Anda di halaman 1dari 8

Lex Privatum Vol. VII/No.

2/Feb/2019

ANALISIS PENGATURAN HAK ANAK TIRI PENDAHULUAN


DALAM MEWARIS MENURUT HUKUM WARIS A. Latar Belakang Penulisan
ADAT1 Indonesia belum mempunyai Undang-
Oleh: Patricia Sarah Pongoh2 Undang Hukum Waris Nasional yang berlaku
bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan
ABSTRAK dengan belum adanya undang-undang
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk tersebut, di Indonesia masih diberlakukan 3
mengetahui bagaimana asas-asas, sistem (tiga) sistem hukum kewarisan yakni hukum
pewarisan dan proses pewarisan menurut kewarisan Perdata Barat, Islam dan Adat. Hal ini
hukum waris adat dan bagaimana hak anak tiri disebabkan sifat pluralisme suku bangsa dan
dalam mewaris menurut hukum waris adat. warga negara Indonesia.
Dengan menggunakan metode penelitian Harta warisan adalah harta benda
yuridis normative, disimpulkan: 1. Dalam peninggalan dari pewaris. Harta benda tersebut
hukum waris adat terdapat unsur-unsur yaitu: dapat berupa benda bergerak dan benda tidak
pewaris, ahli waris, dan harta warisan. bergerak, berwujud dan tidak berwujud. Jenis
Sedangkan azas-azas hukum waris adat dapat harta warisan adalah harta kekayaan, hak
dibagi atas 5 macam asas yaitu: a) Asas ke- kekayaan intelektual, merek
Tuhan-an dan pengendalian diri, b) Asas dagang/perusahaan, dan hak kebendaan.
kesamaan dan kebersamaan hak, c) Asas Adapun harta warisan adalah segala harta
kerukunan dan kekeluargaan, d) Asas kekayaan peninggalan pewaris setelah
musyawarah dan mufakat, e) Asas keadilan. dikurangi dengan semua utang dan wasiat
Dan Sistem pewarisan dalam hukum adat dapat pewaris. Harta warisan sering disebut dengan
dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu Sistem “warisan” saja, warisan menjadi hak ahli waris.
Pewarisan Individual, Sistem Pewarisan Kolektif Banyak sengketa waris terjadi di antara para
dan Sistem Pewarisan Mayorat. 2. Anak tiri ahli waris, baik yang terjadi sebelum maupun
yang hidup bersama dalam satu rumah tangga setelah warisan tersebut dibagikan. Tidak
dengan ibu kandung dan bapak tiri atau jarang pula, sengketa harta warisan membawa
sebaliknya, yaitu warga serumah pula. kerugian pada pihak di luar ahli waris.
Terhadap ibu atau bapak kandungnya itu Adakalanya diantara para ahli waris meminta
adalah ahli warisnya, namun terhadap ibu atau supaya harta warisan dibagikan, tetapi ahli
bapak tirinya anak itu bukan sebagai ahli waris. waris lainnya berniat membiarkan harta
Sehubungan dengan anak tiri yang hidup warisan tetap utuh sebagai pengingat para ahli
bersama dalam rumah tangga ini membawa waris. Terkadang, ada ahli waris yang meminta
hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara supaya harta warisan dijual hasil penjualan
anggota yang satu terhadap anggota lainnya. dibagi-bagikan kepada semua ahli waris, tetapi
Oleh karena itu, terkadang pertalian rumah ada yang menolak.3
tangga antara bapak tiri dan anak tiri yang Di Indonesia norma hukum waris adat dibagi
hidup bersama dalam satu rumah tangga itu dalam 3 (tiga) sistem kekerabatan yang
menjadi begitu eratnya sehingga terjadi bahwa berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh
seorang bapak tiri menghibahkan sebidang pengaruh sistem dan tipe dari masyarakat
tanah sawah atau tegalan kepada anak tirinya. adatnya itu sendiri . Dalam hal cara pembagian
Anak tiri sebenarnya tidak berhak terhadap harta warisan pada masyarakat patrilinial,
harta warisan dari bapak tirinya, akan tetapi matrilineal dan parental memiliki aturan atau
mendapat penghasilan dari bagian dari harta norma sendiri dan mempunyai ciri khas
peninggalan bapak tirinya yang diberikan tersendiri.
kepada ibu kandungnya. Masalah waris merupakan masalah yang
Kata kunci: Analisis pengaturan hak anak tiri, penting, karena terkait dengan harta waris di
mewaris, hukum waris adat mana jika pembagiannya dirasa tidak adil, maka
akan mengakibatkan sengketa di antara ahli
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembmbing: Harold Anis, SH, MSi,
3
MH; Fernando J. M. M. Karisoh, SH, MH Satriyo Wicaksono, Hukum Waris, Cara Mudah dan Tepat
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. NIM. Membagi Harta Warisan, Transmedia Pustaka, Jakarta,
15071101143 2011, hlm. 1.

