Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. J DENGAN


DIABETES MELITUS DI RUANG BAKUNG
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:

FEBRI NGESTIUTAMA (203203097)


DEWI JHON (203203114)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
TAHUN 2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. J DENGAN
DIABETES MELITUS DI RUANG BAKUNG
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa
Febri Ngestiutama (............................)
Dewi Jhon (............................)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(......................................................) (...................................................)

2
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Mansjoer dkk, 2007).
Sedangkan menurut Francis dan John (2008), Diabetes Mellitus klinis
adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang
tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau
berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
Menurut Corwin (2009) diabetes mellitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan insulin yang absolut atau
terjadinya penurunan insensitivitas sel yang relative terhadap insulin. Diabetes
mellitus juga dikatakan sebagai kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa.
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2005) diabetes
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
maupun keduanya. Diabetes juga dapat dikatakan sebagai suatu keadaan
hiperglikemia kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).

B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS


Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Commitee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes (Corwin, 2009), yaitu:
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes
Melitus tergantung insulin (DMTI).

3
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus  (NIDDM) /
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI).
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan
kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih
dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.

C. ANATOMI FISIOLOGI
Sebagai organ, pankreas memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi
eksokrin yang memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan, dan
fungsi endokrin yang menghasilkan hormon insulin, glukagon, somastatin dan
pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk mengatur berbagai
aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan
protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih 0,7 sampai 1

4
juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau langerhans. Sel pulau
dapat dibedakan sebagai :
a. Sel alfa (penghasil glukagon) (lebih kurang 20% dari sel pulau) yang
menghasilkan glukagon.
b. Sel beta (penghasil insulin) (Lebih kurang 80 % dari sel pulau) yang
menghasilkan hormon insulin dari proinsulin. Proinsulin berupa
polipeptida yang berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam amino.
Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino dan
dengan rantai asam amino dari ke-33 sampai ke-63 yang menjadi peptida
penghubung (connecting peptide).
c. Sel D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau) yang menghasilkan
somatostatin.
d. Sel PP yang menghasilkan pankreatik polipeptida.
Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini
terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21
asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan
B terdapat 2 jembatan disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20
dengan B-19. Selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara asam
amino ke-6 dan ke-11 pada rantai.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan
disfosforisasi dalam sel beta pankreas. Karena insulin adalah protein,
degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral. Karena itu perparat
insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan. Gejala
hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan
umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa
lipodistropi dan reaksi alergi.
e. Manfaat insulin :
- Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar
jaringan.
- Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif.

5
- Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot
dan mencegah penguraian glikogen.
- Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel target. Terdapat dua jenis mekanisme kerja
insulin. Pertama, melibatkan proses fosforilase yang berasal dari aktifitas
tirosin kinase yang menyebabkan beberapa protein intrasel seperti
glucose transporter-4, transferin, reseptor low-density lipoprotein (LDL),
dan reseptor insulin-like growth factor II (IGF-II), akan bergerak
kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini kepermukaan sel
akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke jaringan yang
menjadi target dari hormon insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis
dari glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C. Dalam proses ini
dilibatkan second messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin yang
menyebabkan respon intrasel dengan jalan mengaktifkan protein kinase
th
(Agus, Anne & Arthur FD. Grant’s atlas anatomy 12   ed wolters
kluwer, canada. 2009 hal 135).

D. ETIOLOGI
Penyebab diabetes adalah sebagai berikut (Price, 1995 cit Indriastuti 2008):
1. Diabetes tipe I
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.Faktor-faktor genetik.
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu kecenderungan atau predisposisi genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. kecenderungan ini ditemukan pada individu
yang memiliki tipe antigen HLA(human leucocyt antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe I

6
meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah
satu dari kedua tipe HLLA tersebut.
Faktor-faktor imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti
adanya suatu respon otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
pada jaringan tersebut yang dianggapnnya seolah-olah jaringan asing.
Factor-faktor lingkungan. Adanya faktor eksternal yang dapat memicu
proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes tipe II
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko
tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus II.
Faktor-faktor ini adalah :
o Usia resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 tahun.
o Obesitas
o Riwayat keluarga
o Kelompok etnik

E. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis

7
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

8
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi) (Mansjoer dkk, 2007).

9
F. PATHWAY
DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetik, dll

Sel β pancreas hancur Jmh sel pancreas menurun


Defisinsi Insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Liposis meningkat

Penurunan BB
Fleksibilitas

darah merah Resiko nutrisi kurang


Intake tidak adekuat
dari kebutuhan

Ketidakefektifan perfusi
Nyeri jaringan perifer

Viskositas meningkat Peningkatan beban kerja


arbsorbsi oleh glomerulus

Peningkatan kontraktilitas
CKD
jantung
Penurunnan sekresi
Peningkatan
kalium
Ketidak rearbsorpsi Na
seimbangan
volume cairan lebih Hiperkalemi
dari kebutuhan CES meningkat
Gangguan penghantaran
Gagal kompa Peningkatan
Gagal kompa ventrikel kelistrikan jantung
ventrikel kiri tekanan kapiler
kanan
Suplai O2 jaringan Peningkatan Penurunan preload
Tekanan diastole volume intersisial
otak turun
meningkat
Penurunan Cardiac Output
Edema pulmo
Metabolisme Bendungan atrium kanan
anaerob Suplai O2 jaringan
Bendungan vena sistemik Sesak napaas turun
Penimbunan asam
laktat & penurunan Splenomegali, Pola napas Kelelahan otot
ATP hepatomegali tidak efektif
10
Fatigue Intoleransi aktifitas
Mendesak paru

G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kilinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi
insulin adalah sebagai berikut (Prince, Sylfia A Wilson, Lorraine M, 2008):
1. Diabetes Tipe I
o hiperglikemia
o glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
o keletihan dan kelemahan
o ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
o lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
o gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah
tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
o komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien
datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosa sebagai DM
ialah keluhan gatal, bisul-biusl, keputihan, kesemutan, rasa baal,
kelemahan tubuh, luka yang tidak sembuh-sembuh, infeksi saluran
kemih.

11
H. KOMPLIKASI
Menurut Subekti (2005) komplikasi dari diabetes mellitus adalah:
a. Komplikasi Metabolik Akut
Disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa
plasma.
b. Hipoglikemia
Dapat terjadi karena pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan terlalu sedikit atau karena aktivitas yang
berlebihan.
c. Diabetes Ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata. Keadaan ini akan mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak  yang dimanifestasikan
dengan adanya dehidrasi, asidosis dan kehilangan elektrolit.
d. Sindroma Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
Yaitu keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia
dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness).
e. Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem
organ tubuh.
f. Komplikasi Makrovaskuler
Mengakibatkan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar.Tipe penyakit
makrovaskuler ini tergantung pada lokasi lesi aterosklerotik.
g. Komplikasi Mikrovaskuler
Disebut juga mikroangiopati ditandai dengan penebalan membran basalis
pembuluh kapiler.
h. Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada
retina.
i. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

12
1. Neuropati diabetik
2. Retinopati diabetik
3. Nefropati diabetik
4. Proteinuria
5. Kelainan koroner
6. Ulkus/gangren
Terdapat lima derajat ulkus  kaki diabetic menurut Margareth dan
Clevo (2012)
- Grade 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masi utuh disertai dengan
pembentukan kalus.
- Grade I : kerusakan hanya sampaipermukaan kulit.
- Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
- Grade III : terjadi abses dalam deengan atau tanpa
osteomielitis.
- Grade IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
atau tanpa selulitis.
- Grade V : Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan diabetes
melitus adalah sebagai berikut (Corwin, 2009):
1. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula
darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
Belum pasti DM

13
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena 100-200
- Darah kapiler 80-200

Kadar glukosa darah puasa 110-120


- Plasma vena 90-110
- Darah kapiler

2. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam
pp >200 mg/dl.
3. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah
vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
4. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah >
160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji
dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang
populer: carik celup memakai GOD.
5. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat
cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai
Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan medis pada pasien diabetes
mellitus meliputi:
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :

14
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya :

Diit I s/d III diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk


kepada penderita
yang terlalu
gemuk
Diit IV s/d V diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
Diit VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus, diabetes
remaja, atau diabetes komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti


pedoman 3 J yaitu:
- Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
- Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
- Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan

15
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan
normal) dengan rumus :
BB (Kg)
BBR = X 100 %

TB (cm) – 100

1. Kurus (underweight) BBR < 90 %


2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila BBR > 120%
 Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
 Obesitas sedang BBR 130% - 140%
 Obesitas berat BBR 140% - 200%
 Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas : BBR > 120 % BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah :
 Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.

16
 Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
 Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
 Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
 Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan
akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
 Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau
media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok,
dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien
yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas
insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

17
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraselluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves

2) Beberapa cara pemberian insulin


a) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4
jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di
tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara
lain :
 Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai
yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah
dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi
tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak

18
memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap
hari.
 Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorpsi apabila
dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah
suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang
berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
 Pemijatan (Massage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi
insulin
 Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi
uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
 Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja
insulin dicapai. Ini berarti suntikan
intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuscular dapat digunakan pada koma
diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi
tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan
intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma
diabetic.
5. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik

K. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN

19
1. Pengkajian Diabetes Melitus
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pangkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan
dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara
rinci adalah sebagai berikut (Rumahorbo, 2009) :
1) Riwayat atau adanya factor resiko, Riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria sselama
stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
2) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus : poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan
ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
3) Pemeriksaan Diagnosis
a) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200 mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
b) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c) Hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
4) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah
komplikasi.
5) Kaji perasaan pasien tentang kondisi penyakitnya.

20
2. Pengkajian CHF
1. Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea,
sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus
pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard
kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat
tertentu.
5. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7. Postur, kegelisahan, kecemasan
8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD
yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
Pemeriksaan Fisik
1. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis,
tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut
jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.

21
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi,
rales, wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,
diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
3. Pengkajian CKD
a. Pengkajian Riwayat Penyakit :
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah
sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang,imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat
alergi klien.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau
khas urine
2) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
3) Perut : adanya edema anasarka (ascites)
4) Ekstremitas : edema pada tungkai, spatisitas otot
5) Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
c. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan Urine

22
a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau
urine tak ada (anuria)
b) Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin
disebabkan oleh pus bakteri, lemah, partikel koloid,
fosfat atau urat.
c) Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
d) Osmolaritas : Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan
kerusakan tubular dan rasio urine serum sering 1 : 1.
e) Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium
satu CCT(40-70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-
40ml/menit) dan stadium ketiga, CCT(5 ml/menit)
f) Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak
mampu mereabsorpsi natrium. (135-145 g/dL)
g) Protein : Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara
kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan
fragmen juga ada.
2) Darah
a) BUN/Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam
proporsi, kadar kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir
mungkin rendah yaitu 5
b) Hitung darah lengkap  : Ht  namun pula adanya anemia
Hb : kurang dari 7 – 8 9/dl, Hb untuk perempuan (13-
15 g/dL), laki-laki (13-16 g/dL)
c) SDM : Waktu hidup menurun pada defesiensi
eriropoetin  seperti pada azotemia.
3) GDA   :   
a) PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi
hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
protein. Bikarbonat menurun PCo2 menurun natrium

23
serum mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan” natrium
atau normal  (menunjukkan status difusi hipematremia)
b) Kalium : Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL)
sehubungan dengan rotasi sesuai dengan perpindahan
selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM) pada tahap akhir pembahan EKG mungkin tidak
terjadi sampai umum gas mengolah lebih besar.
c) Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27
g/dL), plasma (3 g/dL), cairan intersisial (1,5 g/dL).
d) Kalsium : menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah
(5 g/dL), cairan intersisial (2,5 g/dL)
e) Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL) : kadar
semua menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine pemindahan cairan penurunan pemasukan
atau penurunan sintesis karena asam amino esensial.
f) Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mos m/kg.
Sering sama dengan urine Kub Foto : menunjukkan
ukuran ginjal / ureter / kandug kemih dan adanya
obstruksi (batu)
g) Pielogram retrograd  : Menunjukkan abnormalitas
pelvis ginjal dan ureter
4) Arteriogram ginjal :
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravakuler massa. Sistrouretrografi berkemih :
menunjukkan ukuran kandung kemih, refiuks kedalam
ureter, rebonsi.
5) Ultrasono ginjal :
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista
obstruksi pada saluran kemih bagian atas.
6) Biopsi ginjal :

24
Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis
ginjal : keluar batu hematuria dan pengangkatan tumor
selektif 
7) EKG :
Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan
elektrolit asam/basa.
8) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan : Dapat
menunjukkan deminarilisasi, kalsifikasi.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer/hipoksia perifer).
2. Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik ; adanya abses akibat
injuri eksterna/luka tusuk.
3. Defisit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan absorbsi
cairan.
4. Resiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah dengan kondisi terkait
diabetes militus

25
L. RENCANA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer/hipoksia perifer).
SLKI :
a. Tingkat nyeri
- Keluhan nyeri
- Meringis
- Sikap protektif
- Gelisah
- Kesulitan tidur
b. Kontrol nyeri
- Melaporkan nyeri terkontrol
- Kemampuan mengenali penyebab nyeri
- Kemampuan menggunakan teknik nonfarmakologi
- Keluhan nyeri
SIKI :
a. Manajemen nyeri
- Identifikasi lokasi nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
- Kontrol lingkungan untuk mengurangi nyeri
- Edukasi penyebab nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologi
- Kolaborasi pemberian analgesik

2. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik ; adanya abses akibat injuri
eksterna/luka tusuk.
SLKI :
a. Integritas kulit/ jaringan
- Kerusakan jaringan
- Kerusakan lapisan kulit
- Nyeri
- Pendarahan
- kemerahan

SIKI :
a. Perawatan luka
- Monitor karakteristik luka
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Lepaskan balutan luka
- Bersihkan dengan cairan Nacl

26
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep
- Tutup luka dengan balutan
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Kolaborasi pemberian antibiotik
b. Perawatan itegritas kulit
- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
- Ubah posisi tiap 2 jam
- Anjurkan menggunakan pelembab
- Anjurkan minum air yang cukup

3. Defisit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan absorbsi


cairan
SLKI :
a. Keseimbangan cairan
- Asupan cairan
- Keluaran urine
- Kelembapan mukosa bibir
- Edema
- Dehidrasi
- Ttv
- Membran mukosa
- Tugor kulit
- Mata cekung
SIKI :
a. Manajemen cairan
- Monitor status hidrasi
- Monitor BB
- Monitor hasil pemeriksaan lab
- Catat intek-output dan balence cairan
- Berikan asupan cairan
- Berikan cairan intravena
- Kolaborasi pemberian diuretik
b. Pemantuan cairan
- Monitor ttv
- Monitor kadar albumin
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantuan

4. Resiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah dengan kondisi terkait


diabetes militus
SLKI :
a. Kesetabilan kadar glukosa darah
- Kadar glukosa dalam dalam darah

27
b. Status nutrisi
- Porsi makan yang dihabiskan
- Berat badan
- IMT
SIKI :
a. Manajemen hiperglikemia
- Identifikasi kemugkinan hiperglikemi
- Monitor kadar glukosa darah
- Monitor inteke dan output cairan
- Berikan asupan cairan
- Anjurkan monitor glukosa darah
- Anjurkan kepatuahan diit
- Kolaborasi pemberian insulin
b. Manajemen hipoglikemia
- Identitifiasi tanda hipoglikemia
- Idetifikasi penyebab hipoglikemia
- Berikan glukagon
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Anjurkan monitor glukosa darah
- Kolaborasi pemberian dekstrose atau glukagon
c. Edukasi diet
- Identifikasi tingkat pegetahuan saat ini
- Identifikasi kebiasaan pola makan
- Berikan materi, media atau alat praga
- Jelaskan kepatuhan diit terhadap kesehatan
- Informasikan makan yang diperbolehkan dan dilarang
- Rujuk ke ahli gizi

28
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8.
Penerbit EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J. 2009. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. edisi 2.


Penerbit EGC: Jakarta.

Corwin Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisologi, Alih Bahasa James Veldan,
Editor Bahasa Indonesia Egi Komara Yuda et al. Jakarta : EGC.

Docterman dan Bullechek. 2009. Nursing Invention Classifications (NIC). Edition


4. United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2009. Nursing Out Comes (NOC). United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.

Mansjoer. A. Dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III. Media
Aesculapius, Jakarta.

Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2015-


2017. Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta

Price, S.A., et all. 2010. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Buku 1. Edisi 4. Penerbit EGC. Jakarta.

Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi ke-2. Balai Pustaka Penerbit
FKUI, Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai