1 SM
1 SM
2/Feb/2019
128
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019
warisnya. Pembagian harta waris pada ketiga pihak laki-laki, yaitu bapak atau pihak
sistem kekerabatan tersebut pada dasarnya bapak (saudara laki-laki dari bapak), hal
dapat dilakukan dengan musyawarah mufakat ini terjadi pada masyarakat yang menarik
dan sepakat antar anggota keluarga, namun garis keturunan laki-laki (masyarakat
adakalanya pembagian harta warisan dapat patrilinial) sebagaimana yang berlaku di
mengakibatkan perpecahan antara anggota Bali, Batak, Lampung, NTT, Maluku;
keluarga atau kerabat. Apabila dalam b. Pewaris perempuan (ibu), yaitu yang
musyawarah tidak tercapai kata kesepakatan, berkedudukan sebagai pewaris adalah
maka pihak tertentu dalam keluarga tersebut pihak perempuan yaitu ibu, hal ini terjadi
akan menggugat pihak lain dalam suatu pada masyarakat yang mempertahankan
lembaga peradilan. garis keturunan perempuan (matrilineal),
Hak anak tiri dalam mewaris menurut pewaris perempuan tersebut dalam
hukum waris adat juga mempunyai kedudukan menguasai dan mengelola harta pusaka
yang sangat penting bagi hubungan tinggi yang didampingi oleh saudara laki-
kekerabatan tersebut, dan bagaimana aspek lakinya. Misalnya di Minangkabau
hukumnya penulis akan membahas dalam dengan didampingi oleh Mamak Kepala
skripsi ini. Waris;
c. Pewaris orangtua (bapak-ibu), yaitu yang
B. Perumusan Masalah berkedudukan sebagai pewaris adalah
1. Bagaimanakah asas-asas, sistem pewarisan pihak laki-laki dan perempuan bersama,
dan proses pewarisan menurut hukum yaitu bapak dan ibu, hal ini terjadi pada
waris adat? masyarakat yang mempertahankan garis
2. Bagaimanakah hak anak tiri dalam mewaris keturunan orangtua (masyarakat
menurut hukum waris adat? parental). Begitu pula dalam hal jenis
harta dan asal usul harta warisan itu
C. Metode Penelitian dipengaruhi kedudukan pewaris pada
Penelitian ini merupakan penelitian hukum saat ia meninggal dunia. Apakah harta
normatif yang merupakan salah satu jenis warisan itu sudah merupakan harta
penelitian yang dikenal umum dalam kajian bersama atau masih bersifat harta
ilmu hukum. Penelitian hukum normatif, yang bawaan atau harta asal. Jika harta
merupakan penelitian utama dalam penelitian warisan sudah merupakan harta
ini, adalah penelitian hukum kepustakaan.4 bersama, sebagai harta suami-istri, maka
warisan itu bebas dari pengaruh
PEMBAHASAN hubungan kekerabatan.
A. Unsur-unsur, Asas-asas, Sistem Pewarisan 2. Ahli waris.
dan Proses Pewarisan Menurut Hukum Dalam hukum waris adat, semua orang yang
Waris Adat berhak menerima bagian dalam harta
Ada 3 (tiga) unsur-unsur pewarisan yang warisan, yaitu anggota keluarga dekat dari
terdapat dalam hukum waris adat, yaitu:5 pewaris yang berhak dan berkewajiban
1. Pewaris, yaitu orang atau subjek yang menerima penerusan harta warisan, baik
memiliki harta warisan (peninggalan) selagi berupa barang berwujud maupun harta
ia masih hidup atau sudah meninggal dunia, yang tidak berwujud benda (seperti
harta peninggalan akan diteruskan kedudukan atau jabatan dan tanggung
penguasaan atau pemilikannya dalam jawab adat, menurut susunan masyarakat,
keadaan tidak terbagi-bagi atau terbagi- dan tertib adat yang bersangkutan). Hal ini
bagi. Jenis-jenis pewaris, yaitu: tidak terlepas dari pengaruh susunan
a. Pewaris laki-laki (bapak), yaitu yang kekerabatan yang ada dalam masyarakat
berkedudukan sebagai pewaris adalah adat. Pada masyarakat yang bersifat
patrilinial, matrilineal, dan parental juga
4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
dipengaruhi oleh adanya bentuk perkawinan
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo dengan pembayaran uang jujur (patrilinial),
Persada, 1995, hlm. 13. atau perkawinan tanpa membayar uang
5
Ellyne D Poespasari, Op-cit, hlm. 18-20
129
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019
6 9
Bushar Muhammad, Op-cit, hlm. 40 Zainudin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia,
7
Hilman Hadikusuma, Op-cit, hlm. 35 Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 8-10.