128
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019

warisnya. Pembagian harta waris pada ketiga pihak laki-laki, yaitu bapak atau pihak
sistem kekerabatan tersebut pada dasarnya bapak (saudara laki-laki dari bapak), hal
dapat dilakukan dengan musyawarah mufakat ini terjadi pada masyarakat yang menarik
dan sepakat antar anggota keluarga, namun garis keturunan laki-laki (masyarakat
adakalanya pembagian harta warisan dapat patrilinial) sebagaimana yang berlaku di
mengakibatkan perpecahan antara anggota Bali, Batak, Lampung, NTT, Maluku;
keluarga atau kerabat. Apabila dalam b. Pewaris perempuan (ibu), yaitu yang
musyawarah tidak tercapai kata kesepakatan, berkedudukan sebagai pewaris adalah
maka pihak tertentu dalam keluarga tersebut pihak perempuan yaitu ibu, hal ini terjadi
akan menggugat pihak lain dalam suatu pada masyarakat yang mempertahankan
lembaga peradilan. garis keturunan perempuan (matrilineal),
Hak anak tiri dalam mewaris menurut pewaris perempuan tersebut dalam
hukum waris adat juga mempunyai kedudukan menguasai dan mengelola harta pusaka
yang sangat penting bagi hubungan tinggi yang didampingi oleh saudara laki-
kekerabatan tersebut, dan bagaimana aspek lakinya. Misalnya di Minangkabau
hukumnya penulis akan membahas dalam dengan didampingi oleh Mamak Kepala
skripsi ini. Waris;
c. Pewaris orangtua (bapak-ibu), yaitu yang
B. Perumusan Masalah berkedudukan sebagai pewaris adalah
1. Bagaimanakah asas-asas, sistem pewarisan pihak laki-laki dan perempuan bersama,
dan proses pewarisan menurut hukum yaitu bapak dan ibu, hal ini terjadi pada
waris adat? masyarakat yang mempertahankan garis
2. Bagaimanakah hak anak tiri dalam mewaris keturunan orangtua (masyarakat
menurut hukum waris adat? parental). Begitu pula dalam hal jenis
harta dan asal usul harta warisan itu
C. Metode Penelitian dipengaruhi kedudukan pewaris pada
Penelitian ini merupakan penelitian hukum saat ia meninggal dunia. Apakah harta
normatif yang merupakan salah satu jenis warisan itu sudah merupakan harta
penelitian yang dikenal umum dalam kajian bersama atau masih bersifat harta
ilmu hukum. Penelitian hukum normatif, yang bawaan atau harta asal. Jika harta
merupakan penelitian utama dalam penelitian warisan sudah merupakan harta
ini, adalah penelitian hukum kepustakaan.4 bersama, sebagai harta suami-istri, maka
warisan itu bebas dari pengaruh
PEMBAHASAN hubungan kekerabatan.
A. Unsur-unsur, Asas-asas, Sistem Pewarisan 2. Ahli waris.
dan Proses Pewarisan Menurut Hukum Dalam hukum waris adat, semua orang yang
Waris Adat berhak menerima bagian dalam harta
Ada 3 (tiga) unsur-unsur pewarisan yang warisan, yaitu anggota keluarga dekat dari
terdapat dalam hukum waris adat, yaitu:5 pewaris yang berhak dan berkewajiban
1. Pewaris, yaitu orang atau subjek yang menerima penerusan harta warisan, baik
memiliki harta warisan (peninggalan) selagi berupa barang berwujud maupun harta
ia masih hidup atau sudah meninggal dunia, yang tidak berwujud benda (seperti
harta peninggalan akan diteruskan kedudukan atau jabatan dan tanggung
penguasaan atau pemilikannya dalam jawab adat, menurut susunan masyarakat,
keadaan tidak terbagi-bagi atau terbagi- dan tertib adat yang bersangkutan). Hal ini
bagi. Jenis-jenis pewaris, yaitu: tidak terlepas dari pengaruh susunan
a. Pewaris laki-laki (bapak), yaitu yang kekerabatan yang ada dalam masyarakat
berkedudukan sebagai pewaris adalah adat. Pada masyarakat yang bersifat
patrilinial, matrilineal, dan parental juga
4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
dipengaruhi oleh adanya bentuk perkawinan
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo dengan pembayaran uang jujur (patrilinial),
Persada, 1995, hlm. 13. atau perkawinan tanpa membayar uang
5
Ellyne D Poespasari, Op-cit, hlm. 18-20

129
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019

jujur (matrilineal), atau perkawinan bebas Asas-asas Hukum Waris Adat


atau mandiri (parental). Pada prinsipnya ahli Menurut Zainudin Ali, ada 5 (lima) macam
waris dalam hukum waris adat, yaitu asas hukum waris adat yaitu:9
keturunannya. Keturunan adalah orang yang a. Asas ke-Tuhanan dan pengendalian diri,
memiliki hubungan darah dengan si pewaris yaitu adanya kesadaran bagi para ahli
dengan ahli waris. waris, bahwa rezeki berupa harta
3. Harta waris, yaitu harta kekayaan yang akan kekayaan manusia yang dapat dikuasai
diteruskan oleh si pewaris ketika ia masih dan dimiliki merupakan karunia dan
hidup atau setelah ia meninggal dunia, keridhaan Tuhan atas keberadaan harta
untuk dikuasai atau dimiliki oleh para ahli kekayaan.
waris berdasarkan sistem kekerabatan dan b. Asas kesamaan dan kebersamaan hak,
pewarisan yang berlaku dalam masyarakat yaitu setiap ahli waris mempunyai
adat yang bersangkutan. Harta warisan kedudukan yang sama sebagai orang
menurut hukum adat adalah semua harta yang berhak untuk mewaris harta
yang dikuasai suami-istri selama terikat peninggalan pewarisnya, seimbang
dalam ikatan perkawinan, baik harta kerabat antara hak dan kewajiban tanggung
yang dikuasai, maupun harta perseorangan jawab bagi setiap ahli waris untuk
yang berasal dari harta warisan, harta hibah, memperoleh harta warisannya.
harta penghasilan sendiri, harta pencarian c. Asas kerukunan dan kekeluargaan, yaitu
bersama suami istri, dan barang-barang para ahli waris mempertahankan untuk
pemberian hadiah. Dalam hukum adat, memelihara hubungan kekerabatan yang
kedudukan harta perkawinan sangat tenteram dan damai, baik dalam
dipengaruhi oleh adanya prinsip menikmati dan memanfaatkan harta
kekerabatan yang dianut setempat dan warisan tidak terbagi-bagi maupun dalam
adanya bentuk perkawinan yang berlaku menyelesaikan pembagian harta warisan
terhadap suami dan istri bersangkutan.6 terbagi.
Hilman Hadikusuma memberi penjelasan d. Asas musyawarah dan mufakat, yaitu
terkait dengan harta warisan, yaitu para ahli waris membagi harta warisnya
merupakan semua harta benda yang melalui musyawarah mufakat yang
ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dipimpin oleh ahli waris yang dianggap
dunia (pewaris), baik harta benda itu sudah dituakan, dan bila terjadi kesepakatan
dibagi-bagi, belum dibagi-bagi maupun dalam pembagian harta warisan,
memang tidak bagi. Jadi, apabila harta kesepakatan itu bersifat tulus-ikhlas yang
kekayaan seseorang itu akan dapat dibagi, dikemukakan dengan perkataan yang
atau belum dibagi dapat dibagi, atau baik yang ke luar dari hati nurani pada
memang tidak dapat dibagi.7 setiap ahli waris.
Menurut pengertian umum, warisan adalah e. Asas keadilan, yaitu mengandung
semua harta benda yang ditinggalkan oleh maksud di dalam keluarga dapat
seorang yang meninggal dunia (pewaris) ditekankan pada sistem keadilan, hal ini
kepada seorang yang masih hidup (ahli waris) akan mendorong terciptanya kerukunan
yang berhak menerimanya baik harta benda itu dari keluarga tersebut yang mana akan
sudah dibagi, belum terbagi, maupun memang memperkecil peluang rusaknya
tidak dibagi. Pengertian dibagi pada umumnya hubungan dari kekeluargaan tersebut.
berarti, bahwa harta warisan itu terbagi-bagi
pemilikannya kepada ahli warisnya dan suatu 2. Sistem Pewarisan
pemilikan atas harta warisan tidak berarti Di Indonesia dikenal sistem pewarisan
pemilikan mutlak perseorangan tanpa fungsi dalam hukum adat. Sistem pewarisan dalam
sosial. 8 hukum adat dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
macam, yang dapat diuraikan sebagai berikut:10

