Anda di halaman 1dari 3

Demitria Pramudita Wahyu Iswari

XI IPS
12

Omnibus Law dari Kaca Mata Sosiologi

Omnibus Law diartikan sebagai metode yang digunakan untuk mengganti


dan/atau mencabut ketentuan dalam Undang – undang atau mengatur ulang
beberapa ketentuan dalam Undang – undang ke dalam satu Undang –undang
(tematik). Menurut Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (RUU
Cipta Lapangan Kerja), Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui
usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM), peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan
berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis
nasional.

Teori yang saya gunakan untuk membahas kasus ini adalah Teori Kritis.
Teori kritis lahir dari tradisi pemikiran Marxian. Dengan kata lain, seorang
tokoh intelektual Karl Marx menjadi salah satu sosok inspiratif teori ini.
Fondasi teori kritis juga tidak lepas dari pengembangan teori Marx yang
dilakukan oleh intelektual Marxist seperti Gyorgy Lukacs dan Antonio Gramsci.
Keduanya menginspirasi secara toritis dan praksis pemikiran tokoh intelektual
dari Universitas Frankfurt, German seperti Max Horkheimer, Theodor Adorno,
Herbert Marcuse, Erich Fromm, Walter Benjamin dan Juergen Habermas. Teori
kritis merupakan teori sosial yang menekankan pada analisis kehidupan sosial
secara menyeluruh dengan orientasi terciptanya transformasi sosial.
Implementasi teori ini tidak diarahkan kemana-mana melainkan untuk
mendorong adanya perubahan sosial di masyarakat. Perubahan sosial yang
dimaksud adalah terciptanya masyarakat yang terbebaskan, adil, dan mandiri
dari dominasi kultural serta ideologis. Teori kritis sebagian besar terdiri dari
kritik terhadap berbagai aspek kehidupan sosial dan intelektual, namun tujuan
utamanya adalah untuk mengungkapkan sifat masyarakat secara lebih akurat.
Titik tolak teori kritis adalah kritik terhadap teori marxian yang menganut
determinisme ekonomi mekanistis.

Keterkaitan Omnibus Law dengan Teori Kritis adalah teori ini


menggunakan cara berpikir teknokratis untuk membantu kekuatan yang
mendominasi, untuk menemukan cara efektif untuk mencapai tujuan. -
Penggunaan nalar dalam penelitian dilihat dari sudut nilai manusia tertinggi
yang berkenaan tentang keadilan, perdamaian dan kebahagiaan, dan
menggunakan pendekatan dialektika untuk mengamati dan menganalisis
totalitas sosial. Dalam rapat pengesahan Omnibus Law, saya melihat
ketidakadilan bagi seorang wakil rakyat yang akan menyampaikan pendapatnya
namun tidak diijinkan dimana suaranya dibungkam dan tidak dapat
mengutarakan pendapatnya yang dapat melanggar HAM. Teoritisi kritis tidak
menyatakan bahwa determinis ekonomi keliru, tetapi seharusnya aspek
kehidupan sosial lain juga perlu diperhatikan. Sosiologi dianggap lebih
memperhatikan masyarakat sebagai satu kesatuan daripada memperhatikan
individu dalam masyarakat. Karena mengabaikan individu sosiologi dianggap
tak mampu mengatakan sesuatu yang bermakna tentang perubahan politik yang
dapat mengarah ke sebuah masyarakat manusia yang adil. Teoritisi kritis
melontarkan kritik pedas terhadap “industri kultur”, yakni struktur yang
dirasionalkan dan dibirokrasikan (misalnya jaringan televisi) yang
mengendalikan kultur modern. Mahasiswa dan masyarakat lain melontarkan
kritik pedas kepada pemerintah atas pengesahan Omnibus Law yang terkesan
terburu-buru dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat. Ada pasal dimana buruh
dapat dirugikan dalam Omnibus Law.

Berkaitan dengan yang disebutkan di awal, teori kritis bertujuan untuk


menggali ”kebenaran” yang beroperasi di bawah permukaan kehidupan sosial,
seperti adanya praktik dominasi kekuasaan secara kultural dan ideologis.
Mahasiswa dan masyarakat lain mencari kebenaran yang sebenarna
“disembunyikan” oleh pemerintah. Banyak yang bertanya tanya mengapa
pengesahan Omnibus Law terkesan terburu-buru dan dapat merugikan satu
pihak.

Apakah ini disengaja atau tidak? Salah satu cara mudah untuk
mendeteksi adanya praktik dominasi kekuasaan dalam kehidupan ini adalah
dengan cara mengamati apa yang kita lakukan, kemudian bertanya siapa
sebenarnya yang mengambil untung dari yang kita lakukan. Lebih spesifik lagi,
menanyakan siapa yang paling banyak mengambil untung. Selain itu, dapat pula
dilakukan dengan mengidentifikasi siapa yang sedang berkuasa secara politik
dan ekonomi, lalu melihat dimana posisi kita dihadapan penguasa.

SUMBER:
 https://www.dslalawfirm.com/omnibus-law/
 http://sosiologis.com

Anda mungkin juga menyukai