8 10
Bushar Muhammad, Op-cit, hlm. 35 Ellyne D Poespasari, Op-cit, hal. 39
130
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019
131
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019
132
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019
pelaksanaan perkawinan itu. Pada dasarnya dan asas-asas hukum waris, tentang harta
hukum adat atau hukum agama tidak warisan, pewaris dan ahli waris serta cara
membenarkan terjadinya perkawinan bagaimana harta warisan itu dialihkan
campuran, akan tetapi perkembangannya penguasaan dan pemilikannya dan pewaris
hukum adat setempat memberikan jalan keluar kepada ahli waris, dengan kata lain, hukum
untuk mengatasi masalahnya, sehingga penerusan harta kekayaan dari suatu generasi
perkawinan campuran itu dapat dilaksanakan. kepada keturunannya.12
Apabila dilihat dari asal usul anak yang Ter Haar menyatakan, bahwa hukum waris
bersangkutan, maka hal ini sangat adat memuat peraturan-peraturan yang
membedakan kedudukan dan hak anak-anak mengatur proses meneruskan serta
tersebut. Namun disebut anak baik anak mengoperkan barang-barang harta benda dan
kandung, anak luar kawin, anak tiri, dan anak barang-barang yang tidak berwujud benda dari
angkat dalam kedudukan menurut hukum suatu angkatan manusia kepada keturunannya.
mempunyai hak yang sama yaitu dalam Proses ini telah mulai dalam waktu orang tua
memperoleh pengawasan, pemeliharaan dan masih hidup dan tidak menjadi akut
pendidikan dari orang tuanya. Akan tetapi (mendadak) oleh karena orangtua meninggal
dalam masalah pembagian harta waris antara dunia. Meninggalnya orang tua merupakan
anak kandung, anak tiri, anak luar kawin dan peristiwa penting bagi proses itu, tetapi tidak
anak angkat memperoleh bagian yang berbeda mempengaruhi secara radikal proses
dan tidak sama atau berdasarkan porsinya. pengoperan harta benda dan harta bukan
Kedudukan anak tiri, yaitu apabila dalam benda tersebut, dimana proses berjalan terus-
rumah tangga ada anak tiri (anak bawaan) menerus hingga angkatan baru yang akan
suami atau istri dari perkawinan sebelumnya, mencar dan mentasnya anak-anak. Ini
maka anak tiri tersebut merupakan anggota merupakan keluarga-keluarga baru yang
keluarga. Antara ibu kandung, bapak tiri, anak mempunyai dasar kehidupan materiel sendiri
tiri tersebut karena hidup bersama di dalam dengan barang-barang dari harta peninggalan
rumah tangga akan timbul hak dan kewajiban orang tuanya sebagai fundamen. Keluarga
timbal balik yang mempunyai konsekuensi mempunyai harta benda yang terdiri barang-
terhadap benda dari rumah tangga tersebut. barang asal suami, barang-barang asal istri,
Anak tiri yang hidup bersama dalam satu serta barang-barang suami istri sepanjang
rumah tangga dengan ibu kandung dan bapak perkawinannya. Segala barang tersebut
tiri atau sebaliknya, yaitu warga serumah pula. merupakan dasar materiel bagi kehidupan dan
Terhadap ibu atau bapak kandungnya itu akan disediakan untuk kehidupan keturunan
adalah ahli warisnya, namun terhadap ibu atau dari keluarga itu.13
bapak tirinya anak itu bukan sebagai ahli waris. Berdasarkan ketentuan Pasal 35 Undang-
Sehubungan dengan anak tiri yang hidup Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
bersama dalam rumah tangga ini membawa tentang Perkawinan dinyatakan, bahwa “harta
hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara benda yang diperoleh selama perkawinan
anggota yang satu terhadap anggota lainnya. menjadi harta bersama, sedangkan harta
Oleh karena itu, terkadang pertalian rumah bawaan dari masing-masing suami dan istri dan
tangga antara bapak tiri dan anak tiri yang harta benda hadiah atau warisan adalah di
hidup bersama dalam satu rumah tangga itu bawah pengawasan masing-masing sepanjang
menjadi begitu eratnya sehingga terjadi bahwa para pihak tidak menentukan lain”.14
seorang bapak tiri menghibahkan sebidang Masyarakat yang bersistem patrilinial, hak
tanah sawah atau tegalan kepada anak tirinya. mewaris berdasarkan masyarakat Batak,
Anak tiri sebenarnya tidak berhak terhadap lampung, Bali, dan Nias adalah usaha
harta warisan dari bapak tirinya, akan tetapi mengoperkan harta keluarga kepada
mendapat penghasilan dari bagian dari harta keturunannya (laki-laki), karena keturunan laki-
peninggalan bapak tirinya yang diberikan laki sebagai ahli waris, sedangkan anak
kepada ibu kandungnya.
Hukum waris adat adalah hukum adat yang 12
Hilman Hadikusuma, Op-cit, hlm. 7
13
memuat garis-garis ketentuan tentang sistem Ter Haar, Op-cit, hlm. 197.
14
Lihat, Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
133
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019
perempuan bukan sebagai ahli waris baru, sedangkan anak tiri yang dibawa
orangtuanya (bapaknya) maupun suaminya. oleh istri, bukanlah ahli waris namun
Pada masyarakat matrilineal, seperti di dapat diberikan hibah wasiat dengan
Minangkabau, yang menarik garis keturunan syarat tidak lebih dari 1/3 (sepertiga)
ibu atau perempuan, sehingga anak perempuan harta warisan.
dianggap sebagai penerus keturunan ibunya. Anak tiri menurut Kamus Besar Bahasa
Berkaitan dengan ahli waris, anak laki-laki dan Indonesia (KBBI) adalah anak bawaan suami
perempuan mendapat pembagian harta atau istri yang bukan hasil perkawinan dengan
peninggalan dari ibunya. Adapun harta istri atau suami yang sekarang. Proses
pencarian suami tidak diwaris oleh anak- pembagian warisan di Indonesia bisa dilakukan
anaknya sendiri tetapi diwaris oleh saudara- berdasarkan hukum perdata, hukum Islam ,
saudara perempuan dan keponakan maupun hukum adat sehingga para ahli waris
perempuan sekandung dari suaminya. Namun dapat menyepakati bersama hukum waris apa
dalam realitanya atau perkembangan zaman, yang ingin digunakan pada saat pewaris
harta pencarian suami terkadang dihibahkan meninggal dunia. Hukum perdata Pasal 832
kepada anak-anaknya. menyatakan bahwa yang berhak menjadi ahli
Pada dasarnya, anak tiri menurut Pasal 55 waris menurut undang-undang ini adalah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang keluarga sedarah, baik yang sah menurut
Perkawinan hanya memiliki hubungan undang-undang maupun yang di luar
kewarisan dan keperdataan dengan orang tua perkawinan dari suami atau istri yang hidup
sedarah. Adanya hubungan dengan orang tua terlama.
sedarah tersebut dibuktikan dengan akta Mengenai hak waris anak tiri, Pasal 852
kelahiran yang otentik dan berwenang. KUHPerdata menyatakan “anak-anak atau
Menurut hukum waris Islam, anak tiri keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dari
berdasarkan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam berbagai perkawinan, mewarisi harta
(KHI) bukanlah ahli waris, artinya ia tidak dapat peninggalan para orang tua mereka, kakek dan
mewarisi antara dirinya dengan orang tua nenek mereka atau keluarga-keluarga sedarah
tirinya. Sebab mewarisi terbatas pada 3 (tiga) mereka selanjutnya dalam garis lurus keatas,
sebab saja, yaitu: tanpa membedakan jenis kelamin atau
1. Sebab kekerabatan (qarabah) atau kelahiran yang lebih dulu. Dengan demikian,
disebut juga sebab nasab (garis berdasarkan pasal ini bahwa anak meskipun
keturunan). dilahirkan dari berbagai perkawinan, tetap
2. Sebab perkawinan (mashaharah), yaitu mewaris asalkan ia ada hubungan darah
antara mayit dengan ahli waris ada dengan pewarisnya.
hubungan perkawinan. Maksudnya
adalah perkawinan yang sah menurut PENUTUP
hukum Islam, bukan perkawinan yang A. Kesimpulan
tidak sah, dan perkawinan yang masih 1. Dalam hukum waris adat terdapat unsur-
utuh (tidak bercerai). Namun demikian, unsur yaitu: pewaris, ahli waris, dan
kepada anak tiri (mubah), hukumnya harta warisan. Sedangkan azas-azas
untuk diberi wasiat itu tidak melebihi hukum waris adat dapat dibagi atas 5
1/3 (sepertiga) dari harta orang tua macam asas yaitu: a) Asas ke-Tuhan-an
tirinya yang meninggal, maka dan pengendalian diri, b) Asas kesamaan
pelaksanaannya bergantung pada dan kebersamaan hak, c) Asas kerukunan
persetujuan para ahli waris.15 Hal yang dan kekeluargaan, d) Asas musyawarah
lain yang dapat terjadi, andai kata ayah dan mufakat, e) Asas keadilan. Dan
meninggal, maka ahli warisnya adalah Sistem pewarisan dalam hukum adat
seorang istri, dan anak kandungnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam
baik dari perkawinan terdahulu yaitu Sistem Pewarisan Individual, Sistem
maupun anak dari pernikahan yang Pewarisan Kolektif dan Sistem Pewarisan
Mayorat.
15
Lihat, Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam
134
Lex Privatum Vol. VII/No. 2/Feb/2019
2. Anak tiri yang hidup bersama dalam satu Mudaris Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga
rumah tangga dengan ibu kandung dan Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
bapak tiri atau sebaliknya, yaitu warga 1992.
serumah pula. Terhadap ibu atau bapak Hadikusuma Hilman, Hukum Waris Adat, Citra
kandungnya itu adalah ahli warisnya, Aditya Bakti, Bandung, 1999.
namun terhadap ibu atau bapak tirinya _______, Hukum Perkawinan Adat, Citra Aditya
anak itu bukan sebagai ahli waris. Bakti, Bandung,1995.
Sehubungan dengan anak tiri yang hidup Poespasari Dwi Ellyne, Pemahaman Seputar
bersama dalam rumah tangga ini Hukum Waris Adat Di Indonesia,
membawa hak-hak dan kewajiban- PrenadaMedia Group Jakarta,2018.
kewajiban antara anggota yang satu Muhammad Bushar, Pokok-pokok Hukum Adat,
terhadap anggota lainnya. Oleh karena Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.
itu, terkadang pertalian rumah tangga Sudiyat Imam, Hukum Adat Sketsa Asas,
antara bapak tiri dan anak tiri yang hidup Liberty, Yogyakarta, 1990.
bersama dalam satu rumah tangga itu Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Pradnya
menjadi begitu eratnya sehingga terjadi Paramita, Jakarta, 1983. dan
bahwa seorang bapak tiri menghibahkan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-Undang
sebidang tanah sawah atau tegalan Hukum Perdata, Terjemahan Burgelijk
kepada anak tirinya. Anak tiri sebenarnya Wetboek, Pradnya Paramita.
tidak berhak terhadap harta warisan dari Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat,
bapak tirinya, akan tetapi mendapat Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.
penghasilan dari bagian dari harta Soekanto S. dan Mamudji S, Penelitian Hukum
peninggalan bapak tirinya yang diberikan Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT
kepada ibu kandungnya. RajaGrafindo Persada, 1995.
Ter Haar, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat,
B. Saran Terjemahan K,Ng Soebakti Poesponoto,
1. Persoalan waris merupakan masalah Pradnya Paramita, Jakarta, 1999.
yang penting, jika pembagiannya tidak Thalib Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia,
adil akan menimbulkan sengketa UI Press, Jakarta,1986.
diantara ahli warisnya. Oleh karena itu Vollmar , Hukum Keluarga Menurut KUH
diperlukan upaya untuk memberikan Perdata, Tarsito, Bandung, 1990.
pemahaman terhadap para pihak dalam Wignjodipuro, Pengantar Dan Asas-Asas
pewarisan anak tiri agar mengetahui Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta,
mekanisme pewarisannya yang 1994.
disesuaikan dengan asas-asas yang
terdapat dalam hukum waris adat. Sumber-sumber lain:
2. Guna mengatasi persoalan yang sering Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
terjadi dalam pewarisan lebih khusus Perkawinan, Lembaran Negara 1974
berkaitan dengan anak tiri, maka Nomor 1 Tanggal 2 Januari 1974.
pembagian harta warisan sebaiknya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
dilakukan dengan musyawarah mufakat, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
apabila dalam musyawarah tidak tercapai Hukum Islam
kesepakatan maka pihak keluarga dapat
menggugat pihak dalam keluarga ke
lembaga peradilan dengan pertimbangan
mendahului kepentingan kekeluargaan
dari kepentingan pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Zainudin, Pelaksanaan Hukum Waris di
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
135