Anda di halaman 1dari 24

KONSEP DEPRESI

1.    Pengertian Depresi

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan

dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak

mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian

tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), perilaku 

dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2006).

Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan

pada alam perasaan (afektif  mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,

ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.

Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasa sendirian,

rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda–tanda retardasi psikomotor atau kadang-kadang

agitasi, menarik diri dan terdapat gangguan vegetatif seperti insomnia dan anoreksia (Kaplan

Sadock,2003).

Bermacam-macam gangguan psikiatrik, dapat dialami penderita stroke, hal

ini sudah lama diketahui oleh para ahli. Emil Kraeplin mengatakan bahwa penyakit

serebrovaskuler bisa menyertai gangguan manik depresif (Bipolar I) atau menyebabkan

keadaan depresi (Kaplan Sadock,2003).


2.    Penggolongan Depresi

            Klasifikasi depresi menurut DSM IV (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental

Disorders) yaitu  :

1. Gangguan depresi mayor unipolar dan bipolar

2. Gangguan mood spesifik lainnya

 Gangguan distimik depresi minor

 Gangguan siklotimik depresi dan hipomanik saat ini atau baru saja berlalu

 (secara terus-menerus selama 2 tahun).

 Gangguan depresi atipik

 Depresi postpartum

 Depresi menurut musim

3. Gangguan depresi akibat kondisi medik umum dan gangguan depresi akibat zat.

4.Gangguan penyesuaian dengan mood : depresi disebabkan oleh stresor psikososial (Amir,

2005).

3.    Tanda dan Gejala Depresi

Menurut  Lumbantobing (2004), gejala-gejala depresi meliputi :

1. Gangguan tidur

2. Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa nyeri, pandangan

kabur, gangguan saluran cerna,gangguan nafsu makan (meningkat atau

menurun), konstipasi, perubahan berat badan (menurun atau bertambah).

3. Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau

hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun, tidak

mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual berubah (mencakup libido


menurun), variasi diurnal dari suasana hati dan gejala biasanya lebih buruk di

pagi hari.

4. Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia, letupan

menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah, frustasi,

toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan sosial, kehilangan

kenikmatan & perhatian terhadap kegiatan yang biasa dilakukan, banyak

memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif terhadap diri sendiri,

persahabatan serta hubungan sosial.

4.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Depresi

            Faktor yang diduga menjadi penyebab depresi secara garis besar dibedakan menjadi

faktor biologis dan faktor psikososial. Faktor tersebut berinteraksi satu sama lain. Sebagai

contoh faktor psikososial dapat mempengaruhi faktor biologis (contoh,konsentrasi

neurotransmiter tertentu). Faktor biologis dapat mempengaruhi respon seseorang terhadap

stresor psikososial (Amir,2005).

            Faktor yang diduga sebagai penyebab depresi dapat saling berinteraksi adalah :

1. Faktor biologi, meliputi genetik/ keturunan dan proses penuaan, abnormalitas tidur,

kerusakan syaraf atau penurunan neurotransmiter, norefeneprin, serotonin, dan

dopamin; hiperaktifitas aksis sistem limbik-hipotalamus-adrenal (Kaplan & Sadock,

2003).

2. Faktor psikososial meliputi faktor ekstrinsik yaitu : peristiwa kehidupan yang dapat

menyebabkan harga diri rendah dan tidak dapat dihadapi dengan efektif, kehilangan

seseorang atau dukungan, tekanan sosial; dan faktor intrinsik meliputi sifat

kepribadian yaitu narcissistic, obsessive – compluse, dan dependen personality,

konflik dari diri sendiri yang tidak terselesaikan, perasaan bersalah, evaluasi diri yang
negatif, pemikiran pesimis, kurang pertolongan, penyakit fisik serta penggunaan obat

– obatan dan pendekatan/ persepsi terhadap kematian (Faisal,2007). Faktor intrinsik

lainnya ketidakmampuan dalam melakukan Activity Daily Living (Auryn,2007).

