Anda di halaman 1dari 5

Penjelasan Mengenai Pemerintahan Yang Tidak

Menerapkan Hukum Yang Telah Diturunkan Allah

Penulis : Asy-Syeikh Al-Mujahid Abu Aiman Adz-Dzawahiri


Penterjemah : Izzi Arsadana

Telah tetap dalam Al-Kitab dan As-Sunnah disertai fatwa-fatwa para ulama terdahulu
dan kontemporer bahwa menggantikan syareat islamiyah dengan syareat lain adalah
kekufuran. Fenomena inilah yang kita lihat hari ini di seluruh negeri islam.
Pemerintahan yang telah mengganti syareat islam telah keluar dari agama Islam
dengan beberapa faktor:

1. Pelengseran hukum syareat Allah diganti dengan undang-undang lain dengan


berbagai bentuk dan ciri dijuluki oleh Syeikh Ahmad Sakir dengan nama Ilyasiq
Modern.

2. Penghinaan pada syareat. Adakah suatu penghinaan yang lebih dasyat dari
meremehkan syareat atau lebih mengutamakan syareat lain atasnya ataupun
menjadikan suatu lembaga yang dipenuhi hawa nafsu bernama Majlis
Perwakilan Rakyat (Majlis Sya‟bi) untuk menetapkan dan menolak putusan dan
meyakini hal ini sebagai jalan satu-satunya untuk menentukan hukum?

3. Penerapan konsep Demokrasi......Ialah sebagaimana disifatkan oleh Abu A‟la


Al-Maududi dengan Hakimiyah Jamahir (hukum rakyat) dan Ta‟liyah Insan
(sumpah manusia) dalam kitab Al-Islam Wal Madniyah Al-Haditsah. Demokrasi
merupakan sistem syirik kepada Allah......Sungguh beda antara demokrasi dan
tauhid. Tauhid mengaplikasikan syareat untuk Allah sedang demokrasi
merupakan hukum rakyat untuk kepentingan rakyat.....Pembuat syareat
demokrasi adalah rakyat sedang pembuat syareat dalam konsep tauhid adalah
Allah subhanahu wa ta‟ala...Maka demokrasi sistem syirik kepada Allah karena
mendongkel hak pembuatan dan penerapan syareat dari Allah azza wa jalla
kemudian menyerahkan hak ini pada rakyat.

4. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dasar dari pada
point kasus ini terdapat pada undang-undang Mesir pasal 67 (Syeikh
mencontohkan pasal dalam uu Mesir-pent) yang berbunyi: “Tidak ada
pelangaran tindak pidana serta pelaksanaan hukuman kecuali bila ada
dinyatakan dalam undang-undang”. Artinya setiap kasus yang tidak terdapat
peraturannya dalam UU bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran tindak
pidana maka kasus tersebut bukanlah suatu pelanggaran walaupun puluhan
ayat dan ratusan hadist menyatakan bahwa kasus itu adalah tindakan
pidana.....Semua perbuatan yang tidak ada ketetapannya dalam UU maka dia
halal oleh UU. Marilah berpikir secara jernih, berapa banyak negara-negara
yang menerapkan ketentuan ini....Suatu perbuatan dalam syareah yang
seharusnya dijatuhkan pada pelaku sebagai tindak pidana namun dihalalkan
oleh UU tersebut.

Dr. Muhammad na‟im yasin berkata: Kafirlah orang yang menentukan bahwa
dialah yang paling berhak membuat UU padahal UU itu tidak dikehendaki Allah,
dengan alasan bahwa sultan dan kekuatan hukum yang berlaku telah
mensahkan dirinya untuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal. Kemudian dia menyusun UU dan pasal-pasal yang
membolehkan zina, riba, membuka aurat ataupun mengganti hukuman bagi
pelaku tindak pidana yang telah ditetapkan dalam Kitabullah dan sunnah
rasul-Nya dengan jenis hukuman lain...(Al-Iman, Muhamad Nu‟im Yasin 103).

Untuk lebih memperjelas kami nukilkan sedikit fatwa-fatwa ulama dalam


masalah ini:

a) Ibnu Katsir mengenai tafsir ayat: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka
kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya (undang-
undangnya) daripada Allah bagi orang-orang yang yakin ".(5:50),
berkata: “Allah mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang
muhakam, menyemai segala kebaikan dan melarang semua kejelekan,
hukum yang adil berbeda dari hukum-hukum yang lain yang berdiri
diatas akal pemikiran manusia, hawa nafsu dan teori-teori manusia
dengan mengabaikan sandaran syareat Allah. Sama seperti ahli
jahiliyah yang membuat ketentuan hukum-hukum berbasis kesesatan
dan ketololan akal dan nafsu mereka. Juga seperti perundang-
undangan yang dibuat oleh mahkamah kerajaan Jengis Khan yang
berusaha memadukan dan mengawinkan syareat Yahudi, Nasrani, Islam
dan lainnya menjadi satu.” (Tafsir Ibnu Katsir 2/67)
Syeikh Al-Alamah Muhammad Hamid Al-Faqhi dalam tahqiq Kitab
Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, Hasyim hal 396 cetakan Anshar As-
Sunnah Al-Muhammadiyah berkata: “Hal yang semisal ini bahkan lebih
buruk dari itu yaitu orang yang mengekspor nukilan UU Perancis dalam
memutuskan hukum berkenaan dengan darah, dan harta kemudian
mengutamakannya diatas Kitabullah dan sunnah-Nya saw, maka orang
ini tanpa ada keraguan sedikitpun telah kafir murtad kecuali bila ia mau
kembali kedalam hukum Allah. Tidak bermanfaat nama yang di berikan
ataoun amalan-amalan dzahir dari shalat, puasa, haji dan lainnya...”

b) Fatawa syaeikh Ahmad Sakir rahimahullah dalam kitab Umdatu Tafsir


Mukhtasor Tafsir Ibnu Katsir, cetakan Darul Ma‟arif 4/173-174 yang
berfatwa menanggapi perkataan Ibnu Katsir dalam ayat yang lalu:
“Apakah kalian tidak melihat yang telah disifatkan secara kuat oleh Ibnu
Katsir – di abad 8 – dengan menyebut Ilyasq sebagai UU buatan hasil
karya musuh Allah Jengis Khan? Lalu tidakkah kalian menyaksikan
kenyataan kondisi muslimin kini di abad 24. Hanya ada satu perbedaan
yang membelah: penerapan hukum buatan di waktu itu dalam satu
tingkatan khusus suatu perundangan yang diterapkan oleh suatu zaman
dengan cepat kemudian uamt islam melawannya dan melengserkannya.
Tetapi kondisi umat hari ini adalah seburuk-buruk kondisi , paling dasyat
kezaliman dan kuatnya kezhaliman yang menimpa mereka, karena
hampir seluruh muslimin hari ini dikuasai oleh UU yang menyerupai
Ilyasiq menyelisishi syareat yang diberlakukan oleh orang kafir , jelas-
jelas kafir. UU buatan yang mereka cipta tersebut mereka nisbahkan
sesuai dengan Islam kemudian mereka mengajarkannya kepada
generasi Islam, memaksakannya pada ayah dan bunda. Mereka
menyandarkan keputusan mereka pada kitab ini Ilyasiq
modern...”Sampai dengan perkataan beliau “Sesungguhnya masalah
dalam UU buatan ini telah jelas seterang matahari yaitu kufur bawah
(kafir nyata), tidak ada keringanan dan tidak ada usdzur sedikitpun bagi
mereka yang setia pada Islam untuk mengamalkannya, tunduk padanya
ataupun menyetujuinya. Maka berhati-hatilah setiap orang pada dirinya
dan setiap orang menanggung perbuatannya masing-masing”.

