Anda di halaman 1dari 16

BAB V

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan

1. Kerapatan konidia B. bassiana

Cendawan B. bassiana pada media beras mulai terlihat

tumbuh pada 2-3 HSI (hari setelah inokulasi). Koloni cendawan

B.bassiana terlihat jelas menyelimuti semua media tumbuh (Gambar

1 ). Cendawan B.bassiana dari umur biakan 2 minggu sudah mulai

memenuhi seluruh permukaan beras. Pada umur biakan 5 minggu

cendawan B.bassiana secara keseluruhan telah memenuhi seluruh

permukaan media beras. Pada umur biakan 8 minggu cendawan

B.bassiana yang memenuhi media biakan terdapat beberapa bagian

yang mengalami perubahan warna menjadi hitam yang menandakan

bahwa terdapat banyak spora yang mati.

A B C
A A

Gambar 1 pertumbuhan B. bassiana pada media beras umur biakan


2 minggu (A), 5 minggu (B) dan 8 minggu (C)

Cendawan B. bassiana dari setiap umur biakan B. bassiana

menghasilkan kerapatan konida yang berbeda-beda. Umur biakan B.

43
44

bassiana berpengaruh nyata terhadap kerapatan konidia yang

dihasilkan. Pada Tabel 1 rata-rata kerapatan konidia B. bassiana pada

umur biakan 5 minggu lebih tinggi dibanding dengan umur biakan 2

minggu dan 8 minggu. Jumlah konidia B. bassiana yang dihasilkan

pada umur biakan 2 minggu masih sedikit dibanding umur biakan 5

minggu. Hal ini diduga karena jamur B. bassiana sedang

menyesuaikan diri terhadap media beras sebagai lingkungan barunya

sehingga proses pertumbuhannya belum maksimal. Akibatnya jumlah

konidia yang dihasilkan sebagai alat perkembang biakan belum

maksimal. Pada umur biakan 5 minggu jumlah konidia mengalami

peningkatan, hal ini diduga karena jamur B. bassiana sudah mulai

beradaptasi dan dapat menggunakan nutisi yang terkandung pada

media beras dengan maksimal, akibatnya konidia sebagai sel

reproduktif jamur mulai aktif dihasilkan . Hasil penelitian Purnama et

al. (2003) menunjukan bahwa secara umum jumlah konidia

mengalami peningkatan maksimal pada hari ke-21, pada saat jamur

tersebut memasuki fase pertumbuhan logaritmik dan setelah

memasuki fase tersebut biasanya pertumbuhan konidia cenderung

konstan serta memasuki fase stasioner yaitu pada hari ke-48. Pada

umur biakan 8 minggu jumlah konidia mengalami penurunan, hal ini

dikarenakan semakin berkurangnya jumlah nutrisi yang terkandung

dalam media perbanyakan yang berperan sebagai faktor pembatas

pertumbuhan jamur, sehingga jumlah konidia yang dihasilkan


45

mengalami penurunan. Cadangan nutrisi yang sedikit yang digunakan

untuk memproduksi konidia selama waktu penyimpanan

menyebabkan kerapatan jamur lebih sedikit.

Gambar 2 jumlah spora B. bassiana yang terlihat dimikroskop dengan


perbesaran 400 X

2. Daya kecambah cendawan B. bassiana (viabilitas spora)

Untuk mengetahui kemampuan konidia B. bassiana dalam

berkecambah selama kurun waktu 24 jam, maka dilaksanakan uji

viabilitas. Perkecambahan konidia merupakan langkah awal dari

cendawan entomopatogen untuk menginfeksi inang. Perkecambahan

yang tinggi akan menyebabkan proses infeksi dan kematian yang cepat

pada serangga inang. Tabel 2 menunjukkan setiap umur biakan yang

berbeda menghasilkan daya kecambah yang berbeda-beda. B. bassiana

pada umur biakan 5 minggu memiliki viabilitas tertinggi dibanding

umur biakan B. bassiana 2 minggu dan 8 minggu. Daya kecambah

umur biakan 5 minggu yang diinkubasi selama 24 jam paling tinggi

yaitu sebesar 90,33%. Hasil penelitian Surtikanti et al. (2011)


46

menunjukkan bahwa daya kecambah kondia B. bassiana sebesar

92,4% dapat menyebabkan mortalitas tertinggi pada Sitophilus

zeamais. Berdasarkan uji DMRT daya kecambah pada umur biakan 5

minggu tersebut nyata lebih tinggi dibanding dengan umur biakan 2

minggu yang memiliki daya kecambah 66% dan pada umur biakan 8

minggu yang memiliki daya kecambah 15%. Pada umur biakan 2

minggu hingga 5 minggu mengalami peningkatan daya kecambah.