6 9
Bushar Muhammad, Op-cit, hlm. 40 Zainudin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia,
7
Hilman Hadikusuma, Op-cit, hlm. 35 Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 8-10.
8 10
Bushar Muhammad, Op-cit, hlm. 35 Ellyne D Poespasari, Op-cit, hal. 39

130
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019

1. Sistem Pewarisan Individual biasanya berlangsung menurut hukum


Pewarisan dengan sistem individual adalah adat setempat, misalnya terhadap
sistem pewarisan di mana setiap waris kedudukan, hak dan kewajiban dan
mendapatkan pembagian untuk dapat harta kekayaan yang tidak terbagi-bagi
menguasai dan/atau memiliki harta warisan kepada anak laki-laki sulung atau
menurut bagiannya masing-masing. Setelah bungsu di Tanah Batak atau kepada
harta warisan itu diadakan pembagian, anak perempuan sulung di
maka masing-masing waris dapat Minangkabau atau kepada tunggu-
menguasai dan memiliki bagian harta tubang di Semendo. Ada pula
warisannya untuk diusahakan, dinikmati, pemberian harta kekayaan tertentu
atau dialihkan (dijual) kepada orang lain. sebagai bekal kekayaan untuk
2. Sistem Pewarisan Kolektif kelanjutan yang diberikan oleh pewaris
Sistem pewarisan kolektif yakni di mana kepada anak-anaknya pada saat
harta peninggalan diteruskan dan dialihkan anaknya akan kawin dan mendirikan
pemiliknya dari pewaris kepada ahli waris rumah baru, di Batak tersebut Manjae.
sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi Pemberian itu dapat berupa rumah,
penguasaannya dan pemilikannya. Oleh tanah, sawah, perhiasan. Di Batak
sebab itu, ahli waris berhak untuk biasanya untuk anak laki-laki diberi
mengusahakan menggunakan atau bekal rumah atau tanah dan untuk anak
mendapat hasil dari harta peninggalan perempuannya bekal perhiasan.
tersebut. Cara pemakaian harta 2) Cara penunjukan
peninggalannya untuk kepentingan dan Pada saat pewaris masih hidup, ia
kebutuhan masing-masing ahli waris diatur menunjuk kepada ahli waris atas hak
bersama-sama atas dasar musyawarah dan kewajiban atas harta tertentu,
mufakat oleh semua anggota kerabat yang dimana perpindahan penguasaan dan
berhak atas harta peninggalan di bawah pemilikan baru berlaku dengan
bimbingan kerabatnya. sepenuhnya kepada ahli warisnya pada
3. Sistem Pewarisan Mayorat saat si pewaris sudah meninggal dunia.
Sistem pewarisan mayorat ini sebenarnya 3) Cara meninggalkan pesan atau wasiat
juga merupakan sistem pewarisan kolektif, Biasanya pesan atau wasiat ini
hanya saja pengalihan dan penguasaan atas diucapkan atau dituliskan pada saat
yang tidak terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada pewaris masih hidup, akan tetapi dalam
anak tertua (dari sistem mayorat laki-laki atau keadaan sakit parah atau mau pergi
sistem mayorat perempuan) yang bertugas jauh dan ada kemungkinan tidak
sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala kembali lagi ke kampong halamannya.
keluarga menggantikan kedudukannya sebagai Hal ini biasanya harus diucapkan atau
orangtua (ayah atau ibu) sebagai kepala ditulis dengan terang dan disaksikan
keluarga. oleh para ahli waris, anggota keluarga,
tetangga, dan tua-tua desa.
3. Proses Pewarisan
a. Sebelum pewaris meninggal dunia. b. Sesudah Pewaris meninggal dunia.
Di dalam hukum waris adat proses Sesudah si pewaris meninggal dunia,
pewarisan dapat dilaksanakan dengan terkadang timbul permasalahan apakah
cara:11 harta warisan diteruskan kepada ahli
1) Cara penerusan atau pengalihan warisnya dalam keadaan terbagi-bagi atau
Pada saat pewaris masih hidup, sering tidak terbagi-bagi. Apabila harta waris
kali pewaris melakukan penerusan atau diteruskan dalam keadaan tidak terbagi-
pengalihan kedudukan atau jabatan bagi maka perlu ditentukan harta waris
adat, hak dan kewajiban harta tersebut berada dalam penguasaan.
kekayaan kepada ahli warisnya. Cara ini 1. Penguasaan Harta Waris
a) Penguasaan janda
11
Ibid., hlm. 45

