Anda di halaman 1dari 7

Kesimpulan

1. Sebuah badan usaha dapat dikategorikan sebuah BUMN jika modal badan

usaha seluruhnya (100%) dimiliki oleh Negara atau sebagian besar modalnya

dimiliki olehNegara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasi oleh

Negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN, maka negara

minimum menguasai 51% modal tersebut. Jika penyertaan modal Negara

Republik Indonesia di suatu badan usaha kurang dari 51%, tidak dapat disebut

sebagai sebuah BUMN. Negara terlibat dalam menanggung risiko untung dan

ruginya perusahaan. Pemisahaan kekayaan Negara untuk dijadikan penyertaan

modal Negara ke BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan

langsung Negara ke BUMN, sehingga setiappenyertaan tersebut harus

ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP). Modal penyertaan berasal dari

kekayaan Negara yang dipisahkan. Kekayaan yang dipisahkan di sini adalah

pemisahan kekayaan Negara dari Anggaran Pendapatan dari Belanja Negara

(APBN) untuk dijadikan penyertaan modal Negara pada BUMN untuk

dijadikan modal BUMN. Perusahaan Perseroan yang disebut Persero adalah

BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam

saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen)

sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya

mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan pendirian Perusahaan Perseroan di

Indonesia ditentukan dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

Tentang Badan Usaha Milik Negara (Undang-Undang BUMN), yaitu

Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing

kuat, dan Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.


Dalam penjelasan pasal 12 UU No. 19 Tahun 2003 menyebutkan Persero sebagai

salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar

melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat

baik dipasar dalam negeri maupun internasional. Dengan demikian dapat

meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan sehingga akan

memberikan manfaat yang optimal bagi pihak-pihak terkait.

Untuk mendirikan suatu perusahaan patungan berbentuk PT, Perusahaan patungan

tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Prosespendirian perusahaan patungan pada dasarnya memiliki proses yang sama dengan

pendirian PT pada umumnya jika perusahaan tersebut menggunakan modal dalam negeri,

tetapi apabila modalnya berasal dari modal asing maka memiliki perbedaan dalam proses

pendiriannya. Ketentuan internal BUMN dalam membentuk suatu perjanjian kerjasama

membentuk perusahaan patungan diatur dalamPeraturan Menteri Badan Usaha Milik

Negara Nomor Per-03/Mbu/08/2017 Tentang Pedoman Kerja Sama Badan Usaha Milik

Negara danPeraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor Per-

04/Mbu/09/2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara

Nomor Per-03/ Mbu/08/2017 Tentang Pedoman Kerja Sama Badan Usaha Milik Negara.

Ketentuan-ketentuan tersebut berupa : (a) Kerjasama harus dilakukan dengan

menggunakan prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban,

kemanfaatan, dan kewajaran, serta sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan, (b) Kerjasama dilakukan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

yang tercantum di dalam perjanjian dan tidak diperkenankan untuk melakukan kerjasama

tanpa batas waktu, kecuali untuk kerjasama dalam bentuk pendirian perusahaan patungan
(joint venturecompany), (c) Kerjasama mengutamakan sinergi antar BUMN dan antar-

anak perusahaan BUMN atau antar-perusahaan terafiliasi BUMN dan peningkatan peran

serta usaha nasional melalui penunjukan langsung, (d) Selain Organ Persero atau Organ

Perum, pihak manapun dilarang ikut campur dalam proses dan pengambilan keputusan

mengenai kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (e) Direksi

bertanggungjawab atas pelaksanaan kerjasama untuk kepentingan perusahaan, serta

menjamin bebas dari tekanan, paksaan dan campur tangan dari pihak lain.

2. Sebagai badan hukum pendirian perseroan harus memenuhi syarat sebagai

berikut :(1) Didirikan oleh dua orang atau lebih (kecuali BUMN), (2) Setiap

pendiri wajib mengambil bagian saham, (3) Modal dasar paling sedikit Rp.

50.000.000,- terdiri atas seluruh nilai nominal saham, (4) Minimal paling

sedikit 25% dari modal dasar telah ditempatkan dan disetor penuh, (5) Dalam

pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan

surat kuasa, (6) Didirikan dengan akta notaris dan dalam bahasa Indonesia.

Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan

dengan pendirian perseroan. Syarat keterangan lain yang dimaksud adalah:

Nama lengkap pendiri perseorangan, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,

tempat tinggal, kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat

kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal keputusan menteri

mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri perseroan, Nama lengkap,

tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota


direksi dan dewan komisaris yang pertama kali diangkat, Nama pemegang

saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham dan nilai

nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.

Perjanjian usaha patungan atau yang disebut joint venture agreement memiliki

kedudukan penting dalam proses pendirian perusahaan patungan serta pengoperasiannya.

Joint venture agreement merupakan perjanjian diantara para calon pemegang saham

sebuah perusahaan patungan yang akan didirikan yang bertujuan untuk menetapkan

bagaimana perusahaan tersebut dikelola, baik dari segi tujuan perusahaan, modal,

manajemen, dan hal-hal yang mungkin akan menjadi masalah dikemudian hari. Joint

venture agreement dibentuk melalui negosiasi oleh para pihak yang terdiri dari calon

pemegang saham, kreditur, teknisi atau pihak-pihak lain yang akan terlibat didalam

perusahaan patungan tersebut. Persetujuan perjanjian ini dibentuk sebelum terbentuknya

perusahaan patungan atau joint venture. Adapun bentuk dari perjanjian joint venture

adalah Contractual joint venture contract, bentuk perjanjian yang mengatur kerja sama

para pihak dalam bentuk kesepakatan kerja sama melalui suatu kontrak dan Incorporated

joint venture contract, bentuk perjanjian para pihak dalam membentuk suatu perusahaan

berbadan hukum bersama (patungan). Hukum yang berlaku dalam perjanjian ini adalah

tunduk pada hukum para pihak dan hukum nasional setempat. Hukum para pihak adalah

kebebasan yang dituangkan ke dalam kesepakatan para pihak. Dalam membentuk suatu

perjanjian usaha patungan, tentu memiliki dasar hukum yang digunakan sebagai aturan

dasar dalam pembuatan suatu perjanjian tersebut yang disepakati oleh para pihak. Dasar

hukum tersebut meliputi : (a) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal, (b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan (c) Undang-Undang No. 40 Tahun

2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal adalah

pembaharuan hukum Penanaman Modal di Indonesia. Sebelumnya, undang-undang

tersebut didahului oleh undang-undang penanaman modal lainnya, yaitu Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-Undang No. 11

Tahun 1970 Tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967

Tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang

Penanaman Modal Dalam Negeri. Undang-Undang ini yang menjadi salah satu dasar

hukum pendirian perusahaan patungan di Indonesia dan menjadi sumber hukum dalam

membuat perjanjian usaha patungan. sesuai yang tercantum didalam pasal 5 dan 6

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 yang menyatakan “Penanaman modal dalam negeri

dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan

hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.” dan ”Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas

berdasarkan hukum lndonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik

Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.”

3. Tujuan Pembentukan Usaha Patungan oleh para pihak dalam perjanjian ini

adalah kesepakatan untuk melakukan sinergi Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) sesuai kompentensi masing-masing dibidang usahanya masing-

masing dan usaha patungan yang dibentuk ini merupakan Pembangunan dan
Pengoperasian Terminal Curah Cair (TCC) dengan nama Perseroan PT. Prima

Multi Terminal (PMT) yang berlokasi di Pelabuhan Kuala Tanjung Kabupaten

Batubara Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan perjanjian yang dilakukan

oleh para pihak dalam mendirikan perusahaan patungan ini, kepemilikan

saham yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan BUMN diatur dalam

pasal 6 tentang modal dan saham pada Perjanjian Usaha Patungan antara PT.

Pelabuhan Indonesia I (Persero), PT. Pembangunan Perumahan (Persero) dan

PT. Waskita Karya (Persero), Kepemilikan saham tersebut yaitu sebagai

berikut :

1. PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) memiliki saham sebesar 55% atau 95.700 lembar

2. PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk memiliki saham sebesar 30% atau

52.200 lembar

3. PT. Waskita Karya (Persero) Tbk memiliki saham sebesar 15% atau 26.100 lembar

Pembagian kepemilikan saham tersebut merupakan kesepakatan para pihak dalam

melaksanakan kerjasama usaha patungan pembangunan terminal curah cair.


Saran

1. Diharapkan para kedua belah pihak perusahaan lebih teliti dalam membuat surat

perjanjian walaupun hanya secara formalitas saja, dengan ditambahkan pasal demi pasal

mengenai hak masing-masing perusahaannya, karena dalam surat perjanjian tidak ada

sama sekali pasal yang membahas tentang hak-hak dari masing-masing perusahaan.

2. Diharapkan untuk PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk dan PT. Waskita Karya

(Persero) Tbk apabila ingin melakukan perjanjian kerja sama dengan perusahaan lain

untuk kedepannya dalam membuat surat perjanjian agar mencantumkan pasal-pasal di

surat perjanjian mengenai hak dan kewajiban yang ada diluar surat perjanjiannya.

3. Diperlukan penambahan lampiran surat perjanjian mengenai hal- hal yang lebih rinci

dan spesifik untuk dicantumkan dalam surat perjanjian nantinya serta pasal-pasal

bagaimana cara penyelesaian sengketa kedua perusahaan apabila terjadi wanprestasi.

Anda mungkin juga menyukai