya kelainan kromoson pada oosit tersebut. Sembilan puluh empat persen (94%)
perempuan subur di usia 35 tahun atau 77% perempuan subur di usia 38 tahun akan
mencapai kehamilam dalam kurun waktu tiga tahun lama pernikahan. Ketika usia istri
mencapai 40 tahun maka kesempatan untuk hami; hanya sebesar 5% perbulan dengan
kejadian kegagalan sebesar 34-52%.9
Frekuensi senggama
Angka kejadian hamil mencapai puncaknya ketika pasangan suami istri melakukan
hubungan suami istri dengan frekuensi 2-3 kali dalam seminggu. Upaya penyesuaian saat
melakukan hubungan suami istri dengan terjadinya ovulasi justru akan meningkatkan
kejadian stres bagi pasangan suami istri tersebut sehingga upaya ini sudah tidak dilakukan
lagi.
Pola hidup
Pola hidup dapat mempengaruhi kejadian infertilitas. Terdapat hubungan antara minum
alkohol dalam jumlah banyak dengan penurunan kualitas sperma. Selain itu dari beberapa
penelitian dijumpai fakta bahwa kebiasaan merokok juga dapat menurunkan fertilitas
pada pria maupun wanita. Selain konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok, status gizi
juga dapat menyebabkan terjadinya infertilitas.
Obesitas
Kegemukan (obesitas), atau dengan istilah lain memiliki tubuh 10%-15% dari lemak
tubuh normal, maka wanita tersebut akan menderita gangguan pertumbuhan folikel di
ovarium yang terkait dengan sebuah sindrom yaitu Sindrom Ovarium Poli Kistik (SPOK).
Sindrom ini juga terkait erat dengan resistensi insulin dan diabetes mellitus. Disamping
berat badan yang berlebih maka berat badan yang sangat rendah juga dapat mengganggu
fungsi fertilisasi seorang wanita.5
Terapi Farmakologi
Pengobatan pasangan infertilitas memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit
jumlahnya dan sering menimbulkan stres keluarga yang berkepanjangan. Beberapa obat-obat
terapi yang diberikan kepada wanita seperti Clomiphene Citrate (Clomid), Human
Menopausal Gonadotropin or hMG (Repronex, Pergonal), Follicle Stimulating Hormone atau
FSH (Gonal-F, Follistim), Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), Metformin
(Glucophage) dan Bromocriptine atau Parlodel.15
Non-Farmakologi
Intrauterine Insemination (IUI)
Melibatkan prosedur labolartorium yang memisahkan sperma yang bergerak cepat
dengan sperma yang bergerak lambar atau bahkan tidak bergerak sama sekali. Sperma
yang bergerak cepat kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita, mendekati masa
ovulasi, ketika sel telur dilepaskan pada pertengahan bulan siklus. Sebelum dilakukan
IUI, tuba fallopi harus sudh terbukti paten. IUI dapat dilakukan dengan atau tanpa
obat penyubur.16
Teknik In Vitro Fertilization
Teknik In Vitro Fertilization atau yang lebih dikenal dengan istilah “bayi
tabung”, merupakan teknik reproduksi dibantu atau teknik rekayasa reproduksi
dengan mempertemukan sel telur (oosit) matang dengan spermatozoa diluar tubuh
manusia agar terjadi pembuahan atau fertilisasi. Fertilisasi in vitro diterapkan pada
pasangan infertil (tidak subur) yang mengalami enam masalah yaitu pada tuba atau
saluran telur, pada sperma, kegagalan inseminasi berulang, infertilitas imunologik,
endometriosis yang sudah diterapi secara lengkap tetapi belum berhasil hamil dan
penyebab yang belum diketahui (unexplained infertility). Pada kondisi yang belum
diketahui (unexplained infertility) ini disebabkan oleh permasalahan imunologis atau
kekebalan tubuh. Akibatnya, sperma suami ditolak oleh sel telur istri sehingga tidak
pernah terjadi kehamilan. Sebaliknya, ada juga antibodi anti sperma yang dihasilkan
oleh tubuh suami sendiri sehingga sperma dihancurkan atau dilemahkan
kemampuannya karena dianggap benda asing.15,16
Teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI)
Teknik ini merupakan teknik dalam program IVF dengan cara me-
nyuntikkan satu spermatozoa langsung kedalam sitoplasma oosit agar terjadi
fertilisasi.
Teknik operasi TESE dan MESA
Pada kasus cairan air mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin akibat
penyumbatan atau gangguan saluran sperma dilakukan pengambilan sperma dengan
teknik operasi langsung pada saluran air mani atau testis. Teknik ini ada dua, yaitu
MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE (Testicular Sperm Extraction).
Pada MESA, sperma diambil langsung dari tempat sperma dimatangkan disimpan
(epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma langsung diambil dari testis yang
merupakan pabrik sperma. Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah menurut
prosedur ICSI.15,16
Nutrisi
Protein
Unit pembangun dari protein adalah asam amino. Arginin adalah asam amino yang
berfungsi memperkuat daya tahan hidup sperma dan mencegah kemandulan. Sumber
arginin dari bahan makanan adalah ikan, daging sapi, ayam, kacang-kacangan. Kedelai
dan hasil olahan seperti tempe dan tahu merupakan sumber phytoestrogen. Tahu yang
terbuat dari kacang kedelai mengandung banyak isoflavon. Konsumsi tahu membantu
merangsang produksi hormon estrogen selama menstruasi sehingga mengurangi
peradangan serta kram menstruasi.16
Vitamin A
Vitamin A merupakan zat gizi larut dalam lemak, esensial untuk mata, pertumbuhan,
diferensiasi sel, reproduksi, dan integritas sistem imun. Kurang vitamin A (KVA)
dikaitkan dengan asupan makanan mengandung vitamin A yang rendah, frekuensi
penyakit infeksi yang tinggi serta siklus reproduksi.