c) Fatwa Syeikh Islam Ibnu Taimiyah: “Telah jelas-jelas dimaklumi dalam


agama Islam dengan disepakati oleh seluruh ulama; barang siapa yang
memeluk agama selain Islam atau mengikuti syareat selain syareat
Muhammad saw maka dia kafir, kekafirannya bak orang yang
mengambil sebagian ayat dan membuang sebagiannya yang lain seperti
telah Allah firmankan: „“Sesungguhnya orang-orang yang kafir pada
Allah dan rasul-Nya dan bermaksud membedakan antara keimanan
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan: „ Kami beriman
kepada yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian (yang lain)‟,
serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah)
diantara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang
kafir sebenar-benarnya. Kami telah meyediakan untuk orang-orang kafir
itu siksaan yang menghinakan‟. (Majmu‟ fatawa 28/524)

d) Asy-Syinqiti dalam Adwaul Bayan ketika menafsirkan firman Allah: “dan


janganlah berlaku syirik dalam hukun-Nya sedikitpun” berkata: “Yang
dipahami dalam ayat „Dan janganlah berlaku syirik dalam hukun-Nya
sedikitpun‟, bahwa sesungguhnya orang yang menerapkan hukum-
hukum syareat selain yang telah disyareatkan oleh Allah, mereka adalah
musyrik kepada Allah”.

Kemudian beliau dalam menafsirkan ayat “Sesunggunya Al-Qur‟an ini


memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (17:9) berkata:
“Dan dari petunjuk Al-Qur‟an yang mengarahkan kepada jalan yang
lebih lurus bahwa Al-Qur‟an menerangkan siapa saja yang mengikuti
syareat selain syareat yang telah didatangkan oleh cucu Adam
Muhammad saw telah kufur bawah (kufur nyata) murtad dari agama
Islam” (Adwaul Bayan 3/439)

e) Dalam Risalah Tahkim Qowanin karya Syeikh Muhammad bin Ibrahim


rahimahullah mufti Saudi dahulu memulai dengan perkataannya:
“Sesungguhnya merupakan suatu bentuk kufur akbar yang sangat jelas
bagi yang melengserkan kedudukan hukum yang telah diturunkan oleh
ruhul amin (Jibril) kepda hati Muhammad saw”. Sampai dengan
perkataan beliau hal 10: “Yang kelima (maksudnya nomor kelima dari
macam-macam bentuk kufur akbar): Merupakan bentuk yang paling
dasyat, berat dan jelas penentangannya dalam syareat, sombong
terhadap hukum-hukum-Nya dan memiringkan Allah dan rasul-
Nya......Hukum ini bersumber pada UU yang bermacam-macam seperti
UU Perancis, UU Amerika, UU Inggris dan UU lainnya serta dari
mazdhab-madhab bid‟ah.

f) Sayyid Qutb berkata dalam Fi Dzilal: “Sesungguhnya salah satu


kekususan yang paling khusus dalam Uluhiyatullah adalah Al-Hakimiyah
(hak menetapkan UU). Sedang orang-orang yang menerapkan syareat
selain Islam kepada rakyat berarti telah merampas jabatan Uluhiyatullah
dan mencopot kekhususan-Nya. Maka mereka beribadah pada manusia
bukan pada Allah, mereka sebenarnya memeluk aga yang diciptakan
sendiri bukan agama Allah..” Sampi perkataan beliau: “Sesungguhnya
peristiwa ini merupakan kasus yang paling berbahaya dalam aqidah,
sesunggnya itu adalah permasalahan Uluhiyah dan Ubudiyah,
permasalahan kebebsan dan persamaan, permasalahan kebebasan
manusia, bahkan kelahiran manusia. Kasus ini merupakan persoalan
antara Kufur atau Iman antara jahiliyah atau Islam. Jahiliyah bukanlah
suatu masa tertentudalam sejarah namun jahiliyah merupakan suatu
kondisi yang senantiasa terdapat dalam suatu tatanan yang
mengedepankan hawa nafsu dalam menerapkan hukum”.

Anda mungkin juga menyukai