Anda di halaman 1dari 11

BAB II

JARINGAN ENODEB

2.1 Sistem Komunikasi Seluler 4G/LTE


Dalam sistem komunikasi seluler jaringan 4G/LTE, eNodeB sangat
berperan penting dalam proses pengiriman dan penerimaan data antara UE dengan
server atau jaringan internet. Berikut adalah areNodeBktur jaringan sistem
komunikasi seluler 4G/LTE:

Gambar 2.1 Arsitektur 4G/LTE [14]

2.1.1 LTE User Equipment (UE)


User Equipment (UE) pada LTE memiliki dua elemen berbeda di
dalamnya yaitu Universal Suscriber Identity Module (USIM) dan Mobile
Equipment (ME) [1]. Dengan fungsi dan protokol ME meliputi:
1. Radio Resource (RR), berfungsi untuk mengontrol dan user planes.
Bertanggung jawab untuk semua low level protocol termasuk layer Radio
Resource Control (RRC), Packet Data Convergence Protocol (PDCP),
Medium Access Control (MAC) dan PHY
2. EPS Mobility Management (EMM), berfungsi untuk mengontrol pergerakan
UE. LTE dalam kondisi idle atau aktif, transaksi dengan kondisi tersebut
termasuk ke dalam prosedur Tracking Are Update (TAU) dan handover
3. EPS Session Management (ESM), berfungsi untuk mengontrol dan mengatur
aktivasi, modifikasi dan deaktivasi EPS bearer.

4
Kemampuan layer PHY pada UE LTE tergantung dari lebar frekuensi dan
data rate yang mendukung. Perangkat memungkinkan dengan kemampuan yang
mendukung modulasi seperti QPSK, 16QAM, dan 64QAM. Layer PHY dan
kemampuan radio pada UE menentukan pembukaan koneksi dengan eNodeB
dengan menyesuaikan resources.
2.1.2 Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN)
E-UTRAN terdiri dari beberapa eNodeB yang dimana eNodeB terdiri dari
tiga sel. ENodeB memiliki interface antar eNodeB, dengan fungsi mobility dan
pertukaran data informasi. ENodeB adalah nama lain dari Base Station (BS) dan
bertanggung jawab untuk menghubungkan UE dengan yang lainnya untuk bertukar
data maupun melakukan panggilan [1]. Fungsi lain dari eNodeB yaitu:
1. Radio Resource Management (RRM), sebagai power control, menyesuaikan
modulasi link, menjaga trafik per cluster, dan mengatur rate per UE
2. Melakukan routing
3. Melakukan handover
4. Mengendalikan pergerakan UE.
2.1.3 Evolved Packet Core (EPC)
EPC terdiri dari Mobility Management Entity (MME), Serving Gateway (S-
GW) dan Packet Gateway (P-GW). EPC dan E-UTRAN memiliki interface yang
dapat menghubungkan antara MME, S-GW dan eNodeB. ENodeB memiliki
interface yang berhubungan dengan MME, S-GW, dan P-GW. Dengan MME
sangat berperan penting dalam lingkup EPC [1]. Fungsi dari MME adalah sebagai
berikut:
1. Mencari UE
2. Melakukan authentication UE
3. Melakukan manajemen pembawa packet trafik
4. Memilih jalur mana yang akan dilewati oleh data informasi (S-GW dan P-
GW)
5. Melakukan signaling antara UE dengan core network (IP Network).
MME tidak hanya terhubung dengan UE, namun juga terhubung langsung
dengan Home Subscribers Server (HSS) yang memiliki fungsi sebagai pusat data
informasi user yang menggunakan layanan komunikasi seperti informasi

5
identifikasi user, keamanan, lokasi, user profile dan memiliki fungsi authentication
(pembuktian keaslian). Selain UE dan HSS, MME juga memiliki hubungan
langsung dengan Serving Gateway (S-GW) yang juga dapat terhubung langsung
dengan eNodeB [1]. Fungsi dari S-GW yaitu:
1. Melakukan routing dan meneruskan data paket UE
2. Melakukan handover antar S-GW
3. Mengumpulkan informasi.
Selain fungsi tersebut, S-GW juga berfungsi untuk meneruskan data ke
Packet Data Network (PDN) Gateway (P-GW) dengan fungsi P-GW sebagai
berikut:
1. Alokasi alamat IP yang dituju
2. Melakukan packet filtering berdasarkan Quality of Service (QoS)
3. Melakukan layanan dengan bit rate QoS terjamin.

2.2 Backhaul
Backhaul merupakan media transport jaringan akses seluler yang
menghubungkan base station dengan controller-nya [9]. Controller yang dimaksud
adalah EPC (Evolved Packet Core) pada jaringan Long Term Evolution yang di
dalamnya terdapat MME, S-GW dan P-GW. Pada tugas akhir ini, akan dibahas
mengenai backhaul menggunakan media transmisi serat optik.

2.3 Perencanaan Berdasarkan Kapasitas User [15]


Proses perencanaan kapasitas LTE terdiri dari beberapa langkah seperti:
1. Jumlah trafik untuk menentukan target kapasitas (jumlah user untuk data dan
panggilan, jenis layanan, penggunaan trafik per pengguna untuk panggilan
dan data)
2. Menghitung rata-rata kapasitas throughput untuk uplink (UL) dan downlink
(DL), dapat menggunakan simulasi ataupun pengukuran
3. Menentukan jumlah eNodeB yang dibutuhkan untuk trafik.

2.3.1 Estimasi Jumlah User


Estimasi jumlah user digunakan untuk menghitungan dan memperkirakan
jumlah user pada kurun waktu tertentu dengan perumusan sebagai berikut:

6
Pn = Po ( 1 + Gf )n ,………….………….…..……(2.1)
dengan:
Pn = Jumlah penduduk pada tahun perencanaan
Gf = Faktor pertumbuhan penduduk
n = Tahun perencanaan.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan dengan menentukan total target user dari
sebuah operator yang telah direncanakan dan diprediksi.
Cx = Pn x A x B x C,………….…...……………(2.2)
dengan:
Cx = Total target user dari operator
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n
A = Penetrasi user (persen usia produktif)
B = Market share operator
C = Penetrasi LTE.
Penghitungan user density untuk menentukan jumlah user per kilometer
persegi. Dengan perhitungan sebagai berikut:

jumlah penduduk x persen usia produktif x market share


User Density = ...(2.3)
luas area

Dengan didapatkannya user density berdasarkan persamaan di atas, maka dapat


ditentukan kategori wilayah untuk loksai yang diteliti. Kategori wilayah dapat
dikelompokkan seperti di tabel berikut:
Tabel 2.1 Kategori wilayah [13]

No Range of User Density Keterangan

1 > 7000 Dense Urban

2 279 – 7000 Urban

3 36 – 278 Sub-Urban

4 0 – 35 Rural

7
2.3.2 Service Model dan Traffic Model Parameter
Service Model merupakan suatu pemodelan yang digunakan untuk
menghitung nilai throughput uplink dan downlink pada 4G/LTE. Perhitungan
throughput dengan mencakup parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:
1
Throughput = Bearer Rate x Session Time x Session Duty Ratio x (1-BLER ) , . ..(2.4)

dimana:
Bearer rate = bit rate pada layer aplikasi
Session Time = durasi atau lama waktu per layanan
Session Duty Ratio = rasio transmisi data per sesi
BLER = block error rate
BHCA = busy hour service attempt.
Service model parameters adalah perameter-parameter yang digunakan
dalam service model untuk perhitungan throughput. Service model dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 Service Model pada 4G/LTE [2]

Uplink (UL) Downlink (DL)


Traffic Bearer PPP Bearer PPP
PPP Session PPP Session
Parameters Rate Session BLER Rate Session BLER
Duty Ratio Duty Ratio
(Kbps) Time (s) (Kbps) Time (s)
VoIP 26.90 80 0.4 1% 26.90 80 0.4 1%
Video Phone 62.53 70 1 1% 62.53 70 1 1%
Video
62.53 1800 1 1% 62.53 1800 1 1%
Conference
Real Time
31.26 1800 0.2 1% 125.06 1800 0.4 1%
Gaming
Streaming
31.26 3600 0.05 1% 250.11 3600 0.95 1%
Media
IMS Signalling 15.63 7 0.2 1% 15.63 7 0.2 1%
Web Browsing 62.53 1800 0.05 1% 250.11 1800 0.05 1%
File Transfer 140.69 600 1 1% 750.34 600 1 1%
Email 140.69 50 1 1% 750.34 15 1 1%
P2P File
250.11 1200 1 1% 750.34 1200 1 1%
Sharing

Throughput tidak hanya dipertimbangkan dari segi uplink dan downlink


layanan, namun diperlukan perhitungan throughput setiap user untuk kebutuhan
bandwidth terhadap suatu layanan. Dengan perumusan single user throughput
(SUT) sebagai berikut:

8
throughput

session
x BHCA x Penetration Ratio x (1+Peak to Average Ratio)
SUTUL/DL = ,………(2.5)
3600

2.3.3 Perhitungan Network Throughput dan Cell Throughput


Perhitungan network throughput dan cell throughput sangat diperlukan dalam
sebuah perencanaan dan perancangan jaringan di sebuah daerah dan digunakan
untuk mengetahui berapa jumlah eNodeB yang diperlukan pada daerah
perencanaan. Network throughput adalah nilai throughput pada jaringan yang akan
dirancang. Dengan perumusan network throughput sebagai berikut:

Network Throughput UL = Total target user x SUT UL,…..………..(2.6)


Network ThroughputDL = Total target user x SUT DL..………… (2.7)
Cell throughput adalah nilai throughput pada sebuah sel. Dengan
perhitungan cell throughput sebagai berikut:

Cell Throughput UL = (168-24) x Code Bits x Code Rate x Nrb x C x (1000-CRC),.(2.8)


Cell Throughput DL = (168-36-12)x Code Bits x Code Rate x Nrb x C x
(1000-CRC), …(2.9)
Dimana:
168 = angka untuk resource elements (RE) dalam 1 ms
36 = angka untuk control channel RE dalam 1 ms
12 = angka untuk referensi sinyal RE dalam 1 ms (uplink)
24 = angka untuk referensi sinyal RE dalam 1 ms (downlink)
Code bits = efisiensi modulasi
Code rate = channel coding rate
Nrb = jumlah resource blocks
C = mode antena MIMO
CRC = 24, dalam 1 resource elements (RE)

Nilai Nrb bergantung pada bandwidth yang digunakan untuk perencanaan


trafik user dengan tabel resource block sebagai berikut:

9
Tabel 2.3 Resource Blocks pada 4G/LTE [8]

Bandwidth Total Resource Block


1.4 MHz 6
3 MHz 15
5 MHz 25
10 MHz 50
15 MHz 75
20 MHz 100

2.3.4 Perhitungan Jumlah Sel


Perhitungan jumlah sel sangat diperlukan karena menentukan jumlah sel yang
akan dibentuk di daerah perencanaan dan berdasarkan perhitungan network
throughput dan cell throughput. Berikut adalah perhitungan jumlah sel:
Network Throughput
Jumlah Sel = ………………….………(2.10)
Cell Throughput

2.4 Serat optik


2.4.1 Kelebihan Serat optik
Beberapa kelebihan dari serat optik dibandingkan dengan kabel tembaga
adalah sebagai berikut [3]:
1. Dapat mengirimkan data dengan jarak yang jauh dan memiliki kerugian
transmisi yang lebih rendah
2. Kapasitas informasi yang besar, karena memiliki bandwidth yang sangat lebar
sehingga data informasi dapat dikirimkan dengan satu line fisik
3. Ukuran yang kecil dan memiliki berat yang ringan
4. Tahan terhadap interferensi listrik, serat optik memiliki material dielektrik
sehingga tidak dapat menghantarkan listrik dan tidak terpengaruh oleh
interferensi gelombang listrik seperti kabel tembaga
5. Tingkat keamanan yang tinggi, karena serat optik tidak memancarkan api atau
listrik dan tidak menggunakan daya tegangan yang tinggi.

2.4.2 Struktur Dasar Serat Optik


Serat optik memiliki struktur dasar yang meliputi [3]:

10
1. Inti (Core), merupakan inti dari kabel optic yang memiliki diameter yang
sangat kecil dan terbuat dari kaca silika (SiO2) murni. Memiliki fungsi utama
yaitu sebagai media transmisi untuk melewatkan data informasi yang berupa
gelombang elektromagnetik yang diubah dalam bentuk cahaya
2. Selubung (Cladding), berfungsi untuk melapisi core agar lebih kuat,
mengurangi penyebaran diskontinuitas dielektrik pada permukaan core, dan
melindungi permukaan core dari luar. Cladding memiliki indeks bias yang
lebih rendah dibandingkan dengan indeks bias core dan dilambangkan dengan
𝑛2 yang secara otomatis akan membuat sudut fraksi pada core lebih kecil
dibandingkan dengan sudut fraksi pada cladding yang dimana keadaan ini
disebut kritis, dan berfungsi agar cladding dapat memantulkan kembali cahaya
yang keluar dari core
3. Pembungkus (Coating), berfungsi untuk melindungi core dan cladding dari
tekanan dan kerusakan dari luar.

Gambar 2.2 Struktur Serat optik [3]

2.4.3 GPON (Gigabyte Passive Optical Network)


GPON adalah jaringan serat optik yang berbasiskan point to multipoint dan
memiliki kapasitas data yang sangat besar [4]. Karena kemampuan transfer data
yang sangat cepat dalam jarak yang jauh dan bandwidth yang besar, teknologi
GPON juga biasanya digunakan untuk backhaul pada jaringan core network.
Karakter unik dari teknologi ini adalah akses trafik data dilakukan secara
pasif, dimana data atau sinyal dari OLT akan dibagi menggunakan splitter agar
dapat diterima oleh ONT. Komponen GPON terdiri dari:
a. OLT (Optical Line Terminal) yaitu komponen yang menyediakan interface
antara sistem GPON dengan service provider atau network

11
b. ODC (Optical Distribution Cabinet) yaitu komponen yang menyediakan
sarana transmisi dari OLT ke ONT ataupun sebaliknya yang menggunakan
komponen pasif seperti splitter dan connector. Splitter merupakan perangkat
pasif yang dapat memisahkan dan mengombinasikan satu input mejadi
beberapa output. Sedangkan connector adalah alat yang berfungsi sebagai
penyambung serat optik dengan perangkat lain yang dimana connector
menglilingi serat kecil sehingga cahaya dapat segaris dengan sumber cahaya
c. ODP (Optical Distribution Point), sama halnya dengan ODC dan ODP
berhubungan langsung dengan ONU
d. ONU (Optical Network Unit), mengubah sinyal optik menjadi sinyal listrik
agar dapat diterima oleh pelanggan.
Kelebihan dari GPON antara lain yaitu mendukung Triple Play (voice, data
dan video), biaya pemasangan dan maintenance lebih murah, alokasi bandwidth
dapat diatur, fleksibilitas atau mengurangi penggunaan kabel berlebih. Namun
GPON juga memiliki kekurangan yaitu model layering yang kompleks karena
pembagian akses data.

2.4.4 DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing)


Merupakan teknik multiplexing dalam jaringan serat optik yang
mentransmisikan data dengan banyak panjang gelombang (dense) dalam satu jalur
[5]. Skematik dan sistematis DWDM adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Skematik DWDM [5]

DWDM mengacu pada sinyal optik dalam pita 1550 nm sehingga dapat
memanfaatkan kemampuan Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) yang efektif
untuk panjang gelombang sekitar 1525-1565 nm (C band) atau 1570-1610 nm (L
band). Setiap saluran demultiplex pada akhir transmisi akan mengembalikan sinyal

12
seperti sumber aslinya, format data dan kecepatan data yang berbeda dapat dikirim
secara bersamaan. Pada sisi transmitter harus menggunakan laser yang tepat agar
panjang gelombang stabil. Pada link harus ditambahkan amplifier agar sinyal dapat
dijangkau hingga ke receiver. Pada sisi receiver sinyal akan diterima oleh
demultiplexer dan photodetector.

2.4.5 Paramater Kelayakan Serat Optik [3]


Parameter kelayakan yang digunakan dalam perancangan serat optik untuk
menghubungkan setiap eNodeB 4G/LTE adalah sebagai berikut:
a. Q-factor
Q-factor memiliki nilai minimum yang harus dicapai yaitu ≥ 6. Q-factor dapat
diekspresikan dengan persamaan hubungan dengan SNR. Persamaan dari SNR
dapat dituliskan sebagai berikut [3]:
(𝑃𝑖𝑛 RM)2
SNR = 4KB TBe ,………….………….(2.11)
2q𝑃𝑖𝑛 RM2 F(M)Be +
RL

Pin = daya yang diterima APD (watt)


R = Responsitivity (A/W)
M = Avalanche Photodiode Gain
Q = Electron Charge (1,69x10-19C)
F(M) = Noise Figure
Be = Receiver Electrical Bandwidth (Hz)
KB = konstanta Boltzmann’s (1,38x10-23 J/K)
T = suhu ruangan (298 K)
R = Resistansi (Ω).
Persamaan hubungan antara SNR dengan Q-factor dapat diekspresikan
sebagai berikut:
SNR = 20 log 2𝑄,.……………….………….(2.12)
berdasarkan persamaan (2.12), nilai Q-factor bisa didapat dengan
persamaan berikut:
𝑆𝑁𝑅
10 20
𝑄= .................................................(2.13)
2

13
b. Bit Error Rate (BER)
Bit Error Rate (BER) berfungsi untuk menghitung jumlah error per detik
dalam sinyal cahaya digital. Dengan perumusan sebagai berikut:
1 −𝑄2⁄
BER = (𝑄 ) (𝑒 2 ),……………………….(2.14)
√ 2π

dimana:
Q = Q-factor.
c. Link Power Budget
Link Power Budget berfungsi untuk mengetahui batas redaman total antara
daya output transmitter dan sensitivitas receiver. Redaman total diperhitungkan
berdasarkan redaman konektor dan redaman dari serat optik itu sendiri. Dengan
perumusan link power budget sebagai berikut:
αtot = (L x αfo ) + (Nc x αc ) + (Ns x αs ) + Sp,………………(2.15)
dimana:
αtot = redaman total (dB)
αfo = redaman serat optik (dB/km)
αc = redaman konektor (dB/buah)
αs = redaman sambungan (dB/sambungan)
L = panjang serat optik (km)
Nc = jumlah konektor
Ns = jumlah sambungan
𝑆𝑝 = redaman splitter (dB).
d. Power Received
Power Received adalah nilai yang diterima dari sinyal input yang mengalami
degradasi sinyal atau attenuation. Power Received dapat dipresentasikan dengan
persamaan berikut:
𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 = PTx − 𝛼𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 …………………………………(2.16)
Dimana:
𝑃𝑠,𝑖𝑛 = daya sinyal input
𝛼total = attenuation atau redaman total sistem.

14

Anda mungkin juga menyukai