Vitamin C
Vitamin C berfungsi meningkatkan kesuburan, memperkuat sistem imun, dan membantu
penyerapan zat besi. Buah - buahan, seperti stroberi, kiwi, avokat, jambu, jeruk, mangga
serta sayuran hijau kaya akan vitamin C yang dapat meningkatkan jumlah sperma dan
mobilitasnya.16
Vitamin E
Vitamin E sangat penting bagi sistem reproduksi. Vitamin E mendukung produksi
sperma dan hormon-hormon seks serta mencegah kerusakan DNA sperma. Studi
menunjukkan bahwa kerusakan pada DNA sperma dapat menyebabkan infertilitas.
Zat Besi
Zat besi penting untuk transportasi darah dan oksigen di dalam tubuh. Kaum perempuan
perlu menjaga keseimbangan proses ovulasi. Suatu studi menunjukkan bahwa 40%
wanita yang mengalami masalah ovulasi menjadi subur setelah menambah konsumsi zat
besi.
Selenium
Selenium merupakan antiokdidan yang berperan mencegah oksidasi sel-sel sperma.16
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi adalah disebabkan oleh pengobatan dan bukannya dari masalah
infertilitas itu sendiri. Komplikasinya adalah :
Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
1. Mengobati infeksi di organ reproduksi. Ada berbagai jenis infeksi diketahui
menyebabkan infertilitas seperti infeksi prostat, testis/buah zakar, maupun saluran
sperma.
2. Menghindari rokok. Rokok mengandung zat-zat yang dapat meracuni pertumbuhan,
jumlah dan kualitas sperma.
3. Menghindari alkohol dan zat adiktif. Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan
dengan rendahnya kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu pertumbuhan
sperma. Ganja /mariyuana juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan
pertumbuhan sperma.
4. Hindari obat yang mempengaruhi jumlah sperma, seperti obat darah tinggi, dan lain-
lain.13,7
Prognosis
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur
suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi
senggama dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun,
kemudian menurun perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan
cepat. Pasangan infertilitas selama 3 tahun prognosisnya baik, sedangkan pasangan yang
infertilitasnya sudah mencapai 5 tahun bisa dikatakan prognosisnya buruk.
Menurut MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir
pada setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari 6
bulan meningkat dengan meningkatnya frekuensi senggama. Ternyata, senggama 4 kali
seminggu paling meluangkan terjadinya kehamilan karena ternyata kualitas dan jenis
motilitas spermatozoa menjadi lebih baik dengan seringnya ejakulasi.6
Kesimpulan
Infertilitas terbagi atas dua jenis, yaitu infertilitas primer dan sekunder. Infertilitas
disebabkan oleh abnormalitas anatomi atau fisiologi sistem reproduksi wanita maupun pada
sistem reproduksi pria yang dipengaruhi oleh banyak faktor, contohnya karena kebiasaan
hidup yang kurang sehat, faktor lingkungan, dan faktor bawaan dari lahir. Infertilitas dapat
dicegah dengan cara menerapkan hidup sehat seperti tidak merokok, tidak mengonsumsi
minuman beralkohol, dan sebagainya.
Daftar Pustaka
1. Herlianto H. Fertilitas (kelahiran) dalam pengantar dermografi. Jakarta: PT Lembaga
Dermografi UI.
2. Ida Ayu CM, Fajar Manuaba IBG, Gde Manuaba IB. Memahami kesehatan reproduksi
wanita. Edisi 2. (Ester M, ed.). Jakarta: EGC.
4. Triwani D, Kes M. Faktor genetik sebagai salah satu penyebab infertilitas Pria. :16.
5. Ombelet W, Cooke I, Dyer S, Serour G, Devroey P. Infertility and the provision of infertility
medical services in developing countries. Hum Reprod Update. 2008;14(6):605-621.
7. Greene C, O Keane J. Investigation of the infertility couple in: Copeland LJ, Jarrel JF.
Textbook of Gynecology. 2nd ed.
8. Cates W, Farley TM, Rowe PJ. Worldwide patterns of infertility: is Africa different? Lancet
Lond Engl. 2(8455):596-598.
9. Dun EC, Nezhat CH. Tubal Factor Infertility. Obstet Gynecol Clin North Am.
2012;39(4):551-566. doi:10.1016/j.ogc.2012.09.006
10. Bhattacharya S, Hamilton M, eds. Management of Infertility for the MRCOG and Beyond.
3rd ed. Cambridge: Cambridge University Press; 2013.
11. Adamson PC, Krupp K, Freeman AH, Klausner JD, Reingold AL, Madhivanan P. Prevalence
& correlates of primary infertility among young women in Mysore, India. Indian J Med Res.
2011;134:440-446.
12. Walyani, Purwoastuti. Ilmu Obstetri Dan Ginekologi Sosial Untuk Kebidanan. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press; 2015.
13. Suarez SS, Pacey AA. Sperm transport in the female reproductive tract. Hum Reprod Update.
12(1):23-37.
14. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan Sarwono Prawirohardjo. 3rd ed. (Anwar M, ed.). Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
15. Setiati S, Laksmi P. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
16. Manuaba I, Manuaba C, Manuaba F. Buku ajar ginekologi untuk mahasiswa kebidanan.
Jakarta: EGC.
17. Eny K. Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta: Salemba Medika.