5.    Teori Terjadinya Depresi

Teori penyebab depresi meliputi :

1. Teori biologi yang menerangkan bahwa depresi berhubungan dengan

gangguan pada ritme sirkandian, disfungsi otak, aktifitas kejang limbik,

disfungsi neuroendokrin, defisiensi biogenik amine, cacat pada sistem imun,

dan genetik.

2. Teori psikoanalitical yang menjelaskan depresi berasal dari respon

kehilangan,kekecewaan atau kegagalan,rasa marah dipindahkan &

dikembalikan pada diri sendiri, ketidakmampuan berduka cita karena adanya

kehilangan.

3. Teori behavioral yang menjelaskan kegagalan untuk menerima reinforcement

positif dari orang lain dan dari lingkungan merupakan predisposisi bagi

sesorang untuk mengalami depresi.

4. Teori Kognitif yang menjelaskan konsep negatif dari diri, pengalaman, orang

lain & dunia, kepercayaan bahwa seseorang tidak dapat mengontrol situasi

memberikan konstibusi terjadinya depresi.

5. Teori sosiological yang menjelaskan kehilangan kekuasaan, status, identitas,

nilai & tujuan untuk menciptakan eksistensi yang tepet akan menyebabkan

depresi .
6. Teori holism yang menjelaskan depresi adalah hasil dari genetik,biologi,

psikoanalisa, tingkah laku, kognitif,m dan pengalaman sosiologis

(Intansari,2002).

6.    Depresi Pada Stroke

1. Pengertian Stroke

Menurut WHO stroke adalah tanda–tanda klinis mengenai gangguan fungsi

serebral secara fokal ataupun global, yang berkembang dengan cepat, dengan gejala

yang berlangsung selama 24 jam ataupun lebih, atau mengarah ke kematian tanpa

penyebab yang kelihatan, selain tanda-tanda yang berkenaan dengan aliran darah di otak.

Namun dalam bahasa yang lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa stroke adalah suatu serangan

mendadak yang terjadi di otak yang melibatkan pembuluh darah di otak (tersumbat atau pecah),

dan kelumpuhan, bicara pelo, gangguan menelan, dan sebagainya (Iskandar J.2004).

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem

saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala

ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2007).

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak

tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian

reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan

otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Bila dapat

diselamatkan, kadang-kadang si penderita mengalami kelumpuhan pada anggota badannya,

hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicaranya (Farida, 2009).


Stroke adalah penyakit dengan manifestasi gejala/defisit fungsi saraf akibat terjadinya

interupsi aliran darah otak secara mendadak atau pecahnya pembuluh darah otak. Atau

dengan kata lain, stroke terjadi bila pembuluh darah yang mengangkut oksigen dan bahan

makanan ke otak dan di dalam otak tersumbat atau pecah (Dyah, 2010).

Salah satu gejala dari stroke adalah hemiparesis, dimana lengan dan tungkai sesisi

lumpuh sama beratnya ataupun hemiparesis dimana lengan sesisi lebih lumpuh dari tungkai

atau sebaliknya dan kelemahan otot (hemiplegia) (Farida, 2009).

2. Teori Terjadinya Depresi Pada Stroke

Menurut Dharmady (2009) teori yang menerangkan terjadinya depresi pada pasien

stroke adalah :

 Depresi merupakan reaksi psikologis sebagai konsekuensi klinis akibat stroke.

 Depresi timbul sebagai akibat lesi pada daerah otak tertentu yang

menyebabkan terjadinya perubahan neurotransmiter.

Sedangkan menurut Auryn (2007) depresi pada pasien stroke terjadi akibat karena

adanya ketidakmampuan dalam melakukan Activity Daily Living yang biasanya dapat

dikerjakan sebelum terkena stroke.

3. Prevalensi Depresi Pada  Stroke

            Ditaksir 65% penderita stroke menunjukkan gejala klinis depresi dan sebanyak 60%

menunjukkan depresi sewaktu rehabilitasi (Lumbantobing,2004). Menurut penelitian

epidemiologi, hampir 79% pasien stroke mengalami depresi, baik di awal atau pada tahap

akhir setelah stroke (Steffano,2008).


4. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis depresi pada stroke dapat berupa depresi ringan sampai

berat. Gejala utama adalah gangguan afek (mood) yang disertai kriteria “ B “ dari

episode depresi atau episode manik

Kriteria “ B “ dari episode depresi adalah:

1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang

ditunjukkan oleh laporan subyektif dan pengamatan yang dilakukan oleh

orang lain (misal tampak sedih).

2. Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua atau hampir

semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan

oleh keterangan atau pengamatan yang dilakukan orang lain).

3. Kurang nafsu makan atau penurunan berat badan yang cukup berarti (apabila

tidak sedang diet) atau penambahan napsu makan atau kenaikan berat badan

yang cukup berarti.

4. Insomnia atau hipersomnia.

5. Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir setiap hari.

6. Rasa letih, hilang semangat.

7. Perasaan tidak berguna, menyalahkan diri sendiri atau perasaan bersalah

berlebihan atau tidak tepat.

8. Keluhan atau tanda–tanda berkurangnya kemampuan berfikir atau konsentrasi

seperti perlambatan proses pikir atau tidak mampu mengambil keputusan yang

berkaitan dengan pelonggaran asosiasi yang jelas atau inkoherensi.

9. Pikiran berulang tentang kematian, gagasan bunuh diri, keinginan mati atau

usaha bunuh diri (American Phychiatric Association,2004).


5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Depresi Pada Stroke

Faktor yang bisa mempengaruhi depresi pada pasien stroke adalah :

1. Usia

Makin muda usia penderita, kecenderungan mengalami depresi lebih besar,

meskipun sebenarnya mereka yang berusia lanjut mungkin lebih besar

risikonya mengalami depresi. Depresi terjadi sebagai dampak dari gangguan

fungsional, institusionalisasi dan tidak adanya dukungan sosial. Penelitian

Burvil dkk didapatkan, bahwa setelah stroke, pada penderita pria persentase

yang mengalami depresi diantara mereka yang berusia dibawah 60 tahun lebih

tinggi dibandingkan dengan berusia diatas 60 tahun (48% : 20%), sementara

pada wanitasebaliknya (23% : 31%)(Riwanti,2006)

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, pada beberapa penelitian, didapatkan bahwa

depresi pada stroke, sedikit lebih banyak diantara penderita wanita

dibandingkan penderita pria (Riwanti,2006). Pada penelitian Paradiso dan

Robinson, didapatkan bahwa depresi berat post stroke terjadi dua kali lebih

banyak panderita wanita dibandingkan penderita pria. Pada penderita wanita

beratnya depresi berkaitan dengan lesi di hemisfer kiri, gangguan fungsi

kognitif dan riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya, sementara pada

penderita pria beratnya depresi berkaitan dengan gangguan kemampuan

melakukan kehidupan sehari-hari dan gangguan fungsi sosial (Riwanti,2006).

3. Status Marital

Pada penelitian Burvill, didapatkan bahwa persentase depresi pada stroke yang

tertinggi adalah diantara penderita yang bercerai (40%), lalu yang hidup

berpisah (33%), yang menduda - menjanda karena kematian pasangan hidup


(28%), sedangkan diantara mereka yang bujangan atau yang masih terikat

pernikahan, persentasenya lebih rendah masing-masing 21% dan 20%

(Riwanti,2006).

4. Tempat tinggal

Beberapa peneliti mengatakan bahwa pada evaluasi 4 bulan post stroke,

diantara penderita yang tinggal sendiri, kejadian depresi adalah paling rendah

(17%), dibandingkan dengan mereka yang dirawat di rumah sakit untuk

rehabilitasi (25%), dan tinggal dengan suami / istri atau saudara (31%) atau

tinggal di nursing home(45%)(Riwanti,2006).

5. Gangguan fungsi kognifif

Stroke sering menyebabkan gangguan fungsi kognitif, dialami oleh sekita 27%

- 35% penderita dalam 3 bulan stroke. Biasanya yang terganggu adalah daya

ingat, orientasi, kemampuan berbahasa, daya perhatian serta fungsi

konstruksional dan visuospasial. Depresi pada penderita yang selain

mengalami depresi juga mengalami gangguan fungsi kognitif berlangsung

lebih lama bila dibandingkan dengan penderita yang mengalami depresi, tapi

tidak mengalami gangguan fungsi kognitif(Riwanti,2006)

6. Afasia

Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa yang didapat dimana penderita

sebelumnya normal. Afasia merupakan salah satu akibat stroke yang sering

terjadi, dialami oleh sekitar sepertiga penderita pada fase akut. Meskipun

secara klinis jelas bahwa gangguan kemampuan berkomunikasi sangat

berperan terhadap berat dan berkepanjangannya gangguan depresi, evaluasi

psikiatrik terhadap dampak afasia pada depresi (pada stroke) sangat terbatas,
antara lain oleh karena biasanya penderita yang mengalami afasia terkena

kriteria eksklusi (Riwanti,2006).

7. Status sosial

Burvill dkk pada evaluasi 4 bulan stroke mendapatkan depresi sedikit   lebih

tinggi diantara penderita dari tingkat sosial yang lebih rendah (36%),

dibandingkan mereka dengan tingkat sosial lebih tinggi (25%)(Riwanti,2006).

8. Fungsi seksual

Banyak penelitian melaporkan tentang rendahnya kualitas kehidupan

seseorang setelah mengalami stroke. Penelitian yang dilakukan Kauhanen

terhadap dampak stroke terhadap fungsi seksual didapatkan bahwa pada

evaluasi 2 bulan stroke, penderita yang mengatakan libidonya tidak berubah

dibandingkan sebelum stroke, hampir dua kali lebih banyak dari penderita

yang mengaku libidonya berkurang (60% : 38%), sedangkan pada 6 bulan

stroke tidak banyak berbeda antara penderita yang libidonya berkurang dengan

yang libidonya tidak berubah (51% : 49%). Penyebab utama penurunan

aktifitas seksual stroke adalah hemiplegi, spastisitas, penurunan libido,

impotensi, defisit sensorik dan afasia (Riwanti, 2006).

9. Gangguan psikiatrik sebelum stroke

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa para penderita stroke yang

mengalami depresi cenderung sudah mempunyai riwayat gangguan psikiatrik

sebelumnya atau mempunyai keluarga yang mempunyai gangguan psikiatrik.

Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pernah menderita gangguan

jiwa sebelumnya merupakan faktor risiko penderita depresi stroke pada

penderita wanita saja (Riwanti,2006).


10. Tingkat ADL

Penelitian yang dilakukan terhadap pasien setelah mengalami stroke

didapatkan bahwa tingkat kemampuan pasien dalam melakukan Activity Daily

Living mempengaruhi tingkat depresi yang dialaminya (Indriyati,2009).

Menurut Auryn (2007) depresi pada pasien stroke terjadi akibat karena adanya

ketidakmampuan dalam melakukan Activity Daily Living yang biasanya dapat

dikerjakan sebelum terkena stroke.

11. Lokasi dan sisi lesi

Penelitian terhadap pasien setelah mengalami stroke didapatkan bahwa tidak

terdapat perbedaan kejadian depresi yang bermakna antara lesi korteks dan 

subkorteks. Tetapi prevalensi depresi lebih tinggi pada lesi di hemisfer kiri

dibandingkan dengan lesi di hemisfer kanan. Pasien dengan lesi korteks

frontal kiri anterior lebih sering mengalami depresi jika dibandingkan dengan

pasien dengan lesi korteks frontal kiri posterior. Disebutkan depresi akan lebih

berat jika lesi lebih dekat ke kutub frontal.  Penelitian yang dilakukan

Pohjasvaara tidak menemukan pengaruh lokasi lesi terhadap kejadian depresi.

Lesi hemisfer kiri berpengaruh pada kejadian depresi yang dievaluasi 3 bulan

setelah stroke. Hal ini berhubungan dengan ketergantungan penderita terhadap

orang lain (Riwanti,2006).

5. Dampak Depresi Stroke

Beberapa penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa depresi  dikaitkan

dengan cacat meningkat, dan hasil fungsional dan kognitif miskin di penderita stroke. Depresi

pada pasien stroke memiliki dampak negatif pada proses rehabilitasi. Selain itu juga

mempengaruhi pemulihan fungsional, fungsi kognitif, kualitas hidup dan kesehatan


penggunaan penderita stroke (Carod-Artal FJ,2010). Berdasarkan studi kasus yang dilakukan

Riwanti Yuliami di bangsal saraf RS.Kariadi Semarang selama periode Januari-Desember

2005, didapatkan suatu kesimpulan bahwa penderita stroke dengan depresi membutuhkan

waktu lama untuk terjadinya perbaikan defisit neurologis dibandingkan penderita tanpa

depresi.

Gangguan emosional dapat diamati, tidak hanya pada pasien stroke cacat , tetapi juga

pada mereka yang dianggap fungsional mandiri dalam kegiatan mereka sehari-hari. Depresi

pada pasien stroke juga meningkatkan risiko jatuh pada penderita stroke Depresi stroke

dikaitkan dengan peningkatan risiko bunuh diri, dan sekitar 7-10% pasien memiliki keinginan

bunuh diri setelah stroke. Selain itu, depresi stroke juga dikaitkan dengan peningkatan angka

kematian keseluruhan setelah stroke iskemik. Gejala mood pada skala penilaian yang

dilaporkan terjadi 12 - 24 bulan stroke, setelah penyesuaian untuk faktor-faktor yang

berhubungan dengan keparahan stroke. Selain itu, pasien stroke dengan depresi memiliki

posting lebih dari 12 bulan untuk memulihkan kesehatan daripada penderita stroke non

depresi (Carod-Artal FJ,2010).

6. Ukuran Skala Depresi

HDRS atau Hamilton Rating Scale for Depression merupakan salah satu dari berbagai

intrumen untuk menilai depresi. Penelitian yang membandingkan HDRS dengan skor depresi

lain didapatkan konsistensi. Reliabilitas antara pemeriksa pada umumnya cukup tinggi.

Demikian juga halnya reliabilitas oleh satu pemeriksa yang dilakukan pada waktu yang

berbeda (Riwanti,2006).
Adapun untuk mengukur tingkat depresi seseorang menggunakan Hamilton Rating

Scale for Depression (A.Aziz,2007) :

a. Keadaan perasaan sedih (sedih,putus asa,tak berdaya,tak berguna)

Perasaan ini ada hanya bila ditanya; perasaan ini dinyatakan secara verbal

spontan; perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi muka,

bentuk, suara, dan kecenderungan menangis; pasien menyatakan perasaan yang

sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun nonverbal secara

spontan.

b. Perasaan bersalah

Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain;

ada ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-kesalahan masa lalu; sakit

ini sebagai hukuman, waham bersalah dan berdosa; ada suara-suara kejaran atau

tuduhan dan halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya

c. Bunuh diri

merasa hidup tak ada gunanya, mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain

kearah itu, ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu.

d. Gangguan pola tidur (initial insomnia)

Ada keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya, lebih dari setengah

jam baru masuk tidur; ada keluhan tiap malam sukar masuk tidur

e. Gangguan pola tidur (middle insomnia)

pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam, terjadi sepanjang

malam (bangun dari tempat tidur kecuali buang air kecil)

f. Gangguan pola tidur (late insomnia)

bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi, bangun saat dini hari tetapi tidak

dapat tidur lagi


g. Kerja dan kegiatan-kegiatannya

pikiran perasaan ketidakmampuan keletihan/kelemahan yang berhubungan

dengan kegiatan kerja atau hobi; hilangnya minat terhadap pekerjaan/hobi atau

kegiatan lainnya baik langsung atau tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-

raguan dan rasa bimbang; berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau

produktivitas menurun. Bila pasien tidak sanggup beraktivitas, sekurang-

kurangnya 3 jam sehari dalam kegiatan sehari-hari; tidak bekerja karena

sakitnya sekarang (dirumah sakit) bila pasien tidak bekerja sama sekali, kecuali

tugas-tugas di bangsal atau jika pasien gagal melaksanakan; kegiatan-kegiatan di

bangsal tanpa bantuan

h. Kelambanan (lambat dalam berpikir , berbicara gagal berkonsentrasi, dan

aktivitas motorik menurun )sedikit lamban dalam wawancara; jelas lamban

dalam wawancara; sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali)

i. Kegelisahan (agitasi)

kegelisahan ringan; memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain; bergerak

terus tidak dapat duduk dengan tenang; meremas-remas tangan, menggigit-gigit

kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir

j. Kecemasan (ansietas somatik)

sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan keduten otot; gigi gemerutuk; suara tidak

stabil; tinitus (telinga berdenging); penglihatan kabur; muka merah atau pucat,

lemas; perasaan ditusuk-tusuk

h. Kecemasan (ansietas psikis)

ketegangan subyektif dan mudah tersinggung; mengkhawatirkan hal-hal kecil; sikap

kekhawatiaran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya; ketakutan yang diutarakan

tanpa ditanya
12.     Gejala somatik (pencernaan)

nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh;

sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-

obatan untuk saluran pencernaan

13.     Gejala somatik (umum)

anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; sakit punggung, kepala dan otot-otot,

hilangnya kekuatan dan kemampuan

14.     Kotamil (genital)

sering buang air kecil terutama malam hari dikala tidur; tidak haid, darah haid sedikit sekali;

tidak ada gairah seksual dingin (firgid); ereksi hilang; impotensi

15.     Hipokondriasis (keluahan somatik, fisik yang berpindah-pindah)

dihayati sendiri, preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri, sering mengeluh

membutuhkan pertolongan orang lain, delusi hipokondriasi

16.     Kehilangan berat badan (A dan B)

A. Bila hanya dari anamnesis (wawancara)

berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang,jelas penurunan berat

badan,tak terjelaskan lagi penurunan berat badan

B. Di bawah pengawasan dokter bangsal secara mingguan bila jelas berat badan berkurang

menurut ukuran, kurang dari 0,5 kg seminggu, lebih dari 0,5 kg seminggu, tidak ternyatakan

lagi kehilangan berat badan

17.     Insight (pemahaman diri)

mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab iklim, makanan, kerja

berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain

18.     Variasi Harian


adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam atau pagi

19.     Depersonalisasi (perasaan diri berubah) dan derealisasi (perasaan tidak nyata tidak  realistis)

20.     Gejala-gejala paranoid

Kecurigaan; pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa kejadian diluar tertuju

pada dirinya (ideas refence); waham kejaran

21.     Gejala-gejala obsesi dan kompulsi

Adapun cara penilaian masing-masing gejala adalah sebagai berikut (A.Aziz,2007) :

0 :           Tidak ada       (tidak ada gejala sama sekali)

1 :           Ringan                       (satu gejala dari pilihan yang ada)

2 :           sedang                       (separuh dari gejala yang ada)

3 :           berat               (lebih dari separuh dari gejala yang ada)

4 :           sangat berat  (semua gejala ada)

Untuk penilaian skornya yaitu (A.Aziz,2007) :

Kurang dari 17            :           tidak ada depresi

18 – 24              :           depresi ringan

25 – 34              :           depresi sedang

35 – 51              :           depresi berat

52 – 68              :           depresi berat sekali

KONSEP ADL (ACTIVITY DAILY LIVING)

1.            Pengertian ADL

ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan aktivitas

pokok pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain : ke toilet, makan, berpakaian

(berdandan), mandi, dan berpindah tempat . (Hardywinito &  Setiabudi, 2005).


Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002) ADL adalah aktifitas perawatan diri

yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-

hari .

ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang

untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-harinya dengan

tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan

masyarakat (Sugiarto,2005)

8
 
Istilah ADL mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan & minum, toileting, mandi,

berhias, juga menyiapkan makanan, memakai telfon, menulis, mengelola uang dan

sebagainya) dan mobilitas (seperti berguling di tempat tidur, bangun dan duduk,

transfer/bergeser dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat ke tempat lain)

(Sugiarto,2005).

2.    Macam – Macam ADL

1)           ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang

untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada

juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL

dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)

2)           ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat atau benda

penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon,

menulis, mengetik, mengelola uang kertas ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu

ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian,

makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air
besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga

disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)

3)           ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan sekolah.

4)           ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan mengisi waktu luang.

3.    Cara Pengukuran ADL

ADL mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi menjadi sub kategi atau

domain seperti berpakaian, makan minum, toileting/higieni pribadi, mandi, berpakaian,

transfer, mobilitas, komunikasi, vokasional, rekreasi, instrumental ADL dasar, sering disebut

ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya

meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan

kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam

kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)

Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau besarnya

bantuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.Pengukuran kemandirian ADL akan

lebih mudah dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif denagn sistem skor yang sudah banyak

dikemukakan oleh berbagai penulis ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan

dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan &

minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan

buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan

kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)

Tabel 2.1.Beberapa Indeks Kemandirian ADL 

Skala Deskripsi & jenis skala Kehandalan, kesahihan & Waktu &

sensivitas pelaksanaan
Indeks barthel Skala ordinal dengan skor Sangat handal & sangat <10 menit,sangat

0(total dependent)- sahih, dan cukup sensitif. ssuai untuk skrining,


100(total independent) : penilaian formal,

10 item :makan, mandi, pemantauan &

berhias, berpakaian, pemeliharaan terapi.

kontrol kandung

kencing,dan

kontrol anus, toileting,

transfer kursi/tempat tidur,

mobilitas dan naik tangga.

Indeks Katz Penilaian dikotomi dengan Kehandalan & kesahihan < 10 menit, sangat

urutan dependensi yang cukup; kisaran ADL sangat sesuai untuk

hierarkis : mandi, terbatas (6 item) skrining, penilaian

berpakaian, toileting, formal, pemantauan

transfer, kontinensi, dan & pemeliharaan

makan. Penilaian dari A terapi.

(mandiri pada keenam

item) sampai G

(dependent pada keenam

item).
FIM (Functional Skala ordinal dengan 18 Kehandalan & kesahihan < 20 menit, sangat

Independence item, 7 level dengan skor baik, sensitif dan dapat sesuai untuk

Measure) berkisar antara 18-126; mendeteksi perubahan kecil skrining, penilaian

area yang dievaluasi; dengan 7 level. formal, pemantauan

perawatan diri, kontrol & pemeliharaan

stingfer, transfer, terapi serta evaluasi


lokomosi, komunikasi, program.

dan kognitif sosial.

Sumber : Sugiarto,2005.

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa indeks barthel handal, sahih, dan cukup sensitif,

pelaksanaannya mudah, cepat (dalam waktu kurang dari 10 menit), dari pengamatan langsung

atau dari catatan medik penderita, lingkupnya cukup mewakili ADL dasar dan mobilitas ADL

dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk

merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga

yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar

ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005).

4.    Indeks Barthel( IB)

Indeks Barthel mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan

mobilitas. Mao dkk mengungkapkan bahwa IB dapat digunakan sebagai kriteria dalam

menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan,

terutama pada pasien pasca stroke.

Tabel 2.2.Indeks Barthel

No. Item yang dinilai Dibantu Mandiri


1. Makan(bila makanan harus dipotong-potong 5 10

dulu=dibantu)
2. transfer dari kursi roda ke tempat tidur dan 5-10 15

kembali (termasuk duduk di bed)


3. Higieni personal (cuci muka, menyisir, bercukur 0 5

jenggot, gosok gigi)


4. Naik & turun kloset/ WC (melepas/memakai 5 10

pakaian, cawik, menyiram WC)


5. Mandi 0 5
6. Berjalan di permukaaan datar 10 15

(atau bila tidak dapat berjalan, dapat mengayuh 0 5

kursi roda sendiri)


7. Naik & turun tangga 5 10

8. Berpakaian(termasuk memakai tali sepatu, 5 10

menutup resleting)
9. Mengontrol anus 5 10

10. Mengontrol kandung kemih 5 10

Sumber : Sugiarto,2005.

IB tidak mengukur ADL instrumental, komunikasi dan psikososial. Item-item dalam

IB dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan oleh

pasien. IB merupakan skala yang diambil dari catatan medik penderita, pengamatan langsung

atau dicatat sendiri oleh pasien. Dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 10 menit

(Sugiarto,2005).

IB versi 10 item terdiri dari 10 item dan mempunyai skor keseluruhan yang berkisar

antara 0-100, dengan kelipatan 5, skor yang lebih besar menunjukkan lebih mandiri.

Tabel 2.3.Penilaian Skor IB

Penulis Interpretasi
Shah dkk 0-20 Dependen Total

21-60 Dependen Berat

61-90 Dependen Sedang

91-99 Dependen Ringan

100     Independen/Mandiri

Lazar dkk 10-19 Dependen Perawatan


20-59 Perawatan diri, dibantu

60-79 Kursi roda, dibantu

80-89 Kursi roda, independen/mandiri

90-99 Ambulatori, dibantu

100      Independen/Mandiri

Granger 0-20 Dependen Total

21-40 Dependen Berat

41-60 Dependen Sedang

61-90 Dependen Ringan

91-100 Mandiri

Sumber : Sugiarto,2005.

IB sudah dikenal secara luas, memiliki kehadalan dan kesahian yang tinggi. Shah

melaporkan koefisien konsisten internal alfa 0,87 sampai 0,92 yang menunjukkan kehandalan

intra dan inter-rater yang sangat baik. Wartski dan Green menguji 41 pasien dengan interval 3

minggu, ternyata hasilnya sangat konsisten. Ada 35 pasien yang skornya turun 10 poin.

Collin dkk meneliti konsistensi laporan sendiri dan laporan perawat, didasarkan pengamatan

klinis, pemeriksaaan dari perawat dan pemeriksaan dari fisioterapis. Ternyata koefisien

konkordasi (kesesuaian) dari Kendall menunjukkan angka 0,93 yang berarti pengamatan

berulang dari orang yang berbeda akan menghasilkan kesesuaian yang sangat memadai

(Sugiarto,2005).

Wade melaporkan kesahian IB yang dibuktikan dengan angka korelasi 0,73 dan 0,77

dengan kemampuan motorik dari 976 pasien stroke. Kesahihan prediktif IB juga terbukti

baik. Pada penelitian dengan stroke, persentase  meninggal dalam 6 bulan masuk rumah sakit

turun secara bermakna bila skor IB tinggi saat masuk rumah sakit (Sugiarto,2005).
Intepretasi yang paling banyak digunakan adalah menurut Shah dkk karena telah

dikenal luas dan cukup rinci untuk mengetahui tingkat kemandirian seseorang dalam

melakukan ADL (Sugiarto,2005).

5.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ADL.

ADL terdiri dari aspek motorik yaitu kombinasi gerakan volunter yang terkoordinasi

dan aspek propioseptif sebagai umpan balik gerakan yang dilakukan.

ADL dasar dipengaruhi oleh :

1.    ROM sendi

2.    Kekuatan otot

3.    Tonus otot

4.     Propioseptif

5.    Persepti visual

6.    Kognitif

7.    Koordinasi

8.    Keseimbangan (Sugiarto,2005)

Menurut Hadiwynoto (2005) faktor yang mempengaruhi penurunan Activities Daily

Living adalah:

1)    Kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata dan telinga

2)    Kapasitas mental

3)    Status mental seperti kesedihan dan depresi

4)    Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh


5)    Dukungan anggota keluarga

Anda mungkin juga menyukai