Anda di halaman 1dari 28

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GANJIL

PROGRAM STUDI KEBIDANAN RPROGRAM SARJANA TERAPAN


UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU T.A 2021/2022

Mata Kuliah : Metodelogi Penelitian


SKS : 2 SKS
Kelas : G dan H
Dosen : Yetty Dwi Fara, SST.,M.Tr.Keb
Hari/ Tanggal :
Waktu : 30 Menit

SOAL ESSAY

1. Buatlah sebuah latar belakang masalah dalam sebuah penelitian!


2. Tuliskan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dari latar belakang masalah yg
sudah anda buat!
3. Buatlah kerangka teori dari latar belakang masalah tersebut!
4. Buatlah kerangka konsep penelitian dari kerangka teori yg sudah anda buat!

----- SELAMAT MENGERJAKAN-----

Nama : Liza Kurnia Sari


Npm : 210102208P
Kelas : G
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2016

berjumlah 254,7 juta jiwa. Jumlah penduduk sebanyak itu mengakibatkan

Indonesia menempati urutan keempat negara berpenduduk terbanyak di dunia

setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat (BKKBN, 2017). Pertumbuhan

penduduk di Indonesia mencapai 1,49% atau sekitar empat juta per tahun

(BKKBN, 2016). Jumlah penduduk Bali tahun 2015 ialah sebesar 4.152.833 jiwa

(Kementerian Kesehatan RI, 2016) dengan jumlah PUS 661.070 (Badan Pusat

Statistik Provinsi Bali, 2017). Jumlah penduduk Kota Denpasar berjumlah

914.300 jiwa dengan jumlah PUS 79.064 (Dinkes Provinsi Bali, 2017a).

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi ledakan penduduk,

yaitu dengan Program Keluarga Berencana (KB). Sasaran program KB adalah

Pasangan Usia Subur (PUS) yang diharapkan dapat mengurangi jumlah kelahiran

anak, mengatur jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui

promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk

mewujudkan keluarga yang berkualitas. Program KB juga merupakan salah satu

strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan 4T yaitu terlalu

muda untuk melahirkan (kurang dari 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu

dekat jarak kelahirannya dan terlalu tua melahirkan (diatas usia 35 tahun) (Dinkes

Provinsi Bali, 2017a).

Persentase peserta KB aktif di Bali tahun 2017 ada pada penggunaan alat

kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yaitu IUD menempati

1
urutan tertinggi sebesar 39,42% dan non MKJP yaitu suntik sebesar 38,58%

(Dinkes Provinsi Bali, 2017b). Jumlah PUS di Kota Denpasar, hanya 5,1%

merupakan peserta KB baru dan sisanya merupakan peserta KB aktif. Persentase

peserta KB aktif di Kota Denpasar menurut alat/metode kontrasepsi tahun 2017

yaitu suntik menempati urutan tertinggi yaitu sebesar 44,9% dan yang terendah

MOP sebesar 0,1%. Kontrasepsi IUD menempati urutan kedua setelah suntik

yaitu sebesar 34,5%. Rata-rata cakupan peserta KB aktif tahun 2017 adalah

76,63%, mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan capaian tahun 2016

(77,7%) (Dinkes Provinsi Bali, 2017a).

Upaya pemerintah dalam meningkatkan penggunaan KB yaitu dengan

pengembangan KB pasca persalinan yang sudah dilakukan di Indonesia sejak

tahun 2011. Pengembangan KB pasca persalinan dimulai dengan penyusunan

pedoman pelayanan KB pasca persalinan yang di dalamnya terdapat Standar

Operasional Prosedur Pemasangan IUD pasca plasenta, penyusunan kurikulum

pelatihan KB pasca persalinan, Training of Trainers (ToT) dan pelatihan

kontrasepsi pasca persalinan bagi tenaga kesehatan pemberi pelayanan KB baik di

fasilitas pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. (Kementerian Kesehatan RI,

2013). Salah satu metode kontrasepsi pasca persalinan yang sedang gencar-

gencarnya diupayakan pemerintah adalah kontrasepsi IUD pasca plasenta.

Kontrasepsi IUD pasca plasenta adalah IUD yang dipasang dalam 10 menit

setelah plasenta lahir. Kontrasepsi IUD pasca plasenta merupakan salah satu

strategi pemerintah untuk menurunkan unmet need dan dapat mencegah missed

opportunity (Meirani, Danti, dkk 2016). Pemakaian IUD pasca plasenta memiliki

keuntungan tersendiri, yaitu mengurangi angka kesakitan ibu saat pemasangan,

2
dapat dipakai dalam jangka waktu panjang, memiliki efektifitas pemakaian yang

tinggi, ibu tidak perlu datang ke fasilitas pelayanan kesehatan 42 hari setelah

bersalin hanya untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi, dan tidak mengganggu

laktasi (Saifudin, dkk. 2010). Jumlah pengguna IUD pasca plasenta di Indonesia

hingga bulan Februari 2015 adalah 21.236 (BKKBN, 2015). Jumlah pemakai IUD

pasca plasenta di Provinsi Bali Tahun 2015 sebanyak 6.268 akseptor, dengan

rincian Kabupaten Karangasem tertinggi (29,2%) dan Kota Denpasar terendah

hanya 4,4% (BKKBN, 2016).

Pelaksanaan pelayanan IUD pasca plasenta di Kota Denpasar dilakukan

sejak tahun 2012 di RSUD Wangaya, Puskesmas IV Denpasar Selatan, Puskesmas

Pembantu Dauh Puri, dan Puskesmas I Denpasar Timur. Penelitian yang

dilakukan oleh (Widiastuti, 2017) yang berjudul “Proporsi Penerimaan Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim Pasca Plasenta: Suatu Penelitian Survei” yang

dilakukan di Rumah Sakit Umum Wangaya, Puskesmas Pembatu Dauh Puri,

Puskesmas I Denpasar Timur, dan Puskesmas IV Denpasar Selatan, menemukan

bahwa penerimaan IUD pasca plasenta masih cukup rendah yaitu 10 sampai 20%.

Rendahnya penggunaan IUD pasca plasenta disebabkan karena kurangnya

sosialisasi dan pengetahuan calon akseptor sehingga menyebabkan ketakutan

calon akseptor mengenai adanya komplikasi (Grimes, 2010). Berbagai cara telah

dilakukan untuk meningkatkan penerimaan IUD pasca plasenta antara lain:

pelatihan tentang pelayanan dan konseling IUD pasca plasenta kepada ibu hamil.

(Widiastuti, 2017). Konseling KB pasca persalinan dapat dimulai pada masa

kehamilan trimester III dengan umur kehamilan 28 minggu ke atas (JHPIEGO,


2017). Konseling KB pasca persalinan ini terintegrasi dengan kelas ibu hamil dan

program P4K.

Cakupan KB baru di 11 puskesmas Kota Denpasar tahun 2017, Puskesmas

I Denpasar Barat memiliki cakupan persentase tertinggi yaitu sebesar 9.5% dan

cakupan persentase KB baru terendah sebesar 0,9% di Puskesmas II Denpasar

Selatan (Dinkes Provinsi Bali, 2017a).

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas II Denpasar

Selatan, didapatkan jumlah ibu hamil trimester III sebanyak 102 ibu hamil dan

data pengguna alat kontrasepsi IUD pasca plasenta di wilayah kerja Puskesmas II

Denpasar Selatan hanya 5 akseptor, yaitu ibu yang bersalin di UPT.RSUD Bali

Mandara.

Berdasarkan uraian latar belakang peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil Trimester III

dalam Perencanaan Kontrasepsi IUD Pasca Plasenta di Puskesmas II Denpasar

Selatan. Penelitian serupa pernah diteliti oleh (Nurhayati, 2012), dengan judul

penelitian “Pengaruh Konseling terhadap Sikap Ibu Dalam Pemakaian

Kontrasepsi IUD Post Plasenta Di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta” dengan

metode konseling dan terdapat kelompok kontrol. Hasil penelitian ini yaitu ada

pengaruh konseling terhadap pengetahuan ibu tentang kontrasepsi IUD post

plasenta di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian

yang akan dilakukan ini tidak terdapat kelompok kontrol dan tidak dilakukan

konseling. Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan pendekatan cross

sectional yang merupakan rancangan penelitian yang mempelajari hubungan


antara faktor independen dengan faktor dependen dengan melakukan observasi

atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah

berikut “Apakah Ada Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil Trimester

III dalam Perencanaan Kontrasepsi IUD Pasca Plasenta di Puskesmas II Denpasar

Selatan?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap ibu hamil trimester III

dalam perencanaan kontrasepsi IUD pasca plasenta di Puskesmas II Denpasar

Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu hamil trimester III tentang kontrasepsi IUD

pasca plasenta di Puskesmas II Denpasar Selatan.

b. Mengidentifikasi sikap ibu hamil trimester III dalam perencanaan kontrasepsi

IUD pasca plasenta di Puskesmas II Denpasar Selatan.

c. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan sikap ibu hamil trimester III

dalam perencanaan kontrasepsi IUD pasca plasenta di Puskesmas II Denpasar

Selatan.
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

dan teori mengenai hubungan pengetahuan dengan sikap ibu hamil trimester III

dalam perencanaan kontrasepsi IUD pasca plasenta. Pengetahuan yang dimiliki

ibu hamil trimester III tentang IUD pasca plasenta dapat menjadi dasar dalam

pembentukan sikap terhadap perencanaan IUD pasca plasenta.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Informasi yang didapat dari penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan

masukan atau informasi bagi bidan dalam program KB terutama untuk konseling

pada ibu hamil dalam merencanakan kontrasepsi IUD pasca plasenta.

b. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber pustaka

untuk penelitian selanjutnya yang memerlukan masukan berupa data atau

pengembangan penelitian dengan topik yang serupa, juga sebagai evaluasi bagi

peneliti.

c. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dalam menambah

wawasan, pengetahuan dan pengalaman, serta peneliti dapat mengaplikasikan

ilmunya secara langsung.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu” yang terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca

indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Proses yang didasari oleh

pengetahuan kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

bersikap langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,

2012).

2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2003) dalam Kholid (2012) Pengetahuan memiliki

6 tingkatan pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

7
b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan benar tentang

objek yang diketahui secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan menyimpulkan, meramalkan

terhadap objek yang dipelajari.

c. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokkan.

d. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

8
f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria

yang ada.

3. Proses Prilaku “TAHU”

Penelitian Rogers (1974) yang dikutip dalam Wawan dan Dewi (2011)

perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati

secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar. Sebelum mengadopsi

perilaku baru di dalam diri seseorang ada beberapa tahap atau proses yang dilalui

secara berurutan yaitu:

a. Awareness (Kesadaran)

Kesadaran adalah dimana orang tersebut mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek).

b. Interest (Merasa tertarik)

Dimana individu mulai merasa tertarik terhadap stimulus (objek) tersebut.

Tahap ini menunjukkan sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evalution (Menimbang-nimbang)

Individu akan mempertimbangkan baik atau buruknya tindakan terhadap

stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial

Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu (perilaku baru) sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.


e. Adoption

Dimana individu mulai beradaptasi dengan berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan teridiri dari faktor internal

dan faktor eksternal yaitu:

a. Faktor internal

1) Umur

Pendapat Hurlock (1999) dalam Notoatmodjo (2012) bahwa semakin

muda umur seseorang, maka semakin mudah bagi seseorang tersebut untuk

belajar.

2) Pendidikan

Pendidikan diberikan dalam bentuk bimbingan kepada orang lain untuk

menentukan seseorang untuk berbuat. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan

informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang seperti

mendapatkan informasi yang menunjang kesehatan. Nursalam menyatakan

semakin tinggi pendidikan seseorang umumnya akan lebih mudah dalam

menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2010).

3) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan kebutuhan yang dilakukan untuk menunjang

kehidupan seseorang dan keluarganya. Pekerjaan merupakan cara dalam mencari

nafkah yang umumnya akan menyita waktu dan memiliki pengaruh terhadap

kehidupan seseorang (Wawan dan Dewi, 2010).


b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan

Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi pola pikir individu maupun

kelompok. Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka individu maupun

kelompok akan memiliki pola pikir positif, begitupula sebaliknya (Wawan dan

Dewi, 2010).

2) Sosial Budaya

Kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Wawan dan Dewi,

2010).

5. Cara Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) dalam Wawan dan

Dewi (2011) dapat dilakukan dengan memberikan tes/kuesioner tentang objek

pengetahuan yang ingin diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap

jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi nilai

1. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan

skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dilakukan 100% dan hasilnya berupa

persentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:

Keterangan :

P = persentase

f = frekuensi dari seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan yang telah

dipilih responden atas pernyataan yang diajukan


n = jumlah frekuensi seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan responden
Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2011) pengetahuan

seseorang dapat dinilai dan diiterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

yaitu:

a. Baik : dengan presentase 76% - 100% dari jumlah jawaban benar

b. Cukup : dengan presentase 56% - 75% dari jumlah jawaban benar

c. Kurang : dengan presentase <56% dari jumlah jawaban benar

B. Sikap

1. Pengertian Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010), Sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Terbentuknya

sikap dan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi


Sumber: (Wawan dan Dewi, 2010)
2. Komponen Sikap

Komponen sikap menurut Azwar (2013), terdiri dari 3 komponen sebagai

berikut:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang

berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan menjadi dasar

pengetahuan seseorang mengenai objek yang akan diharapkan.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang

terhadap objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan

yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen Konatif

Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan seseorang dalam

berperilaku berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya dengan cara-cara

tertentu.

Ketiga komponen ini saling berinteraksi, para ahli Psikologi Sosial

sebagian besar beranggapan bahwa ketiganya selaras dan konsisten, dikarenakan

apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu

harus mempolakan arah sikap yang seragam. Secara bersama-sama membentuk

sikap yang utuh (total attitude) (Azwar, 2010).


3. Tahapan Sikap

Tahapan sikap menurut Fitriani (2011) terdiri dari 4 tahap yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima dan memperhatikan diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah berarti seseorang telah menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valving)

Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide dari orang lain yang

mungkin saja berbeda dengan idenya sendiri, kemudian dari dua ide yang

berbeda tersebut didiskusikan bersama antara kedua orang yang mengajukan ide

tersebut.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

4. Fungsi Sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2011) sikap memiliki 4 fungsi, diantaranya:

a. Fungsi Instrumental atau Fungsi Manfaat

Sikap dapat membantu mengetahui sejauh mana manfaat objek sikap

dalam pencapaian tujuan.


b. Fungsi Pertahanan Ego

Sikap tertentu diambil seseorang ketika keadaan dirinya atau egonya

merasa terancam. Seseorang mengambil sikap tertentu untuk mempertahankan

egonya.

c. Fungsi Ekspresi Nilai

Pengambilan sikap terhadap nilai tertentu akan menunjukkan sistem nilai

yang ada pada diri individu yang bersangkutan.

d. Fungsi Pengetahuan

Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, itu berarti

menunjukkan orang tersebut mempunyai pengetahuan terhadap objek sikap yang

bersangkutan.

5. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan dan Dewi (2011)

yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat menjadi faktor yang mempengaruhi seseorang, baik itu

pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Pengalaman pribadi harus

meninggalkan kesan yang kuat agar dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan

sikap yang baik, sedangkan pegalaman orang lain dapat dijadikan pelajaran dan

pembelajaran (Wawan dan Dewi, 2011) karena bagaimanapun pengalaman adalah

guru yang terbaik (Notoatmodjo, 2010).


b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan orang yang

dianggapnya penting karena dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik

dengan orang yang dianggapnya penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat

asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut menjadi salah satu faktor penentu

pembentukan sikap seseorang.

d. Sumber Informasi

Informasi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun nonformal

dan dapat memberikan pengaruh sehingga menghasilkan perubahan dan

peningkatan pengetahuan.

6. Cara Pengukuran Sikap

Sikap dapat diukur dengan 3 cara yaitu dengan Skala Thurstone (Method

of Equel - Appearing Intervals), Skala Likert (Method of Summateds Ratings), dan

Skala Guttman. Dalam penelitian ini pengukuran sikap menggunakan skala

Guttman.

Pengukuran dengan menggunakan skala Guttman hanya akan ada dua

jawaban, yaitu “ya - tidak”, “benar - salah”, “pernah - tidak pernah”, “setuju -

tidak setuju”, dan lain-lain. Skala Guttman digunakan apabila ingin mendapatkan

jawaban yang tegas tentang permasalahan yang dipertanyakan. Penilaian pada

skala Guttman untuk pernyataan positif jawaban setuju diberi skor 1 dan jika tidak

setuju diberi skor 0 dan begitupula sebaliknya (Sugiyono, 2009).


C. IUD Pasca Plasenta

1. Pengertian IUD Pasca Plasenta

IUD pasca plasenta adalah metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)

yang dipasang dalam rahim dengan menjepit kedua saluran yang menghasilkan

indung telur sehingga tidak terjadi pembuahan, terdiri dari bahan plastik

polietilena, ada yang dililit oleh tembaga dan ada yang tidak. Pada persalinan

normal, pemasangan IUD pasca plasenta dilakukan dalam 10 menit setelah

plasenta lahir sedangkan pada persalinan caesar, dipasang pada waktu operasi

caesar (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2. Jenis IUD Pasca Plasenta

Jenis IUD menurut Handayani (2010) di kategorikan menjadi 2 yaitu:

a. IUD Non Hormonal

1) Menurut bentuknya IUD di bagi menjadi 2 :

a) Bentuk terbuka (oven device)

Misalnya : Lippes Loop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.

b) Bentuk tertutup (closed device)

Misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.

2) Menurut Tambahan atau Metal

a) Medicated IUD

Misalnya: Cu T 200, Cu T 220, Cu T 300, Cu T 380 A, Cu-7, Nova T, ML-Cu

375

Jenis IUD Cu T-380A adalah jenis IUD yang beredar di Indonesia. IUD

jenis ini memiliki bentuk yang kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel,
berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu)

(Setyaningrum, 2016).

b) Un Medicated IUD

Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon.

b. IUD Hormonal

Jenis IUD yang mengandung hormonal ada 2 yaitu: Progestasert - T =

Alza T dan LNG – 20.

3. Mekanisme Kerja IUD Pasca Plasenta

Cara kerja IUD pasca plasenta sama dengan IUD biasa yaitu mencegah

sperma dan ovum bertemu dengan mempengaruhi kemampuan sperma agar tidak

mampu fertilisasi, mempengaruhi implantasi sebelum ovum mencapai kavum

uteri, dan menghalangi implantasi embrio pada endometrium (Rusmini, dkk,

2017). Kontrasepsi IUD pasca plasenta mencegah terjadinya fertilisasi, tembaga

pada IUD menyebabkan reaksi inflamasi steril, toksik buat sperma sehingga tidak

mampu untuk fertilisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Menurut Setyaningrum (2016) cara kerja dari IUD yaitu menghambat

kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii karena adanya ion tembaga yang

dikeluarkan IUD dengan cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa

disamping itu IUD dapat mencegah implantasi telur yang telah dibuahi dalam

uterus karena terjadinya pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag, dan

limfosit menyebabkan blastoksis mungkin dirusak oleh makrofag dan blastoksis.

4. Efektivitas IUD Pasca Plasenta

Efektivitas tinggi, 99,2 – 99,4% (0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan

dalam 1 tahun pertama). Telah dibuktikan tidak menambah risiko infeksi,


perforasi dan perdarahan. Kemampuan penolong meletakkan di fundus amat

memperkecil risiko ekspulsi (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Tabel 1
Perbandingan Tingkat Ekspulsi pada Pemasangan IUD dalam Masa Nifas
berdasarkan Hasil Kajian HTA Health Technology Assessment (HTA) Indonesia,
KB pada Periode Menyusui Tahun 2009

Waktu Insersi Definisi Tingkat Ekspulsi Observasi


IUD
Insersi dini pasca Insersi dalam 10 menit 9,5 - 12,5% Ideal: tingkat
plasenta setelah pelepasan ekspulsi rendah
plasenta
Insersi segera Lebih dari 10 menit s.d 25 - 37% Masih aman
pasca persalinan 48 jam pasca persalinan
Insersi tunda Lebih dari 48 jam s.d 4 TIDAK Meningkatkan
pasca persalinan minggu pasca DIREKOMEN- resiko perforasi
persalinan DASIKAN dan ekspulsi
Perpanjangan Lebih dari 4 minggu 3 - 13% Aman
interval pasca pasca persalinan
persalinan
Sumber : (Kementerian Kesehatan RI, 2013)

5. Indikasi IUD Pasca Plasenta

Indikasi pemasangan IUD pasca plasenta menurut Rusmini, dkk (2017)

yaitu:

a. Wanita pasca persalinan pervaginam atau pasca persalinan sectio secarea

dengan usia reproduksi

b. Pasca keguguran (non infeksi)

c. Masa menyusui (laktasi)

d. Riwayat hamil ektopik

e. Tidak memiliki riwayat keputihan purulent yang mencegah kepada IMS

(gonore, klaimidia, dan servisitis purulent)


6. Kontraindikasi IUD Pasca Plasenta

Kontraindikasi pemasangan IUD pasca plasenta menurut Rusmini, dkk

(2017) dan (Kementerian Kesehatan RI, 2014) yaitu:

a. Menderita anemia, penderita kanker atau infeksi traktus genetalis

b. Memiliki kavum uterus yang tidak normal

c. Menderita TBC pelvic, kanker seviks, dan menderita HIV/AIDS

d. Ketuban pecah sebelum waktunya

e. Infeksi intrapartum

f. Perdarahan post partum

7. Keuntungan IUD Pasca Plasenta

Keuntungan dari IUD pasca plasenta menurut (Kementerian Kesehatan RI,

2013) yaitu:

a. Efektivitas tinggi, 99,2-99,4% (0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan/1 tahun

b. Dapat efektif segera setelah pemasangan

c. Metode jangka panjang

d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat- ingat

e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual

f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu lagi takut hamil

g. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

8. Efek Samping IUD Pasca Plasenta

Efek samping IUD pasca plasenta menurut (Kementerian Kesehatan RI,

2013) yaitu:

a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang

setelah 3 bulan)
b. Haid lebih lama dan banyak

c. Perdarahan (spotting) antar menstruasi

d. Saat haid lebih sakit

e. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan

f. Perdarahan berat waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab

anemia

g. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)

9. Teknik Pemasangan IUD Pasca Plasenta

Teknik pemasangan IUD pasca plasenta sama dengan IUD biasa, hanya

saja IUD pasca plasenta dimasukkan atau dipasang ke dalam fundus uteri dalam

10 menit setelah plasenta lahir. Teknik pemasangan IUD pasca plasenta menurut

Rusmini, dkk (2017) ada dua cara yaitu :

a. Cara pertama adalah dijepit dengan menggunakan dua jari dan dimasukkan ke

dalam rongga uterus melalui serviks yang masih terbuka sehingga seluruh tangan

bisa masuk. IUD diletakkan tinggi menyentuh fundus uteri.

b. Cara kedua dengan menggunakan klem cincin (ring forceps) dimana IUD

dipegang pada pertemuan antara kedua lengan horizontal dengan lengan vertical

dan diinsersikan jauh ke dalam fundus uteri.

D. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil Trimester III dalam

Perencanaan Kontrasepsi IUD Pasca Plasenta

1. Nurhayati (2012) meneliti tentang “Pengaruh Konseling Terhadap Sikap Ibu

dalam Pemakaian Kontrasepsi IUD Post Plasenta di Puskesmas Mergangsan

Yogyakarta”. Jenis penelitian tersebut ialah Quasi Eksperimen dengan rancangan


pretest-posttest with control group dengan jumlah responden 32 ibu hamil. Pengumpulan data

dilakukan melalui kuesioner. Penelitian ini mendapatkan hasil yaitu ibu hamil yang

mempunyai sikap kategori cukup sebanyak 12 orang (75%) dan setelah diberi konseling

paling banyak mempunyai sikap baik 10 orang (62,5%). Pengetahuan ibu sebelum diberi

konseling dalam kateogori pengetahuan sedang 9 orang (56,2%) dan setelah diberi

konseling mempunyai pengetahuan tinggi 16 orang (100%). Penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh konseling terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap tentang IUD

post plasenta.

2. Meirani, Danti, dkk (2016) meneliti tentang “Perbedaan Tingkat Pengetahuan dan Sikap

Ibu Hamil Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Mengenai IUD Pasca Plasenta”. Penelitian ini

menggunakan rancangan Quasi Eksperimen dengan rancangan one group pretest-posttest

dengan jumlah responden 33 ibu hamil diambil secara consecutive sampling dari ibu hamil

yang berada pada wilayah Puskesmas Ngesrep dan Puskesmas Halmahera, Semarang. Nilai

sikap sebelum penyuluhan yaitu 26 responden bersikap positif dan 7 responden bersikap negatif

sedangkan sesudah penyuluhan seluruh responden bersikap positif. Penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan dan sikap ibu

hamil sebelum dan sesudah penyuluhan IUD pasca plasenta.


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplikasi dari kerangka teori

atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengetahuan Ibu Hamil Sikap Ibu hamil Trimester III


Trimester III mengenai dalam Perencanaan Kontrasepsi
Kontrasepsi IUD Pasca Plasenta IUD Pasca Plasenta

Faktor internal Faktor eksternal 1. Pengalaman


1. Umur 1. Lingkungan 2. Pengaruh Orang Lain
2. Pendidikan 2. Sosial Budaya yang Diaggap Penting
3. Pekerjaan 3. Pengaruh Kebudayaan
4. Sumber Informasi

Keterangan
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

23
B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini terdapat dua

variabel, diantaranya:

a. Variabel Independen

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang

mempengaruhi variabel lain atau disebut sebagai variabel stimulus yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2014). Pada

penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pengetahuan ibu hamil

trimester III mengenai IUD pasca plasenta.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang nilainya dipengaruhi oeh

variabel lain atau menjadi akibat dari adanya variabel bebas dan sering disebut

sebagai variabel output, atau konsekuen (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini

yang menjadi variabel dependen adalah sikap ibu hamil trimester III dalam

perencanaan kontrasepsi IUD pasca plasenta.

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel merupakan uraian tentang batasan variabel

yang diteliti, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2012). Definisi operasional penelitian ini dapat dijelaskan pada

tabel di bawah ini.

24
Tabel 2.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil Trimester III dalam
Perencanaan Kontrasepsi IUD Pasca Plasenta

No Variabel Definisi Operasional Cara Skala


Pengukuran
1 2 3 4
1. Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu Kuesioner Ordinal
Ibu hamil trimester III mengenai
kontrasepsi IUD Pasca Plasenta,
hamil trimester
meliputi pengertian, jenis, mekanisme
III
kerja, efektivitas, indikasi,
mengenai
kontraindikasi, keuntungan efek
IUD Pasca
samping, dan prosedur pemasangan
Plasenta
IUD pasca plasenta
Dengan kategori:
a. Baik: dengan presentase 76% -
100% dari jumlah jawaban benar
b. Cukup: dengan presentase 56% -
75% dari jumlah jawaban benar
c. Kurang: dengan presentase <56%
dari jumlah jawaban benar
2. Sikap Pernyataan ibu hamil trimester III Kuesioner Nominal
mengenai kontrasepsi IUD pasca
ibu hamil
plasenta
trimester III
Dengan kategori:
dalam
a. Positif: jika pernyataan ≥ median
perencanaan
b. Negatif: jika pernyataan < median
kontrasepsi
IUD Pasca
Plasenta
C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini hipotesis yang

dapat ditegakkan oleh peneliti adalah “Ada Hubungan Pengetahuan

dengan Sikap Ibu Hamil Trimester III dalam Perencanaan Kontrasepsi IUD

Pasca Plasenta di Puskesmas II Denpasar Selatan Tahun 2019” .

Anda mungkin juga menyukai