131
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019

Pada umumnya di Indonesia warisan tersebut akan dibagi,


apabila ahli waris meninggal dunia namun menurut hukum adat waktu
meninggalkan istri dan anak-anak, pembagian warisan biasanya
maka harta warisan terutama harta dilakukan setelah upacara
bersama suami dan istri yang selamatan terhadap pewaris yang
didapat sebagai hasil pencarian meninggal dunia.
bersama selama perkawinan b) Juru bagi
mereka dapat dikuasai oleh janda Biasanya anggota keluarga/kerabat,
almarhum untuk kepentingan yaitu:
kelanjutan hidup dan anak-anak - Orangtua yang masih hidup;
ditinggalkan. - Janda atau duda pewaris;
b) Penguasaan Anak - Anak laki-laki atau anak
Apabila janda dari almarhum perempuan tertua;
pewaris sudah tua dan anak-anak - Anak keluarga tertua yang
sudah dewasa dan berumah dipandang jujur, adil dan
tangga, maka harta warisan yang bijaksana; dan
diteruskan dalam keadaan tidak - Anggota kerabat tetangga,
terbagi-bagi tersebut dikuasai dan pemuka masyarakat atau
diatur oleh salah satu anak- pemuka agama diminta,
anaknya yang dianggap cukup ditunjuk atau dipilih oleh para
cakap dalam mengurus dan ahli waris.
mengatur harta warisan tersebut. c) cara pembagian harta waris.
c) Penguasaan Anggota Keluarga Dalam hukum adat biasanya
Apabila pewaris meninggalkan didasarkan atas pertimbangan
anak-anak yang masih kecil dan tertentu mengingat wujud benda
belum dewasa, serta tidak ada dan kebutuhan dari para ahli waris
jandanya yang dapat bertanggung yang bersangkutan. Jadi walaupun
jawab mengurus harta warisannya, hukum waris adat mengenal asas
maka penguasaan atas harta kebersamaan hak tidak berarti,
warisan yang diteruskan dalam bahwa setiap ahli waris akan
keadaan tidak terbagi-bagi tersebut mendapat bagian harta warisan
diberikan kepada orangtua pewaris, dalam jumlah yang sama, dengan
bila sudah tidak ada lagi, maka akan nilai harga yang sama atau menurut
dikuasai oleh saudara-saudara banyaknya bagian yang sudah
pewaris yang seketurunan atau dari ditentukan.
kerabat yang paling dekat.
d) Penguasaan Tua-tua Adat B. Hak Anak Tiri Dalam Mewaris Menurut
Apabila harta warisan tersebut Hukum Waris Adat
merupakan harta pusaka tinggi, Perkawinan campuran dalam arti hukum
misalnya keris, tombak, rencong, adat adalah perkawinan yang terjadi di antara
pedang, dan jimat. Dalam hal ini suami dan isteri yang berbeda suku bangsa,
penguasaannya ada pada tetua adat budaya, dan atau berbeda agama yang
adat (kepala adat). dianut. Undang-Undang Perkawinan nasional
2. Pembagian Harta Waris tidak mengatur hal demikian, yang hanya diatur
Apabila harta warisan diteruskan dalam adalah perkawinan antara suami dan isteri yang
keadaan tidak terbagi-bagi, maka perlu berbeda kewarganegaraan sebagaimana
ditentukan kapan waktu pembagiannya dinyatakan dalam Pasal 57 Undang-Undang
dan bagaimana cara pembagian itu Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
akan dilaksanakan sebagai berikut: Terjadinya perkawinan menimbulkan
a) Waktu pembagian masalah hukum antara tata hukum adat dan
Pada umumnya hukum adat tidak atau hukum agama, yaitu hukum mana dan
menentukan kapan waktunya harta hukum apa yang akan diperlakukan dalam

