Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metana adalah hidrokarbon dengan rantai paling pendek, berbentuk gas

dengan rumus kimia CH4. Pembakaran satu molekul metana dengan oksigen akan

melepaskan satu molekul karbondioksida (CO2) dan dua molekul air (H2O).

Metana tidak beracun, tapi mudah terbakar dan menimbulkan ledakan bila

bercampur dengan udara. Metana sangat reaktif terhadap oksidator, halogen, dan

beberapa senyawa lain yang mengandung unsur halogen (Cao, et al., 2010).

Metana merupakan salah satu gas yang menempati urutan kedua penyebab

pemanasan global setelah karbondioksida (Intergovernmental Panel on Climate

Change, 2007). Cicerone, et al. (1988) menyatakan, bahwa konsentrasi metana di

atmosfer dapat mencapai 1% setiap tahunnya. Metana menangkap radiasi panas

20 hingga 60 kali lebih besar jika dibandingkan dengan efektivitas

karbondioksida. Oleh karena itu, pengurangan emisi metana di udara akan lebih

efektif daripada pengurangan emisi CO2 dalam mengurangi potensi pemanasan

global (Hanson dan Hanson, 1996).

Sumber gas metana selain dari dekomposisi limbah organik sampah dan

kegiatan transportasi gas, juga dihasilkan dari kegiatan pertanian salah satunya

dapat berasal dari tanah sawah. Lahan sawah merupakan salah satu sumber

penghasil emisi metana yang jumlahnya dapat mencapai 5–19% (Denman, et al.,

2007). Metana yang dilepas dari lahan sawah ke atmosfer dilepaskan melalui

1
2

tanaman dan sisanya melalui gelembung air (ebullition) serta melalui proses difusi

gas yang dengan sendirinya akan terdifusi ke atmosfer pada permukaan lapisan

air. Menurut Vishwakarma, et al. (2009), tanah sawah berkontribusi cukup besar

dalam proses emisi gas metana ke atmosfer. Berdasarkan penelitian Wild, (1995),

sebanyak 43% emisi gas metana berasal dari lahan basah dan sawah. Sebanyak

20% dari jumlah total emisi tersebut diperkirakan berasal dari lahan sawah. Oleh

karena itu, sektor pertanian memegang peranan penting dalam memproduksi gas

metana.

Emisi metana pada lahan sawah dapat berasal dari ekosistem yang kondisinya

lebih dominan anaerob terutama kondisi akibat penggenangan seperti pada tanah

sawah. Ada dua proses mikrobial yang berbeda di tanah sawah yaitu, mikroba

yang memproduksi metana (metanogenesis) dan mikroba yang mengonsumsi

metana (metanotrof) (Rudd dan Taylor, 1980). Pembentukan gas metana dalam

ekosistem tanah sawah diawali dengan adanya dekomposi material organik

menjadi senyawa yang lebih sederhana. Produk tersebut selanjutnya memasuki

jalur fermentasi menghasilkan asam organik seperti asam asetat dan

karbondioksida. Pada kondisi anaerob, asam asetat dan karbondioksida akan

dikonversi menjadi gas metana melalui proses metanogenesis (Hanson dan

Hanson, 1996). Bakteri metanotrof mampu mengonsumsi sampai 90% produksi

metana yang dihasilkan oleh metanogen pada daerah anaerobik sebelum akhirnya

lepas ke atmosfer (Dubey, 2005). Bakteri metanotrof merupakan bakteri gram

negatif yang dapat memanfaatkan metana sebagai sumber karbon untuk

metabolismenya dan dapat hidup pada kondisi aerob dan anaerob. Sebagian
3

metana yang diproduksi akan dioksidasi oleh bakteri metanotrof yang terdapat

pada lapisan permukaan tanah dan area perakaran yang bersifat aerobik (Mer dan

Roger, 2001).

Kemampuan bakteri metanotrof dalam mengoksidasi gas metana

diregulasi enzim tertentu, yaitu metana monooksigenase dan metanol

dehidrogenase (Knief, et al., 2003). Enzim metana monooksigenase mempercepat

reaksi oksidasi metana menjadi metanol. Dalam jalur metabolisme, metanol

kemudian diubah menjadi formaldehid (HCHO) yang dibantu oleh enzim metanol

dehidrogenase, yang merupakan senyawa perantara utama sebelum memasuki

jalur metabolisme berikutnya. Formaldehid dapat memasuki dua jalur

metabolisme yaitu jalur metabolisme ribulosa monofosfat (RuMP) dan jalur serin

(Hanson dan Hanson 1996).

Cara budidaya padi, terutama pengelolaan air irigasi pada daerah Tanjung

Pasir diduga banyak melepaskan metana. Emisi metana ini sebagian besar

disebabkan oleh kegiatan yang tidak efisien, seperti pengairan yang terus menerus

dan berlebihan, cara pemupukan atau penggunaan pupuk yang tidak tepat. Pada

penelitian ini telah diisolasi dan dikarakterisasi bakteri metanotrof asal tanah

sawah dari Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang. Tanjung Pasir merupakan

daerah daratan rendah dengan ketinggian 1m dari permukaan laut. Adanya

rembesan air laut ke bawah permukaan tanah memengaruhi kandungan salinitas

tanah sawah di daerah tersebut, salinitas akan memberikan pengaruh pada

keragaman mikroba tanah, maka diharapkan beragam bakteri metanotrof

didapatkan dari tanah sawah di Tanjung Pasir ini.


4

Informasi mengenai karakter baik jenis, aktivitas, maupun keragaman

bakteri metanotrof dari lahan sawah di Indonesia masih sangat sedikit. Oleh

karena itu, penelitian mengenai bakteri metanotrof penting dilakukan. Hasil

penelitian diharapkan dapat memberi informasi untuk pengembangan bakteri

metanotrof jangka panjang sebagai salah satu agen penurun emisi gas metana dari

lahan sawah, juga mendukung sistem pertanian yang ramah lingkungan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka identifikasi

masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah bakteri metanotrof dapat diisolasi dari sampel tanah sawah asal

Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang

2. Bagaimana karakteristik bakteri metanotrof yang diperoleh secara

konvensional dan molekuler berdasarkan gen pmoA

3. Apakah status taksonomi bakteri yang didapat dari sampel tanah sawah tersebut

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan populasi,

karakteristik dan status taksonomi bakteri metanotrof asal tanah sawah. Tujuan

penelitian ini untuk mendapatkan isolat dan mengkarakterisasi bakteri metanotrof

asal tanah sawah.


5

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai diversitas

komunitas mikrobia dari ekosistem sawah, terutama galur bakteri metanotrof,

serta kajian karakteristiknya agar dapat diaplikasikan jangka panjang dalam

pengembangan solusi penurunan gas metana dan juga mendukung sistem

pertanian yang ramah lingkungan.

1.5 Kerangka Penelitian

Metanotrof adalah kelompok bakteri yang mampu menjadikan metana

sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhannya. Bakteri ini

dapat ditemukan dan telah diisolasi dari sejumlah lingkungan yang berbeda

termasuk tanah, sedimen, air tawar, sedimen laut, air laut, rawa, tanah gambut, air

panas dan lingkungan yang dingin seperti Antartika (Murrell, et al., 1998).

Bakteri tersebut mampu mengonsumsi sampai 90% produksi metana yang

dihasilkan oleh metanogen (Dubey, 2005). Bakteri metanotrof dipelajari secara

ekstensif dalam berbagai lingkungan, sejak metanotrof diketahui berperan penting

dalam siklus metana global.

Metode berbasis polymerase chain reaction (PCR) telah digunakan untuk

memelajari ekologi dan keanekaragaman metanotrof. Metode molekuler untuk

metanotrof ini didasarkan pada 16S rRNA yang merupakan gen terbaik untuk

mempelajari kekerabatan filogenetik pada bakteri. Metode molekuler dengan

amplifikasi spesifik gen fungsional juga dapat digunakan dalam memelajari

keanekaragaman metanotrof, seperti pengodean unik enzim dalam metabolisme


6

organisme metanotrof termasuk metana monooksigenase dan metanol

dehidrogenase (Murrell, et al., 1998).

Berdasarkan jalur metabolismenya, bakteri metanotrof terbagi menjadi tipe

I, tipe II, dan tipe X. Tipe I terdiri dari subkelas Gammaproteobacteria dan tipe II

meliputi subkelas Alphaproteobacteria. Genus Methylococcus,

Methylomicrobium, Methylobacter, dan Methylomonas termasuk dalam tipe I

yang akan mengasimilasi formaldehid melalui jalur metabolisme ribolusa

monofosfat (RuMP), sedangkan yang termasuk tipe II yaitu genus Methylocystis

dan Methylosinus akan mengasimilasi formaldehid melalui jalur metabolisme

serin (Knief, et al., 2003). Chistoserdova, et al. (2005) menyebutkan bahwa tipe X

merupakan galur dari anggota genus Methylococcus yang mengasimilasi

formaldehid melalui jalur metabolisme RuMP dan Serin.

Keragaman bakteri metanotrof dari tanah sawah, melalui metode kultivasi

dan Fluorescence In Situ Hybridization (FISH) dengan pengamatan morfologi

menggunakan Transmission Electron Microscopy (TEM), menunjukan empat

isolat termasuk tipe I, dan sembilan isolat tipe II. Isolat tipe I bakteri metanotrof

termasuk spesies baru dalam genus Methylomonas. Pada isolat tipe I, dua isolat

memiliki kemiripan dengan Methylomonas spp, satu isolat yang diperoleh dari

tanah perakaran memilki kemiripan dengan Methyloccocus-Methylocaldum-

Methylogaea. Hampir semua isolat tipe II bakteri metanotrof mirip dengan

Methylocystis methanotrophs (Dianou, et al., 2012).

Identifikasi bakteri metanotrof dan gen fungsional isolat dari tanah sawah

dan tanah gambut, menunjukkan bahwa lima isolat memiliki gen pmoA (metana
7

monooksigenase) yang merupakan enzim kunci dalam metabolisme metana.

Semua sampel memiliki gen mxaF (metanol dehidrogenase) yang berperan

penting dalam metabolisme gas metana. Hasil 16S rRNA dan analisis blast

menunjukkan bahwa enam isolat masuk ke dalam genus Methylocystis, termasuk

ke dalam bakteri metanotrof tipe II dan satu isolat Mesorhizobium. Semua isolat

menunjukkan kemampuan dalam metabolisme gas metana (Jariah, 2014).

Karakterisasi fisiologi isolat bakteri metanotrof asal sawah di wilayah

Bogor dan Sukabumi, telah didapatkan 5 isolat bakteri metanotrof yang diketahui

memiliki oksidasi metana yang tinggi. Pada penelitian ini identifikasi molekuler

dilakukan dengan analisis sekuen gen 16S rRNA dari kelima isolat tersebut.

Analisis 16S rRNA menunjukkan isolat memiliki kemiripan dengan Methylocystis

rosea, Methylococcus capsulatus, dan Methylobacter sp. Pohon filogenetik

menunjukkan terdapat isolat yang berada satu kelompok dengan Methylocystis

rosea strain SV97T, Methylobacterium extorquens, dan Methylosinus

trichosporium, namun memiliki kekerabatan terdekat dengan Methylocystis rosea

strain SV97T, satu kelompok dengan Methylococcus capsulatus strain texas,

Methylomicrobium buryatense, dan Methylobacter sp. (Astuti, 2009).

Isolasi dan karakterisasi bakteri metanotrof dari tanah sawah Bogor dan

Sukabumi, dengan menggunakan medium Nitrate Mineral Salts (NMS), aktivitas

oksidasi metana ditentukan dengan menggunakan kromatografi gas (GC). Hasil

penelitian telah diperoleh 40 isolat yang berhasil diisolasi dari sedimen sawah.

Tiga puluh satu isolat bertahan dan dapat dikultur dengan hasil oksidasi metana

tertinggi sebanyak 66556,82 mol/hari. Hasil isolasi pada medium NMS


8

menunjukan warna koloni yang berbeda yaitu putih (tipis/bening), putih krem,

merah muda, pink orange, kuning terang dan jingga dan kecepatan pertumbuhan

koloni tiap isolat yaitu mencapai ukuran kurang lebih 2 mm dalam waktu 3-14

hari pertumbuhan (Hapsary, 2008).

Isolasi bakteri metanotrof dan deteksi gen pmoA bakteri metanotrof pada

ekosistem padi sawah, menunjukkan bahwa kemampuan menyerap metana oleh

kultur murni sebesar 49%, bahkan terdapat hasil isolat yang dapat menyerap

metana hingga 98%. Jumlah terbanyak bakteri metanotrof dengan metode Most

Probable Number (MPN) di dapat >1100 MPN/ml dan jumlah terkecil yaitu 36

MPN/ml. Jenis bakteri yang didapat yaitu Methylocystis sp. dan Methylobacter sp

(Utami, 2011).

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksploratif dengan tahapan sebagai

berikut: pengambilan sampel tanah dari tanah sawah, isolasi dan seleksi bakteri

dengan metode pengayaan menggunakan media Nitrate Mineral Salts (NMS)

(Whittenbury, et al., 1970).

Karakterisasi dan identifikasi bakteri metanotrof diidentifikasi berdasarkan

karakter fenotipik (identifikasi konvensional) dan molekular. Identifikasi

konvensional dilakukan berdasarkan morfologi koloni dan sel, kemampuan

tumbuh pada medium agar tegak, medium agar miring dan medium cair. Secara

molekular meliputi isolasi DNA, polymerase chain reaction (PCR), dan

elektroforesis. Amplifikasi DNA Primer 16S rRNA dengan primer 27f dan 1492r
9

dan pmoA dengan primer A189f dan mb 661r (Costa dan Weiner, 2003;

Weisburg, et al., 1991; Costello dan Lidstrom, 1999).

Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu dengan menggunakan

program software CromasPro, program BLAST-N dari situs NCBI (National

Center for Biotechnology Information), model rekonstruksi pohon dengan

program MEGA 6.06 dengan algoritma Neighbor-Joining (Tamura, et al., 2013).

1.7 Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 sampai dengan Oktober

2015 di Laboratorium Ekologi dan Fisiologis C, Bidang Mikrobiologi, Pusat

Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong,

sedangkan analisis data dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi serta

Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler, Program Studi Biologi, FMIPA,

Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai