net/publication/304586605
CITATIONS READS
0 3,315
7 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Sigit Heru Murti on 30 June 2016.
Sigit Heru Murti B.S1, Ach. Firyal Wijdani1, Aisya Jaya D1, Andika Putri F1*, Assyria Fahsya U1,
Dian Prabantoro1, Dzimar A.R.P1, Nila Ratnasari1
1
Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi UGM, Sekip Utara, Sleman, Yogyakarta 55281
Email: sigit@geo.ugm.ac.id, firyalwijdani@gmail.com, aisyadhannahisvara2206@gmail.com,
andika.putri.f@mail.ugm.ac.id, afumela@gmail.com, dian.prabantoro3@gmail.com,
dzimar.akbarur.r@mail.ugm.ac.id, nila.ratnasari@mail.ugm.ac.id
ABSTRAK
Banjir merupakan permasalahan utama yang terjadi pada beberapa DAS di Indonesia, termasuk DAS
Jangkok di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Untuk mengatasi permasalahan bajir di DAS Jangkok diperlukan
upaya untuk mengetahui besarnya debit puncak yang terjadi pada musim penghujan, sebagai langkah awal
dalam mengantisipasi datangnya bencana banjir. Namun sayangnya sampai saat ini tidak tersedia data debit
puncak untuk DAS Jangkok, sehingga diperlukan upaya untuk menghitung besarnya debit puncak yang
berpotensi terjadi di DAS tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besarnya debit puncak DAS
Jangkok memanfaatkan citra penginderaan jauh dengan metode Cook pada tahun 2015. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah : citra penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra
Landsat 8 OLI yang direkam bulan Mei 2014, Peta Rupabumi Indonesia, Peta Tanah Tinjau, Peta Jalan dan
Peta Sungai/Batas Das. Untuk mendapatkan hasil yang valid, dilakukan kegiatan survei lapangan pada bulan
Mei 2015 pada 4 titik sampel pengukuran lapangan yang ditentukan berdasarkan metode sampel bersyarat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya debit puncak DAS Jangkok pada kondisi hujan maksimum
di musim penghujan mencapai 494,38 m3/detik. Besarnya daya tampung Sungai Jangkok (kapasitas
maksimum saluran) berdasarkan perhitungan menggunakan metode Manning adalah 390,29 m2/detik.
Berdasarkan kedua data tersebut, terdapat potensi banjir yang meluap dari Sungai Jangkok dengan debit
sebesar 104,07 m3/detik. Jumlah debit luapan Sungai Jangkok tersebut termasuk kategori besar, sehingga
potensi banjir di DAS Jangkok termasuk tinggi.
KATA KUNCI: Citra Landsat 8 OLI, debit puncak, DAS Jangkok, Metode Cook, Metode Manning
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan utama di sebagaian besar DAS di Indonesia adalah banjir yang secara rutin terjadi
pada musim penghujan. Ditinjau dari penyebabnya, peristiwa banjir tersebut banyak disebabkan oleh : (a)
alih fungsi lahan dan pemanfaatan lahan yang tidak tepat, (b) penurunan kualitas dan daya dukung DAS, dan
(c) perubahan pola hujan. Disamping itu, karakteristik DAS juga sangat menentukan besarnya potensi banjir
dalam DAS tersebut. Salah satu parameter dalam karakteristik DAS yang mempengaruhi terjadinya banjir
adalah morfometri saluran yang berupa lebar dan kedalaman sungai. Setiap DAS memiliki lebar dan
kedalaman sungai utama yang berbeda-beda. Lebar dan kedalaman sungai utama berkaitan dengan seberapa
besar kapasitas sungai tersebut mampu menampung air pada kondisi debit maksimum Debit puncak akan
terakumulasi pada outlet sungai yang merupakan akhir dari percabangan sungai.
Untuk mengantisipasi bencana banjir, diperlukan informasi besarnya debit puncak yang dapat
terjadi dalam suatu DAS serta besarnyadaya tampung sungai dalam DAS tersebut. Perhitungan debit puncak
secara langsung di lapangan merupakan pekerjaan yang berat, terutama untuk DAS yang ukurannya besar
dan kondisi medannya berat. Untuk itu diperlukan teknologi penginderaan jauh (PJ) dan sistem informasi
geografis (SIG) untuk membantu proses analisis debit puncak. Peran PJ adalah untuk mengidentifikasi
parameter-parameter yang mempengaruhi debit puncak seperti curah hujan, koefisien limpasan permukaan,
dan luas DAS. Sementara SIG berfungsi untuk membantu proses analisis dan pengolahan data debit puncak
tersebut.
176 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Sebagai wilayah kajian dalam penelitian ini dipilih DAS Jangkok yang secara administratif terletak
di tiga wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat, dan Lombok Tengah. DAS
Jangkok memiliki dua hulu, yaitu di Gunung Pusuk dan Gunung Rinjani. Bagian hilir dari DAS Jangkok
meliput sebagian wilayah Kota Mataram bagian utara, sehingga banjir yang terjadi pada Sungai Jangkok
akan berpengaruh langsung terhadap Kota Mataram sebagai ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar
1).
Gambar 1. Digital Elevation Model Daerah Lombok dan Batas DAS Jangkok
1.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perhitungan debit puncak DAS Jangkok sebagai dasar
identifikasi potensi banjir mengunakan metode rasional berbasis pada pengolahan citra Landsat 8 OLI dan
sistem informasi geografis.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Masukan curah hujan dalam daur hidrologi akan didistribusikan melalui beberapa cara yaitu air
lolos (througfall), aliran batang (stemflow), dan air hujan yang langsung sampai ke permukaan tanah untuk
kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi. Pengaruh DAS terhadap air larian adalah
melalui bentuk dan ukuran (morfometri) DAS, topografi, geologi dan tataguna lahan (jenis dan kerapatan
vegetasi).
Semakin besar ukuran DAS, semakin besar air larian dan volume air larian. Tetapi, baik laju
maupun volume air larian per satuan wilayah dalam DAS tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air
(Catchment Area) bertambah besar. Dengan demikian, kondisi aliran air permukaan yang berbeda akan
menentukan bentuk dan besaran hidrograf aliran (bentuk hubungan grafis antara debit dan waktu). Hal ini
terdiri atas luas, kemiringan lereng, bentuk dan kerapatan drainase DAS, terhadap besaran dan timing dari
hidrograf aliran yang dihasilkannya.
Luas DAS merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan hidrograf aliran. Semakin
besar luas DAS, ada kecenderungan semakin besar jumlah curah hujan yang diterima. Akan tetapi, beda
waktu (time lag) antara puncak curah hujan dan puncak hidrograf aliran menjadi lebih lama. Demikian pula
waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak hidrograf dan lama waktu untuk keseluruhan hidrograf aliran
juga menjadi lebih panjang.
Faktor berikutnya adalah kemiringan lereng DAS yang mempengaruhi perilaku hidrograf dalam hal
timing. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS, semakin cepat laju air larian, dan dengan demikian
akan mempercepat respons DAS tersebut oleh adanya curah hujan. Dengan kata lain, sebagian aliran air
ditahan dan diperlambat kecepatannya sebelum mencapai lokasi pengamatan. Hal ini dapat diketahui dari
bentuk hidrograf yang menjadi lebih datar.
Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju air larian daripada DAS
berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari dua DAS tersebut sama. Pada DAS berbentuk
memanjang, bila arah hujan sejajar dengannya, hujan yang bergerak kea rah hulu akan menurunkan laju air
larian. Hal ini tejradi karena pada hujan yang bergerak kea rah hulu, air larian pada bagian bawah DAS
tersebut telah berhenti sebelum air larian berikutnya tiba di daerah bawah tersebut. Sebaliknya , hujan yang
bergerak ke daerah hilir menyebabkan air larian yang besar pada bagian bawa DAS dan pada saat yang
bersamaan datang air larian dari bagian atas DAS tersebut.
177 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Kerapatan daerah aliran (drainase) juga merupakan faktor penting dalam menentukan kecepatan air
larian. Kerapatan drainase adalah jumlah dari semua saluran air/sungai (km) dibagi luas DAS. Semakn tinggi
kerapatan daerah aliran, semakin besar kecepatan air larian untuk curah hujan yang sama. Oleh karenanya,
dengan kerapatan daerah aliran tinggi, debit puncak akan tercapai dalam waktu yang lebih cepat.
Pengaruh vegetasi dan cara bercocok tanam terhadap air larian dapat diterangkan bahwa vegetasi
dapat memperlambat jalannya air larian dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah
(surface detention), dan dengan demikian, menurunkan laju air larian. Berkurngnya laju dan volume air
larian berkaitan dengan perubahan (penurunan) nilai koefisien air larian.
Faktor-faktor tersebut dapat menentukan hasil dari data debit atau aliran sungai yang merupakan
informasi yang paling penting bagi pengelola sumberdaya air. Data Debit puncak (banjir) diperlukan untuk
merancang bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan
alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan terutama pada musim kemarau panjang. Debit
aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari
suatu daerah aliran sungai.
3. METODE
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Seperangkat Komputer
b. Aplikasi ArcGIS 10.1
c. Aplikasi ENVI 5.0
d. Alat Tulis
e. Double Ring Infiltrometer
f. GPS
g. Pita Ukur
h. Yalon
i. Pemberat
j. Tali Rafia/ Tali Tambang
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Citra Landsat 8 perekaman bulan Mei 2014
b. Data curah hujan DAS Jangkok (2009-2014)
c. Peta Kontur Wilayah DAS Jangkok
d. Peta Batas DAS
e. Peta Batas Sub DAS
f. Peta Sungai
g. Peta Jalan
h. Peta RBI skala 1: 25.000 lembar 1807-521, 1807-512, 1807-511, 1807-233, 1807-234
178 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
koreksi dengan menggunakan citra Landsat dan Data DEM kemudian di cek lagi di lapangan. Batas DAS
ditentukan berdasarkan referensi data sungai, data kontur, dan data DEM dengan penarikan batas
berdasarkan igir terluar sungai kajian. DAS Jangkok dibagi lagi ke dalam 5 Sun DAS karena dalam metode
Cook lebih baik digunakan pada DAS dengan luas maksimal 800 Ha. Dari data sungai dan batas DAS kan di
peroleh kerapatan aliran tiap SubDas dengan membagi antara panjang alur sungai dengan luas tiap Sub
DAS.
Interpretasi Jenis Tanah
Interpretasi jenis tanah dilakukan untuk mendapat informasi terkait tekstur tanah untuk
mengetaahui tingkat infiltrasi sebagai salah satu parameter koefisien limpasan. Interpretasi dilakukan
menggunakan Citra Landsat 8 OLI yang difusi dengan data DEM untuk menonjolkan informasi relief dan
pola aliran. Pembuatan peta jenis tanah dilakukan dengan interpretasi bentuklahan dan menggunakan satuan
pemetaan bentuklahan dengan asumsi tiap bentuklahan memiliki karakteristik tanah yang sama.
Interpretasi Kemiringan Lereng
Informasi lereng didapatkan dengan pemoresan data kontur yang diturunkan menjadi kemiringan
lereng (Gambar 2). Terdapat empat kelas dari kemiringan, dimana wilayah atas didominasi dengan lereng
yang sangat tinggi karena merupakan puncak.
179 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
3.2.2 Lapangan
Pengukuran Infiltrasi
Pengukuran infiltrasi dilakukan dengan dua metode, yaitu kualitatif dengan cara feel method,
sedangkan kuantitatif menggunakan double ring infiltrometer. Pengukuran kuantitaif dilakukan saat hasil
dari data kualitatif dirasa meragukan kebenarannya. Titik sampel infiltrasi tersebar disetiap sub satuan
bentuklahan sebanyak 10 sampel. Akan tetapi, hanya 4 dari 10 sampel yang diharapkan yang tercapai,
karena letak sampel yang sulit untuk di jangkau. Keempat sampel yang telah diambil dirasa telah cukup
mewakili untuk mengetahui tingkat infiltrasi setiap sub bentuklahannya. Peta tekstur tanah disajikan pada
Gambar 5.
180 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
181 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Cek lapangan
Kapasitas
Koefisien limpasan sungai
Metode Cook
Debit puncak
Potensi banjir
182 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
183 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
184 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
185 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:
Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
yang masih berpotensi banjir adalah di wilayah muara sungai. Akan tetapi karena sudah dibuat tanggul
buatan, masalah banjir tersebut sudah teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Asdak, Chay. 2007. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dalam Konteks Solidaritas Daerah Hulu dan Hilir,
Jakarta: LIPI Press
Hedley, J. D., Harbone, A. R., & Murby, O. J. 2005. Simple and Robust Removal of Sunlight for Mapping
Shallow-Water Benthos. Journal of Remote Sensing, 26 (10), 2107-2112.
Wicaksono, P.(2012). The effect of sunlight on satellite-based benthic habitat inditification. International
Journal of Advanced Research in Computer and Communication Engineering, 1 (6),364-370.
186 |