Ahdiaty (2013) menunjukkan bahwa daya kecambah konidia B.

bassiana yang diinkubasi dalam air selama 10 JSI (jam setelah

inkubasi) meningkat seiring bertambahnya umur cendawan: daya

kecambah umur 13 HSI mencapai 25,7%, 36 HSI mencapai 33,5%

dan 48 HSI mencapai 48,6%.

Umur biakan 8 minggu memiliki daya kecambah terendah

yaitu sebesar 15% atau mengalami penurunan yang signifikan

dibanding dengan daya kecambah umur 2 minggu dan 5 minggu. Hal

ini disebabkan karena ruang penyimpanan biakan cendawan B.

bassiana akan menentukan viabilitas jamur. Menurut Kohler (1967)

dalam Hastuti et al. (2017) viabilitas konidia jamur entomopatogen

dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, pH, radiasi sinar matahari dan

kandungan nutrisi bahan pembawa. Semakin lama konidia berada pada

media biakan maka nutrisi yang tersedia pada media biakan akan

semakin sedikit sehingga kemampuan konidia untuk berkembang dan

berkecambah akan menurun.


47

Semakin tinggi daya kecambah suatu cendawan

entomopatogen semakin tinggi juga virulensinya. Virulensi cendawan

entomopatogen berkaitan dengan ukuran konidia, kecepatan daya

kecambah dan produksi enzim sebagai pendegradasi kutikula inang

(Ahdiaty, 2013). Dalam penelitian, perbedaan daya kecambah antar

tiga umur biakan mempengaruhi kemampuan infeksi terhadap

serangga. Daya kecambah umur biakan 5 minggu yang mencapai

90,33% cukup untuk menyebabkan mortalitas tinggi. Hal ini sesuai

dengan Kassa (2003) dalam Ahdiaty (2013) yang menyatakan bahwa

daya kecambah konidia cendawan entomopatogen yang digunakan

sebagai agen hayati minimal harus 80%.

Menurut Goettel & Inglis (1997) dalam Ahdiaty (2013)

konidia dapat dianggap hidup (viable) apabila tabung kecambah telah

mencapai dua kali diameter konidia. Tabung kecambah yang terbentuk

24 jam setelah inokulasi berbentuk memanjang dari konidia

sebelumnya (Gambar 3). Pada umur biakan 5 minggu (Gambar 4)

tabung terlihat banyak konida yang hidup dan membentuk tabung

kecambah yang memanjang. Pada umur biakan 2 minggu (Gambar 3)

banyak konidia yang hidup, namun juga banyak konidia yang tidak

berkecambah. Sedangkan pada umur biakan 8 minggu (Gambar 5)

banyak konidia yang tidak berkecambah. Prayogo (2009) menyatakan

bahwa tabung kecambah yang terbentuk akan berkembang membentuk

aspresorium yang berfungsi untuk menempelkan organ infektif pada


48

permukaan inang. Semakin cepat tabung kecambah terbentuk dan

semakin besar ukurannya diduga akan semakin besar pula peluang

inang dapat dipenetrasi oleh cendawan karena permukaan inanag lebih

cepat dihidrolisis oleh cendawan.

Tabung konidia

Konidia yang
berkecambah

Konidia tidak
berkecambah

Gambar 3 tabung kecambah umur biakan 2 minggu

Konidia yang
berkecambah
Konidia tidak
berkecambah

Gambar 4 Tabung Kecambah Umur Biakan 5 Minggu


49

Konidia tidak
berkecambah

Gambar 5 Tabung Kecambah Umur Biakan 8 Minggu

3. Mortalitas Kumulatif (%) Walangsangit

Penggunaan B. bassiana merupakan salah satu alternatif

pengendalian hama tanamna yang ramah lingkungan. Efek

pengendalian B. bassiana terhadap gejala kematian serangga ditandai

dengan tumbuhnya miselia jamur pada bagian tubuh serangga dan

serangga tersebut akan mati dengan tubuh mengeras (Ikawati, 2016).

Mortalitas pada walangsangit sudah terjadi pada hari pertama setelah

aplikasi. Walang sangit yang terinfeksi cendawan B. bassiana dan mati

tubuhnya diselimuti miselia berwarna putih (Gambar 4). Cendawan

keluar dari tubuh serangga yang mati 2-4 hari setelah inkubasi.

Menurut Santoso (1993) dalam Ahdiaty (2013) proses infeksi inang

terjadi setelah konidia kontak dengan tubuh inang dan berkecambah

membentuk hifa penetrasi yang akan menembus tubuh inang. Miselia

cendawan yang berwarna putih akan menembus kutikula dan keluar


50

dari tubuh serangga pada bagian yang lebih mudah ditembus seperti

ruas-ruas tubuh dan alat mulut dan akhirnya menutupi seluruh bagian

tubuh dari walangsangit.

A B

Gambar 4 (A) B. bassiana mulai keluar dari tubuh walangsangit yang


terinfeksi, (B) tubuh walang sangit tampak sudah diselimuti
hifa cendawan dengan tubuh kaku.

Secara umum kecepatan infeksi cendawan B. bassiana yang

mengakibatkan kematian pada walangsangit dipengaruhi oleh jumlah

konidia atau kerapatan konidia serta daya kecambah dari konidia B.

bassiana. Semakin rapat konidia yang digunakan semakin cepat

menginfeksi dan mematikan walangsangit. Berdasarkan data yang

diperoleh, mortalitas walangsangit dari setiap perlakuan mengalami

peningkatan dari hari pertama hingga hari ke tujuh. Pada hari pertama

tidak terdapat pengaruh nyata antara umur biakan B. bassiana dengan

konsentrasi terhadap mortalitas walangsangit (Tabel 3). Mortalitas

walang sangit pada hari ke-2 setelah aplikasi menunjukkan hasil bahwa

umur biakan B. bassiana 5 minggu nyata lebih tinggi dalam

mempengaruhi mortalitas walangsangit dibandingkan dengan umur

biakan 2 minggu dan 8 minggu. Pada konsentrasi B. bassiana 20 g/L


51

dan 30 g/L tidak berpengaruh nyata dalam mempengaruhi mortalitas

walang sangit (Tabel 4).

Pada hari ke-3 dan hari ke-4 setelah aplikasi menunjukkan

hasil bahwa umur biakan B. bassiana 5 minggu nyata lebih tinggi

dalam mempengaruhi mortalitas walangsangit dibandingkan dengan

umur biakan 2 minggu dan 8 minggu (Tabel 5 dan Tabel 6). Pada

konsentrasi B. bassiana 20 g/L dan 30 g/L tidak berpengaruh nyata

dalam mempengaruhi mortalitas walang sangit.

Pada hari ke-5 dan ke-6 setelah aplikasi mortalitas

walangsangit tertinggi didapatkan oleh cendawan B. bassiana dengan

umur biakan 5 minggu dengan kerapat dan viabilitas tertinggi. Pada

konsentrasi 30 g/L diperoleh data yang nyata lebih tinggi dibanding

dengan umur biakan 20 g/L. Pada umur biakan 2 minggu dan umur 5

minggu terjadi peningkatan jumlah mortalitas walangsangit, sedangkan

pada umur biakan 8 minggu terjadi penurunan. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian perlakuan dengan lama umur biakan 8 minggu

menunjukkan hasil mortalitas paling rendah. Hal ini sesuai dengan

Hastuti (2017) umur biakan jamur sangat mempengaruhi virulensinya

pada serangga. Biakan jamur umur 1 bulan paling efektif

mengendalikan S. litura F. ,sedangkan pada umur biakan 2 bulan dan 3

bulan nutrisi dalam media banyak yang digunakan untuk memproduksi

konidia sehingga jamur kehabisan cadangan nutrisi (Hastuti,2013).

Dalam percobaan cendawan yang digunakan telah mengalami


52

penurunan daya kecambah. Cendawan B.bassiana yang disimpan

disuhu ruang selama 8 minggu menyebabkan penurunan virulensi

akibat dari penurunan daya kecambah. Penggunaan cendawan yang

telah lama seharusnya dilakukan proses reinfeksi ulang terhadap

serangga uji kemudian diisolasi kembali (Ahdiaty,2013).

Pada hari ke-7 setelah aplikasi menunjukkan hasil bahwa umur

biakan B. bassiana 5 minggu nyata lebih tinggi dalam mempengaruhi

mortalitas walangsangit dibandingkan dengan umur biakan 2 minggu

dan 8 minggu (Tabel 9). Pada konsentrasi B. bassiana 20 g/L dan 30

g/L tidak berpengaruh nyata dalam mempengaruhi mortalitas walang

sangit. Mortalitas kumulatif pada hari terakhir (hari ke-7) dapat dilihat

bahwa semakin tinggi konsentrasi B.bassiana yang diaplikasikan maka

semakin tinggi pula persentase mortalitasnya. Hal ini serupa dengan

penelitian Dwipayana et al. (2013) pada aplikasi jamur B.bassiana

konsentrasi 25 g/L mortalitas Helopeltis sp sebesar 63,33% sedangkan

pada konsentrasi 10 g/L, 15 g/L dan 20 g/L mortalitas Helopeltis sp

13,33 %. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak spora yang

terkandung didalamnya. Jumlah spora yang banyak itu akan

menyebabkan perkembangan jamur makin cepat dan daya infeksinya

semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trizelia dan Nurdin

(2008) dalam Afrinda et al. (2014) bahwa semakin tinggi konsentrasi

konidia yang diinfeksikan maka semakin tinggi kontak antara patogen


53

dengan inang. Semakin tinggi serangan tersebut, maka proses kematian

serangga yang terinfeksi akan semakin cepat.

4. Waktu kematian walangsangit/ LT50 (hari)

Hasil pengamatan LT 50 jamur B.bassiana terhadap mortalitas

walangsangit dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil pada Tabel 10

menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi cendawan B. bassiana

yang diberikan maka semakin sedikit pula waktu yang diperlukan

untuk membunuh 50% imago walangsangit. Hasil dari analisis probit

menunjukkan bahwa pada perlakuan umur biakan 5 minggu dengan

konsentrasi 30 g/L diperoleh waktu yang paling rendah dari batas

waktu pengamatan (tujuh hari) yaitu 3,6 hari untuk membunuh 50%

walangsangit. Pada perlakuan umur biakan B. bassiana 8 minggu

dengan konsentrasi 20 g/L diperoleh nilai LT50 yang melebihi batas

waktu pengamatan (7 hari) yaitu 7,6 hari, sehingga pada perlakuan

umur biakan 8 minggu dan dengan konsentrasi 20 g/L belum dapat

membunuh 50% dari imago walangsangit yang digunakan.

Terjadinya penurunan pada LT50 pada konsentrasi 20 g/L dan

30 g/L dikarenakan besarnya konsentrasi yang diberikan terhadap

imago walang sangit. Semakin besar konsentrasi yang diberikan maka

semakin besar pula efek toksik terhadap walangsangit sehingga hanya

dibutuhkan waktu yang sebentar untuk membunuh 50% walang sangit.

Umur biakan 5 minggu nyata paling cepat membunuh 50%

walangsangit dalam waktu 3,6 hari dibandingkan dengan umur biakan


54

2 minggu dn 8 minggu karena pada umur biakan 5 minggu jumlah

konidianya paling tinggi serta persentase daya kecambahnya juga

paling baik sehingga semakin cepat pula walangsangit mati. Hal ini

sesuai dengan Afinda et al. (2014) yang menyatakan bahwa waktu

kematian yang diperlukan walangsangit lebih cepat karena banyaknya

konidia cendawan dalam setiap milimeter air yang menempel dan

masuk ke dalam tubuh walangsangit sehingga semakin banyak

jaringan tubuh walangsangit yang terinfeksi cendawan dan waktu yang

diperlukan untuk membunuh 50% walang sangit menjadi lebih cepat.

Keberhasilan penggunaan fungi entomopatogen dalam mengendalikan

hama antara lain ditentukan oleh konsentrasi kepadatan konidia dan

daya kecambah spora. Semakin tinggi kepadatan dan daya

kecambahnya maka peluang cendawan dalam mematikan serangga

juga semakin cepat. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah jumlah

kerapatan spora dan daya kecambahnya maka peluang cendawan

dalam mematikan walangsangit semakin lambat.

5. Rerata persentase kerusakan gabah

Kerusakan yang terjadi pada biji akibat serangan walangsangit

dicirikan dengan adanya titik hitam pada lapisan permukaan gabah.

Gejala yang tampak terjadi karena tusukan mulut walangsangit yang

kemudian menghisap cairan pada tiap bulir ( Zakiya et al. (2015)

dalam Apriyadi et al. (2018). Cairan yang dihisap oleh walangsangit

menyebabkan berkurangnya bobot dari setiap masing-masing gabah.


55

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa konsentrasi B. bassiana

tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kerusakan gabah akibat

serangan walangsangit. Pada umur biakan B. bassiana 5 minggu rerata

persentase kerusakan gabah tidak berpengaruh nyata terhadap

persentase kerusakan gabah. Pada perlakuan kontrol memiliki

persentase kerusakan gabah tertinggi, hal ini terjadi karena jumlah

populasi walangsangit yang di introduksi tidak dikendalikan

menggunakan B.bassiana sehingga walangsangit dapat tumbuh dan

berkembangbiak dengan cepat yang menyebabkan jumlah populasi

walang sangit semakin bertambah sejalan dengan semakin

bertambahnya kerusakan bulir padi. Semakin tinggi jumlah populasi

walangsangit sejalan dengan semakin banyaknya walangsangit

membutuhkan dan mengambil sumber makanan dari bulir padi. Kakde

et al.(2014) dalam Apriyadi et al. (2018) menyatakan bahwa

persentase jumlah serangga betina yang lebih banyak akan

menguntungkan bagi perbanyakan masal, dan melakukan reproduksi,

serangga betina membutuhkan sumber makanan lebih banyak

dibandingkan dengan serangga jantan. Berdasarkan penelitian

Apriyadi et al. (2018) persentase kerusakan bulir padi mencapai 100 %

dengan pemberian walangsangit sebanyak 8 ekor, sedangkan pada

perlakuan kontrol (tanpa diberikan walangsangit) sebesar 0%. Hal ini

menunjukkan persentase kerusakan bulir padi akibat serangan

walangsangit dipengaruhi oleh jumlah populasi walangsangit. Semakin


56

tinggi jumlah populasi, maka semakin besar persentase intensitas

kerusakn hama.

6. Rerata bobot gabah (gram)

Usaha budidaya padi menghadapi berbagai kendala, beberapa

diantaranya adalah hama dan penyakit serta organisme pengganggu

tanaman (OPT). Walangsangit merupakan hama yang menyerang

tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi

sehingga bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna.

Data pada Tabel 12 menunjukkan tidak ada pengaruh nyata antara umur

biakan Beauveria bassiana dan konsentrasi B. bassiana terhadap bobot

gabah. Berdasarkan pada uji Contrast Orthogonal antara kontrol

dengan perlakuan menunjukan perlakuan B. bassiana nyata

menyebabkan rerata bobot gabah lebih tinggi dibanding kontrol. Hal ini

sejalan dengan penelitian Mandanayake et al. (2014) dalam Apriyadi et

al. (2018) yang menyatakan bahwa hilangnya cairan biji oleh serangan

walangsangit menyebabkan biji padi menjadi mengecil. Bobot gabah

pada perlakuan kontrol menunjukkan hasil yang paling rendah

dibanding dengan perlakuan lain. Hal ini terjadi karena pada perlakuan

kontrol tidak diberi perlakuan pengendalian menggunakan agensia

hayati B. bassiana sehingga populasi walangsangit pada perlakuan

kontrol lebih tinggi yang menyebabkan kuantitas gabah semakin

rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zakiyah (2015) yang


57

menyatakan bahwa hubungan antara hasil panen dengan populasi hama

dan intensitas serangan walangsangit adalah semakin tinggi populasi

maka semakin tinggi intensitas serangannya dan semakin rendah

kuantitas panen yang dihasilkan. Kehilangan hasil tergantung intensitas

kerusakan pada bulir padi per malai, semakin tinggi intensitas

kerusakannya, semakin tinggi pula kehilangan hasil padi. Hasil

penelitian Muskawati dan Anwar (2011) dalam Apriyadi et al. (2018)

menunjukkan populasi walangsangit 5 ekor / rumpun padi akan

menurunkan hasil 15%.

B. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Umur biakan B. bassiana dapat mempengaruhi mortalitas walang

sangit pada tanaman padi.

2. Umur biakan B bassiana 5 minggu setelah inokulasi paling efektif

menyebabkan mortalitas hama walang sangit nyata paling tinggi.

3. Pada konsentrasi B. bassiana 30 g/L paling efektif menyebabkan

mortalitas hama walang sangit nyata paling tinggi.

C. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai waktu maksimal

untuk mendapatkan kerapatan yang lebih tinggi dan daya kecambah

konidia 100%.
58

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh umur biakan jamur

B.bassiana yang diaplikasikan di lahan sawah secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai