Anda di halaman 1dari 3

Tutur kata yang sesuai Al-Qur’an yang hidup setelahnya tetap menghormatinya dengan ungkapan-ungkapan

yang baik.
‫ضبِ ِه‬ َ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذيْ أَ ْك َر َم َم ِن اتَّقَى بِ َم َحبَّتِ ِه َوأَ ْو َع َد َم ْن َخالَفَهُ بِ َغ‬ ‫ان صِ ْد ٍق فِى ااْل ٰ خ ِِري َْن‬
َ ‫َواجْ َع ْل لِّيْ ل َِس‬
‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن َسيِّ َدنَا‬،ُ‫ْك لَه‬ َ ‫ أَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل اِلَهَ اِاَّل هللا َوحْ َدهُ اَل َش ِري‬،‫َو َع َذابِ ِه‬
‫ُظ ِه َرهُ َعلَى‬ ْ ‫ق لِي‬ ِّ ‫ أَرْ َسلَهُ بِ ْالهُ َدى َوال ِّدي ِْن ْال َح‬،ُ‫ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُه‬ “Dan jadikanlah aku buah tutur kata yang baik bagi orang-orang (yang
datang) kemudian.”
‫صلِّ َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا َو َحبِ ْيبِنَا َو َشفِ ْي ِعنَا َوقُ َّر ِة‬ َ ‫ اَللَّهُ َّم‬،‫ال ِّدي ِْن ُكلِّ ِه‬
‫صحْ بِ ِه الَّ ِذي َْن‬ َ ‫ َو َعلَى أَلِ ِه َو‬،‫أَ ْعيُنِنَا ُم َح َّم ٍد َرس ُْو ِل هللا َو َخي ِْر َخ ْلقِ ِه‬ Sayyidina Ali dalam maqalahnya menyebutkan:
‫ق‬ َّ ‫ اِتَّقُ ْوا هللاَ َح‬،‫اضر ُْو َن‬ ِ ‫ فَيَا اَيُّهَا ْال َح‬،‫ أَ َّما بَ ْع ُد‬،‫َجاهَ ُد ْوا فِ ْي َسبِ ْيلِ ِه‬
:‫الى فِي ِكتَابِ ِه ْال َك ِري ِْم‬ ‫ أِل َ َّن‬.‫ق ِم ْن َو َرا ِء لِ َسانِه‬
ِ ِ‫ب ْال ُمنَاف‬ َ ‫إن قَ ْل‬
َّ ‫ َو‬.‫إن لِ َسانَ ْال ُمؤ ِم ِن ِم ْن َو َراء قَ ْلبِ ِه‬ َّ
َ ‫ قَا َل هللاُ تَ َع‬.‫تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُم ْوتُ َّن اِاَّل َوأَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن‬
‫َما يَ ْلفِظُ ِم ْن قَ ْو ٍل إِاَّل لَ َد ْي ِه َرقِيبٌ َعتِي ٌد‬ ‫إن‬ ْ ‫ َو‬.ُ‫إن َكانَ خَ يرًا أَبدَاه‬ ْ َ‫ ف‬.‫ْال ُمؤ ِمنَ إ َذا أَ َرا َد أَ ْن يَتَ َكلَّ َم بِكَاَل ٍم ت َدبَّ َرهُ ِفي نَ ْف ِس ِه‬
ُ‫ق يَتَ َكلَّ ُم بِ َما أَتَى َعلَى لِ َسانِ ِه اَل يَ ْد ِري َما َذا لَه‬ َ ِ‫إن ْال ُمنَاف‬ َّ ‫ َو‬.ُ‫اراه‬ َ ‫َكانَ َش ًّرا َو‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Kenapa lidah perlu dijaga oleh
‫َو َما َذا َعلَ ْي ِه‬
gigi yang begitu rapi, rapat, dan kokoh, bahkan dikunci dengan dua bibir?
Secara filosofis karena lidah lebih tajam dari mata pedang yang dapat “Sesungguhnya perkataan orang mukmin berasal dari hatinya. Sedangkan
menembus ulu hati yang menyakiti seseorang. Pedang menyayat tubuh hati orang munafik berasal dari lisannya. Karena orang mukmin ketika
masih mudah diharapkan sembuh, tapi jika lidah menyayat hati ke mana ingin berbicara, ia renungkan terlebih dahulu, jika baik, maka ia akan
obat hendak dicari? melanjutkan perkataannya. Jika berdampak buruk, maka ia akan
meninggalkannya. Sedangkan orang munafik berbicara dengan lisannya
Dalam falsafah Batak ada nasihat dalam bertutur kata, yakni Jolo ni dilat saja. Ia tidak tahu dampak baik dan buruknya.” Maqalah tersebut
bibir asa nidok hata (jilat dulu bibir[mu] sebelum berbicara). Artinya, mengisyaratkan bahwa tutur kata merupakan cermin hati seseorang.
berpikirlah dulu lalu bicara; apa isi perkataan, apa dampaknya, apakah Dalam peribahasa Indonesia, orang beriman menyadari bahwa “mulutmu
akan mendatangkan kebaikan atau keburukan. Karena dalam falsafah adalah harimaumu” yang mengandung konsekuensi bahwa keselamatan
Batak yang lain juga mengingatkan: "Hata do uli, hata do jea" yang seseorang tergantung tutur katanya. Bahkan lebih dari itu mencerminkan
memiliki arti "perkataan adalah kebajikan dan perkataan adalah peribahasa “murah di mulut mahal di timbangan” yang berarti mudah
malapetaka". Alfred Korzybski, seorang peletak dasar teori general mengatakan tapi sukar melaksanakannya. Sebaliknya, orang munafik
semantics menyatakan bahwa penyakit jiwa, baik individual maupun digambarkan dalam peribahasa “lain di mulut lain di hati” yang dalam
sosial, timbul karena penggunaan tutur kata yang tidak benar. Maka dari falsafah babad tanah Jawa dikenal dengan Esuk dhele sore tempe, yakni
itu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pernah mengucapkan suatu doa yang pribadi yang tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan, cenderung
sangat penting. Doa itu diabadikan dalam QS As-Syuara’ ayat 84. Doa berubah-ubah dan mudah terbawa oleh keadaan. Berkaitan dengan bahaya
tersebut merupakan harapan dan keinginan Nabi Ibrahim agar orang-orang lidah yang bisa berfungsi ganda, Allah subhanahu wata'ala berfirman:
‫َولِ َسانا ً َو َشفَتَ ْي ِن َوهَ َد ْينَاهُ النَّجْ َد ْي ِن‬ berlaku di masyarakat. Selain itu, qaulan ma’rufan berarti pula perkataan
yang pantas dengan status sosial yang berlainan, tidak menyinggung
"Lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua perasaan, serta pembicaraan yang mendatangkan kemaslahatan. Seorang
jalan" (QS Al-Balad: 9-10). Lidah adalah raja atas semua anggota tubuh. guru berutur kata yang santun, pejabat bertutur kata yang beretika. Pun
Semua tunduk dan patuh kepadanya. Jika ia lurus, niscaya semua anggota dengan seorang dai, tokoh masyarakat, petinggi ormas, dan lainnya
tubuh ikut lurus. Jika ia bengkok, maka bengkoklah semua anggota tubuh. hendaknya bertutur kata dengan ma’ruf, sesuai dengan kondisi sosial dan
Sebagai seorang Muslim kita dianjurkan untuk bertutur kata baik kepada budaya. Kedua, qaulan sadîdan (perkataan yang tegas dan benar) Qaulan
siapa pun, bahkan hal tersebut merupakan salah satu indikator sadîdan adalah perkataan yang benar, tegas, jujur, lurus, to the point, tidak
keberimanan seseorang kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana berbelit-belit dan tidak bertele-tele. Yakni suatu pembicaraan, ucapan,
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi: atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan)
maupun redaksi (tata bahasa). Ketiga, qaulan layyinan (perkataan yang
ْ ‫ َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِم ُن بِاهلل َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا أَوْ لِيَصْ ُم‬.
‫ت‬ lemah lembut) Qaulan layyinan adalah penyampaian pesan yang lemah
lembut dengan suara yang enak didengar, lunak, tidak memvonis,
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah
memanggilnya dengan panggilan yang disukai, penuh keramahan,
dia berkata baik atau diam" (HR. al-Bukhari dan Muslim). Ma’asyiral
sehingga dapat menyentuh hati. Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir
Muslimin rahimakumullah, Sebuah pepatah Arab menyatakan: ُ‫َساَل َمة‬ menjelaskan, bahwa yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan
ِ ‫ْا ِإل ْن َسا ِن فِي ِح ْف ِظ اللِّ َس‬
‫ان‬ dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar. Keempat, qaulan
maisûran (perkataan yang mudah) Qaulan maisûran berarti berkata dengan
“Keselamatan manusia terletak dalam menjaga lisannnya.” Dari Sahal bin mudah atau gampang. Yakni mudah dicerna dan mudah dimengerti oleh
Sa'ad radliyallahu ‘anh, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam orang lain. Perkataan ini juga mengandung empati kepada lawan
bersabda, bicaranya, menyenangkan, memberikan harapan , dan memotivasi orang
lain untuk mendapatkan kebaikan. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
َ‫َم ْن يَضْ َم ُن لِ ْي َما بَ ْينَ لَحْ يَ ْي ِه َو َما بَ ْينَ ِرجْ لَ ْي ِه أَضْ َم ُن لَهُ ْال َجنَّة‬ Kelima, qaulan balîghan (perkataan yang membekas pada jiwa) Qaulan
balîghan adalah perkataan yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
"Barang siapa yang memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga)
dimengerti, langsung ke pokok masalah, dan tidak berbelit-belit. Agar
kejahatan lisan yang berada di antara dua tulang rahangnya, dan kejahatan
komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan
kemaluan yang berada di antara kedua kakinya, niscaya aku akan
hendaklah disesuaikan dengan kadar akal seseorang atau khalayak dan
memberikan jaminan surga kepadanya" (HR al-Bukhari). Mengenai
menggunakan bahasa yang mengesankan kepada jiwa mereka. Keenam,
pentingnya bertutur kata yang baik, Al-Qur'an telah menggambarkan
qaulan karîman (perkataan yang mulia) Qaulan karîman adalah perkataan
kepada kita semua bahwa ada 9 macam perkataan dalam Al-Qur'an yang
yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak
dapat dijadikan panduan dalam bertutur kata, yakni: Pertama, qaulan
didengar, lemah-lembut, dan bertata krama. Dalam konteks QS Al-Isra’:
ma‘rûfan (perkataan yang baik) Menurut KH M. Quraish Shihab, qaulan
23, perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua
ma‘rûfan berarti perkataan baik yang sesuai dengan norma dan nilai yang
orang tua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata
yang sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan karîman harus digunakan
khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orang tua atau orang yang
harus kita hormati. Ketujuh, qaulan tsaqîlan (perkataan yang penuh
makna) Qaulan tsaqîlan yakni perkataan yang berbobot dan penuh makna,
memiliki nilai yang dalam, memerlukan perenungan untuk memahaminya,
dan bertahan lama. Dengan demikian qaulan tsaqîlan juga berarti kata-kata
yang syarat makna dari seorang ahli hikmah, sufi, ataupun filosof. Qaulan
tsaqîlan biasanya memuat sebuah konsep pemikiran yang mendalam baik
secara intelektual maupun spiritual. Kedelapan, ahsanu qaulan (perkataan
yang terbaik) Ahsanu qaulan adalah menyampaikan perkataan dengan
pilihan kata terbaik. Allah berfirman dalam QS Fushshilat ayat 33:
‫هّٰللا‬
َ ‫دَع ۤا ِا َلى ِ َو َع ِم َل‬
‫صا لِحً ا َّوقَا َل اِنَّنِ ْي ِم َن‬ َ ْ‫َو َمنْ اَحْ َسنُ َق ْواًل ِّممَّن‬
‫ْال ُم ْسلِ ِمي َْن‬
"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, Sungguh, aku
termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri)?" (QS Fushshilat: 33).
Kesembilan, qaulan 'adhîman (perkataan yang mengandung dosa besar)
Berbeda dengan 8 qaulan sebelumnya, qaulan ‘adhîman ini merupakan
ujaran yang mengandung penentangan yang nyata terhadap perintah Allah
dan Rasul-Nya. Termasuk jenis qaulan ‘adhîman adalah setiap ujaran
kebencian yang mengandung permusuhan dan penipuan. Perkataan jenis
ini mudah sekali dijumpai di era internet. Media sosial telah banyak
digunakan untuk menumpahkan fitnah, caci maki, dan menyebarkan
perkataan kotor yang menjauhkan manusia dari jalan Allah. Demikian 9
macam qaulan dalam Al-Qur'an yang bisa menuntun kita dalam bertutur
kata. Semoga bermanfaat dan menjadi wasilah kebaikan bagi kita semua,
Amiin ya rabbal’alamin.

Anda mungkin juga menyukai