Telah tetap dalam Al-Kitab dan As-Sunnah disertai fatwa-fatwa para ulama terdahulu
dan kontemporer bahwa menggantikan syareat islamiyah dengan syareat lain adalah
kekufuran. Fenomena inilah yang kita lihat hari ini di seluruh negeri islam.
Pemerintahan yang telah mengganti syareat islam telah keluar dari agama Islam
dengan beberapa faktor:
2. Penghinaan pada syareat. Adakah suatu penghinaan yang lebih dasyat dari
meremehkan syareat atau lebih mengutamakan syareat lain atasnya ataupun
menjadikan suatu lembaga yang dipenuhi hawa nafsu bernama Majlis
Perwakilan Rakyat (Majlis Sya‟bi) untuk menetapkan dan menolak putusan dan
meyakini hal ini sebagai jalan satu-satunya untuk menentukan hukum?
4. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dasar dari pada
point kasus ini terdapat pada undang-undang Mesir pasal 67 (Syeikh
mencontohkan pasal dalam uu Mesir-pent) yang berbunyi: “Tidak ada
pelangaran tindak pidana serta pelaksanaan hukuman kecuali bila ada
dinyatakan dalam undang-undang”. Artinya setiap kasus yang tidak terdapat
peraturannya dalam UU bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran tindak
pidana maka kasus tersebut bukanlah suatu pelanggaran walaupun puluhan
ayat dan ratusan hadist menyatakan bahwa kasus itu adalah tindakan
pidana.....Semua perbuatan yang tidak ada ketetapannya dalam UU maka dia
halal oleh UU. Marilah berpikir secara jernih, berapa banyak negara-negara
yang menerapkan ketentuan ini....Suatu perbuatan dalam syareah yang
seharusnya dijatuhkan pada pelaku sebagai tindak pidana namun dihalalkan
oleh UU tersebut.
Dr. Muhammad na‟im yasin berkata: Kafirlah orang yang menentukan bahwa
dialah yang paling berhak membuat UU padahal UU itu tidak dikehendaki Allah,
dengan alasan bahwa sultan dan kekuatan hukum yang berlaku telah
mensahkan dirinya untuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal. Kemudian dia menyusun UU dan pasal-pasal yang
membolehkan zina, riba, membuka aurat ataupun mengganti hukuman bagi
pelaku tindak pidana yang telah ditetapkan dalam Kitabullah dan sunnah
rasul-Nya dengan jenis hukuman lain...(Al-Iman, Muhamad Nu‟im Yasin 103).
a) Ibnu Katsir mengenai tafsir ayat: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka
kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya (undang-
undangnya) daripada Allah bagi orang-orang yang yakin ".(5:50),
berkata: “Allah mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang
muhakam, menyemai segala kebaikan dan melarang semua kejelekan,
hukum yang adil berbeda dari hukum-hukum yang lain yang berdiri
diatas akal pemikiran manusia, hawa nafsu dan teori-teori manusia
dengan mengabaikan sandaran syareat Allah. Sama seperti ahli
jahiliyah yang membuat ketentuan hukum-hukum berbasis kesesatan
dan ketololan akal dan nafsu mereka. Juga seperti perundang-
undangan yang dibuat oleh mahkamah kerajaan Jengis Khan yang
berusaha memadukan dan mengawinkan syareat Yahudi, Nasrani, Islam
dan lainnya menjadi satu.” (Tafsir Ibnu Katsir 2/67)
Syeikh Al-Alamah Muhammad Hamid Al-Faqhi dalam tahqiq Kitab
Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, Hasyim hal 396 cetakan Anshar As-
Sunnah Al-Muhammadiyah berkata: “Hal yang semisal ini bahkan lebih
buruk dari itu yaitu orang yang mengekspor nukilan UU Perancis dalam
memutuskan hukum berkenaan dengan darah, dan harta kemudian
mengutamakannya diatas Kitabullah dan sunnah-Nya saw, maka orang
ini tanpa ada keraguan sedikitpun telah kafir murtad kecuali bila ia mau
kembali kedalam hukum Allah. Tidak bermanfaat nama yang di berikan
ataoun amalan-amalan dzahir dari shalat, puasa, haji dan lainnya...”