132
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019

pelaksanaan perkawinan itu. Pada dasarnya dan asas-asas hukum waris, tentang harta
hukum adat atau hukum agama tidak warisan, pewaris dan ahli waris serta cara
membenarkan terjadinya perkawinan bagaimana harta warisan itu dialihkan
campuran, akan tetapi perkembangannya penguasaan dan pemilikannya dan pewaris
hukum adat setempat memberikan jalan keluar kepada ahli waris, dengan kata lain, hukum
untuk mengatasi masalahnya, sehingga penerusan harta kekayaan dari suatu generasi
perkawinan campuran itu dapat dilaksanakan. kepada keturunannya.12
Apabila dilihat dari asal usul anak yang Ter Haar menyatakan, bahwa hukum waris
bersangkutan, maka hal ini sangat adat memuat peraturan-peraturan yang
membedakan kedudukan dan hak anak-anak mengatur proses meneruskan serta
tersebut. Namun disebut anak baik anak mengoperkan barang-barang harta benda dan
kandung, anak luar kawin, anak tiri, dan anak barang-barang yang tidak berwujud benda dari
angkat dalam kedudukan menurut hukum suatu angkatan manusia kepada keturunannya.
mempunyai hak yang sama yaitu dalam Proses ini telah mulai dalam waktu orang tua
memperoleh pengawasan, pemeliharaan dan masih hidup dan tidak menjadi akut
pendidikan dari orang tuanya. Akan tetapi (mendadak) oleh karena orangtua meninggal
dalam masalah pembagian harta waris antara dunia. Meninggalnya orang tua merupakan
anak kandung, anak tiri, anak luar kawin dan peristiwa penting bagi proses itu, tetapi tidak
anak angkat memperoleh bagian yang berbeda mempengaruhi secara radikal proses
dan tidak sama atau berdasarkan porsinya. pengoperan harta benda dan harta bukan
Kedudukan anak tiri, yaitu apabila dalam benda tersebut, dimana proses berjalan terus-
rumah tangga ada anak tiri (anak bawaan) menerus hingga angkatan baru yang akan
suami atau istri dari perkawinan sebelumnya, mencar dan mentasnya anak-anak. Ini
maka anak tiri tersebut merupakan anggota merupakan keluarga-keluarga baru yang
keluarga. Antara ibu kandung, bapak tiri, anak mempunyai dasar kehidupan materiel sendiri
tiri tersebut karena hidup bersama di dalam dengan barang-barang dari harta peninggalan
rumah tangga akan timbul hak dan kewajiban orang tuanya sebagai fundamen. Keluarga
timbal balik yang mempunyai konsekuensi mempunyai harta benda yang terdiri barang-
terhadap benda dari rumah tangga tersebut. barang asal suami, barang-barang asal istri,
Anak tiri yang hidup bersama dalam satu serta barang-barang suami istri sepanjang
rumah tangga dengan ibu kandung dan bapak perkawinannya. Segala barang tersebut
tiri atau sebaliknya, yaitu warga serumah pula. merupakan dasar materiel bagi kehidupan dan
Terhadap ibu atau bapak kandungnya itu akan disediakan untuk kehidupan keturunan
adalah ahli warisnya, namun terhadap ibu atau dari keluarga itu.13
bapak tirinya anak itu bukan sebagai ahli waris. Berdasarkan ketentuan Pasal 35 Undang-
Sehubungan dengan anak tiri yang hidup Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
bersama dalam rumah tangga ini membawa tentang Perkawinan dinyatakan, bahwa “harta
hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara benda yang diperoleh selama perkawinan
anggota yang satu terhadap anggota lainnya. menjadi harta bersama, sedangkan harta
Oleh karena itu, terkadang pertalian rumah bawaan dari masing-masing suami dan istri dan
tangga antara bapak tiri dan anak tiri yang harta benda hadiah atau warisan adalah di
hidup bersama dalam satu rumah tangga itu bawah pengawasan masing-masing sepanjang
menjadi begitu eratnya sehingga terjadi bahwa para pihak tidak menentukan lain”.14
seorang bapak tiri menghibahkan sebidang Masyarakat yang bersistem patrilinial, hak
tanah sawah atau tegalan kepada anak tirinya. mewaris berdasarkan masyarakat Batak,
Anak tiri sebenarnya tidak berhak terhadap lampung, Bali, dan Nias adalah usaha
harta warisan dari bapak tirinya, akan tetapi mengoperkan harta keluarga kepada
mendapat penghasilan dari bagian dari harta keturunannya (laki-laki), karena keturunan laki-
peninggalan bapak tirinya yang diberikan laki sebagai ahli waris, sedangkan anak
kepada ibu kandungnya.
Hukum waris adat adalah hukum adat yang 12
Hilman Hadikusuma, Op-cit, hlm. 7
13
memuat garis-garis ketentuan tentang sistem Ter Haar, Op-cit, hlm. 197.
14
Lihat, Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

133
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019

perempuan bukan sebagai ahli waris baru, sedangkan anak tiri yang dibawa
orangtuanya (bapaknya) maupun suaminya. oleh istri, bukanlah ahli waris namun
Pada masyarakat matrilineal, seperti di dapat diberikan hibah wasiat dengan
Minangkabau, yang menarik garis keturunan syarat tidak lebih dari 1/3 (sepertiga)
ibu atau perempuan, sehingga anak perempuan harta warisan.
dianggap sebagai penerus keturunan ibunya. Anak tiri menurut Kamus Besar Bahasa
Berkaitan dengan ahli waris, anak laki-laki dan Indonesia (KBBI) adalah anak bawaan suami
perempuan mendapat pembagian harta atau istri yang bukan hasil perkawinan dengan
peninggalan dari ibunya. Adapun harta istri atau suami yang sekarang. Proses
pencarian suami tidak diwaris oleh anak- pembagian warisan di Indonesia bisa dilakukan
anaknya sendiri tetapi diwaris oleh saudara- berdasarkan hukum perdata, hukum Islam ,
saudara perempuan dan keponakan maupun hukum adat sehingga para ahli waris
perempuan sekandung dari suaminya. Namun dapat menyepakati bersama hukum waris apa
dalam realitanya atau perkembangan zaman, yang ingin digunakan pada saat pewaris
harta pencarian suami terkadang dihibahkan meninggal dunia. Hukum perdata Pasal 832
kepada anak-anaknya. menyatakan bahwa yang berhak menjadi ahli
Pada dasarnya, anak tiri menurut Pasal 55 waris menurut undang-undang ini adalah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang keluarga sedarah, baik yang sah menurut
Perkawinan hanya memiliki hubungan undang-undang maupun yang di luar
kewarisan dan keperdataan dengan orang tua perkawinan dari suami atau istri yang hidup
sedarah. Adanya hubungan dengan orang tua terlama.
sedarah tersebut dibuktikan dengan akta Mengenai hak waris anak tiri, Pasal 852
kelahiran yang otentik dan berwenang. KUHPerdata menyatakan “anak-anak atau
Menurut hukum waris Islam, anak tiri keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dari
berdasarkan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam berbagai perkawinan, mewarisi harta
(KHI) bukanlah ahli waris, artinya ia tidak dapat peninggalan para orang tua mereka, kakek dan
mewarisi antara dirinya dengan orang tua nenek mereka atau keluarga-keluarga sedarah
tirinya. Sebab mewarisi terbatas pada 3 (tiga) mereka selanjutnya dalam garis lurus keatas,
sebab saja, yaitu: tanpa membedakan jenis kelamin atau
1. Sebab kekerabatan (qarabah) atau kelahiran yang lebih dulu. Dengan demikian,
disebut juga sebab nasab (garis berdasarkan pasal ini bahwa anak meskipun
keturunan). dilahirkan dari berbagai perkawinan, tetap
2. Sebab perkawinan (mashaharah), yaitu mewaris asalkan ia ada hubungan darah
antara mayit dengan ahli waris ada dengan pewarisnya.
hubungan perkawinan. Maksudnya
adalah perkawinan yang sah menurut PENUTUP
hukum Islam, bukan perkawinan yang A. Kesimpulan
tidak sah, dan perkawinan yang masih 1. Dalam hukum waris adat terdapat unsur-
utuh (tidak bercerai). Namun demikian, unsur yaitu: pewaris, ahli waris, dan
kepada anak tiri (mubah), hukumnya harta warisan. Sedangkan azas-azas
untuk diberi wasiat itu tidak melebihi hukum waris adat dapat dibagi atas 5
1/3 (sepertiga) dari harta orang tua macam asas yaitu: a) Asas ke-Tuhan-an
tirinya yang meninggal, maka dan pengendalian diri, b) Asas kesamaan
pelaksanaannya bergantung pada dan kebersamaan hak, c) Asas kerukunan
persetujuan para ahli waris.15 Hal yang dan kekeluargaan, d) Asas musyawarah
lain yang dapat terjadi, andai kata ayah dan mufakat, e) Asas keadilan. Dan
meninggal, maka ahli warisnya adalah Sistem pewarisan dalam hukum adat
seorang istri, dan anak kandungnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam
baik dari perkawinan terdahulu yaitu Sistem Pewarisan Individual, Sistem
maupun anak dari pernikahan yang Pewarisan Kolektif dan Sistem Pewarisan
Mayorat.
15
Lihat, Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam

134
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019

2. Anak tiri yang hidup bersama dalam satu Mudaris Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga
rumah tangga dengan ibu kandung dan Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
bapak tiri atau sebaliknya, yaitu warga 1992.
serumah pula. Terhadap ibu atau bapak Hadikusuma Hilman, Hukum Waris Adat, Citra
kandungnya itu adalah ahli warisnya, Aditya Bakti, Bandung, 1999.
namun terhadap ibu atau bapak tirinya _______, Hukum Perkawinan Adat, Citra Aditya
anak itu bukan sebagai ahli waris. Bakti, Bandung,1995.
Sehubungan dengan anak tiri yang hidup Poespasari Dwi Ellyne, Pemahaman Seputar
bersama dalam rumah tangga ini Hukum Waris Adat Di Indonesia,
membawa hak-hak dan kewajiban- PrenadaMedia Group Jakarta,2018.
kewajiban antara anggota yang satu Muhammad Bushar, Pokok-pokok Hukum Adat,
terhadap anggota lainnya. Oleh karena Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.
itu, terkadang pertalian rumah tangga Sudiyat Imam, Hukum Adat Sketsa Asas,
antara bapak tiri dan anak tiri yang hidup Liberty, Yogyakarta, 1990.
bersama dalam satu rumah tangga itu Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Pradnya
menjadi begitu eratnya sehingga terjadi Paramita, Jakarta, 1983. dan
bahwa seorang bapak tiri menghibahkan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-Undang
sebidang tanah sawah atau tegalan Hukum Perdata, Terjemahan Burgelijk
kepada anak tirinya. Anak tiri sebenarnya Wetboek, Pradnya Paramita.
tidak berhak terhadap harta warisan dari Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat,
bapak tirinya, akan tetapi mendapat Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.
penghasilan dari bagian dari harta Soekanto S. dan Mamudji S, Penelitian Hukum
peninggalan bapak tirinya yang diberikan Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT
kepada ibu kandungnya. RajaGrafindo Persada, 1995.
Ter Haar, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat,
B. Saran Terjemahan K,Ng Soebakti Poesponoto,
1. Persoalan waris merupakan masalah Pradnya Paramita, Jakarta, 1999.
yang penting, jika pembagiannya tidak Thalib Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia,
adil akan menimbulkan sengketa UI Press, Jakarta,1986.
diantara ahli warisnya. Oleh karena itu Vollmar , Hukum Keluarga Menurut KUH
diperlukan upaya untuk memberikan Perdata, Tarsito, Bandung, 1990.
pemahaman terhadap para pihak dalam Wignjodipuro, Pengantar Dan Asas-Asas
pewarisan anak tiri agar mengetahui Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta,
mekanisme pewarisannya yang 1994.
disesuaikan dengan asas-asas yang
terdapat dalam hukum waris adat. Sumber-sumber lain:
2. Guna mengatasi persoalan yang sering Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
terjadi dalam pewarisan lebih khusus Perkawinan, Lembaran Negara 1974
berkaitan dengan anak tiri, maka Nomor 1 Tanggal 2 Januari 1974.
pembagian harta warisan sebaiknya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
dilakukan dengan musyawarah mufakat, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
apabila dalam musyawarah tidak tercapai Hukum Islam
kesepakatan maka pihak keluarga dapat
menggugat pihak dalam keluarga ke
lembaga peradilan dengan pertimbangan
mendahului kepentingan kekeluargaan
dari kepentingan pribadi.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Zainudin, Pelaksanaan Hukum Waris di
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

135

Anda mungkin juga menyukai